MASIH bingung setelah SMA mau ke mana? Mau kuliah di swasta mahal. Mau masuk PTN, tak diterima. Kalau belum tertarik untuk bekerja, jangan bingung masih ada tempat lain untuk memperdalam ilmu, yakni sekolah kedinasan.
Di luar PTN atau PTS, sekolah kedinasan yang dimiliki sejumlah instansi pemerintah termasuk yang paling banyak diburu. Ini bisa dilihat dari animo siswa yang mendaftar setelah SMA. Bahkan, sekolah kedinasan milik Departemen Keuangan, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) misalnya lebih kesohor dan lebih berat masuknya ketimbang masuk PTN top.
Rasio pendaftar dan yang diterima sangat besar. Ini membuat banyak mahasiswa yang pengin mencari gengsi sekaligus ingin jadi petugas pajak, bea cukai, atau sejenisnya dan bekerja di Departemen Keuangan, ada yang setelah kuliah di PTN atau swasta tiap tahun masih saja mencoba peruntungan ikut ujian masuk.
Selain STAN, yang cukup popular di antaranya, Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) dulu AIS (Akademi Ilmu Statistik). Kedinasan di bawah Badan Pusat Statistik (BPS) ini termasuk juga favorit. Tak jauh beda dengan STAN, STIS lebih banyak menerima siswa dengan kemampuan matematika yang bagus.
Di luar itu, banyak juga sekolah kedinasan yang tak terlalu berat untuk ditaklukkan. Sebut saja Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Bandung milik Departemen Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sekolah Tinggi Penerbangan (STP) milik Departemen Perhubungan dan lainnya.
Sejumlah sekolah kedinasan kini tak sepenuhnya langsung menerima lulusannya jadi PNS. Hal ini terkait dengan adanya pembekuan sementara penerimaan PNS baru di sejumlah instansi. Namun, yang harus dicatat, bisa masuk sekolah kedinasan peluang masuk PNS dari departemen terkait lebih besar. Selain itu, biaya sekolahnya jauh lebih murah ketimbang swasta karena masih disubsidi lewat dana APBN.
Sekarang memang kondisinya jauh berbeda. Tidak ada yang gratis. Apalagi malah seperti ‘digaji’ seperti yang berlaku pada setiap mahasiswa STAN di masa lalu yang justru setiap bulan masih dapat uang saku.
“Tetap ada biaya, tapi tidak sebesar yang di luar karena ada subsidi dari pemerintah. Itu nanti biaya masuk ke penerimaan negara,” jelas Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Bambang S Ervan ketika berbicara dengan wartawan beberapa waktu lalu menyoal sekolah kedinasan di lingkungan Kemhub.
Kemenhub membawahi 17 sekolah kedinasan di bidang transportasi, di antaranya yakni Sekolah Tinggi Transportasi Darat (STTD) di Cibitung, Bekasi; Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) di Marunda, Cilincing, Jakarta Utara; dan Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) di Curug, Tangerang. Semua sekolah itu sedang membuka pendaftaran mahasiswa baru.
Meski tak ada jaminan jadi PNS atau diangkat jadi pegawai di instansi pengelolanya, sekolah kedinasan tetap diminati oleh siswa lulusan SMA. Hal ini karena biaya pendidikan yang relait murah dan fasilitas yang memadai.
Menurut Kepala Badan Pengembangan SDM Kemenhub, Bobby R Mamahit, sekolah di bawah departemen sekarang sebenarnya bukan kedinasan lagi. Di sekolah ini pendidik mencetak para lulusan SMA itu jadi pelaut, pilot, atau keahlian tertentu sesuai kebutuhan pasar kerja. Karena, pasar sudah tahu kualitas lulusannya, tidak jarang sebelum lulus pun sudah diijon oleh perusahaan terkenal. Artinya, biaya pendidikan jadi tanggungan perusahaan yang mengontrak.
Kondisi ini membuat sejumlah sekolah kedinasan peminatnya tetap membludak. Selain karena lulusannya laris, biayanya relative lebih murah karena didukung oleh anggaran dari pemerintah.
Bobby Mamahit melukiskan, untuk sekolah penerbang misalnya. Untuk dua tahun di sekolah penerbang hanya butuh Rp45 juta, tapi kalau di swasta apalagi yang top bisa sampai Rp500 jutaan.
Dari perbandingan ini membuat sekolah penerbang milik pemerintah peminatnya selalu membludak.***
— —
http://bekasipos.com/index.php/bekasi-raya/pendidikan/1473-sekolah-kedinasan-alternatif-lain-meniti-masa-depan.html