Oleh Nur Endah Herlina (Mahasiswa Program Pascasarjana UNISMA Malang, 2011).
- 1. Latar Belakang Masalah
Meningkatkan mutu pendidikan adalah tugas dan tanggung jawab kita bersama. Salah satu usaha kita untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah dengan memahami bagaimana peserta didik itu belajar. Pendidik dituntut untuk memahami bagaimana informasi yang diperoleh dari lingkungan diproses dalam pikiran mereka, serta baimana mereka mengembangkannya.
Guru juga harus bisa memberikan rasa empati yaitu rasa simpati yang mendalam yang mampu memberikan pengaruh pada kejiwaan dan /atau fisik seseorang(Dion Eprijum G, 2011. Selain itu kita juga harus tahu bagaimana cara menyajikan informasi itu dengan baik, sehingga mereka bisa menerima informasi yang kita berikan dengan baik pula. Untuk bisa melakukan semua itu, pendidik harus memahami teori-teori belajar. Selain itu, classroom management juga sangat diperlukan dalam hal ini (Fachrurrazy, 2011)
Perumusan teori bukan hanya penting, melainkan vital bagi psikologi dan pendidikan, untuk dapat maju atau berkembang dan memecahkan masalah-masalah yang ditemukan dalam setiap bidang itu(Snelbecker, 1974). Pengetahuan teoritis akan membantu guru menjalankan proses belajar mengajar secara sistimatis (Utami Widiati, 2011). Telah kita ketahui bahwa kemajuan-kemajuan dalam ilmu pengetahuan telah dicapai karena para ilmuwan mau menyusun menyusun gagasan-gagasan mereka. Teori-teori lama akan mendorong timbulnya teori-teori baru yang dilanjutkan dengan dilakukannya eksperimen-eksperimen. Kemudian dari eksperimen-eksperimen itulah akan menghasilkan peningkatan pengetahuan dan pemahaman(Ratna Wilis Dahar, 1988). Eksperimen atau penelitian adalah kegiatan akademis yang mengembangkan pengetahuan pada bidangnya masing-masing (Mohammad Adnan Latief, 2010)
- 2. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk:
- Menghimpun segala pemikiran-pemikiran para ahli tentang teori belajar dan diharapkan bisa memberikan bekal kepada calon pendidik supaya bisa melaksanakan tugas mereka dengan baik.
- Membantu pendidik untuk lebih memahami bagaimana seluk-beluk belajar dan implikasinya terhadap proses belajar mengajar
- 3. Pembahasan
3.1. Pengertian Teori
Secara umum dikatakan bahwa teori-teori berarti sejumlah proposisi-proposisi yang terintegrasi secara sintaktik, artinya, kumpulan proposisi-proposisi ini mengikuti aturan-aturan tertentu yang dapat menghibungkan secara logis proposisi satu dengan proposisi yang lain serta data yang diamati dan yang digunakan untuk memprediksi dan menjelaskan peristiwa-peristiwa yang diamati(Snelbecker, 1974)
3.2. Pengertian Belajar
Menurut Gagne (1984), belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organism berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.
- a. Perubahan perilaku.
Belajar menyangkut peubahan dalam suatu organism, berarti bahwa belajar membutukhan waktu. Untuk mengukur belajar, kita bisa membanhdingkan cara organisma berperilaku pada waktu pertama dengan perilaku pada waktu berikutnya dalam suasana serupa. Bila terdapat perubahan perilaku, maka dapat kita simpulkan bahwa telah terjadi proses belajar pada organism tersebut.
- b. Perilaku Terbuka
Belajar yang kita simpulkan terjadi bila perilaku hewan-hewan termasuk manusia, berubah. Perilaku menyangkut aksi atau tindakan.
- c. Belajar dan Pengalaman
Komponen terakhir dalam definisi belajar ialah “sebagai suatu hasil dari pengalaman.”
- d. Belajar dan Kematangan
Proses lain yang menghasilkan perubahan perilaku adalah kematangan. Kematangan terjadi karena proses pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi secara fisiologis.
3.3. Bentuk-Bentuk Belajar
Gage(1984) mengemukakan bahwa ada lima bentuk belajar yaitu:
- Belajar responden. Dalam hal belajar semacam ini, suatu respon dikeluarkan oleh stimulus yang sudah dikenal.
- Belajar Kontiguitas. Beberapa teoriwan berpendapat bahwa pemasangan kejadian –kejadian sederhana itu, kejadian apapun dapat menghasilkan belajar. Tidak diperlukan hubungan stimulus tak- terkondidi dengan respon.
- Belajar Operant
Belajar operant adalah belajar dari akibat reinforsemen. Dikatakan sebagai terkondidi operant sebab perilaku yang diinginkan timbul secara spontan, tanpa dikeluarkan secara instinktif oleh stimulus apapun waktu organism “beroperasi” terhadap lingkungan..
- Belajar Obsevasional.
Konsep belajar observasional memperlihatkan bahwa orang dapat belajar dengan mengamati orang lain melakukan apa yang akan dipelajari.
- Belajar Kognitif. Konsep belajar ini melihat “belajar” sebagai suatu proses berpikir yang sangat kompleks(Kasihani K.E. Suyanto, 2011).
3.4. Teori-teori Belajar
Pemahaman teori pembelajaran memungkin guru untuk memilih kegiatan pembelajaran, memprediksi hasil belajar, dan membuat rencana kegiatan yang sesuai dengan yang sesuai dengan kebutuhan. Selain itu dengan bantuan teori, konsep dan prinsip pembelajaran, guru dapatmengelola pembelajaran dengan lebih baik(Kasihani K.E. Suyanto, 2011). Dalam teori pembelajaran, terdapat perbedaan sudut pandang teori dan proses belajar belajar. Namun perbedaan tersebut merupakan hal yang wajar.
Menurut Ratna Wilis Dahar(1988)teori belajar dibagi menjadi dua, yaitu:
- Teori belajar sebelum abad ke 20
- Disiplin Mental (Plato, Aristoteles)
Menganggap bahwa dalam belajar, mental siswa didisiplinkan atau dilatih.
- Teori Perkembangan Alamiah(Natural Unfoldment). Pengembang-pengembang teori ini adalah Jean J Rousseau, Heinrich Pestalozzi, dan Friedrich Froebel. Teori ini berlawanan dengan teori disiplin mental. Teori ini lebih mengutamakan perkembangan kematangan(maturational development) daripada menanamkan ketrampilan ketrampilan tertentu. Penganut teori ini menginginkan agar belajar itu merupakan pengalaman yang menyenangkan bagi anak.
- Apersepsi.
Menurut teori ini, belajar merupakan suatu proses terasosiasinya gagasan-gagasan baru dengan gagasan-gagasan lama yang sudah membentuk pikiran(mind). Teori ini yang pertamakali berasal dari Psikologi Struktur ciptaan Johann Friedrich Herbart(1776-1841) sehingga disebut juga Herbartisme, yang pertamakali mengembangkan psikologi belajar secara sistematis dari teori tabula rasa mengenai pikiran. Teori ini memandang bahwa jiwa manusia merupakan suatu struktur yang bisa berubah dan bertambah jika orang tersebut belajar, serta adanya asosiasi antara struktur yang sudah ada dengan hal-hal baru yang dipelajari. Belajar adalah memperbanyak asosiasi-asosiasi sehingga membentuk struktur baru dalam jiwa anak atau juga disebut membentuk masa apersepsi. Dalam teori ini dikatakan bahwa tidak ada gagasan bawaan (sejak lahir), apapun yang diketahui seseorang dating dari luar dirinya.
2. Teori belajar abad ke-20
- Teori Perilaku(behaviorisme) :
Menurut aliran behaviorism, belajar adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi dari stimulus dan respon. Belajar dipengaruhi oleh kejadian-kejadian di dalam lingkungannya, yang akan memberikan pengalamam tertentu kepadanya. Belajar atau learning terjadi berdasarkan paradigm S-R (Stimulus-Response), yaitu proses yang memberikan respon tertentu terhadap kejadian yang dating dari luar. Yang termasuk dalam teori ini adalah;
a) R-S Bond atau Asosiasi, yang dicetuskan oleh Thorndike, seorang tokoh Behaviorisme. Menurut teori ini belajar akan terjadi kalau ada hubungan antara orang yang bersangkutan dengan benda yang ada di luarnya. Hubungan ini disebut dengan S-R Bond, yaitu S adalah stimulus dari luar diri seseorang dan R adalah respon orang yang bersangkutan, sedangkan Bond adalah hubungan atau asosiasi. Teori ini menyebutkan Psikologinya Koneksionisme atau Asosiasisme.
b) Pengkondisian Instrumental, pelopor teori ini adalah Parlov yang bereksperimen dengan anjingnya. yang berawal dari teori belajar Pengkondisian Klasik (Pavlov dengan anjingnya. Menurut Watson dan Thorndike, belajar adalah masalah melekatkan atau menguatkan respon yang benar secara berulang-ulang sampai melekat betul pada anak-anak dan menyisihkan respon yang salah. Respon yang benar lalu diulang-ulang hingga melekat betul pada anak.
c) Pengkondisian Operan
Teori ini diperkenalkan oleh Skinner. Pada teori ini kondisi diberikan sesudah terjadinya respon karena diyakini akan lebih sering terjadi atau dilakukan oleh orang yang bersangkutan. Seperti biasanya orang yang diberikan stimulus, akan melakukan respon. Respon yang diberikan dapat sesuai dengan harapan pemberi respon, dapat pula tidak sesuai. Untuk respon yang sesuai dengan harapan pemberi respon akan diberi hadiah.
d) Penguatan atau Reinforcement.
Teori ini didasari oleh Psikologi Reinforcement yang pelopori oleh oleh Hull. Teori ini memberi penguatan pada respon-respon yang benar atau yang sesuai dengan harapan. Bila siswa mendapat skor tinggi, ia diberi pujian. Bila seseorang berprestasi, maka ia akan diberi hadiah. Pujian, hadiah dan penghargaan tersebut adalah merupakan penguatan-penguatan agar individu-individu ynag bersangkutan tetap konsisten dengan tindakan yang sudah baik itu, bila perlu bisa ditingkatkan lagi.
Dalam kaitannya dengan teori penguatan, dikenal dua macam penguatan yaitu:
- Penguatan Positif, ialah setiap stimulus yang dapat memantapkan respon pada pengkondisian instrumental dan setiap hadiah yang dapat memnatapkan respon pada pengkondisian operan.
- Penguatan negative adalah setiap stimulus yang perlu dihilangkan untuk memantapkan responyang terjadi. Misalnya tugas-tugas yang terlalu berat perlu dihilangkan agar siswa tetap rajin belajar.
Ada perbedaan antara hukuman dengan penguatan positif dan negative. Penguatan dalah pemberian stimulus positif dan penghilang stimulus negative. Sementara hukuman adalah sebaliknya, yaitu pemberian stimulus negative dan penghilangan stimulus positif.
- Teori Kognitivisme:
Menurut penganut cognitivism, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu terlihat sebagai tingkah laku. Belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Ilmu penegetahuan dibangun oleh individu melalui interaksi yang berkesinambungan(Kasihani K.E. Suyanto, 2011). .
a) Kognisi
Bruner dengan “free discoveri learning”nya berpendapat bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik bila guru kreatif serta memberikan kesempatan siswa untuk menemukan suatu aturan konsep atau teori. Teori ini menekankan pada cara individu mengorganisaikan apa yang telah ia alami dan pelajari. Sistem pengorganisasian adalah kunci untuk memahami tingkah laku seseorang. Selain itu pengorganisasian merupakan alat ukur untuk berpikir dan memecahkan masalah. Pendidikan harus mengembangkan keterampilan berpikir. Untuk itu dibutuhkan pelajaran yang terorganisasi dan berhubungan dengan lainnya. Selanjutnya siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan pola dan teknik meneliti. Dengan cara ini akan didapat pengetahuan yang lebih bermakna, lebih lama diingat dan lebih mudah untuk memecahkan masalah.
b) Belajar Bermakna.
Teori ini diciptakan oleh Ausubel. Organisasi atau struktur kognisi dipandang sebagai faktor utama dalam belajar dan mengingat bahan-bahan baru yang bermakna. Teori belajar bermakna ini sangat penting untuk pelajaran yang berlangsung secara verbal atau lisan. Ausubel juga menekankan pentingnya konsep dan prinsip umum untuk belajar dan mengingat.
c) Insight atau Gestalt
Teori ini memandang anak-anak telah memiliki sikap dan keterampilan yang kompleks dari hasil belajarnya. Belajar juga menggunakan insight atau pemahaman, suatu yang lepas dari kebingungan sehingga menemukan keteraturan dalam materi yang baru itu. Pertamakali menghadapi sesuatu yang baru, mungkin belum menemukan insight. Tetapi setelah hal yang baru itu dipandang sebai satu kesatuan atau gestalt, maka segeralah hal yang baru itu menjadi jelas(Made Pidarta, 1997)
d) Lapangan atau Field,
Teori ini dipelopori oleh Lewin. Menurut Lewin perilaku manusia dapat dijelaskan melalui cara mereka merespon terhadap faktor-faktor lingkungan, terutama lingkungan soisal. Teori ini diberi nama teori Lapangan atau Ruang Kehidupan. Ruang kehidupan seseorang adalah dunia psikologi tempat orang itu hidup yang berubah dari waktu ke waktu. Belajar adalah usaha untuk menilai kembali dan mendapatkan kejelasan dari ruang kehidupan, sehingga ruang kehidupan berkembang atau berubah.
e) Tanda atau Sign
Callahan(1983) melanjutkan teori lapangan dengan teori Tanda atau Sign. Tokoh lain, yaitu Tolman mengatakan bahwa perilaku itu mengarah kepada tujuan. Belajar adalah suatu harapan bahwa stimulus akan diikuti oleh situasi yang jelas. Istilah Sign dapat diartikan munculnya tanda-tanda kejelasan atau pengertian.
f) Fenomenologi
Teori ini di ciptakan oleh Snygg dan Combs, yang memandang individu itu berada dalam keadaan dinamis yang stabil dan memiliki persepsi bersifat fenomenologi. Perilaku manusia ditentukan oleh psikologi atau kenyataan fenomenologi, bukan kenyataan objektif yang dapat diamati oleh panca indera. Belajar merupakan proses wajar dan normal sebagai dimensi pertumbuhan dan perkembangan. Belajar adalah hasil perubahan persepsi kita terhadap diri kita sendiri dan lingkungan.
Kesimpulan dari semua teori diatas adalah sebagai berikut:
- Teori belajar klasik masih tetap dapat dimanfaatkan, antara lain untuk menghafal perkalian dan melatih soal-soal (Disiplin Mental). Teori Naturalis bisa dipakai dalam pendidikan luar sekolah terutama pendidikan seumur hidup.
- Teori belajar behaviorisme bermanfaat dalam mengembangkan perilaku-perilaku nyata, seperti rajin, mendapat skor tinggi, tidak berkelahi, dan sebagainya.
- Teori-teori belajar kognisi dalam mempelajari materi yang rumit yang membutuhkan pemahaman, untuk memecahkan masalah, dan untuk mengembangkan ide.
- Teori Belajar Sosial
Teori belajar social merupakan perluasan dari teori belajar perilaku yang tradisional. Teori ini dikembangkan oleh Albert Bandura (1969). Teori ini menerima sebagian besar prinsip-prinsip teori-teori belajar perilaku, tetapi memberikan lebih banyak penekanan pada fek-efek dari isyarat-isyarat pada perilaku, dan pada proses-proses mental internal.
Teori belajar social menekankan bahwa lingkungan-lingkungan yang dihadapkan pada seseorang, tidak random; lingkungan-lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh orang itu melalui perilakunya. Konsep utama dari teori belajar social adalah sebagai berikut:
- Pemodelan(modeling)
Bandura memeperhatikan bahwa penganut-penganut Skinner memberi penekanan pada efek-efek dari konsekuensi-konsekuensi pada perilaku dan tidak mengindahkan fenomena pemodelan, yaitu meniru orang lain dan pengalaman “vicarious” yaitu belajar dari keberhasilan dan kegagalan orang lain. Bandura berpendapat lain. Ia merasa bahwa sebagian besar belajar yang dialami oleh manusia tidak dibentuk dari konsekuensi-konsekuensi, melainkan manusia itu belajar dari suatu model.
- Fasa Belajar
Menurut Bandura(1977), ada empat fasa belajar dari model yaitu:
- Fasa perhatian (attention phase)
Fasa pertama dalam model observasional adalah memebrikan perhatian pada suatu model.
- Fasa retensi (retention phase).
Materi pelajaran akan lama diingat apabila pengulangan terbuka kembali. Tetapi pengulangan tidak harus selalu terbuka. Pengulangantertutup dari perilaku yang dipelajari melalui belajar observasional kerap kali dilakukan oleh para mahasiswa calon guru mempersiapkan pelajaran mereka yang pertama.
- Fasa reproduksi (reproduction phase)
Dalam fasa ini, bayangan(imagery) atau kode-kode simbolik verbal dalam memori membimbing penampilan yang sebenarnya dari perilaku yang baru diperoleh. Derajat ketelitian yang tertinggi dalam belajar observasional terjadi apabila tindakan terbuka mengikuti pengulangan secara mental (mental rehearseal). Fasa reproduksi mengizinkan model atau instuktur untuk melihat apakah komponen-komponen suatu urutan perilaku telah dikuasai oleh yang belajar
- Fasa motivasi (motivational Phase)
Motivasi adalah fasa terakhir dari belajar observasional. Dalam kelas, fasa belajar motivasi kerap kali terdiri atas pujian atau angka untuk menyesuaikan dengan model guru. Para siswa memperhatikan model itu, melakukan latihan, dan menampilkannya, sebab mereka mengetahui bahwa inilah yang disukai guru.
Gambar :1
Analisis Belajar Observasional (Gage, 1984)
- Belajar Vicarious.
Belajar vicarious adalah belajar dengan melihat orang diberi reinforsemen atau dihukum waktu terlibat dalam perilaku-perilaku tertentu. Guru dalam kelas sering menggunakan prinsip belajar vicarious. Misalnya, bila terdapat anak yang berkelakuan tidak baik, maka guru akan memperhatikan anak yang berkelakuan baik dan memujinya, karena pekerjaannya baik. Ketika anak yang nakal itu melihat bahwa mereka yang berkelakuan baik mendapat reinforsemen, maka ia akan berusaha bekerja dengan baik.
- Pengaturan –sendiri (self regulation)
Dalam hal ini Bandura berhipotesis bahwa manusia mengamati perilakunya sendiri, mempertimbangkan (judge) perilaku itu terhadap criteria yang disusunnya sendiri, dan kemudian memberikan reinforcement atau hukuman pada dirinya sendiri.
- KEKUATAN-KEKUATAN DAN KELEMAHAN-KELEMAHAN TEORI PERILAKU.
- Kekuatan:
Prinsip-prinsip yang melandasi teori-teori perilaku kedudukannya kuat dalam psikologi, dan dalam hal ini telah ditunjukkan dalam berbagai situasi. Prinsip-prinsip ini berguna untuk menjelaskan sebagian besar dari perilaku manusia, dan bahkan lebih berguna dalam mengubah perilaku
- Kekurangan
Teori –teori belajar perilaku terbatas lingkupnya. Para teoriwan belajar perilaku terutama memusatkan pada perilaku tampak. Itulah sebabnya mengapa sebagian besar dari contoh-contoh yang diberikan dalam hal ini melibatkan pengendalian perilaku. Proses-prose belajar yang kurang tampak seperti pemberian konsep, belajar dari buku, pemecahan masalah dan berpikir, sukar diamati secara langsung, dank arena itu kurang diteliti oleh para teoriwan perilaku.
Kerapkali terdapat pertentangan antara teori kignitif daan teori perilaku. Namun sebaiknya kita melihat kedua macam teori ini sebagai teori yang menanggapi masalah-masalah yang berbeda, jadi lebih bersifat komplementer, saling melengkapi daripada bersaing.
Gambar 2: Skema teori belajar menurut Ratna Wilis Dahar(1988):
DAFTAR PUSTAKA
Dion Eprijum Ginanto, 2011. Jadi Pendidik Aktif dan Kreatif. Yogyakarta: Galangpress
Fahrurrazy, 2011. Teaching English as Foreign Language for teachers in Indonesia,. Malang: State University of Malang
Kasiyani K.E. Suyanto, 2011. Modul Pengembangan Model Pembelajaran. Malang: Panitia Sertifikasi Guru(PSG) rayon 15.
Made Pidarta, 1997. Landasan Kependidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta
Mohammad Adnan Latief, 2010. Tanya Jawab Metode Penelitian Pembelajaran Bahasa, Malang: UM PRESS
Ratna Wilis Dahar, 1988. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan.
Suparno, 2011. Pengembangan Profesionalitas Guru, Malang: Panitia Sertifikasi Guru(PSG) rayon 15.
Utami Widiati, 2011. Pengembangan Materi Bidang Studi Bahasa Inggris SMP. Malang: Panitia Sertifikasi Guru(PSG) rayon 15.