Oleh Drs. Junaidi, M.Pd *)
Abstract
Latar Belakang
Kualitas guru sampai saat ini tetap menjadi persoalan yang penting dan menjadi persoalan yang krusial oleh karena pada kenyataannya keberadaan guru di berbagai jenjang, dari taman kanak-kanak sampai Sekolah Menengah Atas oleh sebagian kalangan dinilai jauh dari performa yang distandarkan. Seorang Yohanes Surya (pembina Tim Olimpiade Fisika Indonesia atau TOFI yang juga Guru Besar Universitas Pelita Harapan) pun melihatnya begitu. Demikian juga dengan pendapat Dodi Nandika (Kepala Balitbang Depdiknas), kualitas guru menjadi persoalan yang serius di negeri ini.
Penilaian kedua tokoh itu tidaklah berlebihan. Hal itu didasarkan pada hasil tes Trend in International Mathematics and Science Study (TIM MSS)
Tahun 2003, hasil tes itu menempatkan peserta didik Indonesia di peringkat 34 penguasaan matematika dan peringkat 36 penguasaan sains dari 48 negara yang disurvei. Peringkat itu jauh tertinggal dari negara tetangga, Singapura dan Malaysia. Singapura berada di peringkat pertama, baik matematika maupun sains, Malaysia peringkat 10 bidang matematika dan peringkat 20 bidang Sains (Republika, 24 Desember 2004).
Rendahnya kemampuan anak didik pada mata pelajaran matematika dan sains memang tidak terlepas dari kemampuan/ kualitas guru dalam mengajar peserta didiknya, dan minimnya ketersediaan sumber-sumber belajar. Keadaan yang demikian itu sudah barang tentu sangat mempengaruhi proses pembelajaran. Akibat lebih jauh, lulusan dari berbagai jenjang pendidikan tidak memenuhi harapan. Berbagai upaya terus dilakukan oleh pemerintah, misalnya dengan penataran, pembekalan, seminar, diskusi, sampai penelitian yang intinya bertujuan meningkatkan kualitas guru.
Dalam lingkup yang lebih sempit, guru juga menghadapi persoalan yang klasik tersebut, yaitu ada sebagian guru kompetensi mengajarnya belum memenuhi tuntutan yang semestinya. Menguasai materi yang diajarkan saja tidaklah cukup. Ia harus dapat menyampaikan materi pelajaran tersebut dengan baik. Makna “dengan baik” di sini sudah inheren di dalamnya, bicara jelas; pemilihan metode yang tepat; penggunaan pendekatan pembelajaran yang sesuai; penggunaan media pembelajaran yang efektif; sampai pada penampilan fisiknya (gerak-gerik di kelas, mimik muka, ekspresi, dan sebagainya).
Melalui tulisan ini akan disampaikan gagasan-gagasan yang mungkin dapat berguna untuk meningkatkan kompetensi dan pengembangan guru. Fokus tulisan ini diharapkan dapat menjawab beberapa pertanyaan sebagai berikut:dapatkah meningkatkan kompetensi guru melalui pendidikan dan pelatihan?
Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka bagaimanakah upaya meningkatkan kompetensi guru melalui pendidikan dan pelatihan?
Pembahasan
Kondisi Guru
Secara akademik jika seseorang ingin menjadi guru ia harus menempuh pendidikan keguruan. Guru TK dan SD masuk ke PGSD, guru SMP dan sekolah lanjutan atas masuk FKIP atau IKIP (sudah melebur di dalam universitas). Akan tetapi mereka yang lulusan universitas dengan disipilin ilmu murni, misalnya kimia, dapat menjadi guru dengan syarat sudah menempuh program khusus keguruan atau program Akta keguruan.
Persiapan menjadi guru tidak hanya melalui jalur pendidikan formal, tetapi faktor internal yang ada di dalam diri seseorang juga mempengaruhi kesuksesan orang menjadi guru. Kesuksesan menjdi bukan diukur dari sisi keduniaan, melainkan kesuksesan menjadi seorang guru yang berkualitas, profesional dapat ditinjau dari berbagai aspek. Faktor internal seperti motivasi dan bakat sangat berpengaruh terhadap kesuksesan seseorang menjadi guru, hal ini dalam tesis yang dikemukan oleh James Phopam dalam bukunya “Bagaimana Mengajar Secara Sistematis’, bahwa guru itu dilahirkan bukan dibentuk seolah menjadi pembenaran. Lebih lanjut dikemukakan, tidak setiap guru membutuhkan pertolongan. Beberapa orang memang benar-benar dilahirkan sebagai guru. Termasuk di dalam golongan ini adalah, orang-orang yang tidak pernah memikirkan bagaimana caranya mengajar. Meskipun demikian orang-orang semacam itu tidak banyak memerlukan pertolongan dalam memperbaiki pengajaran. Mereka sungguhsungguh boleh dikatakan sebagai guru-guru yang berbakat; tidak diragukan lagi mereka itu mampu memberi inspirasi.
Dalam konteks ini dapat dianalogikan, meskipun seseorang sudah menempuh pendidikan keguruan baik itu program diploma atau S1, namun setelah terjun di dalam kelas tidak menunjukkan performance yang cukup memadai. Secara materi ia mampu menguasai, namun tidak cukup terampil untuk menyampaikan materi dengan jelas, menarik sehingga mudah dimengerti oleh peserta didik. Oleh karena itu seorang guru harus mempunyai persiapan yang cukup baik secara penguasaan materi maupun bagaimana cara penyampainnya kepada peserta didik.
Kompetensi Guru
Menurut Uzer Usman (1992) guru mempunyai tugas pokok yaitu mendidik, mengajar dan melatih. Oleh karena itu seorang guru harus memiliki kompetensi-kompetensi yang berkaitan dengan mendidik, mengajar dan melatih peserta didik. Dalam profesi keguruan kita mengenal istilah kompetensi. Kompetensi itulah yang digunakan untuk menilai apakah seorang guru berkualitas atau tidak. Ada empat kompetensi yang harus dimiliki guru, yaitu: (1) kompetensi paedagogik (2) kompetensi kepribadian, (3) kompetensi sosial, dan (4) kompetensi profesional.
Kompetensi paedagogik menekankan pada kemampuan seorang guru dalam mengelola peserta didik baik dalam mendidik, mengajar maupun melatih. Kompetensi kepribadian/personal lebih menunjukkan pada kematangan pribadi. Di sini aspek mental dan emosional harus benar-benar terjaga. Kompetensi sosial lebih menunjukkan pada kemampuan guru untuk berelasi, berinteraksi. Guru memperlihatkan keluwesan dalam pergaulan dengan peserta didik, kepala sekolah, dan juga teman sejawat di tempat ia mengajar. Guru bisa menciptakan persahabatan yang baik. Keberadaannya memberi manfaat yang positif. Sedangkan kompetensi profesional lebih menunjukkan pada kemampuan yang dimiliki guru sebagai pengajar yang baik.
Hamzah B Uno (2006) berdasarkan Komisi Kurikulum Bersama P3G menetapkan dan merumuskan bahwa kompetensi profesional guru di Indonesia terdiri atas 10 kompetensi, yakni: (1) menguasai bahan pelajaran; (2) mengelola program pembelajaran; (3) mengelola kelas; (4) menggunakan media dan sumber belajar; (5) menguasai landasan pendidikan; (6) mengelola interaksi belajar mengajar; (7) menilai prestasi belajar; (8) mengenal fungsi dan layanan bimbingan dan penyuluhan; (9) mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah; dan (10) memahami dan menafsirkan hasil penelitian guna keperluan pengajaran.
Dari kesepuluh kompetensi profesional itu menurut hemat penulis dapat dirangkum menjadi dua kompetensi yang paling utama, yaitu menguasai bahan pelajaran dan dapat mengajarkannya dengan jelas dan menarik. Kedua kompetensi inilah dalam kondisi objektif belum terpenuhi. Mungkin kita pernah mendengar komentar, “Si guru A itu hebat benar penguasaan materinya tetapi tidak bisa mengajar’, atau sebaliknya, “Si guru B itu pandai mengajar tetapi minim penguasaan materi’.
Pengembangan profesi guru secara makro dapat dimaknai sebagai proses peningkatan kompetensi, kualitas dan kemampuan sumberdaya guru dan tenaga kependidikan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan bangsa. Mengapa dikatakan demikian, karena semua pembangunan pada suatu Negara itu pasti dimulai dari pendidikan. Proses pengembangan tersebut mencakup perencanaan, pengembangan dan pengelolaan sumberdaya guru dan tenaga kependidikan.
Adapun pengembangan profesi guru secara mikro dapat diartikan sebagai proses perencanaan dari pendidikan dan pelatihan, pengelolaan guru dan tenaga kependidikan untuk mencapai suatu hasil yang optimum. Sehingga untuk mengembangkan kompetensi sebagai pengembangan dari profesi guru,diantarn melalui pendidikan dan pelatihan
Pendidikan dan Pelatihan
Pengembangan SDM guru dan tenaga kependidikan bertujuan memberikan kesempatan kepada guru dan tenaga kependidikan untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap individu sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan di sekolah. Di samping itu, juga bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, akan jaminan keamanan, sosial, pengakuan dan penghargaan, kesempatan mengembangkan diri,
Cara dan strategi yang dapat dipergunakan untuk pengembangan SDM guru dan tenaga kependidikan, adalah: melalui: (1) Pendidikan Formal; (2) Pendidikan dan pelatihan; (3) Bimbingan atasan; (4) Bimbingan teman sejawat; (5) Workshop, lokakarya, seminar, dan sosialisasi program; (6) Magang, tukar menukar tenaga dalam bentuk kerjasama; dan (7) Studi banding, outbond, dan atau rekreasi. Diantara cara dan strategi tersebut pendidikan dan pelatihan bagian dari pengembangan SDM.
Pendidikan dan pelatihan suatu proses yang akan menghasilkan suatu perubahan perilaku. Secara nyata perubahan perilaku itu berbentuk peningkatan mutu kemampuan dari sasaran pendidikan dan pelatihan.
Pendidikan dan pelatihan pada hakikatnya merupakan salah satu bentuk kegiatan dari program pengembangan sumber daya manusia (personal development). Pengembangan sumber daya manusia sebagai salah satu mata rantai (link) dari siklus pengelolaan personil dapat diartikan: merupakan proses perbaikan staf melalui berbagai macam pendekatan yang menekankan realisasi diri (kesadaran), pertumbuhan pribadi dan pengembangan diri. Pengembangan mencakup kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk perbaikan dan pertumbuhan kemampuan (abilities), sikap (attitude), keterampilan (skill), dan pengetahuan anggota organisasi
Menurut Simamora (1997: 345) bahwa diklat adalah merupakan serangkaian kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan keahlian, pengetahuan, pengalaman, ataupun perubahan sikap seseorang. Program pelatihan sangat berguna bagi pegawai/karyawan terutama untuk memperbaiki kinerja, memutakhirkan keahlian sejalan dengan kemajuan teknologi, meningkatkan kompetensi dalam pekerjaan, membantu memecahkan permasalahan operasional, mempersiapkan pegawai/karyawan untuk promosi, mengarahkan pegawai/karyawan terhadap visi organisasi dan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pribadi.
Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil, disebutkan bahwa “Pendidikan dan pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil yang disebut Diklat adalah proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan Pegawai Negeri Sipil”. Pendidikan dan pelatihan kepegawaian juga merupakan bagian dari sebuah sistem pembinaan karier Pegawai Negeri Sipil yang bermakna pada pengembangan kepegawaian.
Tujuan dan sasaran diklat menurut KMA No.1 Tahun 2003 pasal 2 dikemukakan bahwa:
Tujuan yang dilaksanakan diklat bagi PNS khususnya di Kementerian Agama sebagai berikut:
- Meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap pegawai untuk dapat melaksanakan tugas jabatan profesional yang dilandasi kepribadian dan kode etik pegawai sesuai dengan kebutuhan Kementerian Agama;
- Menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembaru dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa;
- Memantapkan orientasi sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman, dan pemberdayaan masyarakat;
- Menciptakan kesamaan visi, dinamika pola pikir, dan mengembangkan sinergi, dalam melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang agama demi terwujudnya pemerintahan yang baik dan bersih;
- Memantapkan jati diri pegawai negeri Kementerian Agama yang berdasarkan pada komitmen, tanggung jawab, kejujuran, dan pengabdian profesi dalam melaksanakan tugas dalam jabatan masing-masing.
Sasaran
Untuk pelaksanaan diklat, sasarannya adalah terwujudnya pegawai yang berkinerja tinggi dan memiliki kompetensi sesuai dengan persyaratan jabatan masing-masing.
Struktur program dan kurikulum
Struktur program diklat teknis disusun berdasarkan tujuan dan sasarn program dengan memperhatikan kebutuhan setiap jenis dan jenjang dan atau kompetensi yang diperlukan dalam masing-masing jabatan teknis. Menurut juklak dari Pusdiklat Teknis pengelompokan dan pembobotan mata diklat untuk setiap jenis dan jenjang diklat teknis terdiri atas tiga kelompok:
- Kelompok dasar, yaitu kelompok mata diklat untuk menanamkan, memperkuat dan meningkatkan patriotisme, kesetian dan ketaatan peserta dalam melaksanakan tugas jabatannya sebagai abdi negara dan masyarakat dengan bobot 20%.
- Mata diklat kelompok dasar terdiri atas kebijakan yang terkait dengan kebijakan pemerintah yang terkait dengan tugas dan fungsi dari peserta diklat.
- Kelompok inti, yaitu kelompok mata diklat yang bertujuan untuk membekali peserta dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan, sesuai tugas pokok dan kompetensi untuk jabatan teknis tertentu dengan bobot 60%.
- Mata diklat kelompok inti terdiri atas mata diklat yang menunjang kompetensi pengetahuan dan profesional. mata diklatnya terdiri dari beberapa jenis.
- Kelompok penunjang, yaitu kelompok mata diklat yang merupakan pelengkap untuk memperkaya pengetahuan, wawasan dan pembulatan pemahaman terhadap tujuan program serta berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi pelaksanaan tugas dengan bobot 20%.
Mata diklat untuk penunjang titik tekannya pada kompetensi ketrampilan. Sehingga peserta diberi tugas untuk menyusun laporan terkait dengan dengan kegiatan-kegiatan observasi lapangan.
Kurikulum adalah makna yang harus dipelajari dan urutannya di mana pembelajaran
itu terjadi. Menurut Soebagio Atmodiwirio (2005: 136), kurikulum diklat disusun berdasarkan kebutuhan kompetensi untuk jabatan teknis tertentu dan penyusunannya mengacu struktur program yang memuat; deskripsi singkat, tujuan intruksional umum dan khusus, pokok bahasan, waktu, metode dan alat bantu diklat.
Ruang lingkup mata diklat dasar terdiri atas kebijakan diklat dan pembangunan bidang agama serta mata diklat Emotional Spiritual Quetion (ESQ) yang terdiri atas: prinsip pembangunan karakter, pengembangan SDM dan Organisasi, pembangunan sinergi, disiplin pelaksanaan program, membangun pribadi yang teladan, budaya organisasi, kesadaran berbangsa dan bernegara.
Ruang lingkup mata diklat inti terdiri atas mata diklat yang membekali kompetensi profesional seperti pendalaman materi substansi, sedangkan untuk kompetensi pedagogik seperti model-model pembelajaran, media pembelajaran, untuk mata diklat yang menunjang kelancaran karier dikemas dalam mata diklat karya tulis ilmiah dan perhitungan angka kredit
Sedangkan ruang lingkup mata diklat penunjang terkait dengan tugas-tugas yang bersifat individu dan kelompok seperti Building Learning Commitment (BLC), studi lapangan, seminar evaluasi program dan ujian. Dari mata diklat penunjang ini yang dapat digunakan sebagai alat ukur keberhasilan pelaksanaan diklat adalah evaluas program dan ujian.
Berdasarkan penyelenggaraan dengan struktur, program dan kurikulum diatas yang digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan di balai diklat maka hasil yang dicapai berdasarkan pretest dan postest pada tahun 2014 rata-ratanya adalah 44,13 dan 59,48 jika dilihat dari persentase hasilnya mengalami peningkatan 34,78%, sedangkan untuk diklat di tempat kerja rata-rata hasil pretest 44.46 dan postest 60.54 persentase mengalami peningkatan 13.57%. Hal ini menggambarkan peserta diklat dapat meningkat komptensinya dibandingkan sebelum mengikuti diklat jika diukur dari hasil pretest dan postest, sehingga dapat dikatakan untuk pelaksanaan diklat pada tahun 2014 berjalan efektif,
Simpulan
Pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu bentuk kegiatan dari program pengembangan sumber daya manusia (personal development). Pengembangan sumber daya manusia merupakan proses perbaikan staf melalui berbagai macam pendekatan yang menekankan realisasi diri (kesadaran), pertumbuhan pribadi dan pengembangan diri.
Cara meningkatkan kompetensi guru diantaranya melalui pendidikan dan pelatihan, dengan bobot kurikulum yang telah ditentukan oleh lembaga kediklatan, sehingga dengan kompetensi akan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Peningkatan kompetensi yang dicapai melalui pendidikan dan pelatihan pada tahun 2014 untuk diklat reguler adalah 34,78%, sedangkan untuk diklat di tempat kerja adalah 13,57%, dengan demikian kedua jenis diklat dapat meningkatkan kompetensi guru
Daftar Pustaka
Atmodiwirio, Soebagio. 2002. Manjemen Pelatihan. Jakarta: PT Ardadizya Jaya.
Hamzah B Uno (2006). Orientasi baru dalam psikologi pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
Keputusan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama
Peraturan Pemerintah No 14 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yang disempurnakan dalam: Lampiran Permendiknas No 16/2007 tentang kompetensi guru .
Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tetang Pendidikan dan Pelatihan
Simamora, Henry. 1997, Manajemen Sumber daya Manusia. Yogyakarta: STIE YKPN.
Usman, Moh. Uzer, 1992 Menjadi Guru Profesional, Ed.2, Cet-22, Bandung: PT Remaja Rosdakarya
——————————————————————————————————
*). Penulis adalah Widyaiswara pada Balai Diklat Keagamaan Semarang