STRATEGI BELAJAR BAHASA INGGRIS
SEBAGAI BAHASA ASING
KAITANNYA DENGAN FAKTOR-FAKTOR DEMOGRAFIK
PADA PEMBELAJAR DEWASA
oleh Bambang Sugeng
FBS Universitas Negeri Yogyakarta
Abstract
This article deals with a study on a learning strategy profile for adult learners when they learn English as a foreign language. It attempts to explore (1) what the general learning strategy profile is in terms of six strategy categories, namely, the memory, cognitive, compensation, metacognitive, affective, and social strategies; (2) how gender, age, educational background and area of knowledge influence use of learning strategies; and (3) whether there are any interactions among those learner factors in use of learning strategies. A total of 154 respondents who were course takers at P3B UNY were invited to complete a set of questionnaires about use of learning strategies. To analyze the obtained data, descriptive statistics were administered to describe the general learning strategy profile; univariate statistical analyses were employed to show the influence of the individual factors on strategy use, and multivariate analyses were also applied to examine the interactions among the learner factors. Based on the analyses, some findings were obtained as follows. First, in general, respondents reported use of the six strategy categories above the mean line of the instrument scale. Quantitatively, the metacognitive strategy was the most frequently used strategy (Mean = 3,4430), followed consecutively by the affective strategy (Mean = 3,3026), the compensation strategy (Mean = 3,3019), the memory strategy (Mean = 3,0426), the cognitive strategy (Mean = 2,9859), and the social strategy (Mean = 2,8571). Second, no significant differences were found in strategy use among respondents across the four factors. Third, five interactions were found among the factors: (1) respondents with S-2 educational background reported higher use of the compensation strategy than other respondents; (2) female
respondents who were 40 to 49 years old tended to use the cognitive strategy more than other respondents; (3) twenty to 29-year old female respondents reported higher use of the compensation strategy than other respondents; (4) female respondents who were 50 and over tended to use the metacognitive strategy more than other respondents; and (5) forty to 49-year old female respondents reported to using the social strategy more frequently than other respondents.
Key Words: affective, cognitive, compensation, memory, metacognitive, social learning strategies
A. Pendahuluan
Pengajaran bahasa dapat berhasil dengan baik apabila terdapat pengetahuan yang cukup terhadap sifat-sifat dan perilaku pembelajar. Dalam suatu proses belajar mengajar, selalu ada pembelajar yang berhasil dengan baik dan pembelajar yang kurang berhasil. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor; salah satunya adalah cara belajar orang yang belajar tersebut. Warn hal ini, Naiman, dkk. (1978: 1) menyatakan bahwa “Semua bentuk peng-ajaran bahasa dapat dikembangkan dengan baik apabila kita memiliki pengetahuan yang cukup tentang pembelajar dan tentang proses belajar mengajar itu sendiri” (terjemahan dan cetak tebal oleh peneliti). Dengan demikian, pengetahuan mengenai sifat-sifat
pembelajar akan dapat membantu dalam memfasilitasi kegiatan belajar mengajar sehingga pembelajar dapat mencapai has il yang maksimal.
Penelitian ini merupakan salah satu usaha untuk memahami dan menerangkan stra-tegi belajar orang dewasa yang belajar bahasa. Dalam kaitannya dengan pengembangan pengajaran bahasa, penelitian dapat dipandang sebagai salah satu usaha untuk mengiden-tifikasi faktorfaktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan pengajaran bahasa. Termasuk dalam faktor-faktor ini adalah strategi pembelajar yang
digunakan oleh pembelajar dalam proses pembelajarannya. Telah
banyak penelitian yang dilakukan dalam bidang ini; misalnya Naiman,
dkk. (1978), Cohen (1990), Oxford (1990), Phillips (1991), Bambang
Sugeng (1995), Pudyanti (1995), Zaerofi (1996), Suryanto (1997). Dengan mengkhususkan pada pembelajar dewasa, penelitian ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi sifat serta kebiasaan dan strategi belajar pembelajar dewasa dalam proses pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing. Hasil penelitian ini diharapkan, di antaranya, dapat memberi sumbangan kepada perkembangan dan pengembangan teori tentang strategi belajar dalam pengajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing.
Dengan melibatkan 154 responden pembelajar dewasa di P3B UNY, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan sifat-sifat strategi belajar yang dihubungkan dengan factor jenis kelamin, usia, latar belakang pendidikan, dan latar belakang bidang pengetahuan pembelajar. Pertanyaan penelitian dirumuskan sebagai berikut: (1) bagaimanakah profil strategi belajar pembelajar dewasa dalam keenam kategori strategi pembelajaran Memori, Kognitif, Kompensasi, Metakognitif, Afektif, dan Sosial?; (2) bagaimanakah pengaruh jenis kelamin, usia, latar belakang pendidikan, dan latar belakang bidang pengetahuan pembelajar dewasa terhadap penggunaan strategi belajar?; dan (3) apakah ada interaksi yang signifikan di antara faktor-faktor pembelajar tersebut dalam hubungannya dengan penggunaan strategi belajar?
B. Strategi Belajar
Dalam makna aslinya, istilah strategi sering digunakan dalam urusan kemiliteran yang berhubungan dengan perencanaan dan pengelolaan pasukan dalam mencapai keme-nangan berperang. Dalam strategi terkandung kegiatan-kegiatan perencanaan, pengelolaan, dan pencapaian suatu tujuan. Istilah ini kemudian banyak digunakan dalam bidang-bidang lain dengan kandungan makna yang sama. Dalam proses belajar mengajar, strategi dapat diartikan sebagai perilaku tertentu yang dijalankan oleh pembelajar untuk mencapai tujuan belajar. Oxford (1990: 8) memberikan definisi yang lebih rinci mengenai strategi belajar sebagai “specific actions taken the learner to make learning easier, faster, more enjoyable, more self-directed, more effective, and more transferrable to new situations.” (tindakan tertentu yang dilakukan oleh pembelajar untuk menjadikan pembelajaran lebih mudah, cepat, menyenangkan, mandiri, efektif, dan lebih dapat ditransfer ke situasi yang baru)
Strategi belajar, sebagaimana didefinisikan di atas, mengandung dua unsur penting. Pertama, segala kegiatan yang dilakukan mengarah ke makin berhasilnya pengajaran ditinjau dari segi pembelajar. Dalam hal ini, kegiatan belajar mengajar menjadi lebih cepat, lebih mandiri, lebih menyenangkan, dan lebih berhasil guna. Kedua, kegiatan-kegiatan tersebut dapat di-“transfer” ke dalam situasi baru. Ini berarti bahwa pembelajar mendapatkan keterampilan untuk menggunakan strateginya dalam situasi lain. Atau, keterampilan tersebut bukan merupakan sesuatu yang unik, yang hanya dapat diterapkan dalam situasi tertentu, tetapi merupakan keterampilan generik, yang dapat diterapkan dalam situasi lain.
1. Kategori Strategi
Strategi belajar memiliki beberapa sifat. Oxford (1990: 8) mengemukakan 12 macam sifat strategi. Beberapa akan disebutkan di sini yang berhubungan dengan fokus pembicaraan. Pertama, strategi belajar mengarah ke pencapaian tujuan. Sifat ini menunjukkan perilaku sistemik: bahwa segala kegiatan belajar mengajar direncanakan dan dikerjakan ditujukan untuk mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan sebelumnya. Kedua, strategi belajar mendukung perkembangan pembelajar secara kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dalam hal ini, strategi belajar mengarah kepada keterampilan komunikatif (kognitif), mendukung keniandirian pembelajar (afektif), dan berorientasi kepada pemecahan masalah (psikomotorik). Ketiga, strategi belajar melibatkan berbagai faktor dalam (internal) maupun faktor luar (eksternal). Faktor internal berasal dari dalam diri pembelajar
seperti intelegensi, sikap, motivasi, dan kebiasaan belajar. Faktor eksternal berasal dari luar seperti peran guru, latar belakang sosial ekonomi, dan fasilitas belajar.
Sementara itu, Naiman, dkk. (1978: 3) mengemukakan 10 jenis strategi belajar yang bersumber dari Stem (1975): rencana, aktif, empatik, formal, eksperimental, semantik, latihan, komunikatif, pantau, dan penghayatan. Pengelompokan ini tampaknya dapat meliput banyak hal yang terjadi dalam proses belajar mengajar. Namun, sebagaimana dinyatakan oleh Stern sendiri, jenis-jenis strategi ini masih bersifat sementara dan memerlukan konfirmasi dan modifikasi. Misalnya, beberapa kelompok strategi tersebut masih terkesan tumpang tindih. Beberapa sifat dalam strategi rencana menyerupai sifat strategi pantau. Demikian pula strategi formal dan strategi latihan.
Banyak peneliti yang mengelompokkan strategi belajar menjadi 4 jenis: kognitif, metakognitif, afektif, dan sosial (Naiman, dkk., 1978; O’Malley dan Chamot, 1990; Cohen, 1990; Oxford, 1990). Strategi kognitif berhubungan dengan daya pikir pembelajar dalam mengolah bahan belajar mengajar. Strategi metakognitif berhubungan dengan taktik atau cara pembelajar untuk menghadapi dan mengelola bahan belajar mengajar. Strategi afektif berhubungan dengan sikap dan perasaan pembelajar dalam menghadapi proses belajar pembelajar. Strategi sosial berhubungan dengan kerjasama pembelajar dengan sejawatnya dalam mencapai tujuan belajar. Pengelompokan ini tampaknya lebih sederhana namun lebih jelas batasan-batasannya. Berikut adalah satu contoh pengembangan strategi belajar menurut pengelompokan ini (Oxford, 1990). Dengan pikiran-pikiran dasar yang sama seperti beberapa peneliti lain, Oxford pertama-tama membagi strategi belajar menjadi dua bagian besar: langsung dan tak langsung. Strategi langsung kemudian dirinci lebih lanjut menjadi tiga jenis: memori, kognitif, dan kompensasi. Strategi tak langsung dibagi menjadi tiga: metakognitif, afektif, dan sosial. Sehingga, secara sendiri-sendiri, terdapat enam macam strategi: memori, kognitif, kompensasi, metakognitif, afektif, dan social; dan masing-masing strategi memiliki jenis-jenis kegiatan sendiri-sendiri. Diagram I menunjukkan jenis strategi tersebut beserta macam kegiatannya.
I. Langsung |
A. Memori B. Kognitif |
I. Mcrnbuat hubungan-hubungan dalam ingatan2. Mcnghubungkan bunyi dcngan gambaran dalam ingatan
3. Mcnguiangi pciajaran scbclumnya 4. Menggunakan gcrakan- gcrakan 1. Latihan 2. Mcncrirna dan mcngirirn pcsan 3. Mcnguraikan dan mcnalarkan 4. Mcmbuat susunan masukan dan kcluaran |
||
L Mencbak
C. Korn
PCnSaSi2 Mengatasi keterbatasan bcrbicara dan menubs
STRATE61 BELAJAR
Diagram 1: Pembagian strategi belajar menurut jenis dan
kegiatannya (Sumber: Oxford, 1990: 16-7).
a. Memori
Strategi belajar memori digunakan oleh pembelajar dengan memanfaatkan pengeta-huan dan pengalaman belajar sebelumnya. Strategi belajar ini banyak melibatkan ingatan dan proses pembelajaran yang menggunakan daya ingat. Misalnya, apabila pembelajar menghubungkan bunyi ujaran dengan hal-hal yang pernah diingatnya, maka ia sedang meng-gunakan strategi belajar memori. Termasuk dalam strategi belajar ini adalah mengulangi pelajaran sebelumnya. Demikian pula, apabila pembelajar menggunakan gerakan-gerakan badan untuk membantu pemahaman, maka ia sedang mempratikkan strategi belajar memori.
b. Kognitif
Strategi kognitif adalah segala perilaku pembelajar dalam proses belajar mengajar yang berhubungan dengan penggunaan daya pikir pembelajar. Strategi ini dapat berwujud berbagai kegiatan. Dalam suatu penelitian, ditentukan enam macam perilaku kognitif yang diharapkan dapat mewakili strategi ini. Keenam peril aku ini adalah: membetulkan kesalahan sendiri, menggunakan gerakan isyarat, melatih mengucapkan kata, menulis dalam buku catatan, membaca dan papan tulis, dan menatap media ajar.
c. Kompensasi
Strategi belajar kompensasi digunakan oleh pembelajar yang telah memiliki keteram-pilan yang cukup tinggi. Strategi belajar ini biasanya dimanfaatkan untuk menanggulangi beberapa keterbatasan dalam berbahasa. Pembelajar yang mengalami kesulitan dalam menerangkan sesuatu dalam bahasa yang dipelajari, misalnya, dapat menggunakan defmisi atau terjemahan dalam ujarannya untuk menjaga agar proses berbahasa tetap berjalan. Bahkan, gerakan-gerakan badan dapat digunakan untuk menutup keterbatasan yang is hadapi. Termasuk dalam jenis strategi belajar ini adalah menentukan atau memilih sendiri topik yang akan dibicarakan. Bahkan, berusaha untuk menghindari topik yang sulit juga merupakan strategi dalam kelompok ini.
d. Metakognitif
Strategi metakognitif adalah segala perilaku pembelajar yang berhubungan dengan taktik atau cara pembelajar untuk menghadapi dan mengelola bahan belajar mengajar. Dalam penelitian ini, strategi metakognitif diwujudkan berbagai macam kegiatan yang dapat dimasukkan ke dal= tiga kategori berikut: memusatkan perhatian, merencanakan dan menyusun kegiatan belajar mengajar, dan mengevaluasi proses belajar mengajar. Dapat ditekankan bahwa semua ini harus datang dari dan dikerjakan oleh pembelajar.
- Afektif
Strategi afektif adalah segala perilaku pembelajar yang berhubungan dengan sikap dan perasaan pembelajar dalam menghadapi proses belajar. Strategi ini lebih lanjut dibagi menjadi dua: afektifpositif clan afektif negatif. Strategi afektif positif adalah perilaku pembelajar yang menunjukkan bahwa pembelajar menerima dan menghargai proses belajar mengajar. Strategi afektif negatif adalah perilaku pembelajar yang menunjukkan bahwa pembelajar menolak clan tidak menghargai proses belajar mengajar. Perlu diperhatikan bahwa istilah “negatif’ sebagaimana digunakan di sini tidak mengandung makna jelek atau buruk. Penolakan pembelajar terhadap proses belajar mengajar harus dipandang sebagai sikap yang “netral”, yang tidak berhubungan dengan nilai baik-buruk.
Strategi afektif positif diwakili oleh empat perilaku: tertawa dengan yang menun-jukkan kesenangan atau kepuasan, bersenyum, menunjukkan kepuasan, dan menunjukkan kesenangan karena hal-hal yang lucu menyenangkan. Strategi afektif negatif diwakili oleh lima perilaku: menunjukkan kebingungan, mengeluh, tidak memperhatikan guru, berbicara dengan teman sebangku di luar relavansi belajar, dan menunjukkan sikap masa bodoh.
- Sosial
Strategi sosial adalah segala perilaku pembelajar yang berhubungan dengan kerja-sama pembelajar dengan sejawatnya dalam mencapai tujuan belajar. Strategi ini diwujudkan dalam enam kegiatan: berbicara dengan teman sebangku mengenai pelajaran, membantu teman sesuai dengan kegiatan belajar mengajar, minta hantuan kepada teman, memberikan pujian kepada teman, melecehkan atau menyoraki teman, dan mengganggu teman.
2. Penelitian tentang Strategi Belajar
Penelitian mengenai strategi belajar pembelajar banyak di lakukan terutama sejak dasawarsa 1970an (Cohen, 1990: 4). Penelitian semacam ini banyak menempatkan tekanan-nya pada pentingnya strategi belajar pembelajar. Dalam tahun-tahun sebelumnya, banyak penelitian yang berpusat pada perihal strategi mengajar guru. Sesuai dengan perkembangan pengajaran bahasa, dalam waktu akhir-akhir ini strategi belajar pembelajar mendapatkan per-hatian yang cukup banyak.
Dalam penelitiannya, Cohen dan Aphek (Cohen, 1990: 134) merumuskan beberapa pertanyaan yang berhuhungan dengan cara pembelajar dewasa belajar kosa kata bahasa asing. Dilaporkan bahwa yang paling digunakan (75%) oleh subyek penelitian adalah menghubungkan antara kata-kata bahasa yang mereka pelajari dengan kata kata yang sudah mereka kuasai dalam bahasa ibu. Ini menunjukkan bahwa strategi belajar kognitif banyak digunakan oleh pembelajar bahasa asing.
Oxford (1990:13-14) telah merangkum beberapa penelitian yang menunjukkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penggunaan strategi belajar. Secara garis besar, pembelajar bahasa dewasa cenderung menggunakan strategi belajar yang lebih bervariasi dari pada pembelajar usia muda. Ini tentu saja dapat segera dipahami, karena pembelajar dewasa lebih banyak berinteraksi dengan guru bahasa. Salk secara langsung maupun tidak langsung, sadar maupun tidak sadar, mereka dapat menambah pengetahuan mereka tentang bagaimana belajar bahasa dengan balk.
Dalam hubungannya dengan jenis kelamin, banyak penelitian menunjukkan bahwa pembelajar wanita menggunakan strategi belajar lebih banyak dari pada pembelajar pria. Ini sejajar dengan asumsi umum bahwa wan ita belajar bahasa lebih lancar dan mudah dari pada pria. Namun demikian, beberapa penelitian juga memberikan bukti-bukti bahwa perbedaan jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap penggunaan strategi belajar, terutama pada pembelajar usia muda (Sugeng, 1995).
Latar belakang bahasa juga berpengaruh terhadap penggunaan strategi belajar. Dalam referensi di atas (Oxford: 1990), disebutkan bahwa pembelajar Hispanik (Spanyol, Portugis, dan sebagainya) ditengarai sebagai menggunakan strategi sosial lebih banyak dari pada pembelajar dengan latar belakang bahasa yang lain. Sugeng (1995) membuat asumsi semen-tara bahwa pembelajar dengan latar belakang bahasa Jawa sangat sedikit menggunakan strategi metakognitif, kompensasi, dan sosial.
C. Karakteristik Strategi Belajar
Sebagaimana disebutkan di depan, responden penelitian adalah peserta kursus bahasa Inggris P3B UNY tahun 2002. Dari ketiga angkatan kursus terkumpul sejumlah 168 orang responden. Setelah diadakan pemeriksaan kelengkapan pengisian identitas demografik, didapat 154 lembar jawaban yang utuh yang dapat dimasukkan ke dalam analisis data. Dari ubahan jenis kelamin, diketahui bahwa responden terdiri atas 73 wanita (47,4%) dan 81 pria (52,6%). Dari segi usia, sejumlah 98 responden (63,6%) merupakan kelompok terbesar (20 sampai 29 tahun). Berturut-turut, kelompok terbesar kedua adalah kelompok kepala tiga (31 sampai 39 tahun) yang berjumlah 31 responden (20,1%) dan kelompok kepala empat (40 sampai 49 tahun) yang berjumlah 16 responden. Dua kelompok kecil diwakili oleh kelompok kepala dua (17 sampai 19 tahun) yang berjumlah 5 responden (3,2%) dan kelompok lima (50 tahun ke atas) yang berjumlah 4 orang (2,6%). Untuk ubahan pendidikan tertinggi, kelompok terbesar adalah kelompok Si yang berjumlah 96 responden atau 62,3%. Kelompok terbesar kedua adalah kelompok SMU yang berjumlah 53 responden atau 34,4%. Kelompok S2 diwakili oleh 5 responden atau sebesar 3,2%. Kemudian, untuk faktor bidang pengetahuan atau keahlian, frekuensi kelompok cenderung merata kecuali untuk kelompok psikologi. Berturut-turut, kelompok IPA ber-jumlah 29 responden (18,8%), IPS 24 responden (15,6%), Ekonomi 24 responden (15,6%), Pendidikan 30
responden (19,5%), Bahasa 18 responden (11,7%), dan Teknik 22 responden (14,3%). Kelompok Psikologi diwakili oleh 7 responden atau 4,5%.
1. Profit Umum
Pertanyaan penelitian pertaina berkaitan dengan gambaran umum profit strategi belajar seluruh responden penelitian. Dengan menggunakan hitungan rerata, didapatkan profil umum ini sebagai berikut. Keenam strategi memiliki angka rerata yang tidak begitu berbeda antara sate dengan yang lain. Berturut-turut, memori memiliki nilai rerata 3,0462, kognitif 2,9859, kompensasi 3,3019, metakognitif 3,4430, afektif 3,3026, dan sosial 2,8571. Diagram 2 berikut menyaj ikan angka-angka int dalam bentuk grafik.
Diagram 2: Profil umum strategi belajar berdasarkan nilai rerata
Metakognitif menduduki ranking tertinggi (rerata = 3,4430) merupakan temuan penelitian yang agak di luar dugaan. Metakognitif berhubungan dengan beberapa keterampilan merencanakan, memonitor, dan mengevaluasi hasil pembelajaran. Data ini menunjukkan bahwa pembelajar dewasa telah banyak menggunakan strategi metakognitif. Ini adalah suatu hal yang positif mengingat bahwa strategi ini merupakan keterampilan yang cukup penting dalam pembelajaran bahasa. Penggunaan strategi ini menunjukkan bahwa pembelajar telah mengadakan beberapa introspeksi dan retrospeksi mengenai proses dan hasil pembelajarannya.
Ranking kedua dan ketiga diduduki oleh afektif (rerata = 3,3026) dan kompensasi (rerata = 3,3019). Dan kedua nilai rerata ini, strategi afektif dan kompensasi memiliki nilai yang hampir sama, sebagaimana terlihat secara visual dalam Gambar 2. Data ini juga merupakan temuan penelitian yang agak di luar dugaan. Namun demikian, ini adalah fakta yang menggembirakan mengingat bahwa kedua strategi ini memainkan peranan yang sangat penting dalam pembelajaran bahasa. Belajar bahasa memerlukan banyak penggunaan keterampilan afektif. Pembelajar dengan strategi afektif yang tinggi akan merasa aman dan nyaman dalam proses pembelajarannya. Mereka tidak merasa malu atau takut untuk ber-praktik berbahasa, bertanya, dan sebagainya. Ini merupakan modal yang sangat membantu keberhasilan pembelajaran. Demikian pula dengan strategi kompensasi. Dalam belajar bahasa, terutama bahasa asing, banyak diperlukan keterampilan dalam strategi ini. Dalam menghadapi suatu tes bahasa, misalnya, pembelajar memerlukan berbagai keterampilan kompensatif seperti menggunakan latar belakang pengetahuannya untuk menebak butir-butir atau ujaran-ujaran yang digunakan dalam tes. Sering dikatakan bahwa pembelajar bahasa yang baik, di antaranya, adalah mereka yang cukup berani untuk membuat tebakan-tebakan ketika menghadapi ujaran bahasa yang belum pernah dipelajarinya.
Memori (rerata = 3,0462) dan kognitif (rerata = 2,9859) juga
Strategi Belajar Bahasa Inggris (Bambang Sugeng)
terlihat sejajar dalam grafik. Secara absolut, kedua strategi ini memiliki nilai yang cukup tinggi; masih di atas titik tengah skala instrumen (2,5). Secara relatif dalam hubungannya dengan metakognitif dan kompensasi, kedudukan memori dan kognitif ini sedikit di luar dugaan. Bagaimanapun, pembelajaran bahasa, terutama bahasa asing, memerlukan penggunaan strategi memori dan kognitif yang cukup tinggi. Tampaknya logis bahwa frekuensi penggunaan dua strategi ini berhubungan erat dengan usia pembelajar. Dapat diterima oleh akal bahwa makin tua pem-belajar, makin sedikit mereka menggunakan memori dan kognitif. Orang sering me-ngatakan bahwa makin tua Jaya ingatnya makin pendek. Dari analisis di bagian belakang nanti, akan diketahui apakah masalah ini memang didukung oleh data. Untuk sementara, dapat dicatat di sini bahwa lebih rendahnya memori dan kognitif dari kompensasi dan metakognitif ini merupakan fakta yang menarik untuk dipertanyakan.
Terakhir adalah sosial (rerata = 2,8571). Walaupun masih di atas skala tengah, rendahnya ranking sosial dibandingkan dengan strategi yang lain menimbulkan bahasan yang bisa kontroversial. Pertama, merupakan hal yang dapat diduga bahwa strategi Sosial ini menduduki ranking yang rendah. Hal ini terdapat pada banyak kejadian atau pengalaman interaksi belajar mengajar bahasa. Kedua, ada praduga bahwa untuk pembelajar dewasa, strategi Sosial ini mestinya menduduki ranking yang cukup tinggi. Ini berhubungan dengan perkiraan bahwa pembelajar dewasa mestinya lebih matang secara psikologis dan emosional dan, dengan demikian, mereka lebih sadar akan pentingnya kerjasama dalam proses belajar mengajar. Bagaimanapun juga, dapat dikatakan bahwa rendahnya strategi sosial dalam profit umum ini perlu mendapatkan perhatian secara khusus.
2. Pengaruh Latar Belakang Pembelajar
Pertanyaan penelitian kedua berhubungan dengan pengaruh faktor latar belakang pembelajar terhadap penggunaan strategi belajar.
Keempat latar belakang pembelajar ini adalah jenis kelamin, usia, pendidikan tertinggi, dan bidang keahlian. Dari hasil analisis sta-tistik, dapat disajikan temuan-temuan seperti tertayang pada Tabel 1 yang berisi rangkuman hasil penghitungan statistik Anova.
Tabel 1 . Rangkuman Hasil Anova dengan Latar Belakang Pembelajar sebagai Faktor dan Strategi Belajar sebagai Data Bebas
Sumber | d.f. |
Mean Square |
K |
P. |
Jenis Kelamin | 1 |
.146 |
.442 |
.508 |
Usia | 4 |
.3911 |
.183 |
.323 |
Pendidikan | 2 |
.581 |
.119 |
.820 |
Bidang | 6 |
.223 |
.673 |
.672 |
Dari data yang terdapat dalam Tabel di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak satupun dari latar belakang pembelajar memiliki pengaruh terhadap penggunaan strategi belajar. Ada dua pembicaraan yang dapat dikemukakan mengenai temuan ini. Pertama, sepanjang pembahasan ini terbatas pada responden penelitian, dapat dikatakan bahwa memang tidak ada perbedaan signifikan yang dihasilkan oleh latar belakang pembelajar dalam penggunaan strategi belajar. Misalnya, untuk jenis kelamin, tidak ada perbedaan yang signifikan dalam penggunaan strategi belajar antara pembelajar wanita yang mencapai nilai Rerata = 3,2384 dengan pembelajar pria yang nilai reratanya adalah Rerata = 3,0618. Demikian pula untuk latar belakang usia. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam penggunaan strategi belajar di antara kelima kelompok usia dalam responden. Hal yang sama berlaku untuk faktor latar belakang pendidikan dan bidang pengetahuan atau keahlian. Kedua, adanya nilaip yang cukup keen pada Usia (0,323) memberikan peluang terjadinya interaksi signifikan antara keempat faktor latar belakang pembelajar ini. Jawaban untuk pertanyaan ini terdapat pada pembahasan lebih lanjut di bawah.
3. Interaksi
Pertanyaan ketiga penelitian berhubungan dengan interaksi antar faktor yang dilibat-kan dalam penelitian. Penghitungan statistik multivariat memberikan hasil sebagaimana dapat dilihat dalam Tabel 2. Analisis statistik ini dengan lengkap memasukkan semua faktor dan semua jenis strategi. Dengan alasan kepraktisan dan relevansi, hanya F yang memilikip signifikan yang dicantumkan dalam tabel.
Tabel 2. Rangkuman Hasil Multivariat Anova dengan Latar Belakang Pembelajar sehagai Faktor dan Strategi Belajar sebagai Data Bebas
Sumber |
Strategi |
F. |
p. |
Pendidikan | Kompensasi | 3.363 |
039 |
Jenis Kelamin * Usia | Kognitif | 4.202 |
.008 |
Kompensasi | 3.180 |
.027 |
|
Metakognitif | 3.451 |
.020 |
|
Sosial | 2.805 |
.044 |
Berdasarkan data dalam Tabel di atas, latar belakang pendidikan membawa penga-ruh terhadap penggunaan strategi kompensasi. Responden yang berpendidikan S2 (Rerata = 4,000) menggunakan strategi kompensasi lebih banyak daripada responden yang berpendidikan Si (Rerata = 3,1840) dan SMU (Rerata = 3,4497). Temuan ini menunjukkan hal yang wajar mengingat bahwa responden S2 mestinya lebih matang dan lebih banyak berpengalaman dalam belajar daripada responden S1 dan SMU. Strategi menebak, terutama dalam tes bahasa, misalnya, banyak terbantu oleh pengalaman yang dipunyai oleh pembelajar.
Kemudian, ada interaksi antara jenis kelamin dan usia pembelajar dalam pengguna-an empat strategi. Pertama, responden wanita yang berusia 40 sampai 49 tahun cenderung menggunakan strategi Kognitif daripada responden lainnya. Kedua, responden wanita yang berusia 20 sampai 29 tahun cenderung untuk menggunakan strategi
Kompensasi daripada responden lainnya. Ketiga, responden wanita yang paling tua, usia 50 ke atas, cenderung menggunakan strategi Metakognitif lebih banyak daripada responden lainnya. Akhirnya, responden wanita yang berusia 40 sampai 49 tahun cenderung menggunakan strategi Sosial lebih banyak daripada responden lainnya.
Dua kesimpulan dapat ditarik dari dua temuan di atas. Pertama, responden wanita cenderung menggunakan strategi tertentu lebih banyak dari pada responden pria. Pada faktor ini, responden wanita menunjukkan penggunaan strategi yang lebih banyak daripada responden pria dal= empat kelompok strategi: Kognitif, Kompensasi, Metakognitif, dan Sosial. Tidak didapatkan perbedaan yang signifikan pada kedua strategi yang lain: Memori dan Afektif. Kedua, responden wanita usia 40 sampai 49 tahun ditemukan sebagai yang paling banyak menggunakan strategi belajar daripada responden lainnya.
D. Penutup
Penelitian ini dimulai dengan mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan sifat-sifat penggunaan strategi belajar pada pembelajar dewasa. Analisis data telah menghasilkan temuan-temuan yang telah diuraikan di atas. Di bagian ini akan dikemukakan beberapa kesimpulan mengenai temuan penelitian dan implikasinya untuk lapangan dan penelitian selanjutnya.
1. Kesimpulan
Butir-butir kesimpulan yang dapat ditarik berdasarkan temuan penelitian dapat dike-mukakan sebagai berikut. Pertama, secara umum dapat dikatakan bahwa pembelajar dewasa memiliki keterampilan menggunakan strategi belajar yang rata-rata cukup tinggi, di atas titik tengah pada skala sebagaimana tertera dalam instrumen penelitian. Sebagai profit umum, strategi yang paling tinggi penggunaannya adalah Metakognitif (Rerata = 3,4430). Menyusul kemudian strategi Afektif (Rerata = 3,3026) dan Kompensasi (Rerata = 3,3019) yang menduduki ranking kedua dan ketiga. Strategi Memori (Rerata = 3,0462) dan Kognitif (Rerata = 2,9859) menduduki ranking keempat dan kelima. Kemudian, penggunaan strategi yang paling rendah frekuensinya adalah pada strategi Sosial (Rerata = 2,8571). Walaupun secara absolut, angkaangka tersebut menunjukkan penggunaan strategi yang cukup tinggi; namun demikian, merupakan temuan penelitian pula bahwa komposisi relatifkeenam strategi ini terasa di luar dugaan teoretis.
Kedua, tidak ada pengaruh yang signifikan dalam penggunaan strategi belajar di an-tara keempat faktor yang merupakan ubahan bebas penelitian: Jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan bidang keahlian. Hal ini berlaku pada penggunaan strategi secara umum. Adanya data statistik yang mengarah pada batas signifikansi (p) menunjukkan adanya interaksi di antara keempat faktor tersebut.
Ketiga, pembelajar yang berlatar belakang pendidikan 52 cenderung menunjukkan penggunaan strategi kompensasi lebih banyak daripada pembelajar dengan latar belakang pendidikan yang lain. Kemudian, pembelajar wanita ditemukan sebagai memiliki frekuensi penggunaan strategi belajar yang lebih tinggi daripada pembelajar pria dalam empat kategori: Kognitif, Kompensasi, Metakognitif, dan Sosial. Akhirnya, pembelajar wanita yang berusia antara 40 sampai 49 tahun cenderung menggunakan strategi belajar lebih banyak daripada pembelajar lainnya.
2. Implikasi
Sebagai implikasi temuan-temuan yang telah dihasilkan dalam penelitian ini, bebera-pa hal dapat dikemukakan sebagai berikut. Pertama, bahwa pembelajar dewasa telah me-miliki keterampilan menggunakan strategi belajar yang cukup tinggi merupakan suatu masukan yang berguna bagi siapa saja yang bekerja di bidang pengajaran bahasa. Para instruktur bahasa dapat menggunakan hasil penelitian ini untuk memberi catatan bahwa pembelajar dewasa pada umumnya telah siap untuk menjadi pembelajar yang baik dalam proses belajar mengajar
yang dirancangnya. Kemudian, bahwa pembelajar belum menggunakan strategi Sosial sebaik (sesering) strategi yang lain menjadi catatan bahwa instruktur dapat menge-nakan perlakuan khusus terhadap strategi Mi. Misalnya, dalam rancangan pembelajarannya, instruktur dapat memperbanyak tugas atau latihan-latihan yang menuntut penggunaan strategi Sosial.
Kedua, bahwa latar belakang pendidikan memiliki sejumlah pengaruh terhadap penggunaan strategi belajar bisa menjadi informasi yang berguna bagi perancang dan pe-ngelola pembelajaran. Dalam temuan disebutkan bahwa responden yang berlatar belakang pendidikan S2 cenderung menggunakan strategi kompensasi lebih banyak daripada res-ponden yang berlatar pendidikan dan SMU. Informasi ini bisa digunakan oleh perancang dan pengelola pembelajaran dengan memasukkan latihan-latihan kompensasi yang proporsional; pembelajar S2 cukup mengembangkan apa yang mereka telah kuasai, sedangkan pembelajar lain dapat diberi tugas dan latihan-latihan kompensasi dengan proporsi yang lebih banyak.
Ketiga, dengan tema yang sama, pembelajar wanita yang berusia 40 sampai 49 tahun dapat diberi perlakuan khusus dalam interaksi belajar mengajar. Pembelajar dengan karak-teristik ini merupakan pembelajar yang paling slap dalam strategi kognitif, metakognitif, kompensasi, dan sosial. Dalam pemberian tugas kelompok, misalnya, instruktur dapat de-ngan keyakinan yang cukup tinggi menugasi pembelajar wanita pada usia ini untuk menjadi pemimpin kelompok. Demikian pula, dalam memberikan tugas-tugas individual, instruktur dapat merasa percaya diri untuk menugasi pembelajar dengan karakteristik ini dengan hal-hal yang bersifat kognitif, metakognitif, kornpensasi, dan sosial.
Akhirnya, dengan keterbatasan-keterbatasan yang ada pada penelitian, diharapkan bahwa ada penelitian lanjutan yang akan mempelajari lebih lanjut temuan-temuan yang te-lah dihasilkan. Misalnya, masih merupakan pertanyaan besar apakah pemilihan dan peng-gunaan strategi belajar berpengaruh terhadap hasil belajar. Adalah menarik untuk diteliti lebih lanjut apakah pembelajar S2 dan pembelajar wanita memiliki keberhasilan yang lebih daripada pembelajar lainnya dalam pembelajaranbahasa.
DA ETAR PUSTAKA
Bambang Sugeng. 1995. A Profile Of Indonesian Elementary School Students’ Learning Strategies. (Laporan Penelitian). Singapore: SEAMEO-RELC.
Cohen, A. D. 1990. Language Learning: Insights for Learners,
Teachers, and Researchers. New York: Newbury House.
Naiman, N., Frohlich, M., Stern, H.H., dan Todesco, A. 1978. The Good Language Learner. Toronto: The Ontario Institute for Studies in Education.
O’Malley, J. M. dan Chamot, A. U. 1990. Learning Strategies in Second
Language Acquisition. New York: Cambridge University Press. Oxford, R. L. 1990. Language Learning Strategies: What Every Teacher
Should Know. New York: Newbury House.
Phillips, V. 1991. “A Look at Learner Strategy Use and ESL Proficiency”. The CATESOL Journal. November 1991.57-67.
Pudyanti, D. R. 1995. A Study of Language Learning Strategies of Male and Female Elementary School Pupils. (Skripsi S-1). Yogyakarta: FPBS IKIP Yogyakarta.
Suryanto. 1997. The Language Learning Strategies of English Department Students of IKIP Yogyakarta in Relation to their Speaking Ability in the Academic Year 1996/1997. (Skripsi S-1). Yogyakarta: FPBS IKIP Yogyakarta.
Zaerofi, A. 1996. Children’s Learning Strategies in Indonesian and English Classes in Re-lation to the Parents’ Education Background and Learning Achievement. (Skripsi S-1). Yogyakarta: FPBS IKIP Yogyakarta.