Ingin kirim berita pendidikan ke www.infodiknas.com hub.081939483377 (SMS)
Universitas Indonesia (UI) kembali menambah jumlah Guru Besar Tetap bidang Kedokteran dengan mengukuhkan dua profesor, Prof.dr.Marcellus Simadibrata,Ph.D., SpPD-KGEH, FACG, FASGE, FINASIM sebagai Guru Besar dalam Ilmu Penyakit dalam dan Prof.dr.Agnes Kurniawan,Ph.D.,SpParK sebagai Guru Besar Parasitologi pada Sabtu (18/5) di Aula FKUI, kampus Salemba. Prof.dr.Marcellus Simadibrata menyampaikan pidato pengukuhan dengan judul “Aplikasi Teknologi Kedokteran Mutakhir dan Peran Ilmu Pendidikan Kedokteran dalam Pencegahan dan Penatalaksanaan Diare Kronis di Indonesia”. Dalam pidatonya, Prof.dr.Marcellus menyampaikan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan RI tahun 2004. Diare berada pada posisi kelima sebagai penyebab tingginya mortalitas dan morbiditas di Indonesia. Sedangkan berdasarkan data tahun 2011 dari Rumah Sakit Umum di Indonesia, penderita rawat jalan diare menempati urutan kelima, dan pada rawat inap menempati urutan kesatu.
Di Indonesia banyak penyakit diare kronis yang berhubungan dengan buruknya hygiene dan sanitasi, buruknya pengelolaan makanan, buruknya perilaku makan-minum masyarakat dan faktor lain yang mempengaruhi seperti genetika, stress, dan lainnya. Data tersebut menunjukkan penyakit diare harus segera ditangani karena diare kronis dapat mengganggu kualitas hidup, kinerja, kenyamanan pasien, menimbulkan banyak komplikasi (malnutrisi, malaise, dll) dan meningkatkan biaya hidup pasien. Melalui alat-alat canggih berbasis teknologi maka diharapkan dapat mempercepat berhentinya diare dan memperbaiki kualitas hidup. Alat-alat tersebut diantaranya Asesori endoskopi, terapi koagulasi argon plasma coagulation, terapi laser EMR,Video Endoscopy, double balloon enteroscopy, capsule endoscopy, dan lainnya. Sedangkan Prof. dr. Agnes Kurniawan menyampaikan pidato pengukuhan berjudul “Parasitologi Klinik : Tantangan pada Kedokteran Berbasis Bukti”. Menurut Prof.dr.Agnes penyakit parasitik masih menjadi masalah kesehatan masyarakat terutama di daerah kumuh di perkotaan, daerah pedesaan dan di Indonesia bagian timur. Penyakit parasitik tidak lagi terbatas di negara yang beriklim tropis melainkan telah menjadi masalah global. Banyak faktor yang menciptakan terjadinya perubahan pola infeksi parasit seperti pemanasan global, perubahan iklim, peruabahan budaya dan gaya hidup.
Diagnosis infeksi parasit merupakan tantangan di bidang penyakit infeksi yang jarang dipikirkan oleh dokter. Infeksi parasit dikategorikan sebagai neglected tropical diseases (NTD) sehingga kurang mendapat perhatian, under diagnosed dan under reported. Kenyataannya infeksi cacing merugikan penderita dan negara karena melemahkan sistem imunitas tubuh, meningkatkan kerentanan, memperburuk perjalanan penyakit HIV, TB, Malaria dan menurunkan efektivitas vaksinasi BCG/keberhasilan program TB. Prof. Agnes berharap ke depan akan semakin banyak lagi laboratorium khusus parasitologi berdiri di berbagai propinsi yang memiliki fakultas kedokteran, mempunyai SDM dengan kualifikasi yang cukup sehingga dapat menjadi rujukan maupun pusat studi penyakit parasit yang menjangkau masyarakat hingga ke ujung timur Indonesia. Saat ini, Indonesia hanya memiliki satu laboratorium khusus parasitologi yang beroperasi penuh yaitu Laboratorium parasitologi klinik FKUI.(egia).
http://www.ui.ac.id/id/news/archive/6492