Oleh Putoro Dongoran [Dosen Yayasan UMTS, P. Sidempuan]
Abstrak
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memgetaahui peningkatan pemahaam siswa pada mata pelajaran PKn dengan strategi pembelajaran kooperatif STAD. Metode penulisan menggunakan metode library research. Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD, siswa membagun sendiri pengetahuan, menemukan langkah-langkah dalam mencari penyelesaian darisuatu materi yang harus dipahami dan dikuasai oleh siswa, baik secara individu maupun kelompok. Dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD , pembelajaran PKn Lebih menyenangkan. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan pemahaman dan aktivitas proses belajar mengajar.
Kata kunci : pemahaman siswa, PKn dan STAD
Latar Belakang
Pembelajaran PKn sebenarnya mempunyai peran yang sangat penting. Mata pelajaran PKn diharapkan akan mampu membentuk siswa yang ideal memiliki mental yang kuat, sehingga dapat mengatasi permasalahan yang akan dihadapi.
Selama ini proses pembelajaran PKn di kls IIXa kebanyakan masih mengunakan paradigma yang lama dimana guru memberikan pengetahuan kepada siswa yang pasif. Guru mengajar dengan metode konvensional yaitu metode ceramah dan mengharapkan siswa duduk, diam, dengar, catat dan hafal (3DCH), sehingga Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) menjadi monoton dan kurang menarik perhatian siswa. Kondisi seperti itu tidak akan meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami mata pelajaran PKn. Akibatnya nilai akhir yang dicapai siswa tidak seperti yang diharapkan. Di kelas IXa selama ini siswanya masih kurang aktif dalam hal bertanya dan menjawab, siswa yang yang aktif hanya 55 %, dan siswa yang mempunyai kemampuan menjawab 40% Pada pelaksanaan ujian semester ganjil tahun 2007, hasil yang dicapai siswa kls IXa sangat jauh dari memuaskan, dimana hanya mendapat daya serap kurang dari 60% atau nilai rata-rata kls kurang dari 5, berdasarkan analisis situasi/latar belakang di atas maka penulis berkeinginan untuk memperbaiki/ mengadakan inovasi pembelajaran.
Memperhatikan permasalahan di atas, sudah selayaknya dalam pengajaran PKn dilakukan suatu inovasi. Jika dalam pembelajaran yang terjadi sebagian besar dilakukan oleh masing-masing siswa, maka dalam penelitian ini akan diupayakan peningkatan pemahaman siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achiement Division).
Pembelajaran kooperatif merupakan suatu pendekatan pengajaran yang efektif dalam pencapaian tujuan pendidikan, khususnya dalam Keterampiln Interpersonal siswa (Badeni, 1998). Salah satu pendekatan pembelajaran koperatif adalah dengan tipe STAD (Student Team Achiement Division).
Diharapkan melalui pembelajaran kooperatif dengan tipe STAD dapat meningkatkan pemahaman siswa pada mata pelajaran PKn, serta semangat kebersamaan dan saling membantu dalam menguasai materi PKn, sehingga siswa dapat meningkatkan pemahaman yang Optimal terhadap mata pelajaran PKn.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah tindakan apa yang dilakukan guru untuk meningkatkan pemahaman siswa pada mata pelajaran PKn. banyak faktor yang mungkin bisa menjadi penyebab terjadi permasalahan tersebut di atas.
Dengan merefleksi bersama antar guru teridentifikasi akar permasalahan diduga penyebab masalah tersebut, yaitu penggunaan strategi pembelajaran yang dilakukan guru PKn masih konvensional, dominasi guru dalam kelas dominan (teacher centered strategi).
Oleh karena itu perlu dicari jalan keluar untuk mengatasi masalah tersebut, sehingga dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, aktif, kreatif, bisa bekerja sama dan membangun daya pikir yang optimal. Untuk itu melalui penelitian ini akan dicobakan suatu metode pembelajaran kooperatif tipe STAD. Keunggulan dari metode pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah adanya kerja sama dalam kelompok dan dalam menentukan keberhasilan kelompok tergantung keberhasilan individu, sehingga setiap anggota kelompok tidak bisa menggantungkan pada anggota yang lain. Pembelajaran kooperatif tipe STAD menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal.
Tujuan Penelitian
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memgetaahui peningkatan pemahaam siswa pada mata pelajaran PKn dengan strategi pembelajaran kooperatif STAD.
Pengertian Manajemen Pembelajaran
Kata manajemen berasal dari bahasa Prancis kuno “ménagement”, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Kata manajemen mungkin berasal dari bahasa Italia “maneggiare” yang berarti “mengendalikan,” terutamanya “mengendalikan kuda” yang berasal dari bahasa latin “manus” yang berati “tangan”. Kata ini lalu terpengaruh dari bahasa Perancis manège yang berarti “kepemilikan kuda” (yang berasal dari Bahasa Inggris yang berarti seni mengendalikan kuda), dimana istilah Inggris ini juga berasal dari bahasa Italia. Bahasa Prancis lalu mengadopsi kata ini dari bahasa Inggris menjadi ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. (www.id.wikipedia.org/wiki/manajemen).
Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secara universal. Mary Parker Follet, misalnya, mendefinisikan manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi. Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal.
Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan. Fungsi manajemen dapat dikatakan sebagai tugas-tugas yang harus dilakukan oleh seorang manajer. Fungsi manajemen pertama kali diperkenalkan oleh seorang industrialis Perancis bernama Henry Fayol pada awal abad ke-20. Ketika itu, ia menyebutkan lima fungsi manajemen, yaitu merancang, mengorganisir, memerintah, mengordinasi, dan mengendalikan. Namun saat ini, kelima fungsi tersebut telah diringkas menjadi empat, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengevaluasian.
Perencanaan adalah memikirkan apa yang akan dikerjakan dengan sumber yang dimiliki. Perencanaan dilakukan untuk menentukan tujuan perusahaan secara keseluruhan dan cara terbaik untuk memenuhi tujuan itu. Manajer mengevaluasi berbagai rencana alternatif sebelum mengambil tindakan dan kemudian melihat apakah rencana yang dipilih cocok dan dapat digunakan untuk memenuhi tujuan perusahaan. Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan, fungsi-fungsi lainnya tak dapat berjalan.
Fungsi kedua adalah pengorganisasian atau organizing. Pengorganisasian dilakukan dengan tujuan membagi suatu kegiatan besar menjadi kegiatankegiatan yang lebih kecil. Pengorganisasian mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan dan menentukan orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah dibagi-bagi tersebut. Pengorganisasian dapat dilakukan dengan cara menentukan tugas apa yang harus dikerjakan, siapa yang harus mengerjakannya, bagaimana tugas-tugas tersebut dikelompokkan, siapa yang bertanggung jawab atas tugas tersebut, pada tingkatan mana keputusan harus diambil.
Pengarahan atau directing adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan manajerial dan usaha-usaha organisasi. Jadi actuating artinya adalah menggerakkan orang-orang agar mau bekerja dengan sendirinya atau penuh kesadaran secara bersama-sama untuk mencapai tujuan yang dikehendaki secara efektif. Dalam hal ini yang dibutuhkan adalah kepemimpinan (leadership).
Pengevaluasian atau evaluating dalah proses pengawasan dan pengendalian performa perusahaan untuk memastikan bahwa jalannya perusahaan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Seorang manajer dituntut untuk menemukan masalah yang ada dalam operasional perusahaan, kemudian memecahkannya sebelum masalah itu menjadi semakin besar.
Belajar menurut Gagne dalam Dahar (1989) dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu oganisma berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman. Belajar pada hakekatnya adalah suatu aktivitas yang mengharapkan perubahan tingkah laku pada diri individu yang sedang belajar (Diknas, 2004) Dari konsep belajar muncul istilah pembelajaran. Degeng dalam Wena (2009) mengartikan pembelajaran sebagai upaya membelajarkan siswa.
Gagne dan Briggs mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu rangkaian events (kondisi, peristiwa, kejadian, dsb ) yang secara sengaja dirancang untuk mempengaruhi pembelajar, sehingga proses belajarnya dapat berlangsung mudah (Diknas, 2004).
Pembelajaran bukan hanya terbatas pada kegiatan yang dilakukan guru, seperti halnya dengan konsep mengajar. Pembelajaran mencakup semua kegiatan yang mungkin mempunyai pengaruh langsung pada proses belejar manusia. Pembelajaran mencakup pula kejadian-kejadian yang diturunkan oleh bahan-bahan cetak, gambar, program radio, televisi, film, slide maupun kombinasi dari bahan –bahan itu. Bahkan saat ini berkembang pembelajaran dengan pemanfaatan berbagai program komputer untuk pembelajaran atau dikenal dengan e –learning.
Berpijak dari konsep manajemen dan pembelajaran, maka konsep manajemen pembelajaran dapat diartikan proses mengelola yang meliputi kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengendalian (pengarahan) dan pengevaluasian kegiatan yang berkaitan dengan proses membelajarkan si pebelajar dengan mengikutsertakan berbagai faktor di dalamnya guna mencapai tujuan. Dalam “memanaje” atau mengelola pembelajaran, manajer dalam hal ini guru melaksanakan berbagai langkah kegiatan mulai dari merencanakan pembelajaran, mengorganisasikan pembelajaran, mengarahkan dan mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan. Pengertian manajemen pembelajaran demikian dapat diartikan secara luas dalam arti mencakup keseluruhan kegiatan bagaimana membelajarkan siswa mulai dari perencanaan pembelajaran sampai pada penilaian pembelajaran.
Pendapat lain menyatakan bahwa manajemen pembelajaran merupakan bagian dari strategi pembelajaran yaitu strategi pengelolaan pembelajaran (Made Wena, 2009). Manajemen pembelajaran termasuk salah satu dari manajemen implementasi kurikulum berbasis kompetensi (Diknas, 2004). Manajemen yang lain adalah manajemen sumber daya manusia, manajemen fasilitas, dan manajemen penilaian. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam hal menajemen pembelajaran sebagai berikut; jadwal kegiatan guru-siswa; strategi pembelajaran; pengelolaan bahan praktik; pengelolaan alat bantu; pembelajaran ber-tim; program remidi dan pengayaan; dan peningkatan kualitas pembelajaran. Pengertian manajemen di atas hanya berkaitan dengan kegiatan yang terjadi selama proses interaksi guru dengan siswa baik di luar kelas maupun di dalam kelas. Pengertian ini bisa dikatakan sebagai konsep manajemen pembelajaran dalam pengertian sempit.
Dengan berpijak dari beberapa pernyataan di atas, kita dapat membedakan konsep manajemen pembelajaran dalam arti luas dan dalam arti sempit. Manajemen pembelajaran dalam arti luas berisi proses kegiatan mengelola bagaimana membelajarkan si pebelajar dengan kegiatan yang dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan atau pengendalian dan penilaian. Sedang manajemen pembelajaran dalam arti sempit diartikan sebagai kegiatan yang perlu dikelola oleh guru selama terjadinya proses interaksinya dengan siswa dalam pelaksanaan pembelajaran. Selanjutnya dalam makalah ini yang dimaksudkan manajemen pembelajaran adalah manajemen pembelajaran dalam arti luas. Kegiatan mengelola pembelajaran mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan atau pengendalian dan penilaian perlu dilakukan oleh manajer (guru) dengan maksud agar mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Seorang guru PKn penting sekali untuk memahami dan berikutnya mampu melaksanakan manajemen pembelajaran secara benar pada mata pelajaran PKn di sekolah.
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Mata Pelajaran di Sekolah
Menurut Udin S Winatapura (2001), pendidikan kewarganegaraan atau citizenship education sudah menjadi bagian inheren dari instrumentasi serta praksis pendidikan nasional Indonesia dalam lima status. Pertama, sebagai mata pelajaran di sekolah. Kedua, sebagai mata kuliah di perguruan tinggi. Ketiga, sebagai salah satu cabang pendidikan disiplin ilmu pengetahuan sosial dalam kerangka program pendidikan guru. Keempat, sebagai program pendidikan politik yang dikemas dalam bentuk Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Penataran P4) atau sejenisnya yang pernah dikelola oleh Pemerintah sebagai suatu crash program. Kelima, sebagai kerangka konseptual dalam bentuk pemikiran individual dan kelompok pakar terkait, yang dikembangkan sebagai landasan dan kerangka berpikir mengenai pendidikan kewarganegaraan dalam status pertama, kedua, ketiga, dan keempat. Berdasar pendapat di atas maka pendidikan kewarganegaraan sebagai mata pelajaran di sekolah merupakan satu dari lima status PKn yang praksis di Indonesia. Pada perkembangan terakhir kurikulum persekolahan di Indonesia yang lebih dikenal dengan nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), pendidikan kewarganegaraan sebagai mata pelajaran dimunculkan dengan nama mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (Permendiknas No 22 tahun 2006). Sebelumnya pendidikan kewarganegaraan bernama mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Berdasar permendiknas No 22 tahun 2006 tersebut. Pendidikan Kewarganegaraan diartikan sebagai mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Sedangkan tujuan dari pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan, (2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi, (3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya, (4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Adapun standar isi atau yang menjadi materi kajian mata pelajaran PKn di sekolah mencakup 8 ruang lingkup. Kedelapan runag lingkup kajian tersebut adalah :
1. Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam perbedaan, Cinta lingkungan, Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partisipasi dalam pembelaan negara, Sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan.
2. Norma, hukum dan peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan keluarga, Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat, Peraturan-peraturan daerah, Norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Sistim hukum dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan internasional.
3. Hak asasi manusia meliputi: Hak dan kewajiban anak, Hak dan kewajiban anggota masyarakat, Instrumen nasional dan internasional HAM, Pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM.
4. Kebutuhan warga negara meliputi: Hidup gotong royong, Harga diri sebagai warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan mengeluarkan pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri, Persamaan kedudukan warga negara.
5. Konstitusi Negara meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, Konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, Hubungan dasar negara dengan konstitusi.
6. Kekuasan dan Politik, meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan, Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat, Demokrasi dan sistem politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sistem pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokrasi.
7. Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka.
8. Globalisasi meliputi: Globalisasi di lingkungannya, Politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan internasional dan organisasi internasional, dan Mengevaluasi globalisasi.
Menyimak maksud dan tujuan dari mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di atas, maka Pendidikan Kewarganegaraan memiliki dan
sejalan dengan tiga fungsi pokok pendidikan kewarganegaraan sebagai wahana pengembangan warganegara yang demokratis yakni mengembangkan kecerdasan warganegara (civic intellegence), membina tanggung jawab warganegara (civic responsibility) dan mendorong partisipasi warganegara (civic participation). Tiga kompetensi warganegara ini sejalan pula dengan tiga komponen pendidikan kewarganegaraan yang baik yaitu pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), ketrampilan kewarganegaraan (civic skills), dan karakter kewarganegaraan (civic dispositions) (Branson. 1998). Warganegara yang memiliki pengetahuan kewarganegaraan akan menjadi warga negara yang cerdas. Warganegara yang memiliki ketrampilan kewarganegaraan akan menjadi warganegara yang partisipatif, sedangkan warganegara yang memiliki karakter kewarganegaraan akan menjadi warganegara yang bertanggung jawab.
Apabila kita kaitkan kedelapan ruang lingkup PKn persekolahan dengan tiga kompetensi pendidikan kewarganegaraan di atas, maka belum nampak pemetaaan dari ketiga komponen tersebut. Kedelapan ruang lingkup belum menunjukkan mana-mana yang termasuk dalam domain pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), ketrampilan kewarganegaraan (civic skills), atau karakter kewarganegaraan (civic dispositions). Kejelasan akan hal itu dapat kita temukenali dari sejumlah rumusan standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang terjabar di masing-masing kelas. Rumusan dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar akan membawa kita untuk tahu kearah domain mana seharusnya ruang linkup PKn itu dibelajarkan. Misalnya SK 1 kelas VII yang berbunyi “Menunjukkan sikap positif terhadap normanorma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara” mengarahkan kita kepada domain karakter kewarganegaraan (civic dispositions). SK 2 kelas VII yang berbunyi “Mendeskripsikan makna Proklamasi Kemerdekaan dan konstitusi pertama” menitikberatkan pada domain pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge). Sedangkan SK 4 kelas VII yang berbunyi “Menampilkan perilaku kemerdekaan mengemukakan pendapat” menitikberatkan pada domain ketrampilan kewarganegaraan (civic skills). Meskipun ketiga domain atau kompetensi pendidikan kewarganegaraan di atas saling berhubungan dan sinergis, tetapi dengan pemberian penekanan melalui standar kompetensi yang dirumuskan ini telah memberitahukan kepada guru PKn bahwa kompetensi inilah yang ingin dicapai melalui pembelajaran materi tersebut.
Beberapa Kelemahan dalam Pembelajaran PKn
Mata pelajaran PKn yang sebelumnya bernama PPKn belum bisa dipahami sepenuhnya oleh banyak guru PKn. Pendapat-pendapat yang berkembang di kalangan guru PKn dapat dirangkum sebagai berikut;
1. Pandangan bahwa pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang baru ini tidak lebih dari pelajaran Kewarganegaraan masa lalu atau kita kembali pada mata pelajaran Kewarganegaraan, Civics, atau Kewargaan Negara di tahun 1960-an.
2. Pandangan bahwa pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan baru adalah gabungan saja dari pelajaran PPKn dan pelajaran Tata Negara yang diajarkan pada sekolah-sekolah menengah umum, sekaligus pula porsi pelajaran Tata Negara mendapat tempat yang lebih pada pelajaran baru ini.
3. Pandangan bahwa dengan pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan baru akan semakin mudah dan enak dalam mengajarkan karena lebih banyak materi sehingga tidak akan kehabisan materi sebagaimana dalam mengajarkan PPKn.
Jika diperhatikan, maka pandangan dan pendapat demikian menyimpan kesalahan dan bisa menjadi faktor yang memperlemah pencapaian ideal pendidikan kewarganegaraan di sekolah. Pandangan pertama menyederhanakan makna, visi dan paradigma baru PKn karena terpaku hanya pada istilah semata. Visi dan misi pendidikan kewarganegaraan paradigma baru adalah jelas yaitu mewujudkan masyarakat demokratis melalui pendidikan untuk mendukung tetap terjaganya negara Indonesia yang demokratis. Konsep “demokrasi” menjadi kata kunci dalam pelajaran ini. Hal ini berbeda dengan pendidikan kewarganegaraan masa lalu yang lebih menekankan pada pengetahuan sebagai warganegara. Pandangan kedua mengkaburkan landasan keilmuan dari pendidikan kewarganegaraan paradigma baru. Dengan berlandaskan pada demokrasi politik maka pelajaran ini menitikberatkan pada pembentukan pengetahuan, karakter dan ketrampilan kewarganegaraan agar menjadi warganegara yang kritis dan partisipatif dalam sistem politik demokrasi. Pelajaran PPKn dan Tata Negara tidak mengarah pada pembentukan kompetensi kewarganegaraan sebagaimana yang diharapkan pendidikan kewarganegaraan paradigma baru.
PPKn menitikberatkan pada pendidikan nilai moral yang serba Pancasila sedangkan Tata Negara bersumberkan pada hukum yang sekedar kognitif. Barangkali pendidikan nilai dan hukum adalah penting tetapi itu bukan misi dari pendidikan kewarganegaraan. Sedangkan pandangan ketiga menafikan basis kompetensi yang merupakan ciri dari Kurikulum Berbasis Kompetensi termasuk pendidikan kewarganegaraan paradigma baru. Dengan pandangan demikian justru akan mengembalikan kurikulum pada basis materi. Kelemahan PPKn masa lalu adalah materinya yang terlalu overload, tumpang tindih, banyak hal yang harus diajarkan dan kurang ilmiah sehingga membebani siswa. Pendidikan Kewarganegaraan paradigma baru berupaya untuk memperbaiki dengan cara menyederhanakan materi, memperjelas landasan keilmuannya dan menekankan pada kompetensi siswa. Mengajarkan Pendidikan Kewarganegaraan tidak dengan menyampaikan sebanyak mungkin materi pelajaran tetapi membelajarkan siswa dengan prinsip learning by doing (belajar sambil melakukan). Menyampaikan materi banyak hanya akan membebani siswa dan yang terjadi diibaratkan seperti memasukkan “sampah” Akan keluar “sampah” pula yang tentu saja tidak berguna (garbage in garbage out). Oleh karena itu alokasi waktu yang banyak dengan hanya materi yang cukup dapat dilakukan dengan memperbanyak Praktik Belajar Kewarganegaraan.
Temuan lain juga menunjukkan beberapa kelemahan terutama yang dihadapi guru PKn berkaitan dengan munculnya pelajaran baru ini. Hasil temuan tersebut adalah 1) Pemahaman para guru PPKn masih terbatas terhadap pelajaran PKn. Pelajaran Kewarganegaraan dipahami memiliki visi dan tujuan yang sama dengan pelajaran PPKn sebelumnya. Dikatakan bahwa materi keilmuan dari pelajaran PKn lebih banyak berkaitan dengan masalah kenegaraan sebagaimana dalam pelajaran Tata Negara , 2) Guru PPKn dalam menyiapkan pembelajaran Kewarganegaraan telah mendasarkan pada Kurikulum Kewarganegaraan, silabus dan skenario pembelajaran yang disusun sendiri, menyiapkan buku pelajaran dan alat penilaian, 3) Guru PPKn menghadapi kendala dengan adanya materi yang relatif baru dari pelajaran Kewarganegaraan sehingga harus lebih dahulu belajar, kendala penggunaan metode kerja kelompok dalam kelas besar serta kesulitan melakukan penilaian dengan adanya format penilaian yang baru menurut kurikulum 2004 (Winarno, 2004).
Khusus yang berkaitan dengan manajemen pembelajaran PKn, guru telah menyusun seperangkat rencana pembelajaran seperti, silabus dan skenario pembelajaran PKn. Namun kebanyakan silabus dan skenario tersebut meskipun disusun guru sendiri atau telah atas nama guru yang bersangkutan, silabus dan skenario tersebut lebih banyak didapat dari copian guru lain, hasil pelatihan yang sudah jadi atau dari lembaga yang telah menyusunnya (MGMP). Alasan yang dikemukakan umumnya karena lebih praktis, tidak menyita waktu dan yang lebih penting adalah pelaksanaannya.
Hakekat Pembelajaran Koopertif (Cooperative Learning)
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang saling asuh antar siswa untuk memahami materi pelajaran PKn, Unsur-unsur pembelajaran kooperatif paling sedikit ada empat macam yakni:
- Saling ketergantungan positif, artinya dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan antar sesama. Dengan saling membutuhkan antar sesama, maka mereka merasa saling ketergantungan satu sama lain;
- Interaksi tatap muka, artinya menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa. Dengan interaksi tatap muka, memungkinkan para siswa dapat saling menjadi sumber belajar, sehingga sumber belajar menjadi variasi. Dengan interaksi ini diharapkan akan memudahkan dan membantu siswa dalam mempelajari suatu materi.
- Akuntabilitas individual, artinya meskipun pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok, tetapi penilaian dalam rangka mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap suatu materi pelajaran dilakukan secara individual. Hasil penilaian secara individual tersebut selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok agar semua anggota kelompok mengetahui siapa anggota kelompok yang memerlukan bantuan dan siapa anggota kelompok yang dapat memberikan bantuan.
- Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi, artinya, melalui pembelajaran kooperatif akan menumbuhkan keterampilan menjalin hubungan antar pribadi. Hal ini dikarenakan dalam pembelajaran kooperatif menekankan aspek-aspek: tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik orangnya, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai sifat positif lainnya.
Metode Pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Divisions)
Ada empat tipe yang biasa digunakan oleh guru dalam model pembelajaran kooperatif (Abdurrahman dan Bintaro, 2000 dalam Nurhadi, 2003), yakni salah satunya adalah tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions). Tipe STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan kawan-kawannya dari Universitas John Hopkins. Tipe ini dipandang sebagai yang paling sederhana dan paling langsung dari pendekatan pembelajaran kooperatif. Tipe ini digunakan untuk mengajarkan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu, baik melalui penyajian verbal maupun tertulis.
Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah:
1). Para siswa di dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok , jadi ada 8 kelompok, masing – masing kelompok mempunyai anggota yang heterogen, baik jenis kelamin, ras, etnik, maupun kemampuannya (prestasinya).
2). Guru menyampaikan materi pelajaran
3). Guru membagikan materi yang berbeda pada masing-masing kelompok dengan menggunakan lembar kerja akademik, dan kemudian saling membantu untuk menguasai materi pelajaran yang telah diberikan melalui tanya jawab atau diskusi antar sesama anggota kelompok.
4). Selanjutnya masing-masing kelompok mempresentasikan kedepan kelas.
5). Selanjutnya tanggapan dari masing-masing kelompok.
6). Selanjutnya guru memberikan tanggapan dan penegasan.dan tiap kelompok diberi skor atas penguasaannya terhadap materi pelajaran, dan kepada siswa secara individual atau kelompok yang meraih prestasi tinggi atau memperoleh skor sempurna diberi penghargaan.
7). Kesimpulan Pelaksanaan tipe STAD melalui tahapan sebagai berikut :
(1) Penjelasan materi pembelajaran;
(2) Diskusi atau kerja kelompok belajar;
(3) Validasi oleh guru;
(4) Evaluasi (Tes);
(5) Menentukan nilai individu dan kelompok;
(6) Penghargaan individu atau kelompok;
Hakekat Hasil Belajar dan Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran
Menurut Nana Sudjana hasil belajar adalah suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran yaitu berupa tes yang disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan maupun tes perbuatan. Sedangkan S.Nasution berpendapat bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan pada individu yang belajar, tidak hanya mengenai pengetahuan tetapi juga membentuk kecakapan dan penghayatan dalam diri pribadi individu yang belajar. Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti suatu materi tertentu dari mata pelajaran yang berupa data kuantitatif maupun kualitatif. Untuk melihat hasil belajar dilakukan suatu penilaian terhadap siswa yang bertujuan untuk mengetahui apakah siswa telah menguasai suatu materi atau belum. Penilaian merupakan upaya sistematis yang dikembangkan oleh suatu institusi pendidikan yang ditujukan untuk menjamin tercapainya kualitas proses pendidikan serta kualitas kemampuan peserta didik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan (Cullen, 2003 dalam Fathul Himam, 2004). Hasil belajar dapat dilihat dari hasil nilai ulangan harian (formatif), nilai ulangan tengah semester (Sub sumatif), dan nilai ulangan semester (sumatif).
Aktivitas siswa adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian, dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut. Peningkatan aktivitas siswa yaitu meningkatnya jumlah siswa yang terlibat aktif belajar, meningkatnya jumlah siswa yang bertanya dan menjawab, meningkatnya jumlah siswa yang saling berinteraksi membahas materi pembelajaran. Metode belajar mengajar yang bersifat partisipatoris yang dilakukan guru akan mampu membawa siswa dalam situasi yang lebih kondusif, karena siswa lebih berperan dan lebih terbuka serta sensitif dalam kegiatan belajar mengajar.
Indikator aktivitas siswa dapat dilihat dari: pertama, mayoritas siswa beraktivitas dalam pembelajaran; kedua, aktivitas pembelajaran didominasi oleh kegiatan siswa; ketiga, mayoritas siswa mampu mengerjakan tugas yang diberikan guru melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Kesimpulan
Melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD, siswa membagun sendiri pengetahuan, menemukan langkah-langkah dalam mencari penyelesaian darisuatu materi yang harus dipahami dan dikuasai oleh siswa, baik secara individu maupun kelompok. Dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD , pembelajaran PKn Lebih menyenangkan. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan pemahaman dan aktivitas proses belajar mengajar.
Daftar Pustaka
Abdul Gafur. 1986. Disain Instruksional: Langkah Sistematis Penyusunan Pola Dasar Kegiatan Belajar Mengajar. Sala: Tiga Serangkai.
Abdul Gafur. 1987. Pengaruh Strategi Urutan Penyampaian, Umpan Balik, dan Keterampilan Intelektual Terhadap Hasil Belajar Konsep. Jakarta: PAU – UT.
Anonim, Cooperative Learning. Cooperative, http//Volcano.Und.Nodak, Edu/vwdocs/msh/is/cl.html. (8 Agustus 2005).
Armstrong, Scott, Palmer and Jesse. Student Team Achievment Division (STAD) in a Twelfth Grade Classroom: Effect on Student Achievment and Attitude. Journal of Social Studies Research/4/1/2000/Armstrong, Scoot.
Depdiknas. 2004. Kurikulum dan Hasil Belajar. Jakarta: Dikmenum
Direktorat Pendidikan Menengah Umum. 2001. Kebijakan Pendidikan Menengah Umum. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum.
Fajar, Malik. 2004. “ Pendidikan Kewarganegaraan Menuju Nation and Character Bulding”, Semiloka Nasional tentang Revitalisasi Nasionalisme Indonesia Menuju Character and Nation Building, tanggal 18 Mei 2004.
Gaffar, Afan. 2002. Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hayat, Bahrul “Penilaian Kelas (Classroom Assessment) dalam Penerapan Standar Kompetensi”, dalam Buletin Puspendik edisi Oktober 2004.
Made Wena.2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Suatu Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta. Bumi Aksara.
Nadiroh dan Etin Solihatin. 1998. Ilmu Politik, Kenegaraan dan Hukum dalam PIPS, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Bagian Proyek Penataran Guru SLTP D-III.
Pusat Kurikulum. 2002. Penilaian Berbasis Kelas dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Balitbang Depdiknas.
Rosyada, Dede. 2003. Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, Jakarta : Prenada Media dan TIM ICCE UIN Jakarta.
Soedijarto. 2004. “Kurikulum dan Sistem Evaluasi Pendidikan Sebagai Unsur Strattegis dalam Penyelenggaraan Sistem Pembelajaran Nasional”, Diskusi Panel Rakernas ISPI, tanggal 21 Januari 2004.
Udimansyah, Dasim. 2002. Model Pembelajaran dan Penilaian Berbasis Portofolio. Bandung: Penerbit PT Genesindo.
Udin S Winataputra. 2001. Jatidiri Pendidikan Kewarganegaraan sebagai wahana sistematik pendidikan demokrasi. Disertasi. Bandung : PPS UPI.
Udin S Winataputra. 2008. Model Generik Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi untuk Para Dosen PKN . Bahan Presentasi.
Undang- undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Winataputra, Udin S. 2004. “Pendidikan Kewarganegaraan sebagai wahana Pendidikan Demokrasi Konstitusional RI”, Semiloka Nasional tentang Revitalisasi Nasionalisme IIndonesia Menuju Character and Nation Building, tanggal 18 Mei 2004.