Upaya Meningkatkan Profesionalisme Guru
Oleh Dede Mohamad Riva, S.Pd.
Guru profesional seharusnya memiliki empat kompetensi, yaitu kompetensi pedagogis, kognitif, personaliti, dan sosial. Oleh karena itu, selain terampil mengajar, seorang guru juga memiliki pengetahuan yang luas, bijak, dan dapat bersosialisasi dengan baik.
Profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang memerlukan prinsip-prinsip profesional. Mereka harus (1) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme, (2) memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidang tugasnya, (3) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya.
Di samping itu, mereka juga harus (4) mematuhi kode etik profesi, (5) memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugas, (6) memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerjanya, (7) memiliki kesempatan untuk mengembangkan profesinya secara berkelanjutan, (8) memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas profesionalnya, dan (9) memiliki organisasi profesi yang berbadan hukum (sumber UU tentang Guru dan Dosen).
Bila kita mencermati prinsip-prinsip profesional di atas, kondisi kerja pada dunia pendidikan di Indonesia masih memiliki titik lemah pada hal-hal berikut. (1) Kualifikasi dan latar belakang pendidikan tidak sesuai dengan bidang tugas. Di lapangan banyak di antara guru mengajarkan mata pelajaran yang tidak sesuai dengan kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan yang dimilikinya.
(2) Tidak memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai bidang tugas. Guru profesional seharusnya memiliki empat kompetensi, yaitu kompetensi pedagogis, kognitif, personaliti, dan sosial. Oleh karena itu, seorang guru selain terampil mengajar, juga memiliki pengetahuan yang luas, bijak, dan dapat bersosialisasi dengan baik. (3) Penghasilan tidak ditentukan sesuai dengan prestasi kerja.
Sementara ini guru yang berprestasi dan yang tidak berprestasi mendapatkan penghasilan yang sama. Memang benar sekarang terdapat program sertifikasi. Namun, program tersebut tidak memberikan peluang kepada seluruh guru. Sertifikasi hanya dapat diikuti oleh guru-guru yang ditunjuk kepala sekolah yang notabene akan berpotensi subjektif.
(4) Kurangnya kesempatan untuk mengembangkan profesi secara berkelanjutan. Banyak guru yang terjebak pada rutinitas. Pihak berwenang pun tidak mendorong guru ke arah pengembangan kompetensi diri ataupun karier. Hal itu terindikasi dengan minimnya kesempatan beasiswa yang diberikan kepada guru dan tidak adanya program pencerdasan guru, misalnya dengan adanya tunjangan buku referensi, pelatihan berkala, dsb.
Profesionalisme dalam pendidikan perlu dimaknai he does his job well. Artinya, guru haruslah orang yang memiliki insting pendidik, paling tidak mengerti dan memahami peserta didik. Guru harus menguasai secara mendalam minimal satu bidang keilmuan. Guru harus memiliki sikap integritas profesional. Dengan integritas barulah, sang guru menjadi teladan atau role model.
Menyadari banyaknya guru yang belum memenuhi kriteria profesional, guru dan penanggung jawab pendidikan harus mengambil langkah. Hal-hal yang dapat dilakukan di antaranya (1) penyelenggaraan pelatihan. Dasar profesionalisme adalah kompetensi. Sementara itu, pengembangan kompetensi mutlak harus berkelanjutan. Caranya, tiada lain dengan pelatihan.
(2) Pembinaan perilaku kerja. Studi-studi sosiologi sejak zaman Max Weber di awal abad ke-20 dan penelitian-penelitian manajemen dua puluh tahun belakangan bermuara pada satu kesimpulan utama bahwa keberhasilan pada berbagai wilayah kehidupan ternyata ditentukan oleh perilaku manusia, terutama perilaku kerja.
(3) Penciptaan waktu luang. Waktu luang (leisure time) sudah lama menjadi sebuah bagian proses pembudayaan. Salah satu tujuan pendidikan klasik (Yunani-Romawi) adalah menjadikan manusia makin menjadi “penganggur terhormat”, dalam arti semakin memiliki banyak waktu luang untuk mempertajam intelektualitas (mind) dan kepribadian (personal).
(4) Peningkatan kesejahteraan. Agar seorang guru bermartabat dan mampu “membangun” manusia muda dengan penuh percaya diri, guru harus memiliki kesejahteraan yang cukup.
Penulis, guru SMP Negeri 3 Kota Bogor, pemenang II lomba penulisan yang diselenggarakan AGP-PGRI Jawa Barat 2007/2008.
Penulis:
Back
Profesionalisme Guru Menuju Sertifikasi
Oleh Ade Sofyandi, S.Pd.
SALAH satu alternatif yang paling strategis dalam memecahkan masalah pendidikan bangsa adalah membangun landasan pendidikan yang kokoh dan terkontrol, yaitu pembangunan profesionalisme pendidik (Suherdi, 2007).
Pembangunan profesionalisme pendidik telah menjadi perhatian pemerintah, di antaranya dengan diterbitkannya Undang-Undang RI No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang RI No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen, serta Peraturan Pemerintah RI No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional.
Salah satu syarat guru sebagai pendidik profesional adalah memiliki kualifikasi akademik dan menguasai kompetensi sebagai agen pembelajaran. Hal tersebut erat kaitannya dengan sertifikasi guru sebagai salah satu upaya peningkatan mutu guru dan dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan guru sehingga diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia secara menyeluruh dan berkelanjutan.
Untuk mencapai kualifikasi akademik yang dipersyaratkan di dalam sertifikasi, para guru termotivasi untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang S-1 di sela-sela kesibukannya mengajar meskipun dengan biaya sendiri.
Ketika keran sertifikasi guru dibuka, mulailah para guru mengumpulkan dan melengkapi beberapa persyaratan administratif untuk portofolio. Sambil menyusun portofolio, dalam benak terbayang, gaji yang sangat besar dan pemanfaatannya sudah terperinci. Bahkan, ada salah seorang guru akan membuat “kamar khusus” dan brankas untuk menyimpan gaji dari sertifikasi guru yang tidak akan diganggu dalam beberapa tahun sebagai dana abadi. Itulah kira-kira yang dilakukan para guru ketika sertifikasi guru dibuka.
Pada saat pengumpulan bukti fisik, kendala mulai terasa karena tidak semua kegiatan memiliki surat keterangan atau piagam dan tanda penghargaan. Selain itu, dokumen yang sudah ada pun tidak lengkap karena kurang baik dalam hal pendokumentasian dan kearsipan sehingga ketika harus melengkapi persyaratan menjadi kelabakan. Akhirnya surat-surat keterangan “serbadadakan”.
Kendala yang paling besar yaitu karya tulis ilmiah. Kemampuan untuk pengembangan profesi seperti pembuatan karya ilmiah dan sejenisnya menjadi hambatan terbesar dan merupakan masalah tersendiri. Hal tersebut dialami juga pada sistem penetapan angka kredit. Salah satu buktinya adalah menumpuknya golongan IV/a yang akan naik ke IV/b.
Meskipun ada berbagai kendala, tetapi portofolio berhasil dikumpulkan. Hasilnya pun seperti telah diperkirakan sebelumnya, ternyata yang lolos sertifikasi tidak terlalu banyak. Yang lolos tersebut tentunya adalah guru-guru yang memiliki produktivitas serta profesionalisme yang tinggi sehingga bagi mereka tidak akan sulit untuk memperoleh skor minimal 850, bahkan lebih.
Tentunya para guru yang lolos sertifikasi tersebut tidak lepas dari jasa-jasa dan perjuangan para guru yang sebentar lagi akan menghadapi pensiun dan kebetulan belum memiliki kualifikasi akademik yang dipersyaratkan. Oleh karena itu, diharapkan ada kebijakan lain, tetapi tetap menunjung aspek profesionalisme.
Sementara bagi guru-guru yang masih relatif muda, didorong untuk dapat mengembangkan profesionalisme dan meningkatkan produktivitasnya. Selain itu, perlu diberi kesempatan yang sama kepada setiap guru untuk mengembangkan karier dan keahliannya.
Dengan demikian, sertifikasi profesi guru bukanlah menjadi sesuatu yang mustahil diraih, tetapi sesuatu yang mesti diraih. Sertifikasi adalah bukan hak yang mesti setiap orang dapat menerima dan meraihnya, tetapi merupakan penghargaan bagi para guru yang telah mengabdi bagi dunia pendidikan dengan penuh tanggung jawab sebagai seorang profesional.***
Penulis, guru SDN Karamatwangi II, Kec. Cisurupan Kabupaten Garut, pemenang IV lomba menulis yang diselenggarakan AGP-PGRI Jawa Barat 2007/2008.