di Posting olehrulam Feb 22, 2014 Edit
Baca juga artikel ini:
- Beasiswa Master Fulbright-DIKTI ke Amerika Dibuka
- Kepala Sekolah Tertangkap Basah
- Pembangunan Dua SD di Samarinda Mangkrak
- Belum Lama Dibangun, Plafon Sudah Bocor
Guru mengalami sejumlah tekanan dalam menjalankan profesinya sehingga rentan tertipu pihak-pihak yang ingin memanfaatkan kelemahannya.
Salah satu tekanan bersumber dari Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi (Permen PAN-RB) No 16/2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mengatakan hal ini kepada SH, Sabtu (22/2) pagi. Peraturan tersebut mewajibkan para guru menulis karya ilmiah dan/atau inovatif sebagai persyaratan naik golongan dari III-B ke III-C (Pasal 17 Ayat 2).
Padahal, para guru pada dasarnya tidak siap menulis karya ilmiah dan inovatif. “Apalagi, guru dengan latar belakang pendidikan SPG (sekolah pendidikan guru), mereka jelas tidak siap,” tutur Sulistyo.
Menurutnya, para guru selama ini tidak dibekali keterampilan menulis karya ilmiah, seperti yang disyaratkan peraturan tersebut.
Ia mencontohkan, para guru di Papua, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Maluku kesulitan memenuhi persyaratan karena keterbatasan jumlah tenaga pendidik di kawasan tersebut. “Jumlah guru SD di tiga daerah ini sangat kurang. Bagaimana mereka sempat menulis karya ilmiah?” ujarnya.
Oleh karena itu, kebanyakan guru saat ini putus asa sehingga enggan mengurus kenaikan pangkat. Guru yang sebelumnya dapat memperoleh kenaikan golongan atau kenaikan pangkat setiap dua sampai empat tahun sekali, kini ada yang tidak naik golongan hingga 10 tahun. “Jadi, saat ini banyak guru yang sudah lama tidak naik golongan. Ada yang sudah 10 tahun,” katanya.
Di tengah keputusasaan ini, guru mudah terkena rayuan para penipu yang menjanjikan bisa menaikkan pangkatnya. Penipu umumnya meminta sejumlah uang saat menjanjikan membantu kenaikan pangkat para guru tersebut.
“Dalam kondisi putus asa, ada yang merayu. Penipu yang merayu konon sebuah sindikat pensiunan Kemendikbud (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan). Jadi, mereka tahu betul kelemahan guru,” ia menerangkan.
Pengamat pendidikan HAR Tilaar mengatakan, saat ini guru mengalami tekanan karena fungsi mereka telah bergeser. Fungsi guru saat ini lebih banyak menjadi aparat birokrasi dibandingkan pendidik generasi bangsa.
Alih-alih menjalankan tugas sebagai pendidik, para guru sekarang justru lebih tunduk kepada bupati dan wali kota. “Sekarang, guru menjadi aparat bupati dan wali kota. Guru bukan lagi sebagai pembina bangsa,” tuturnya, Sabtu pagi.
Ia menambahkan, sentralisasi guru diperlukan untuk mengatasi persoalan ini. Melalui pengembalian pengelolaan ke pemerintah pusat, guru akan menjadi aset nasional. Dengan demikian, guru bisa ditempatkan di mana saja di Nusantara.
“Guru sebagai aset nasional Indonesia harus dapat ditempatkan di mana saja di Nusantara,” ia memaparkan.
http://www.sinarharapan.co/news/read/32877/permen-panrb-menekan-guru