rulam@infodiknas.com – www.infodiknas.com
Kemiskinan merupakan persoalan yang paling berat yang melanda negara kita hingga saat ini. Kemiskinan merupakan salah satu sumber utama dari segala persoalan lain yang menghambat proses pembangunan nasional. Oleh karena itu kemiskinan harus menjadi perhatian serius pemerintah untuk dipecahkan secara terprogram dan berkesinambungan. Jika tidak, maka bangsa kita cepat atau lembat seperti ayam mati di lumbung padi.
Yang harus diwaspadai akibat yang paling membahayakan dari kemiskinan adalah terjadinya ketegangan sosial (social stress) dan frustrasi sosial (social frustration). Masyarakat yang stress cenderung secara psikologis labil sehingga mudah terdorong melakukan perbuatan-perbuatan anarkis sekalipun tanpa pertimbangan akibatnya. Apabila masyarakat sampai pada taraf frustrasi, mereka cenderung akan melakukan perbuatan apapun sebagai kompensasi dari kekecewaan hidup yang mereka hadapi. Yang paling membahaykan adalah apabila masyarakat miskin memilih tindakan menyerang sumber frustrasi, misalnya, penggusuran yang secara faktual menimbulkan perlawanan masyarakat terhadap petugas keamanan (pemerintah). Akibat lebih jauh adalah hilangnya kepercayaan masyarakat pada pemerintah yang pada gilirannya akan mengarah pada terganggunya stabilitas nasional. Dalam kondisi semacam ini masyarakat yang frustrasi akan mudah diprovokator oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Sebenarnya dilihat dari sumber kekayaan alam yang kita miliki, tidak layak jika bangsa kita banyak yang dilanda kemiskinan. Banyak diantara masyarakat, khususnya kaum muda, berbondong-bondong meninggalkan negara sendiri pergi ke negara lain dengan tujuan tunggal, yakni mencari nafkah demi kelangsungan hidup mereka. Ini memang terbukti bahwa banyak diantara mereka yang sukses walau hanya sebagai pembantu, sehingga mereka bisa mengirimkan uang ke keluarganya untuk membangun rumah, membeli peralatan rumah tangga dan lain sebagainya. Upah sebagai pembantu di negara lain bisa membangun rumah, sedangkan sebagai pembantu di negara sendiri akan melanggengkan kemiskinan mereka. Namun tidak sedikit juga diantara mereka yang gagal dan bahkan ada yang fatal. Diantara mereka ada yang dikejar-kejar dan dipukul oleh aparat setempat karena tidak memiliki surat resmi, diperkosa, dianiaya oleh majikannya hingga luka parah bahkan ada yang meninggal, dan ada juga yang bunuh diri karena tidak kuat menahan penderitaan yang dialaminya. Selain itu ada juga diantara mereka menjadi pelacur.
Terlepas mereka berhasil atau gagal bekerja sebagai buruh di negara lain, itu sebenarnya merupakan gambaran ada sesuatu yang tidak beres dalam pembangunan kita. Ketidakberesan inilah yang harus dicermati, sehingga kita tidak terus-menerus ekspor tenaga buruh karena kita akan dicap sebagai negara pusat kaum buruh. Kita juga perlu memiliki budaya malu agar menjadi negara yang terhormat di hadapan negara-negara lain.
Secara internal, bahwa yang menyebabkan mereka miskin karena faktor diri masyarakat itu sendiri. Mereka mengalami keterbatasan atau kelemahan dalam segi pengetahuan, ketrampilan, nilai, sikap, dan motivasi. Potensi-potensi itu tidak tumbuh dan berkembang secara optimal karena mereka tidak memiliki pendidikan yang memadai. Di sinilah sebenarnya tanggung jawab pemerintah yang harus diwujudkan karena Undang-undang Dasar 1945 sudah menyatakan bahwa semua masyarakat berhak memperoleh pendidikan dan pemerintah wajib mengusahakannya. Dengan pendidikan yang memadai akan membuat masyarakat mampu memberdayakan dirinya sendiri (self-empowerment) dengan mengaplikasikan hasil pendidikannya dalam aktivitas ekonomi mereka. Tinggal sekarang kesadaran masyarakat untuk belajar pada satu sisi, dan pada sisi lain kesungguhan pemerintah untuk memberikan layanan pendidikan yang memadai menjadi faktor penentunya.
Secara eksternal, bahwa kebijakan pemerintah atau strategi pembangunan yang tidak efektif menjadi penyebab lain terjadinya kemiskinan. Penggusuran dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), misalnya, merupakan sebagian kebijakan yang menimbulkan kemiskinan baru. Khusus tentang penggusuran, tampaknya memang sulit saling membenarkan, tetapi lebih mudah saling menyalahkan, sehingga tidak jarang proses penggusuran disertai dengan konflik dan bahkan jatuh korban. Pihak yang digusur merasa benar karena nyatanya ada penarikan uang dari seseorang yang mengaku petugas pemerintah, sedangkan pihak penggusur (pemerintah) merasa benar karena secara resmi lokasi yang mereka tempati memang bukan miliknya secara syah atau menempati lokasi terlarang secara hukum. Setiap penggusuran tidak pernah mengarah pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, melainkan mesti menambah angka pengangguran atau kemiskinan – terlepas siapapun yang salah atau benar. Kasus-kasus penggusuran yang terjadi di mana-mana sebenarnya menunjukkan betapa buruknya manajemen pembangunan nasional kita. Jika pembangunan nasional dikelola secara profesional yang ditunjukkan antara lain dengan pelaksanaan kontrol secara terprogram maka tidak akan terjadi penggusuran karena sejak awal masyarakat tidak akan menempati lokasi terlarang untuk membuka aktivitas eknominya. Justeru penyimpangan pemakaian lokasi bisnis oleh masyarakat merupakan tambang uang bagi oknum melalui penarikan karcis setiap saat.
Secara historis bahwa pemerintah telah melakukan berbagai usaha untuk mengentas kemiskinan, namun angka kemiskinan tidak semakin menurun. Beberapa diantaranya adalah Inpres Desa Tertinggal (IDT) dan Kredit Usaha Tani (KUT), di mana keduanya sama-sama gagal. Kegagalan ini antara lain karena dikorupsi oleh pengurus dan juga disalahgunakan oleh penerima bantuan. Tujuan kedua program itu memang baik, tetapi dampak sampingnya membuat masyarakat menjadi konsumtif dan bergantung. Kebijakan pemerintah tentang Bantuan Langsung Tunai (BLT) nasibnya juga tidak jauh berbeda. Dalam proses pencairan BLT menelan korban manusia hingga meninggal dunia, salah sasaran, dan konflik sosial. Dampak jangka panjang adalah terciptanya peluang kebergantungan masyarakat miskin, sehingga mereka tidak akan pernah keluar dari belenggu kemiskinan.
Pemberantasan kemiskinan tidak efektif jika dilakukan oleh departemen-departemen atau lembaga-lembaga secara terpisah satu-sama lain. Serangan terhadap kemiskinan harus dilakuka secara serempak dan terpadu. Mereka tidak cukup dengan bantuan dana, tetapi juga perlu pembinaan dan peningkatan kualitas SDM-nya melalui proses pendidikan atau pelatihan secara terprogram. Masyarakat miskin dihimpun dalam suatu kelompok, kemudian mereka diberi suatu ketrampilan tertentu. Hasil dari pendidikan ini mereka membuat suatu aktivitas ekonomi (produk). Misalnya, mereka belajar tentang cara membuat kripik tempe. Kelompok ini perlu dibantu tentang permodalan, dan sekaligus akses pemasaran dari produk mereka. Kegagalan kelompok binaan masyarakat miskin umumnya terletak dalam permodalan dan akses pemasaran. Di sinilah kebijaksanaan pemerintah memegang peran penting.
Berbagai departemen yang ada di negara kita sebaiknya sama-sama memiliki program pengentasan kemiskinan, hanya saja bidang garapannya berbeda satu-sama lain. Dalam proses perencanaan dan implementasinya hendaknya dilakukan secara bersama-sama dan terpadu. Misalnya, dalam kelompok binaan diprogram pendidikan ketrampilan tentang pembuatan jenang apel. Departemen pendidikan menangani bidang pendidikan, departemen pertanian bidang bahan baku, industri bidang teknologi, departemen keuangan bidang permodalan dan perdagangan bidang pemasaran. Selain itu, pihak swasta sangat besar andilnya jika diikutsertakan dalam program tersebut. Kemudian program ini harus dipayungi oleh kebijakan pemerintah. Strategi pengentasan kemiskinan semacam ini dilakukan oleh negara-negara lain dan berhasil seperti di India dan Kenya.
Jadi pengentasan kemiskinan itu harus dilakukan secara terpadu dan serempak sehingga dapat berlangsung lebih efisien dan efektif. Semua departemen dalam pemerintahan hendaknya memiliki program bersama pemberantasan kemiskinan yang dirancang dan diimplementasikan secara integral. Jika tidak, maka usaha-usaha pengentasan kemiskinan tidak jauh dari sandiwara belaka. *
— —-
Rulam Ahmadi adalah pemerhati masalah pendidikan dan kemiskinan. Pekerjaan dosen Universitas Islam Malang (UNISMA).