Perguruan Tinggi Negeri (PTS) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) kini terus berlomba untuk meraih mahasiswa baru dengan jumlah besar. Dengan tidakadanya aturan yang jelas tentang pembatasan penerimaan mahasiswa baru, khususnya bagi PTN, pemenangnya mudah ditebak, PTN tentunya. PTS akan gigit jari, terutama PTS yang menajemennya amburadul dan tidak memikirkan kualitas. Macam-macam model penerimaan mahasiswa baru yang dikembangkan oleh PTN sebagai cara untuk meraih calon mahasiswa baru yang banyak, tetapi entah apa dipertimbangkan bagaimana cara menjamin kualitas pembelajarannya (perkuliahan). Mungkin sudah ada pemikiran baru yang mengungkapkan bahwa semakin banyak mahasisawa dalam satu kelas maka semakin efektif proses perkuliahan. Atau mungkin ada pemikiran bahwa semakin terkuras energi dosen, karena mengajar sejak pagi hingga larut malam, maka semakin efektif proses perkuliahan. Kalau ternyata memang hasilnya positif berarti dunia ini telah betul-betul berubah. Kalau ternyata tidak, maka PTN telah memberikan andil terhadap runtuhnya pendidikan nasional.
PTS dihadapkan dengan ancaman akan gulung tikar, ditinggalkan masyarakat, dan tinggal gedung berdiri tegak tanpa makna, jika tidak berusaha keras memperbaiki sistem dan/atau manajemennya dan meningkatkan kualitas dalam segala unsur. Ada beberapa faktor yang akan menjadi ancaman hilangnya sebuah PTS dari peredaran, antara sebagai berikut:
- Ketidakharmonisan internal antara rektorat dan yayasan yang cenderung rebutan pendapatan dan jabatan, bukan pekerjaan dan prestasi.
- Kualitas manajemennya kronis, tidak jelas siapa menjabat atau bekerja apa, dan bagaimana sistem administrasi semestinya berjalan. Semua berjalan secara alamiah, mengikuti pemikiran “back to nature” (“kembali ke alam”), alias terkubur.
- Tidak mampu mengikuti perkembangan Information Technology (IT), sehingga masyarakat memandangnya ketinggalan jaman. Karena ketinggalan jaman, maka ditinggalkan oleh anak muda.
- Tidakadanya kekompakan internal di kalangan sivitas akademika dalam membangun dan memelihara pencitraan almamaternya. Yang satu mengatakan almamaternya putih, yang lain bilang abu-abu, alias tak jelas.
- Kebebasan PTN dalam menerapkan sistem penerimaan mahasiswa baru. Jaman ini memang jaman bebas. Apalagi ada hak azazi manusia (HAM). Ini bisa dijadikan dalih bahwa menjadi hak azazi PTN untuk merekrut mahasiswa baru dalam jumlah yang diinginkan. PTS yang tidak memperhatikan mutu hendaknya siap-siap untuk mulai ditinggalkan oleh orang-orang yang merindukan mutu.
Demi tercapainya cita-cita kemerdekaan, terwujudnya masyarakat yang cerdas, maka perlu adanya keharmonisan antar PTN dan PTS dalam sistem penerimaan mahasiswa baru. Membangun pendidikan hendaknya didasarkan pada tujuan yang baik dan dilakukan dengan cara-cara yang baik pula, walaupun ukuran baik dalam sistem penerimaan mahasiswa baru itu belum ada tolok ukurnya. Tetapi yang jelas bahwa semakin bebas PTN merekrut calon mahasiswa baru, maka memberi peluang pada semakin kecilnya daya terima mahasiswa baru pada PTS. Ini adalah menjadi renungan kita semua, terutama kita sekarang berada di ujung bulan Ramadhan. Kita terus berikhtiar dan berdo’a (bukan hanya ikhtiar tanpa do’a atau berdo’a melulu tanpa ikhtiar) semoga niatan suci kita dalam mengelola lembaga pendidikan terus mendapatkan ridlo dan rahmat-Nya. Amin! (rulam – rulamahmadi@infodiknas.com).