Mau kirim berita/artikel ke www.infodiknas.com hubungi 082233269269 (SMS)
PENINGKATAN MUTU PROFESIONALISME GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMA*
Prof. Dr. Syafaruddin, M.Pd.
PENDAHULUAN
Memperbicangkan masalah mutu profesionalisme guru dewasa ini merupakan masalah krusial, mengingat masalah tersebut berkenaan dengan masa depan pendidikan. Maju atau mundurnya pendidikan anak bangsa secara operasional ditentukan kualitas guru. Secara sistemik, masalah mutu guru termasuk dalam spektrum persoalan pendidikan yang mengemuka dalam dua dasawarsa terakhir.[1] Itu menunjukkan posisi guru sangat strategis dalam menentukan keberhasilan pendidikan sejak dahulu sampai sekarang. Bukankah keberadaan guru Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan orang terdepan yang melaksanakan proses pendidikan agama Islam. Sebagai ujung tombak yang mengarahkan anak sebagai sasaran pembinaan, pengembangan dan memaksimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak dengan segala potensi dirinya untuk mencapai kedewasaan, pribadi muslim sejati, pribadi taqwa atau pribadi Insan kamil.
Peran strategis para guru PAI dalam proses pembelajaran adalah dalam kerangka mengembangkan potensi anak didik sehingga mutu pendidikan agama Islam ditentukan oleh profesionalitas guru. Melalui guru-guru professional, maka transformasi nilai dan ilmu pengetahuan berlangsung sebagaimana diharapkan dapat diwujudkan dengan baik. Begitu pula, jika kualitas guru rendah maka hasil belajar anak didik juga cendernung kurang memuaskan atau tidak maksimal pencapaiannya.[2]
Dalam perkembangan terkini, ketersediaan guru-guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) pada semua satuan pendidikan merupakan keniscayaan, baik secara pedagogik dan filosofis, empiris, maupun secara yuridis. Hal ini sangat penting mengingat, tugas guru PAI dalam melakukan internalisasi dan sosialisasi ajaran Islam melalui pembelajaran dan keteladanan merupakan tugas mulia yang sangat berat, karena tanggung jawabnya tidak hanya pada spektrum penyampaian pengetahuan semata, tetapi sekaligus pembentukan sikap religious anak yang mantap, dan pengamalan ajaran Islam secara komprehensif dan konsisten serta berkelanjutan pada setiap waktu dan tempat dalam kepribadian muslim seutuhnya.
Islam sangat memperhatikan peran penting guru dalam mengelola pendidikan Islam. Tidak diragukan lagi, peran strategis mereka dalam upaya menciptakan generasi qur’ani (pandangan dan perilaku berbasis nilai qur’an), berkarakter, dan berkualitas. Ketersedian guru profesional sangat menentukan generasi yang diharapkan tampil dengan kekuatan iman dan taqwa, memiliki keterampilan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, menuju pembumian nilai Islam secara kaffah,[3] Cita ideal ini perlu diwujudkan sebagai upaya memenuhi tugas risalah, menyemai suburnya iman, menginternalisasi akhlak mulia, menguasai IPTEK, serta membangun kekuatan budaya Islami dengan mengamalkan Islam sebagai rahmatan lil ’alamain.[4] Visi keunggulan dan daya saing umat, sebagai umat terbaik,[5] umat tengah/adil sebagai saksi sejarah yang mendapat petunjuk hanya mungkin dicapai dengan mengutamakan pencapaian pendidikan berkualitas termasuk guru PAI yang profesional.
Dalam perspektif global ada beberapa faktor yang disoroti oleh Djamali, sebagai fenomena kemunduran umat, yaitu: kemunduran bidang agama, akhlak, keterbelakangan ilmu pengetahuan, dan teknologi, keterbelakangan ekonomi, sosial, kesehatan, politik, manajemen, dan bidang pendidikan”[6]. Secara global di dunia Islam, faktor-faktor tersebut yang memperlemah peran umat Islam dalam daya saing dalam percaturan dunia global. Umat Islam nampaknya masih kurang memiliki daya saing global karena keterbelakangan sistemik yang belum bisa dieliminir melalui upaya melejitkan potensi dan kemampuan umat untuk melakukan tindakan kompetitif serta kooperatif umat Islam dalam pergaulan antar bangsa.
Dalam konteks pendidikan di Indoensia khususnya kualitas guru nampaknya masih rendah. Sebagaimana diungkapkan dalam Indonesia.ucanews.com/2012/10/02, bahwa data Kementerian Pendidikan Nasional secara umum menunjukkan kualitas dan kompetensi guru di Indonesia masih belum sesuai harapan. Hingga saat ini, dari 2,92 juta guru, baru sekitar 51 % yang berpendidikan S-1 atau lebih, sedangkan sisanya belum berpendidikan S-1. Survey yang dilakukan oleh Putera Sampoerna Foundation, sebanyak 54 % guru di Indonesia masih berkualitas rendah. Sedangkan yang memenuhi persyaratan sertifikasi hanya 2,06 juta guru atau 70,5 %. Sementara itu masih ada 861 ribu lebih masih belum memenuhi persyaratan sertifikasi. Ini menggambarkan bahwa selain jenjang pendidikan guru yang belum memadai juga kompetensi guru masih rendah.[7]
Dalam konteks keIndonesiaan, banyak hal yang perlu dicermati dalam kerangka mutu profesionalisme guru. Apalagi umat Islam di Indonesia adalah fakta mayoritas umat.[8] Karena itu, secara konsekuensional umat Islam Indonesia bertanggung jawab dan memiliki kontribusi besar atas perkembangan dan kemajuan Indonesia dalam semua aspek pembangunan, tak terkecuali dalam bidang pendidikan, khususnya mutu profesionalisme guru PAI.
PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Sebagai fenomena kebudayaan, maka pendidikan menjadi faktor yang menjamin pembinaan potensi secara maksimal guna mencapai kedewasaan individu dan memelihara eksistensi serta perkembangan suatu masyarakat dalam mengisi kehidupan dengan pengabdian dan kekhalifahannya secara berkualitas/unggul sebagai insan shaleh di muka bumi.[9]
Menurut Langgulung,[10]pendidikan adalah suatu proses yang mempunyai tujuan yang biasanya diusahakan untuk menciptakan pola-pola tingkah laku tertentu pada kanak-kanak atau orang yang sedang dididik. Setiap suasana pendidikan mengandung tujuan-tujuan, maklumat-maklumat berkenaan dengan pengalaman-pengalaman yang dinyatakan sebagai materi, dan metode yang sesuai untuk mempersembahkan materi itu secara berkesan kepada anak.
Tujuan pendidikan Islam ditegaskan bahwa:”The aim of education in Islam is to produce a good man”, yang berarti bahwa tujuan pendidikan Islam adalah menghasilkan pribadi manusia yang baik. Adapun yang baik itu adalah berkenaan dengan adab, berkenaan esensi budi dalam pencapaian kualitas kebaikan dimensi spiritual dan material manusia”.[11]
Pendidikan membantu dalam menyempurnakan kepribadian seseorang atau kelompok untuk melakukan tugas-tugas secara efisien”.[12] Karena itu pendidikan Islam selain sebagai proses pembinaan fitrah/potensi anak sekaligus merupakan transformasi kebudayaan sehingga eksistensi dan pengembangan hidup umat Islam berlangsung berkelanjutan”. Tujuan yang ditata Islam dalam pendidikan adalah membuat kepatuhan manusia, dan menghambakan diri sepenuhnya kepada Allah. Pendidikan adalah proses pemenuhan keyakinan dan cita-cita pendidikan Islam adalah keagamaan. Pendidikan Islam membuat kesadaran manusia sebagai kenyataan jiwa mempengaruhi kegiatan dan kehidupanm tidak sempurna dan hanya melalui pendidikan maka bimbingan jiwa mencapai keunggulannya”.[13]
Keberadaan guru PAI sebagai pendidik utama dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam adalah berperan sebagai perancang, pelaksana, pemimpin, komunikator dan evaluator terhadap proses pendidikan agama Islam dalam kerangka mencapai tujuan terbentuknya kepribadian anak didik yang luhur. Secara filosofis, manusia/anak adalah makhluk theomorfic, (manusia berasal dari Tuhan dan kembali Tuhan) yang diberi amanah sebagai khalifah (pemimpin/wakil, penguasa), dan abdun (hamba),[14] dalam kerangka misi menemukan dan mengamalkan sunnatullah untuk keselamatan dan kemakmuran umat manusia di muka bumi.
Sistem pendidikan Islam merupakan upaya mewujudkan sistem pembinaan potensi individu dan umat bagi Islamisasi,[15] kehidupan dalam segala aspeknya. Itu artinya, dasar pendidikan Islam adalah sunnatullah yang tertulis (wahyu) dan sunnatullah yang tidak terlis (hukum alam/sosial empiris) yang menegaskan tauhid sebagai nilai tertinggi dari puncak kebenaran realitas.[16]sehingga pengingkaran atas realitas Maha Pencipta (Al-Khaliq) dan realitas yang diciptakan (makhluq) menjadikan seseorang musyrik.
Tegasnya tujuan pendidikan Islam berfokus kepada perwujudan sunnatullah dalam kehidupan pribadi (muslim sejati) dengan terbinanya seluruh potensi/fitrah anak menjadi pribadi muslim dan masyarakat Islami seutuhnya melalui pendekatan ta’lim, tilawah dan tazkiyah,[17] yang memunculkan berbagai metode, media, dan alat pendidikan dengan materi/nilai bersumber dari pengetahuan qur’aniyah, dan pengetahuan yang bersumber dari penafsiran terhadap hukum alam/sosial. Bagi Al-Attas,[18] selain al-tarbiyah, dan al-ta’lim, maka al-ta’dib merupakan istilah yang juga digunakan dalam pendidikan Islam, karena misi utama Rasulullah adalah membaguskan akhlak/adab individu dan masyarakat sebagai diungkap dalam salah satu hadis:”Addabany Rabbi, Fa ahsani Ta’diiby”, Tuhanku yang mendidikku dan membaguskan akhlakku”.
Peran para pendidik dalam mendidik anak tentu saja harus diarahkan untuk mengembangkan potensi/talenta anak secara maksimal dan menyiapkan lingkungan yang kondusif bagi pembelajaran sehingga tercapai kedewasaan yang maksimal (intelektualitas, moralitas, estetik, spiritualitas) sebagaimana pribadi muslim sejati/insan shaleh. Tegasnya, pribadi yang diinginkan sistem pendidikan Islam adalah yang memiliki kecerdasan intelek, emosi dan spiritual secara terpadu. Suatu perpaduan berpikir Islami (aqliyah Islamiyah)-cara berpikir dengan landasan Islam dan menjadikan Islam sebagai satu-satunya standar pemikiran, dan dengan sikap Islami (nafsiyah Islamiyah) – sikap jiwa dan kecenderungan berpedoman kepada Islam dalam standar pemuasan semua keperluan manusia.
Dalam perspektif individu, fungsi pendidikan Islam adalah sebagai kaderisasi mengarahkan pembinaan potensi anak menuju terbentuknya pribadi muslim seutuhnya meraih bahagia di dunia dan di akhirat. Suatu kepribadian yang menjaga keseimbangan hubungan dengan Allah dan hubungan sesama manusia (QS.3:112). Dalam perspektif masyarakat, fungsi pendidikan Islam sebagai sosialisasi terbentuknya masyarakat Islam yang adil dan sejahtera. Dalam konteks al-qur’an, masyarakat Islam adalah ummat washatan (umat tengah) (QS.2:143), umat terbaik atau khaira ummah (QS.3:110) dan ummat yang utuh (ummatan wahidah).
PENINGKATAN MUTU PROFESIONALISME GURU PAI
Islam sebagai ajaran dan pedoman hidup universal sesungguhnya sangat memperhatikan mutu,[19] dalam kehidupan umat di dunia dan di akhirat. Dalam konteks ini, suatu “mutu” dicirikan dari pemenuhan harapan pelanggan, atau mutu diaplikasikan atas produk, pelayanan, orang, proses, dan lingkungan, sehingga dipahami bahwa kualitas merupakan satu pernyataan perubahan yang terjadi.[20]
Untuk menjalankan peran strategis guru PAI maka diperlukan ketersediaan guru PAI yang professional. Untuk mengajarkan mata pelajaran agama, tentu saja harus diserahkan kepada orang-orang yang ahli dalam bidang pendidikan agama Islam. Inilah praktik pendidikan agama Islam professional, yang dilaksanakan oleh guru yang ahli merencanakan, melaksanakan dengan strategi, memimpin siswa dengan keteladanan, dan mengevaluasi proses pembelajaran PAI.
Profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian tertentu. Artinya suatu pekerjaan atau jabatan yang disebut profesi tidak dapat dipegang oleh sembarang orang, tetapi memerlukan persiapan melalui pendidikan dan pelatihan secara khusus. Professional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlia, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.[21] Karena itu, sejak tahun ini sudah dimulai seterusnya ke depan, seorang sarjana pendidikan sebagai calon guru wajib mengikuti pendidikan profesi guru (PPG) satu tahun supaya mendapat sertifikat pendidik professional sebagai syarat profesi melakukan tugas dan jabatan mengajar.
Itu artinya profesi adalah kedudukan atau jabatan yang memerlukan ilmu pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh melalui pendidikan atau perkuliahan yang bersifat teoretis dan disertai praktek, diuji dengan berbagai bentuk ujian di universitas atau lembaga yang diberi hak untuk dan diberikan kepada orang-orang yang memilikinya (sertifikat, lisensi, brafet) suatu kewenangan tertentu dalam hubungannya dengan kliennya yang dipelihara dengan hati-hati dan selalu ditingkatkan melalui organisasinya.
Di sini dipahami bahwa profesi adalah suatu pekerjaan yang didasarkan kepada pendidikan dan pelatihan khusus dengan tujuan memberikan layanan dengan keahliannya kepada orang lain dengan imbalan dan gaji tertentu. Pekerjaan atau jabatan itu dilaksanakan seseorang apabila dia telah mendapatkan ijazah tertentu sehingga tidak sembarangan orang dapat melakukan pekerjaan tersebut. Demikian halnya pekerjaan yang dikategorikan profesi seperti dokter, pengacara, akuntan, bidan, guru dan lain sebagainya.
Ada beberapa alasan rasional dan empirik sehingga tugas mengajar disebut sebagai profesi, yaitu: (1) Bidang tugas guru memerlukan perencanaan yang matang, pelaksanaan mantap dan pengendalian yang baik. Tugas mengajar dilaksanakan atas dasar sistem, (2) Bidang pekerjaan mengajar memerlukan dukungan ilmu teoritis pendidikan dan mengajar, (3) Bidang pendidikan ini memerlukan waktu lama dalam masa pendidikan dan latihan, sejak pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi untuk pendidik dan tenaga kependidikan.
Kedudukan guru yang diyakini sangat strategis, yaitu : (1) Agen pembaharuan, (2) Berperan sebagai fasilitator yang menciptakan kondisi belajar dalam diri anak, (3) Bertanggung jawab atas terciptanya hasil belajar subjek didik, (4) Sebagai contoh teladan, (5), Bertanggung jawab secara profesional meningkatkan kemampuannya, (6) Menjunjung tinggi kode etik profesional.[22]
Berkaitan dengan penjelaskan di atas, maka karakteristik profesi dapat disimpulkan yaitu : (1) Jabatan yang memerlukan pendidikan yang panjang dan menyangkut pengetahuan dan keterampilan khusus, (2) adanya sistem ujian yang berkaitan dengan kemampuan teoritis dan praktek sehingga benar-benar memiliki otoritas dan kewenangan dalam tugasnya, (3)Adanya organisasi profesi yang memelihara kepentingan, kewenangan dan mutu profesi, (4) Adanya kode etik dan sumpah jabatan yang menjadi pegangan anggota profesi dalam bertugas, (5) Adanya standar pengetahuan dan keterampilan khusus yang terus dipelihara, dikembangkan dan membedakannya dari profesi lain.
Menurut Bestor, kualifikasi utama profesi, yaitu: (1) Memiliki ilmu pengetahuan yang luas dalam bidang yang dikerjakan, (2) Memiliki kemampuan dan keterampilan dalam melaksanakan pekerjaannya sesuai , bidangnya, (3) Memiliki karakter atau kepribadian yang membuat nya dihargai, dibanggakan dan diterima kliennya.[23]
Profesionalisme berasal dari kata profesi. Istilah profesi menurut Arifin, berasal dari kata Profesion mengandung arti sama dengan occupation yaitu suatu pekerjaan yang memerlukan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan atau latihan khusus. Menurutnya profesi sebagai bidang keahlian yang khusus untuk menangani lapangan pekerjaan tertentu yang membutuhkannya.[24] Profesionalisme merupakan paham yang mengajarkan bahwa setiap pekerjaan harus dilakukan oleh orang yang professional. Sesungguhnya orang yang professional adalah orang yang memiliki profesi.[25]
Pembelajaran merupakan proses menyiapkan lingkungan yang memungkinkan anak untuk melakukan pembelajaran dalam rangka mencapai perubahan perilaku. Untuk mengaplikasikan tugas-tugas pembelajaran lebih kreatif, sehingga tercapai tujuan atau sasaran yang diharapkan dalam proses pembelajaran maka setiap guru sangat dituntut untuk memiliki kompetensi dalam proses pembelajaran. Kompetensi merupakan salah satu kualifikasi guru yang terpenting. Bila kompetensi itu tidak ada pada diri seorang guru, maka ia tidak memiliki kompetensi dalam melaksanakan tugas guru di lembaga pendidikan formal. Sebab guru harus dapat memenuhi kompetensi yang diharapkan oleh masyarakat dan anak didik dalam melaksanakan pendidikan dan pembelajaran. Begitu pula, dengan kompetensi itu guru dapat mengembangkan karirnya sebagai guru yang baik, sehingga ia dapat mengatasi berbagai kesulitan dalam proses pembelajaran. Di samping itu ia akan mengerti dan sadar akan tugas dan kewajibannya sebagai pendidik yang baik dan didambakan oleh masyarakat.
Profesionalisme dalam bidang pendidikan merupakan seperangkat tugas dan fungsi dalam lapangan pendidikan berdasarkan keahlian. Para guru yang profesional memiliki kompetensi keguruan berkat pendidikan atau latihan di lembaga pendidikan guru dalam jangka waktu tertentu. Misi profesional disimpulkan dalam tiga dimensi utama, yaitu: pengetahuan, keterampilan dan komitmen. Pelaksanaan tugas guru yang mengacu kepada tiga dimensi tadi menurut Arifin,[26] mencakup kriteria dasar yaitu: kepribadian guru, penguasaan ilmu yang diajarkan dan keterampilan mengajar. Selanjutnya profesionalisme guru yaitu:
a. Kepribadian guru yang unik dapat mempengaruhi murid yang dikembangkan terus menerus sehingga ia benar-benar terampil (1) memahami dan menghargai setiap potensi murid (2) Membina situasi sosial yang meliputi interaksi belajar mengajar mendorong murid dalam meningkatkan kemampuan memahami pentingnya kebersamaan dan kesepahaman arah pemikiran dan perbuatan di kalangan murid (3) Membina perasaan saling mengerti, saling menghormati dan saling bertanggung jawab dan percaya mempercayai antara guru dan murid.
b. Penguasaan ilmu pengetahuan yang mengarah pada spesialisasi ilmu yang diajarkan kepada murid.
c. Keterampilan dalam mengajarkan bahan pelajaran terutama menyangkut perencanaan program, satuan pelajaran dan menyusun seluruh kegiatan untuk satu mata pelajaran menurut waktu (catur wulan, semester, tahun pelajaran). Dia terampil menggunakan alat-alat, bentuk dan mengembangkannya bagi murid di dalam proses belajar mengajar yang diperlukan.
Perubahan yang cepat berimplikasi terhadap nilai-nilai yang diyakini masyarakat. Ini merupakan tantangan para guru pendidikan agama Islam. Dalam menentukan nasib bangsa di masa depan maka peranan guru pendidikan agama Islam tidak bisa diabaikan, sebab para guru merupakan ujung tombak bagi keberhasilan pendidikan dan pengajaran di setiap sekolah. Konsekuensinya adalah bahwa untuk keberhasilan program pendidikan agama Islam mutlak diperlukan ketersediaan guru pendidikan agama Islam yang profesional. Peranan guru-guru yang profesional ini penting sekali dalam menuntun proses pendidikan agama Islam sehingga nilai-nilai ajaran agama Islam benar-benar mantap sejak dari pendidikan dasar sebagai bekal hidup anak menghadapi perubahan zaman yang cepat. Sebab nilai-nilai universal sajalah yang dapat membimbing anak dalam cepatnya perubahan zaman. Di sini diperlukan peningkatan mutu profesionalisme guru PAI yang sangat berperan strategis membina anak didik.
Mutu seseorang atau sesuatu nampak dalam konteks berhadapan dengan lawan/kompetitor. Berdasarkan kepada pernyataan Allah, bahwa yang sedikit dapat mengalahkan yang banyak karena kualitasnya.[27] Ayat yang menceritakan pertarungan Thalut – raja Bani Israil dengan balatentara 80.000 orang berhadapan melawan Jaluth . Mereka diuji Allah untuk menyeberangi suangai padahal musuh lebih besar. Hanya sebagian kecil saja yang mau menyeberang dengan dorongan ulamanya karena yakin akan janji Allah, dan kemenangan bukan karena banyak tentara namun karena izin Allah. Akhirnya tentara Thalut mampu mengalahkan Jalut dalam peperangan tersebut, karena kualitas tentaranya.
Dalam konteks pendidikan Islam sangat jelas pernyataan Allah SWT, bahwa tidak sama kedudukan orang yang berilmu dengan yang tidak berilmu pengetahuan.[28] Karena itu, orang yang berilmu (ya’lamun) juga harus beriman dan bertaqwa serta berbuat baik di dunia dibarengi kesabaran, ikhlas, menuju muslim sejati. Dalam Shihab, dijelaskan bahwa siapa yang memiliki pengetahuan-apapun pengetahuan itu pasti tidak sama dengan orang yang tidak mengetahui, atau tidak memiliki pengetahuan. Namun ilmu pengetahuan yang dimaksud di sini adalah pengetahuan yang bermanfaat, yang membuat seseorang mengetahui hakikat sesuatu lalu menyesuaikan diri dan amalnya sesuai dengan pengetahuannya.
Dalam perspektif Islam bahkan kedudukan orang yang berilmu dan beriman ditinggikan Allah dari yang lain.[29] Karena fungsi ilmu dapat meningkatkan keimanan seseorang dalam peran di masyarakat. Kualitas guru digambarkan oleh Al Abrasy memiliki sifat-sifat, yaitu: zuhud senantiasa berniat mencari keridhaan Allah, bersih (fisik dan psikhisnya), ikhlas dalam bekerja, pemaaf, mencintai murid seperti mencintai anaknya sendiri, memahami tabi’at murid, dan menguasai mata pelajaran.[30]
Menurut Alam,[31]guru dalam sistem pendidikan Islam adalah diharapkan menjadi orang yang kompromi terhadap sesuatu yang berasal pada pengetahuan secara langsung diperoleh melalui sumber utama. Karena itu, umat Islam dilarang agar tidak berpegang terhadap suatu pendapat yang tidak ada padanya ilmu.[32] Itu artinya, guru dalam Islam harus memiliki kemampuan berpikir original, dan harus diperoleh dan tersusun dalam sumber yang terpercaya. Prinsip ini adalah kualitas utama yang secara langsung menyelidiki lebih dahulu sebelum menyampaikan segala sesuatu kepada siswanya. Itu artinya, guru dalam Islam selain sebagai tugas pengabdian dalam profesinya juga sekaligus adalah ilmuan.
Dalam konteks ini guru dalam pendidikan Islam dalam peranya adalah pribadi yang memiliki komitmen. Semua loyalitasnya tertumpah kepada ideologi Islam dalam kehidupannya. Pengajaran bagi guru tidak hanya profesi untuk kehidupannya.[33] Guru memiliki komitmen untuk menghasilkan generasi muda para pelajar dan juga bertanggung jawab untuk meningkatkan masyarakat Islam. Dengan kata lain, prinsip ini membuat guru adalah pribadi kunci dalam menata pendidikan Islam, dan tugas lainnya meningkatkan kualitas masyarakat Islam dengan memperkuat tujuan moral Islam.
Sesungguhnya pekerjaan guru tidak hanya mengajar dan melatih pelajar, dalam menata pelajaran yang dipelajari tetapi lebih dari itu guru bertindak sebagai teladan/model untuk menanamkan nilai Islam dalam hati dan jiwa pelajar.[34] Berkenaan dengan penegasan di atas, seorang guru dalam Islam dianggap tidak baik atau gagal untuk memindahkan teori ke dalam pengamalan anak. Sebagai seorang guru PAI diharapkan mengaktualisasikan semua yang diucapkannya.[35] Rasulullah contoh teladan bagi umatnya, termasuk bagi para guru. Seluruh perkataan, perbuatan dan perilaku Rasulullah Muhammad SAW menjadi contoh keutamaan kepribadian bagi semua peran yang ada di muka bumi ini, sesuai kepemimpinan Rasul, sebagai pemimpin, kepala negara dan pemerintahan, sebagai suami, sebagai ayah, ulama, dan panglima perang.[36] Dalam proses pendidikan Islam, Rasulullah menggunakan seluruh strategi pengembangan kepribadian muslim dalam tugas risalahnya. Prinsip dan strategi tilawah (membacakan ayat-ayat Tuhan) yang tertulis/qur’aniyah dan ayat tidak tertulis (yang ada di alam ini), tazkiyah, (pensucian jiwa) dan ta’lim (pembelajaran),[37] dalam melaksanakan tugas risalah harus menjadi misi utama dan kualitas prima yang dituntut ada pada diri guru dalam Islam.
Peningkatan mutu (kualitas) berarti penambahan pengetahuan, pembinaan skil, dan pengembangan keterampilan tentang pelaksanaan tugas mengajar sebagai guru. Dalam konteks zaman yang terus berubah, maka peningkatan kualitas menjadi suatu keniscayaan. Untuk itu sebenarnya diperlukan pengembangan tingkat profesionalitas sehingga profesionalisme yang dimiliki guru-guru pendidikan agama Islam menjadi matang dalam menjawab tantangan pergeseran nilai dan kemajuan teknologi di bidang pendidikan. Karena itu, pengembangan kemampuan profesional guru tidak hanya bagi guru-guru baru dalam tugasnya, akan tetapi dipentingkan pula sekaligus untuk mengembangkan pola karir guru yang menjanjikan antusiasme, pengharapan dan komitmen mereka dalam bertugas sebagai guru.
Keprofesionalan guru (guru yang memiliki kompetensi) saat ini dapat diukur dengan beberapa kompetensi dan berbagai indikator yang melengkapinya, tanpa adanya kompetensi dan indikator itu maka sulit untuk menentukan keprofesionalan guru. Elliot dan Dweck,ed,[38] kompetensi mengakar kepada konsep sebagai keterampilan, dan kemampuan seseorang yang berkembang untuk tingkat efektivitas dalam transaksi dengan lingkungan dan untuk keberhasilan tindakan/kinerja seseorang. Kemudian dapat pula didefinisikan bahwa kompetensi adalah sebagai kondisi atau kualitas efektivitas, kemampuan, kecakapan atau keberhasilan.[39] Tegasnya kompetensi dapat merupakan pengetahuan, kemampuan, sikap dan keterampilan yang dimiliki seseorang sehingga memungkinkannya memiliki efektivitas pribadi dan kelompok dalam pekerjaan.
Kompetensi-kompetensi yang meliputi keprofesionalan guru (berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 2005, tentang Guru dan Dosen) , dapat dilihat dari empat kompetensi, yaitu: (1) Kompetensi Pedagogik, (2) Kompetensi kepribadian, (3) Kompetensi professional, dan, (4) Kompetensi sosial.
Keempat komptensi ini memiliki indikator-indikator tertentu yang memberikan jaminan bahwa keempatnya dapat dilaksanakan dan terukur secara kuantitatif dan kualitatif, baik melalui pendidikan pra jabatan, in serving training, diklat tertentu, dan lain sebagainya. Keempat kompetensi di atas, memiliki indikator-indikator, yaitu:
1. Kompetensi pedagogik: Kemampuan dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik, indikatornya: a) Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan, b) Pemahaman terhadap peserta didik, c) Pengembangan kurikulum/silabus, d) Pemahaman terhadap peserta didik, e) Perancangan pembelajaran, f) Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, g) Pemanfaatan teknologi pembelajaran, h) Evaluasi proses dan hasil belajar, dan, i) Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
2. Kompetensi kepribadian; pemilikan sifat-sifat kepribadian, indikatornya: a) Berakhlak mulia, b) Arif dan bijaksana, c) Mantap, d) Berwibawa, e) Stabil, f) Dewasa, e) Jujur, f) Menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat, g) Secara objektif mengevaluasi kinerja sendiri, dan, h) Mau dan siap mengembangkan diri seara mandiri dan berkelanjutan.
3. Kompetensi profesional; kemampuan dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu, teknologi, dan/atau seni yang diampunya, indikatornya:
a. Materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata peajaran yang akan diampunya
b. Konsep-konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu.
4. Kompetensi sosial; dengan indikatornya: a) Berkomunikasi lisan, tulisan, dan/atau isyarat, b) Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional, c) Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orangtua/wali peserta didik, bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta system nilai yang berlaku, dan, d) Menerapkan prinsip-prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.
Keempat kompetensi profesional yang seharusnya melekat dalam diri para guru itu, bukanlah sesuatu yang mudah untuk diterapkan jika tidak ada kemauan dari berbagai pihak, terutama guru itu sendiri. Namun, hal itu akan menjadi mudah diterapkan, jika kemauan dari berbagai pihak, terutama guru itu sendiri memiliki komitmen untuk mencapai keprofesionalan, sebagai bagian dari tanggung jawab kepada diri sendiri, kepada peserta didik, kepada pemangku kepentingan, dan yang tak kalah pentingnya, adalah tanggung jawab kepada Allah SWT, yang telah memberikan amanah kepada setiap guru untuk dapat melaksankan tugas dan fungsi sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, dan pelatih.
Keprofesionalan guru Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Umum dan Madrasah, perlu dikemukakan kompetensi yang harus dimilikinya, yaitu:
1. Kompetensi Utama
a. Kemampuan Akademik
Pengetahuan yang dimiliki oleh seorang guru agama Islam pada sekolah umum harus mendalam terutama meliputi hal-hal berikut:
(1) Memahami dengan baik tujuan agama Islam (maqashid al-syari’ah)
(2) Memahami dengan baik dasar-dasar sosiologi dan psikologi pendidikan Islam dan umum
(3) Memahami karakter dan perkembangan psikologis, sosiologis dan akademik setiap pelajar
(4) Memahami cara mengembangkan kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual anak didik
(5) Memahami kurikulum yang berlaku secara utuh, terutama menyangkut mata pelajaran yang menjadi bidang tugasnya
(6) Memahami relevansi bidang studi yang diajarkan dengan ajaran-ajaran keislaman, atau sebaliknya
(7) Memahami metode pembelajaran yang paling tepat dan mutakhir
(8) Memahami perencanaan, proses, dan evaluasi belajar yang tepat
(9) Memahami cara memanfaatkan jam belajar yang terbatas, memilah bahan ajar yang membutuhkan pertemuan langsung atau cukup dengan penugasan, secara efektif
(10) Memahami ara menggunakan alat bantu (teknologi) dan sumber belajar secara
tepat
(11) Memahami tujuan pendidikan dan pengajaran
(12) Memahami tujuan pendidikan nasional
(13) Memahami tujuan khusus pendidikan Agama pada sekolah umum untuk setiap
jenjang (SD, SLTP, dan SMU).
b. Kemampuan Profesional
Beberapa jenis kemampuan yang perlu dimiliki oleh uru PAI pada sekolah umum di atas bukan hanya dalam tataran teori tapi juga praktek. Dalam hal ini secara rinci guru-guru diharapkan mampu mempraktekkan hal-hal berikut:
(1) Menciptakan lingkungan sekolah yang saling menghormati dan memahami juga dengan penganut agama lain
(2) Menanamkan agar siswa memberi penghargaan yang tinggi terhadap ilmu dan belajar termasuk pelajaran agama
(3) Membiasakan perilaku dan sikap yang sopan kepada yang lain
(4) Menumbuhkan sikap positif seperti tekun (sabar), menghargai dan menerima diri dan tegar terhadap kenyataan yang dialami (tawakkal) dan berpikir positif (husnuzzon)
(5) Membiasakan anak didik menjaga kebersihan dan merawat kepentingan umum
(6) Mengembangkan perilaku tepat waktu dan memenuhi janji
(7) Membangun hubungan emosional yang erat antara siswa dan sekolah
(8) Menciptakan suasana sekolah agar menjadi tempat yang nyaman bagi siswa
(9) Berkomunikasi dengan bahasa Indonesia yang baik, jelas, dan tepat
(10) Menggunakan berbagai pendekatan dalam pengajaran
(11) Melibatkan siswa secara maksimal dalam proses pembelajaran
(12) Memberi perhatian kepada setiap siswa dengan baik, serta mengevaluasi proses dan pekembangan belajar mereka
(13) Menunjukkan sikap mudah dihubungi, tidak kaku (fleksibel), dan bertanggungjawab.
2. Kompetensi Pendukung
a. Kemampuan Membangun Hubungan/Komunikasi
Pengetahuan teori dan praktek tersebut ditunjukkan dalam suatu cara yang baik, yang meliputi:
(1) Mengutamakan kerja dan kolektif sesama guru dan warga sekolah lainnya dalam menanamkan nilai-nilai keagamaan
(2) Membangun lingkungan kerja yang bersahabat (healty relationship)
(3) Membantu jalannya program dan kebijakansekolah serta berpartisipasi di dalamnya
(4) Menjaga komunikasi dengan orang tua siswa dan masyarakat
(5) Berpatisipasi dalam kegiatan masyarakat sekitar sekolah
(6) Menjaga kerahasisaan dan kepercayaan
(7) Mengikuti peraturan dan prosedur yang belaku dalam sekolah
(8) Menerima tanggung jawab yang diberikan
(9) Menjamin bahwa setiap siswa mendapat perlakuan dan kesempatan yang sama untuk belajar
(10) Jangan pernah mengorbankan siswa dalam mengambil suatu kebijakan.
b. Kemampuan dalam Kepemimpinan (Leadership)
Aspek kemampuan dalam kepemimpinan yang perlu dimiliki oleh guru PAI di sekolah umum meliputi:
(1) Mendorong anak didik untuk tidak tergantung pada orang lain dalam belajar
(2) Menunjukkan kemampuan beradaptasi dan fleksibel
(3) Fokus pada pengajaran dan pembelajaran
(4) Menunjukkansikap adil, tidak memihak atau mengistimewakan seorang anak lebih dari anak yang lain
(5) Memberi dukungan dan bantuan kepada sesame guru yang menghadapi masalah
(6) Menunjukkan perilaku yang sopan dan betanggungjawab
(7) Mengakui, menghargai dan member dukungan terhadap perbedaan pandangan
(8) Berpartisipasi dalam kegiatan pengembangan keahlian dan mendorong guru-guru lain untuk juga berpartisipasi
(9) Mengelola sumber-sumber yang ada seara efektif dan benar
(10) Mendorong dan sebisa mungkin memfasilitasi warga madrasah untuk mengembangkan diri.
c. Kemampuan dalam Mengembangkan Diri
Guru PAI yang baik adalah guru yang mampu mengembangkan kemampuan profesionalnya secara terus menerus (ongoing self-development). Kemampuan mengembangkan diri meliputi:
(1) Mengambil inisiatif dalam mengembangkan kemampuan diri tanpa perlu menunggu instruksi atasan
(2) Menyediakan waktu untuk membaca dan mempelajari metode mengajar terkini
(3) Melakukan refleksi dan riset sederhana terhadap pengajaran mereka sendiri secara berkala
(4) Mengikuti pelatihan-pelatihan atau pertemuan-pertemuan nonformal tentang pendidikan
(5) Melakukan dialog-dialog informal untuk berbagi pengalaman dengan sesame guru
(6) Memberi bantuan baik secara langsung maupun tertulis kepada guru-guru lain
(7) Mendorong sesama guru dan tenaga kependidikan lainnya untuk melakukan kerja kolektif dalam memberi masukan bagi perbaikan pengajaran dan praktek keagamaan di seolah.
Selama ini persekolahan hanya dipandang sebagai tempat untuk memberi orang tahu dari tidak tahu. Padahal lebih dari itu, persekolahan merupakan proses terjadinya pendidikan, pengajaran, bimbingan, dan pelatihan yang berlangsung secara simultan. Keempat proses itu (pendidikan, pengajaran, bimbingan, dan pelatihan) berlangsung ketika anak berinteraksi dengan personil sekolah (terutama guru), karena gurulah yang memiliki otoritas dalam melaksanakan pendidikan, pengajaran, bimbingan dan pelatihan di sekolah.
Secara manajerial dan psikologis peningkatan kualitas profesionalisme guru merupakan keniscayaan. Untuk meningkatkan kualitas profesionalisme guru PAI, maka ada beberapa hal yang dapat dilakukan, yaitu: (1) mengikuti pendidikan lanjutan; dari S1/D IV mengikuti pendidikan profesi atau pendidikan lanjutan S2, (2) pelatihan keterampilan kependidikan/pembelajaran, (3) mengikuti workshop kurikulum pembelajaran, (4) mengikuti pelatihan media pembelajaran, (5) mengikuti pelatihan strategi pembelajaran aktif, (6) pemantapan gugus mutu melalui ekstensifikasi MGMP, (7) pelatihan penelitian tindakan kelas, dan (8) pembinaan mental keagamaan, atau soft skills.[40]
Guru sebagai jabatan professional memerlukan pendidikan lanjutan dan latihan khusus (advanced education and special training). Dalam konteks ini guru sebagai jabatan professional seperti dokter dan lawyer memerlukan pendidikan pasca sarjana.[41] Pelatihan untuk peningkatan mutu profesionalisme guru PAI, dapat dilakukan dengan pendekatan on the job training, dan off the job training. Dijelaskan Mukhtar, kegiatan pelatihan dalam bentuk on the job training merupakan internship yang diselenggarakan di dalam kelas maupun di rumah masing-masing, pada universitas untuk membangun metoda pembelajaran dan pelatihan. Dengan system magang terdapat kegiatan untuk memperoleh pengalaman praktis yang digunakan untuk mempelajari sesuatu yang lebih tinggi. Magang juga metode pelatihan di tempat kerja yang berkaitan dengan pengajaran dalam kelas. On the job training dapat diberikan oleh rekan kerja atau supervisor atau bias juga diberikan oleh orang yang ahli dalam pengetahuan dan pekerjaan baik dari perguruan tinggi maupun pusat pelatihan. Sedangkan off the job training merupakan kegiatan pelatihan yang diselenggarakan di luar tempat bekerja.[42]
Pelatihan untuk mengembangkan kemampuan professional guru dapat dilakukan melalui berbagai jenis dan focus pelatihan. Untuk itu, peran kepala sekolah, supervisor, dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, atau Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota, serta Balai Diklat Keagamaan menjadi wahana yang sangat menentukan pencapaian standar kualitas profesionalisme guru yang diharapkan. Selain itu, peran strategis Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dalam tugas pengembangan yang dilakukannya juga selalu diberikan amanah pengembangan program Latihan Peningkatan Kualitas Guru (PKG) bagi guru-guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.[43] Pelatihan peningkatan kualitas guru dimaksudkan untuk mamantapkan profesionalisme guru PAI sehingga kompetensi sebagaimana yang disyaratkan bagi guru dapat terpenuhi untuk mengelola pembelajaran secara maksimal.
PENUTUP
Peningkatan mutu profesionalisme guru PAI sangat tergantung pada proses pembinaan guru dalam jabatan dan di luar jabatan. Setidaknya yang perlu ditingkatkan adalah efektivitas manajemen pendidikan pada tingkat makro, messo, dan mikro di sekolah untuk memfasilitasi guru PAI dapat memaksimalkan kompetensinya sehingga mutu guru PAI benar-benar sesuai dengan harapan stakeholders pendidikan. Fokus pada pendidikan lanjutan, pelatihan, dan pembinaan guru yang sistemik dapat mempercepat peningkatan profesionalisme guru PAI sesuai keperluan dan dinamika zaman.
*Disampaikan pada Workhsop Guru PAI SMA di Putra Mulia Hotel Medan
[1] Semula guru cukup hanya berkualifikasi akademik tamatan SPG, PGA, D2, D3, dan saat ini sesuai Undang-undang dan Peraturan Pendidikan di Indonesia harus memiliki kualifikasi akademi D.IV atau S1.
[2] Iskandar Agung, Menghasilkan Guru Kompeten & Profesional, Jakarta: Bee Media Indonesia, 2012, h.1.
[3] Lihat QS. QS.4:9;2:208; QS.3:104,110.
[4] QS. 21:107.
[5] QS.3:110; QS.2:143.
[6] Fadhil Al-Djamali, Menerabas Krisis Pendidikan Dunia Islam, Jakarta: PT. Golden Terayon Press, 1993, h.58-59, h.114.
[7] Lihat Tribunews.com.kompas.com.
[8] Penduduk beragama Islam di Indonesia lebih 207 juta (88,20) dari 240-an juta jumlah penduduk negeri ini. Begitupun, secara kualitatif umat Islam dalam berbagai aspek kehidupan masih lemah kondisinya.
[9] Lihat QS.2:249.
[10] Hasan Langgulung. Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisa Psikologi, Filsafat dan Pendidikan, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1989. h.22.
[11] Lihast Syed Naquib Al-Attas, Aims and Objective of Islamic Education, Jeddah: Hodder and Stoughton King Abdul Aziz University, 1979, h.1.
[12]Syed Naquib Al-Attas dalam Pendahuluan Syed Naquib Al Attas, h.ix.
[13] Zafar Alam, Islamic Education Theory & Practice, New Delhi: Adam Publishers & Distributors, 2003, h.42.
[14] QS. 6:165, dan QS.51:56.
[15] Penerimaan dan Pelaksanaan secara sadar kultur Islam yang ideal oleh orang-orang yang bukan muslim dan orang-orang yang hanya mengaku muslim. Lihat S.Wakar Ahmed Husaini, Sistem Pembinaan Masyarakat Islam, Bandung: Pustaka, 1983, h.373.
[16] Lihat QS. 4:48, 116.
[17] QS.2: 128, 151.
[18] Syed Naquib Al-Attas, op.cit. h.2.
[19] Mutu adalah terjemahan dari quality. Istilah “mutu” diartikan sebagai kebutuhan pelanggan, pemenuhan kebutuhan pelanggan. Spektrum mutu adalah mencakup produk, proses dan layanan. Lihat Tony Bush dan Marianne Coleman, Manajemen Mutu: Kepemimpinan Pendidikan, Yogyakarta: IRcISOD, 2012, h.193.
[20] Lihat pula David L Goetsch dan Stanley Davis, Quality Management for Organizational Excellence,Seventh Edition,New York:Pearson, 2012, h.50.
[21] Kunandar, Guru Profesional, Jakarta: Rajawali Press, 2011, h.45.
[22] Lihat Syafaruddin dan Irwan Nasution, Manajemen Pembelajaran, Jakarta: Quantum teaching Press, 2005, h.83.
[23] Ibid, h.98.
[24] Lihat M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Agama dan Umum), Jakarta: Bina Aksara, 1991, h.105.
[25] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Rosdakarya, 1992, h.107.
[26] M. Arifin, op.cit, h.113.
[27] Lihat QS. Al Baqarah ayat 249. Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Abu Syaikh, Lubaabut Tafsir min Ibni Katsir, terjemahan, cetakan ke-4, Juz 1-3, Jakarta: Pustaka Imam Syafii, 2012,h.502-503.
[28] Lihat QS. Azzumar ayat 9 dan 10. Dalam Tafsir Ibnu Katsir, dijelaskan bahwa orang berilmu itu adalah orang yang dapat menolak semua alasan yang dibuat orang lain untuk tandingan bagi Allah dalam menyesatkan manusia, yaitu yang memiliki akal sebagai inti pemikiran (ulul albab). Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Abu Syaikh, Lubaabut Tafsir min Ibni Katsir, terjemahan, cetakan ke-4, Jakarta: Pustaka Imam Syafii, 2012,h.134. Lihat pula M. Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah, Volume 12, Jakarta: Lentera, 2002, h.196-197.
[29] QS. Al Mujadilah ayat 11. Dalam Tafsir Ibnu Katsir jilid 9, dijelaskan bahwa Allah akan memberikan balasan dan mengangkap derajat orang yang rendah diri karena Allah dan mementingkan orang lain untuk menuntut ilmu pengetahuan, atau dengan memberikan kesempatan kepada orang lain, apalagi yang menguasai ilmu pengetahuan. Allah akan mengangkat derajatnya dan memasyhurkan namanya., lihat Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Abu Syaikh, Ibid,h.341.
[30] Muhammad Athiyah Al Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Terjemahan Bustami A.Gani dan Djohar Bahry LIS, 1970, h.137-139.
[31] Zafar Alam, op.cit, h.78-79.
[32] Lihat QS. Bani Israil ayat 36. Yang dimaksudkan dalam ayat ini bahwa Allah melarang apapun tanpa didasari pengetahuan, atau yang didasari pada hayalan belaka. Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Abu Syaikh,op.cit. Jilid. 5, h.248.
[33] Profesi adalah pekerjaan yang memerlukan pengetahuan, dan keterampilan dalam melakukan pekerjaannya yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan yang lama. Syafaruddin, Dkk, Ilmu Pendidikan Islam: Melejitkan Potensi Budaya Umat, Jakarta: Hijri Pustaka Utama, 2012, h.18.
[34] Zafar Alam, op.cit, h.79.
[35] Ibid, h.80.
[36] QS. Al Ahzab ayat 21.
[37] Lihat QS.2:151.
[38] Lihat Scultheiss dan Brunstein, An Implicit Motive Perspective on Competence, dalam Elliot dan Dweck, Handbook Competence and Motivation, New York: The Guilford Press, 2005, h. 42.
[39] Elliot dan Dweck,ed, ibid, h.5.
[40] Soft skills adalah perilaku personal dan interpersonal yang mengembangkan dan memaksimalkan kinerja manusia seperti; membangun tim, pembuatan keputusan, inisiatif, dan komunikasi. Keterampilan ini bersifat non teknis dan mendukung kemampuan akademik bagi semua pemegang profesi, seperti guru, dokter, polisi, akuntan, perawat, arsitek, dll. Soft skills di antaranya; kejujuran, tanggung jawab, berlaku adil, kemampuan bekerjasama, adaptasi, komunikasi, toleran, hormat terhadap sesame, kemampuan mengambil keputusan dan pemecahan masalah. Lihat Muqowim, Pengembangan Soft Skills Guru, Yogyakarta: Pedagogia, 2011, h.5.
[41] Kunandar, op.cit, h.49.
[42] Mukhneri Mukhtar, Supervision: Improving Performance and Development Quality in Education, Jakarta:PPS UNJ, 2010, h.338-339.
[43] Kegiatan PKG yang diberikan kepada guru PAI sudah dilakukan secara sistemik sejak tahun 2010 oleh Balai Diklat Keagamaan, 2011 dilaksanakan Fakultas Tarbiyah/dan Keguruan pada UIN/IAIN, dan tahun 2012 diberikan amanah PKG kepada STAIN, STAIS, dan Fakultas Tarbiyah pada IAIN/UIN.
Sumber
http://www.syafaruddin.com/2013/04/peningkatan-mutu-profesionalisme-guru.html