Perguruan Tinggi di Nusa Tenggara Barat Harus Bekerja Sama Dalam Penerapan Kebijakan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Tentang Publikasi Ilmiah Untuk Mahasiswa Prof. Ir. Suwardji, M.App.Sc., Ph.D. Pro dan kontra terhadap kebijakan Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan melalui Surat Edaran Dirjen Dikti Nomor 152/E/T/2012 perihal publikasi karya ilmiah untuk mahasiswa S-1, S-2, dan S-3 sebagai syarat kelulusan yang berlaku mulai Agustus 2012 terus bergulir. Jika kita simak secara cermat penolakan beberapa perguruan tinggi terhadap edaran Dirjen Dikti ini lebih banyak disebabkan karena ketidak siapan perguruan tinggi untuk menerapkan publikasi ilmiah dalam jurnal sebagai salah satu syarat kelulusan mahasiswa.
Perguruan tinggi sebagai lembaga terdepan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Ipteks), memang selayaknya harus mempunyai kemampuan menghasilkan publikasi ilmiah yang menjadi salah satu indikator maju tidaknya kelembagaaan pendidikan tersebut. Sehingga kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam menerapkan publikasi ilmiah dalam jurnal menjadi prasarat jaminan kualitas pada mahasiswa yang lulus adalah suatu yang menurut hemat kami logis dan dapat diterima. Beberapa alasan yang sangat kuat yang disampaikan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan untuk tetap teguh dan akan menerapkan agenda ini adalah sebagai salah satu upaya untuk memacu daya saing bangsa ditengah persaingan global yang semakin ketat. Dalam pidato sambutan Pembukaan Rembug Nasional Departemen Pendidikan dan Kebudayaaan yang dihadiri lebih dari 1000 komponen pendidikan dan kebudayaan se Indonesia di Sawangan Depok Jawa Barat tanggal 26 Februari 20012 yang lalu, Menteri Pendidikan Prof M. Nuh mengungkapkan tetap akan menerapkan kebijakan ini pada tahun 2012, walaupun banyak dari berbagai kalangan menolak penerapan edaran Dirjen Dikti ini. Di tempat terpisah dalam diskusi Komisi V dalam Rembug Nasional yang diketuai Dirjen Pendidikan Tinggi Prof Djoko Santoso, secara aklamasi rektor PTN, direktur politeknik negeri dan koordinator kopertis seluruh Indonesia sepakat akan melakukan berbagai daya upaya untuk menerapakan kebijakan ini pada tahun 2012. Selanjutnya Prof Nuh menegaskan kenapa Edaran Dirjen Dikti ini pantas untuk diberlakukan, ketika tahun 2001 publikasi ilmiah di berbagai negara berkembang termasuk Indonesia relatif sama, namun fakta menunjukkan bahwa pada tahun 2010, publikasi ilmiah Malaysia telah meninggalkan sebagian besar negara Asia dan yang lebih menyedihkan posisi Indonesia sangat jauh sekali di bawah Malaysia dan masih ketinggalan jauh di bawah Filipina dan Vietnam.
Dengan potensi besar PTN dan PTS yang ada di Indonesia yang menurut Prof Nuh yang saat ini sedang tidur, harus kita bangunkan agar dalam waktu yang tidak terlalu lama mengejar ketertinggalan dalam hal publikasi ilmiah dengan negara lain. Mantan Rektor ITS ini yakin, jika program ini berjalan dengan baik dalam waktu lima tahun kita akan menyalip Malaysia dan menjadi unggul di tingkat Asia. Lebih jauh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menghimbau perguruan tinggi negeri diharapkan mengambil peran terdepan dan dapat membantu PTS di wilayahnya dalam upaya implementasi kebijakan di atas. Jika kita simak secara seksama implementasi kebijakan ini untuk Pertuguruan Tinggi di NTB memang akan menghadapi berbagai kendala. Masalah pertama yang penting dan memerlukan perbaikaan adalah proses belajar mengajar yang berkualitas yang akhirnya dapat memberikan motivasi mahasiswa untuk dapat melakukan penelitian dengan baik. Hasil penelitian yang baik tentu akan mampu menghasilkan kualitas publikasi ilmiah yang baik. Salah satu aspek penting yang terkait dengan hal ini adalah pentingnya proses pembimbingan skripsi/tesis/disertasi yang baik dan berkualitas. Pengalaman penulis membimbing penulisan skripsi dan tesis mahasiswa S1 dan S2 serta menjadi narasumber pada berbagai Pelatihan dan Lokakarya penulisan karya ilmiah mahasiswa beberapa PTN dan PTS di NTB selama 25 tahun, secara umum kemampuan mahasiswa dalam penulisan ilmiah masih kurang dan memerlukan pendampingan yang lebih baik dalam hal penulisan artikel ilmiah. Selain itu masih diperlukan peningkatan kualitas proses belajar mengajar yang terkait dengan Bahasa Indonesia, Metodologi Penelitian dan Penulisan Ilmiah. Permasalahan ke dua yang penting dan harus dapat di atasi adalah masih terbatasnya jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh masing-masing perguruan tinggi di NTB.
Dalam diskusi Komisi V acara Remmbug Nasional Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan di Sawangan, mantan Rektor ITB (Dirjen Dikti) tidak mengharuskan bahwa tulisan artikel ilmiah untuk S1 dapat ditulis dalam jurnal ilmiah tertentu, bahkan Prof Djoko Santoso menyarankan untuk masing-masing Prodi mengembangkan Jurnal Ilmiah yang secara bertahap dapat dikelola menjadi jurnal ilmiah yang berkualitas. Lebih lanjut Dirjen Dikti menyarankan sedapat mungkin jurnal tersebut merupakan jurnal on line, untuk maksud ini Dikti siap menyediakan host pada Portal Garuda (Website Dikti), yang kapasitasnya sangat besar dan boleh dikata tanpa batas. Terkait dengan hal ini setiap perguruan tinggi harus berdaya upaya untuk mengganggarkan pembiayaaan yang cukup untuk mengatasi masalah ini dan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya perguruan tinggi untuk menjaga kualitas lulusan. Bagaimana dengan jumlah mahasiswa yang sangat besar di setiap Program Studi di PTS, ini menjadi tantangan tersendiri bagi perguruan tinggi swasta, mencermati arahan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, penulis berpendapat bahwa masih memungkinkan penulisan artikel ilmiah ini tidak dalam bentuk artikel ilmiah penuh dalam jurnal, tetapi mungkin pada tahan awal pemberlakuan edaran Dikti, dengan penulisan extended abstract (4 halaman), yang memuat secara ringkas hasil penelitian skripsi S1. Untuk keterbatasan jurnal ilmiah, dimungkinkan masing-masing Program Studi Setiap Perguruan Tinggi dapat menerbitkan publikasi ilmiah dalam bentuk Prosiding hasil penelitian skripsi S1 di masing-masing Program Studinya secara On-Line yang di review oleh tim ahli yang kompeten di masing-masing program studi tersebut. Jelas dengan tuntutan seperti ini kemampuan masing-masing Program Studi di Perguruan Tinggi dalam mengembangkan penulisan ilmiah melalui Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) menjadi tuntutan keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Permasalahan ke tiga yang sangat mendasar dalam upaya mengembangkan program penulisan karya ilmiah mahasiswa adalah budaya baca dan tulis menulis.
Membangun budaya ilmiah(scientific culture) bangsa khususnya penulisan ilmiah dalam jurnal, tidaklah pekerjaan yang mudah seperti menggoreng pisang. Budaya baca dan tulis menulis selayaknya sudah mulai diterapkan sejak anak usia dini. Pengalaman penulis belajar di Australia dan ikut aktif dalam komunitas pendidikan anak usia dini, menunjukkan bahwa budaya baca dan tulis menulis sudah diterapkan dalam kurukulum yang sangat ketat sejak anak usia dini. Hal inilah yang memungkinkan anak kelas empat SD di Australia sudah mempunyai kemampuan menulis dalam menyususn argumen yang baik dalam bentuk paragrap dan menyusun kerangka berpikir yang logis dalam menulis essay. Disamping kemampuan dasar tentang tulis menulis, kemampuan dasar dalam budaya oral yaitu menyampaikan pendapat secara lisan dengan bahasa dan argumen yang logis dan santun, telah diajarkan dalam keseharian sejak anak usia dini. Sehingga kedua hal inilah yang mustinya kita bangun dan kembangkan dari tataraan SD, Sekolah Lanjutan, dan Perguruan Tinggi sehingga dapat terbangun budaya ilmiah bangsa khususnya kemampuannya dalam menulis tulisan ilmiah. Untuk memacu budaya penulisan ilmiah di perguruan tinggi, perbaikan kurikulum yang terkait dengan pembelajaran Bahasa Indonesia serta mata kuliah Penulisan Ilmiah sangat diperlukan. Mata kuliah Bahasa Indonesia hendaklah dikembangkan menjadi proses belajar-mengajar yang lebih banyak menyangkut upaya untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam hal menulis karya ilmiah. Pembelajaran Bahasa Indonesia selama ini kurang terarah dan belum tepat dilakukan sehingga kuliah Bahasa Indonesia selama ini banyak menyangkut aspek normatif dan teoritik kebahasaan sehingga kemampuan tulis menulis bagi mahasiswa dikesampingkan.
Walaupun Surat Edaran Dirjen Dikti tentang penulisan atikel ilmiah dalam jurnal sebagai syarat kelulusan mahasiswa S1, S2 dan S3 secara hukum belum mempunyai kekuatan untuk memaksa pelaksanaannya di masing-masing Perguruan Tinggi, komitmen bersama Rektor PTN, Direktur Politeknik Negeri dan Koordinator Kopertis seluruh Indonesia untuk menerapkan Surat Edaran Dirjen Dikti Nomor 152/E/T/2012 tahun 2012, menjadi pemikiran kita semua untuk berbenah dalam mengimplementasikan program ini secara bertahap. Dalam kesempataan lain di Rembug Nasional Prof Djoko Santoso, mengungkapkan silahkan perguruan tinggi yang tidak mau menerapkan edaran Dirjen Dikti, dan hal ini akan kami pantau yang akan menjadi catatan tersendiri dan menjadi dasar pertimbangan dalam banyak hal untuk pengembangan perguruan tinggi di Indonesia. Tampaknya mau atau tidak mau kita Perguruan Tinggi di Nusatenggara Barat harus berbenah mencari daya upaya bersama untuk dapat secara nasional menerapkan edaran Dirjen Dikti tersebut (Prof Suwardji,Ph.D. adalah Pembantu Rektor IV Bidang Kerjasama, Pengembangan dan Perencanaan Universitas Mataram).
— —
http://www.unram.ac.id/content/penulisan-artikel-ilmiah-edaran-dirjen-dikti