Suami dan istri bagai matahari dan bulan. Matahari menumbuhkan kehidupan, menghangatkan kedinginan, menyinari bulan, bulan membiaskan cahayanya padd kegelapan, indah tak menyakitkan mata, Pelita Bumi. Bila ia nampak melahirkan kesenangan bagi yang melihatnya, bila ia pergi ia selalu dirindukan, hendak ke mana akan dicari. Suami tidak meletakkan istri di belakangnya, tetapi di sampingnya, kiri atau di kanan sesuai dengan situasinya. Suami tidak memandang istri sebagai orang yang tidak tau apa-apa,tempat bersalah, tetapi ia sebagai penyeimbang bahkan pendorongnya untuk menjadi Arif. Suami tidak membebaninya secara sepihak untuk meraih BERKAH kehidupan dengan amalan dan mujahadah, tetapi itu tugas bersama,dan selalu berterima kasih dengan jerih payahnya dalam hal ini.
Hendaknya suami menghargai haknya sebagai istri dan pribadi,dan sedapat mungkin suami menunaikan kewajibannya sebagai suami dan pribadi. Suami jangan suka membesar-besarkan persoalan dan kesalahan kecil yang dilakukan istri dan suami tidak mengecilkan kesalahannya yang menyakitkannya, sifat PEMAAF itu MULIA dan sifat AROGAN dan KERAS KEPALA itu HINA dan merendahkan diri sendiri. Sedapat mungkin orang hrs menghindari ISTISYRAF (aji mumpung) dalam segala hal kecuali yang akan menghasilkan keuntungan bersama, dan “Aku berlindung kpd ALLAH dari sifat tamak, mengambil hak orang lain atau memginginkan apa yang orang lain miliki, tidak karena tamak itu sama dengan kemiskinan,sedangkan kekayaan adalah jembaring ati, tepo seliro, lan semeleh, koyo sing didawuhake KANJENG NABI SAW.
Suami hendaknya membimbing istrinya, mendidik dan melatih sesuatu sesuai dengan kemampuannya, tidak memberatkan, tapi berjalan langsam. Aku (suami) menghargai kesenangannya (istri) yang tidak mengandung madhorot, aku (suami) menyayanginya, mencintainya dalam hidup dan mati di bawah lindungan Yang Maha Melihat, Maha Mendengar, dan Maha Mengetahui..
Hendaknya kita tidak usah ikut mencampuri urusan orang lain dalam pergaulan kekerabatan kecuali bila diperlukan dalam rangka Islah dan Maslahah. Bila ada orang berbuat salah, kita tidak mengklaim dia tukang bersalah, sebagaimana kita tidak bersih dari kesalahan. Orang yg baik dan orang yang sedang berbuat salah kepadanya, kados titahipun Kanjeng Nabi SAW, dan kekesalan yang menimpa kita lalui telan, itu adalah minuman yang paling lezat dan manis hasilnya kados dawuhipun Baginda Ali ra. Menawi saget serawungan kanti sae kalean tonggo lan kerabat, tiang niku dados muslim engkang sempurno, menawi saget serawungan kalean tiang caket (suami istri) kanti sae, tiang niku dados mukmin engkang sempurno, kados dawuhipun Kanjeng Nabi SAW.
Aku (suami) sadari bahwa tiap orang atau pasangan memiliki pola hidupnya masing-masing. Hidup bersama dengan orang banyak polanya adalah kebersamaan yang disepakati. Hidup berumahtangga polanya adalah saling membantu dan mengerti, dicintai dan mencintai, disayang dan menyayangi. Dua orang ini boleh memilih kesenangannya, kebahagiaannya sendiri yang mungkin lain dengan pola Rumah Tangga orang-orang lain, karena nilai normatif di masyarakat itu tidak selau normatif dalam Islam, justru Islam sangat menghormati Hak Pribadi di dalam bingkai besar yang pasti, yang wajib adalah wajib, begitu juga yang haram, Sunnah, makruh, dan mubah, setiap Hukum itu punya lapangan yang sangat luas dan meliputi, tidak beku dan kaku, tetapi luwes, lembut dan kuat bagaikan air. Air kehidupan yang bisa mengalir ke mana saja, merembes ke dalam pori-pori kehidupan, menghidupkan setiap yang mati, menegakkan setiap yang lemah, menata yang berserakan, membuat berjalan setiap yg pasif, mengisi setiap yang kosong, dan membangunkan setiap yang tidur, namun ISLAM BUKAN EKSTRIM atau RADIKAL.
Aku (suami) pemimpinnya, sakitnya adalah sakitku, senangnya adalah senangku, bila ia bersalah aku mengangkatnya dari kesalahannya, bila ia bermasalah aku bertanggungjwb atas masalahnya, bila ia berdosa aku mohonkan ampun untuknya. Mempermudah masalah lebih baik daripada mempermasalahkannya yang mudah, yang dicari adalah Fidunya hasanah Wafil akhiroti hasanah. Sekali lagi, kesenangan tidak harus seperti kesenangan orang, tapi kesenangan adalah sejahtera lahir dan nyaman di hati.
Sahabat Fillah, seberapa banyak para suami melaksanakan kesadaran ini? Semoga dengan tulisan ini kita semua bisa saling mengingatkan terutama pasangan suami-istri.
(Sumber: Ustadz M Munawir Muslih).
http://www.facebook.com/photo.php?fbid=118428538296278&set=a.111785722293893.13771.100003873984767&type=1