PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS NARASI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN TEKNIK VISUAL-AUDITIF-TAKTIL
(Penelitian pada siswa Sekolah Dasar di Kabupaten Cianjur)
Oleh:
Iskandarwassid dan Iis Ristiani
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh suatu kondisi sulitnya sebagian siswa SD di dalam mengekspresikan ide, pikiran, gagasan, ataupun perasaan ke dalam bahasa tulis. Padahal, secara lisan para siswa kelas 5 SD rata-rata sudah bisa bercerita. Kesulitan yang mereka kemukakan adalah sulitnya mencari dan memilih kata yang akan ditulis. Berdasarkan hasil survei serta studi pendahuluan diketahui bahwa kesulitan menulis yang dialami oleh para siswa tersebut selain kesulitan mencari dan memilih kata (faktor ketidakmampuan), kesulitan menulis juga dilatarbelakangi oleh faktor hati (faktor ketidakmauan). Ketidakmampuan dan ketidakmauan tersebut menyebabkan sulit munculnya keterampilan menulis pada siswa. Siswa merupakan subjek utama dalam kegiatan belajar mengajar. Ia memiliki sejumlah potensi yang harus dikembangkan. Guru sebagai fasilitator harus mempunyai teknik yang tepat agar dapat menumbuhkembangkan potensi yang dimililiki siswa tersebut. Gaya atau cara siswa mencari atau menerima pelajaran yang dibutuhkan sangat variatif bergantung kepada tipe belajar dalam pengoptimalan alat indranya. Penelitian ini dilakukan terhadap sejumlah siswa kelas 5 SD di Kabupaten Cianjur tahun ajaran 2007-200 8. Guna menguji keterhandalan model pembelajaran yang digunakan, penelitian dilakukan pada beberapa tipe sekolah dasar, yakni pada sekolah tipe A, sekolah tipe B, dan sekolah tipe C yang berlokasi di daerah, perbatasan, dan kota di Kabupaten Cianjur. Untuk itu, pengamatan, wawancara, angket, dan tes merupakan teknik penelitian yang digunakan dalam pengujian model pembelajaran ini. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, terbukti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada taraf signifikansi 0,05% antara hasil belajar siswa dalam pembelajaran menulis narasi yang menggunakan teknik visual-auditif-taktil dengan hasil belajar siswa yang tidak menggunakan teknik visualauditif-taktil, baik di kelas tipe A, tipe B, maupun tipe C. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran menulis narasi dengan teknik visual-auditiftaktil dapat meningkatkan kemampuan menulis narasi siswa sekolah dasar. Kemampuan menulis siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan menulis siswa kelas kontrol. Adapun peningkatan faktor kemauan siswa terlihat dari indikator perhatian yang sungguh-sungguh dalam proses belajar dan respons terhadap tugas menulis yang diberikan.
Kata kunci: menulis narasi model, teknik visual-audit-taktil hasil belajar
PENDAHULUAN
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Bahasa dan Sastra Indonesia Sekolah Dasar disebutkan bahwa standar kompetensi menulis kelas V SD untuk masing-masing semester adalah: 1) mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan pengalaman secara tertulis dalam bentuk karangan, surat undangan, dan dialog sederhana; 2) mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan fakta secara tertulis dalam bentuk ringkasan, laporan dan puisi bebas.
Masing-masing kompetensi dasarnya sebagai berikut. Semester I, 1) menulis karangan berdasarkan pengalaman dengan memperhatikan pilihan kata dan penggunaan ejaan; 2) menulis surat undangan (ulang tahun, acara agama, kegiatan sekolah, kenaikan kelas, dll) dengan kalimat efektif dan memperhatikan ejaan; 3) menuliskan dialog sederhana antara dua atau tiga tokoh dengan memperhatikan isi serta peranannya. Pada semester II, kompetensi dasarnya berbunyi: 1) meringkas isi buku yang dipilih sendiri dengan memperhatikan penggunaan ejaan; 2) menulis laporan pengamatan atau kunjungan berdasarkan tahapan (catatan, konsep awal, perbaikan, final) dengan memperhatikan penggunaan ejaan; 3) menulis puisi bebas dengan pilihan kata yang tepat (KTSP Kelas V, tahun 2004).
Akan tetapi, dari hasil penelitian yang telah dilakukan Suparno dan Yunus (2008: 14) dijelaskan bahwa aspek pelajaran bahasa yang paling tidak disukai murid dan gurunya adalah menulis atau mengarang. Alasannya seperti yang disampaikan Graves (Suparno dan Yunus, 2008: 14) yang menyatakan bahwa seseorang enggan menulis karena tidak tahu untuk apa dia menulis, merasa tidak berbakat menulis. Ketidaksukaan tidak lepas dari pengaruh lingkungan keluarga dan masyarakatnya, serta pengalaman pembelajaran menulis di sekolah yang kurang memotivasi dan merangsang minat.
Alasan lain seperti yang disampaikan Smith (Suparno dan Yunus, 2008:14) yang menyebutkan juga bahwa pengalaman belajar menulis yang dialami siswa di sekolah tidak terlepas dari kondisi gurunya sendiri. Guru tidak dipersiapkan untuk terampil menulis dan mengajarkannya. Bahkan menurut Alwasilah dan Alwasilah (2005: 5) pembelajaran menulis tersebut sering ’dipersulit’ oleh mahasiswa dan dosen sendiri. Masalah lainnya sering juga tidak disadari oleh guru maupun siswa bahwa tujuan pembelajaran menulis adalah siswa terampil menulis. Tujuan ini sering terjebak hanya pada tataran pengetahuan menulis.
Berdasarkan uraian di atas, kesulitan menulis itu ternyata tidak hanya terjadi pada siswa tetapi juga pada mahasiswa. Teori quantum writing memberikan suatu pendekatan bahwa menulis dapat dilakukan siapa saja tanpa kemudian harus terjebak lebih dahulu dengan persoalan penyusunan kata yang baik dan benar (Hernowo, 2003: 9). Penelitian Pennebaker (Hernowo, 2003:31) terhadap para mahasiswa dengan menyuruh mahasiswa menuliskan pengalaman yang paling menggelisahkan atau paling traumatis dalam
kehidupan dengan tidak terlalu memikirkan tata bahasa, ejaan, atau struktur kalimat ternyata sangat mengagumkan. Mahasiswa mampu mengisahkan peristiwa yang demikian mendalam.
Jika potensi menulis mahasiswa dapat didekati dengan cara seperti yang dilakukan Pennebaker, maka tulisan ini mencoba membangkitkan potensi menulis yang ada pada para siswa SD. Menanamkan kemauan dan melatih kemampuan menulis sejak dini. Disadari bahwa kemampuan bercerita siswa sekolah dasar merupakan modal yang utama bagi pengembangan keterampilan berbahasa lainnya. Akan tetapi, tidak jarang siswa mengalami kesulitan ketika kemampuan bercerita ini dituangkan ke dalam bahasa tulis. Menurut Bereiter dan Scardamalia (dalam Hyland, 2002:27) yang terpenting bagi penulis pemula adalah adanya kesanggupan untuk menyampaikan isi, memberitahukan sesuatu yang mereka bisa ingat berdasarkan tugas, topik, dan genre (model knowledge- telling)
Berdasarkan perkembangan kemampuan persepsi anak, usia 8-12 tahun (usia anak SD) termasuk pada fase analisis. Pada fase ini anak sudah mampu membedakan sifat-sifat sesuatu atas bagian-bagiannya yang dikenal walaupun masih tetap dalam hubungan keseluruhannya (Meumann dalam Budiman, 2006:59). Teori lain menyebutkan juga bahwa setiap anak dilahirkan dengan aspek kecerdasan yang berbeda sesuai dengan fungsi otaknya. Otak berkaitan dengan mata dan dengan modalitas. Modalitas menurut DePorter (2005: 84) merupakan jaringan kerja saraf yang jauh lebih kompleks daripada televisi. Modalitas yang dimaksud adalah modalitas visual, auditorial, dan kinestetik.
Siswa merupakan pelaku utama dalam kegiatan belajar mengajar. Ia memiliki sejumlah potensi yang harus dikembangkan oleh guru. Guru sebagai fasilitator dalam kegiatan belajar mengajar harus mempunyai teknik yang tepat agar dapat menumbuhkembangkan potensi yang dimiliki siswa. Guru harus mampu membuat pembelajaran menjadi menyenangkan (accelerated teaching). Potensi siswa akan tumbuh dengan baik dalam suasana pembelajaran yang baik pula. Bakat yang tersembunyi digali sehingga siswa secara dramatis mampu melejitkan kemampuan dalam menyerap dan menyimpan informasi (accelerated learning).
Diketahui bahwa di dalam pembelajaran terlibat sejumlah komponen kegiatan belajar mengajar. Selain guru dan siswa, terdapat komponen lain seperti tujuan pembelajaran, bahan ajar, metode mengajar, media, juga evaluasi. Semuanya berpengaruh terhadap kegiatan belajar mengajar yang diciptakan.
Fakta empiris dan fakta teoretis itulah yang mendasari perlunya ditemukan sebuah metode yang paling tepat yang dapat menggugah siswa untuk mau dan mampu menulis. Apalagi jika melihat uraian di atas, bahwa guru memberikan pengaruh besar terhadap motivasi siswa menulis. Untuk itulah model ini diciptakan dalam rangka penciptaan suasana belajar yang menarik, yang dapat menggugah siswa untuk dapat merespon,
menanggapi atas apa yang ia lihat, apa yang ia dengar, dan apa yang ia rasakan. Cara siswa mencari atau menerima pelajaran yang dibutuhkannya sangat variatif. Sikap responsif siswa terhadap bahan ajar sangat didasarkan pada pengalaman yang dialaminya sendiri, pengalaman dengan mempergunakan alat indranya.
Tulisan diarahkan pada jenis narasi dengan alasan siswa SD sudah mampu bercerita secara lisan. Peningkatan kemampuan siswa ini dilakukan melalui penggunaan model pembelajaran teknik visual-auditif-taktil. Caranya adalah dengan pemanfaatan media visual-auditif dan pemanfaatan kecenderungan gaya belajar yang ada pada siswa di dalam mengolah bahan pelajaran yang disampaikan. Berdasarkan hal itu, tertanam kepada para siswa kemampuan untuk mendeskripsikan atau mencitrakan hasil visual, hasil auditif, dan hasil taktil.
Permasalahan; berdasarkan kemampuan persepsi siswa, guru sekolah dasar perlu mendesain pembelajaran sedemikian rupa sesuai dengan karakteristik perseptual siswa. Begitu pula dengan model pembelajaran menulis narasi yang akan dikembangkan dalam penelitian ini. Desain pembelajaran disusun sesuai dengan kondisi siswa.
Keterampilan menulis, sebagai salah satu kemahiran berbahasa yang produktif ini, mendorong seseorang untuk menyampaikan ide, pikiran, keinginan dan perasaan kepada orang lain melalui bahasa tulis. Bila dibandingkan dengan keterampilan berbahasa lainnya, sering sekali keterampilan menulis dianggap sebagai sebuah keterampilan yang paling sulit. Seperti yang disampaikan di atas, banyak alasan yang dikemukakan, antara lain karena kesulitan memulai mengekspresikan ide dalam bahasa tulis, kesulitan memilih kata-kata, kesulitan menentukan ide atau topik yang akan dituliskan, kekhawatiran salah ejaan, kekhawatiran salah dalam beretorika menulis, dan masih banyak lagi. Kesulitan dan kekhawatiran itu menyebabkan kemandegan dan akhirnya tidak menulis. Keadaan seperti itu tentu sangat tidak diharapkan karena pada hakikatnya menulis dapat dipelajari.
Dilatarbelakangi oleh dua kondisi di atas, yakni: menulis itu dapat dipelajari dan kondisi modal serta potensi kemampuan berbahasa yang ada pada siswa sekolah dasar, maka melalui penelitian ini akan dicobakan model pembelajaran guna mencoba mengurangi kesulitan-kesulitan di atas. Model ini perlu dilatihkan kepada para siswa dengan mulai melatih mereka dari awal, yakni dari awal seorang siswa mengenal menulis.
Potensi siswa akan tumbuh dengan baik dalam suasana pembelajaran yang baik pula. Untuk itulah guru perlu menciptakan suasana belajar yang menarik, yang dapat menggugah siswa untuk dapat merespon, menanggapi atas apa yang ia lihat, apa yang ia dengar, dan apa yang ia rasakan. Teknik mengajar harus dimiliki dan dikuasai guru. Bekal mencapai itu, guru harus mengetahui pula tipe belajar dan kondisi belajar yang ada sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan efektif.
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, penelitian ini akan mencoba mengkaji efektif tidaknya penggunaan model pembelajaran menulis dengan teknik visual-auditif-taktil dalam mengembangkan kemampuan menulis narasi pada siswa sekolah dasar. Untuk itu, guna memudahkan proses penelitian, dirumuskanlah masalah seperti berikut ini: (1) Bagaimanakah pelaksanaan model pembelajaran menulis narasi dengan teknik visual- auditif-taktil dalam meningkatkan kemampuan menulis narasi siswa sekolah dasar tersebut?; (2) Bagaimanakah hasil model pembelajaran menulis narasi dengan teknik visual-auditif-taktil dalam meningkatkan kemampuan menulis narasi siswa sekolah dasar tersebut?; dan (3) Seberapa tinggi hasil pelaksanaan model pembelajaran menulis narasi dengan teknik visual-auditif-taktil dapat meningkatkan kemampuan menulis narasi siswa sekolah dasar di Kabupaten Cianjur?
Mengkaji permasalahan di atas, terdapat dua titik perhatian (variabel) dalam penelitian ini, yaitu: a) variabel model pembelajaran menulis narasi dengan teknik visualauditif-taktil sebagai variabel bebas; dan b) variabel kemampuan menulis narasi siswa sekolah dasar sebagai variabel terikat.
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan pelaksanaan model pembelajaran menulis narasi dengan teknik visualauditif-taktil; (2) menggambarkan hasil model pembelajaran menulis narasi dengan teknik visual-auditif-taktil; dan (3) menggambarkan hasil peningkatan kemampuan menulis siswa dalam pembelajaran menulis narasi dengan menggunakan teknik visualauditif-taktil dan hasil tulisan siswa yang mengikuti pembelajaran menulis narasi dengan teknik mengarang bebas.
Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai teori-teori atau prinsip-prinsip dasar di dalam pembelajaran menulis narasi khususnya, dan model pembelajaran pada umumnya. Secara praktis, manfaat penelitian ini adalah menemukan teknik yang tepat dan efektif yang dapat digunakan oleh para pendidik di dalam rangka menggali potensi yang dimiliki oleh para siswa serta meningkatkan daya nalar siswa sesuai dengan kemampuan berpikirnya masing-masing. Dengan kata lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan landasan metodologis guna meningkatkan kualitas proses belajar mengajar, dan kualitas hasil belajar.
METODOLOGI PENELITIAN
Guna menguji keterhandalan model pembelajaran yang akan diteliti ini diperlukan sebuah metode penelitian yang tepat di dalam proses pengujiannya. Dari sekian metode penelitian yang ada, metode eksperimen lebih tepat digunakan untuk penelitian ini. Adapun jenis eksperimen yang digunakan adalah the randomized pretest-posttest control
group design (Fraenkel dan Wallen, 1993:248; Creswel, 1994:133; Cohen dan Manion, 1997: 167; Gall and Borg, 2003: 392). Adapun desainnya sebagai brikut:
Treatment Group R O X1 O
Control Group R O X2 O
R = Random Assigment untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol O = Pengukuran awal dan pengukuran akhir
X1 = Perlakuan pembelajaran melalui pengembangan menulis narasi dengan teknik VAT
X2 = Perlakuan pengajaran tanpa menggunakan model VAT.
Subjek populasi dalam penelitian ini adalah siswa sekolah dasar di Kabupaten Cianjur Tahun Ajaran 2007-2008. Pengambilan sampel didasarkan pada kelompokkelompok tertentu. Karena itu, teknik yang digunakan untuk penelitian ini adalah Cluster Random Sampling. Berdasarkan hal itu, sampel yang akan digunakan adalah siswa dan guru kelas 5 sekolah dasar. Jumlah SD yang dijadikan sampel sebanyak tiga yakni sekolah dasar yang bertipe A, tipe B, dan tipe C. Pada masing-masing tipe kelas ada kelas eksperimen dan ada pula kelas kontrolnya. Karena penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan penggunaan sebuah model pembelajaran menulis narasi dengan teknik visual-auditif-taktil, maka sasaran utamanya adalah kemampuan siswa menulis narasi dengan menggunakan teknik VAT.
Untuk memungkinkan pengukuran seberapa besar variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik tes, teknik observasi, teknik angket, dan teknik wawancara. Tes dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan siswa dalam menulis narasi melalui pengembangan model visual-auditif-taktil. Jenis tes yang dilakukan adalah tes tulis dengan bentuk tesnya adalah essay. Pelaksanaan tes ini dilakukan sebelum dan sesudah penggunaan Model Pembelajaran Menulis Narasi dengan Teknik Visual-Auditif-Taktil.
Analisis terhadap proses dilakukan secara kualitatif selama kegiatan berlangsung berdasarkan instrumen yang digunakan. Analisis proses dilakukan dengan cara: (1) melakukan berbagai pencatatan berdasarkan hasil observasi pada saat pelaksanaan pembelajaran dilakukan, sehingga diperoleh data lapangan selama kegiatan berlangsung secara deskriptif; (2) melakukan pengkodean dan identifikasi data; (3) mengklasifikasikan data sesuai dengan karakteristiknya berdasarkan gej ala yang dominan terjadi; (4) mengolah dan merumuskan data berdasarkan kriteria atau teori yang relevan, dan (5) menafsirkan data sebagai simpulan akhir.
Sementara analisis terhadap hasil kegiatan (karangan siswa) dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Secara kuantitatif, karangan siswa dianalisis berdasarkan pedoman penilaian karangan yang telah dibuat dengan merujuk pada pedoman penilaian karangan dan penilaian kenaratifan sebuah karangan. Pedoman penilaian ini merupakan hasil penyaringan dari beberapa teori (seperti yang disampaikan Nurgiyantoro (2001: 307), dan Alwasilah). Aspek-aspek karangan yang dianalisis meliputi: (1) deskripsi visual, deskripsi auditif, deskripsi taktil; (2) kausalitas; (3) kronologis; dan (4) aspekaspek narasinya meliputi: pelaku, waktu, tempat, dan peristiwa.
Selanjutnya, untuk menguji tingkat keefektifan pegembangan model pembelajaran menulis narasi dengan teknik VAT, teknik pengolahan data yang digunakan penulis dalam menganalisis data dilakukan dengan pemanfaatan program komputer software SPSS versi 15.0 for windows. Adapun langkah-langkah perhitungan dan pengolahannya sebagai berikut: (a) memilih dan memilah-milah karangan yang berjenis narasi; (b) memberi kode setiap karangan berdasarkan pengkodean (tipe sekolah, ada tidaknya perlakuan, prosedur tes, dan nomor urut siswa); (c) memeriksa setiap kalimat berdasarkan kategori deskripsi visual, auditif, taktil, kausalitas, dan kronologis melalui pengkodean yang telah ditetapkan; (d) memberi skor pada setiap karangan berdasarkan pensekoran yang telah ditentukan; (e) menghitung hasil penskoran setiap karangan siswa; (f) menentukan nilai akhir setiap karangan; (g) mentabulasi nilai tes awal dan tes akhir; (h) menguji normalitas kedua kelompok dengan uji Kolmogorov-Smirnov dengan mengambil taraf signifikasi (α) sebesar 0,05; (i) menguji homogenitas kedua kelompok dengan uji Leavene dengan mengambil taraf signifikasi (α) sebesar 0,05; (j) mencari persentase keberhasilan siswa dengan berpedoman kepada perhitungan persentase untuk skala sepuluh; (k) menghitung perbedaan nilai rata-rata tes awal dan tes akhir; (l) menentukan Mean (M), Standar Deviasi (SD) dan Standar Error (SE) dari nilai tes awal dan tes akhir; (m) mencari Standar Error perbedaan Mean antara kedua variabel tersebut; (n) menafsirkan to dengan mempergunakan Tabel Nilai ‘t”; (o) menguji hipotesis; dan (p) menafsirkan hasil uji hipotesis.
KAJIAN PUSTAKA
Teori yang dijadikan landasan dalam penelitian ini berkenaan dengan konsep model pembelajaran menulis narasi dengan teknik visual-auditif-taktil. Joyce dan Weil (1992: 1) menyebutkan bahwa model pengajaran sama dengan model pembelajaran. Ia menyatakan bahwa:
Models of teaching are really models of learning. As we help students acquire information, ideas, skills, values, ways of thinking, and means of expressing themselves, we are also teaching them how to learn. In fact, the most important longterm outcome of instruction may be the students in creased capabilities to learn more easily and effectively in the future, both because of the knowledge and skill they have acquired and because they have mastered learning process.
(Model pengajaran sesungguhnya adalah model pembelajaran, karena kita membantu para siswa memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai-nilai, pola pikir yang bertujuan untuk mengekspresikan dirinya sendiri, juga mengajari mereka bagaimana caranya belajar. Fakta menunjukkan hasil pembelajaran jangka panjang dalam pengajaran memungkinkan meningkatkan kemampuan para siswa untuk belajar lebih mudah dan lebih efektif di masa yang akan datang, karena kedua aspek, pengetahuan dan keterampilan yang mereka raih, sehingga mereka menguasai proses pembelajaran).
Pernyataan di atas memperlihatkan bahwa model pengajaran atau model pembelajaran itu diharapkan dapat membantu siswa untuk memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai-nilai, pikiran, gagasan serta membantu para siswa untuk dapat belajar. Dengan model ini juga diharapkan hasil belajar mereka lebih meningkat dan mereka dapat belajar dengan lebih mudah dan lebih efektif, karena mereka sudah memiliki pengetahuan dan keterampilan yang telah diperolehnya pada saat proses pembelajaran.
Dalam pernyataan ini Joyce dan Weil (1992: 2) lebih menitikberatkan pada tujuan penggunaan sebuah model pengajaran. Menurutnya, penggunaan model pengajaran atau model pembelajaran diharapkan dapat membantu siswa untuk belajar lebih efektif, lebih meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa sehingga siswa merasa lebih mudah di dalam belajar. Pada pernyataan lain, Joyce & Weil juga (1992: 4) menyebutkan bahwa model mengajar (model of teaching) adalah “a plan or pattern that we can use to design face-to-face teaching in classroom or tutorial setting and shape instructional materials- including books, films, tapes, computer-mediated programs, and curricula (longterm courses of study)”. (“Model pengajaran adalah sebuah rencana atau pola yang dapat digunakan untuk merancang pembelajaran langsung di dalam kelas atau di lapangan secara tutorial dan membentuk materi pengajaran seperti buku, film, tape, program komputer, dan kurikulum (belajar jangka panjang”).
Joyce dan Weil (1992: 14) mengisyaratkan bahwa di dalam sebuah model mengajar mengandung beberapa unsur yang harus diperhatikan, yakni: 1) orientation to the model (orientasi model), 2) the model of teaching (model mengajar), 3) application (penerapan), dan 4) instructional and nurturant effect (dampak instruksional dan penyerta).
Dijadikannya visual-auditif-taktil sebagai sebuah teknik yang digunakan dalam model pembelajaran menulis narasi ini didasarkan pada Al-Quran, Al-Hadits, dan teoriteori belajar yang berkembang dewasa ini. Setiap anak dilahirkan dengan aspek kecerdasan yang berbeda sesuai dengan fungsi otaknya. Otak berkaitan dengan mata dan dengan modalitas. Modalitas menurut DePorter (2005: 84) merupakan jaringan kerja saraf yang jauh lebih kompleks daripada televisi. Modalitas yang dimaksud adalah modalitas visual, auditorial, dan kinestetik. Setiap jaringan saraf memiliki kemungkinan tidak terbatas, semuanya berasal dari tempat yang sama. Semua orang memiliki akses pada ketiga modalitas tersebut. Akan tetapi, hampir semua orang cenderung pada salah satu modalitas belajar yang berperan sebagai saringan untuk pembelajaran, pemrosesan, dan komunikasi (Bandler dan Grinder dalam DePorter, 2005:84). Ada juga orang yang kecenderungannya tidak hanya pada salah satu aspek modalitas, tetapi juga memanfaatkan kombinasi modalitas tertentu yang memberi mereka bakat dan kekurangan alami tertentu (Markova dalam DePorter, 2005: 85). Dalam tulisan ini istilah ketiga yang menunjukkan pada gerak dan rasa, digunakan dengan istilah ”taktil” (Waluyo, 1995:78). Taktil (Inggris: tactile yang berarti berkenaan dengan indra perasa atau pengecap).
Teori lain seperti yang dikatakan di atas, teknik ini didasari oleh adanya keragaman tipe belajar yang dilakukan anak. Keberagaman tipe belajar ini tentu akan mempengaruhi daya tangkap, pemahaman dan gaya belajarnya. Untuk itu, bagi seorang guru, pemahaman akan tipe belajar siswa penting sekali diketahui agar dapat mengoptimalkan kelebihan potensi siswa yang ada atau sebaliknya dapat juga mengatasi segala kekurangannya. Karena itu, dalam kaitannya dengan penelitian ini guru perlu memahami teori-teori berkenaan dengan accelerated learning, accelerated teaching, quantum learning, dan lain-lain.
Berdasarkan keragaman tipe belajar, siswa dapat dikelompokkan dari segi caracara yang mereka senangi dalam mengenali sesuatu, yakni ada siswa bertipe visual, bertipe auditif, dan bertipe kinestetik. Pada dasarnya semua siswa memiliki ketiga tipe belajar tersebut. Hanya, setiap siswa mempunyai kecenderungan pada gaya mana yang lebih ia sukai daripada gaya-gaya yang lain.
a. Tipe Visual
Seorang siswa yang bertipe visual, perolehan belajar akan lebih cepat dengan cara melihat (proses visualisasi). Oleh karena itu, untuk menciptakan gambaran, ingatan ataupun pemahaman dalam otaknya harus ada gambar-gambar sebagai medianya. Sangat sulit bagi anak bertipe visual ini kalau hanya membayangkan dan mendengarkan hal-hal yang akan dipelajarinya, tetapi tidak ada alat peraganya. Dengan kata lain, seorang siswa
visual, belajar akan lebih cepat dengan menggunakan mata sebagai indera pelengkap. Siswa visual senang belajar dari buku, presentasi yang menggunakan gambar-gambar, video, dan berbagai alat belajar yang menarik bagi mata (Bang Al, 2005).
DePorter & Hernacki (2003: 116-118) menjelaskan beberapa ciri orang visual, orang auditori, dan orang bertipe taktil (kinestetik) seperti pada bagian di bawah ini. Pada orang bertipe visual, ia menyebutkan sejumlah ciri sebagai berikut: (1) mengingat apa yang dilihat daripada apa yang didengar; (2) mengingat dengan aosiasi visual; (3) mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis, dan sering minta bantuan orang untuk mengulanginya; (4) membutuhkan pandangan dan tujuan yang menyeluruh dan bersikap waspada sebelum secara mental merasa pasti tentang suatu masalah; (5) mencoret-coret tanpa arti selama berbicara di telepon atau di dalam kegiatan rapat; (6) lebih suka melakukan demonstrasi daripada berpidato; (7) sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat ya atau tidak; (8) pengeja yang baik dan dapat melihat kata-kata yang sebenarnya dalam pikiran mereka; dan (9) teliti terhadap detail, dan lain-lain.
b. Tipe Auditori
Seorang siswa yang bertipe auditori lebih suka belajar dengan cara mendengarkan dibanding disuruh membaca sendiri. Ia berpikir logis analitis dan memiliki urutan dalam berpikir. Ia lebih nyaman bila pembelajaran yang diberikan berkaitan dengan bunyi dan angka, mengikuti petunjuk dengan keteraturan. Ia lebih banyak mempergunakan kemampuan mendengar dengan koordinasi imajinasi dan kemampuan fantasinya untuk memahami suatu konsep maupun untuk menyimpan suatu ingatan. Karena itu, siswa auditori lebih mudah menangkap pelajaran yang disampaikan dengan lantunan kaset, ceramah yang disampaikan dengan suara merdu dan enak didengar, serta berbagai media yang menggunakan media suara.
Siswa auditori kurang tertarik membaca, kalaupun membaca dengan suara keras. Itu sebabnya, siswa auditori mudah terganggu oleh keributan. Kalau membaca mudah mengantuk. Karena itu, bagi siswa auditori kegiatan membaca sebaiknya dilakukan bersama-sama dengan membuat catatan-catatan pendek atau merekam suaranya sendiri ketika membaca.
Berdasarkan uraian di atas, orang bertipe auditori menurut DePorter & Hernacki (2003: 116-118) memiliki ciri-ciri seperti: (1) belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusiakan daripada apa yang dilihat; (2) merasa kesulitan dalam menulis tetapi hebat dalam bercerita; (3) berbicara dengan irama yang terpola; (3) pembicara yang fasih; (4) suka berbicara, suka berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu
dengan panjang lebar; (5) senang membaca keras dan mendengarkan; (6) dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, birama, dan warna suara; dan (7) mudah terganggu oleh keributan.
c. Tipe Kinestetik
Selanjutnya, seorang siswa yang bertipe taktil, belajar lebih mudah diserap melalui alat peraba, yaitu tangan atau kulit. Pada sumber lain (DePorter & Hernacki, 2003: 113) menyebutkan tangan merupakan modalitas belajar kinestetik, yakni belajar dengan cara bergerak, bekerja, dan menyentuh.
Orang-orang yang bertipe kinestetik mempunyai ciri: (1) berbicara dengan perlahan; (2) menanggapi perhatian fisik; (3) menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka; (4) berdiri dekat ketika berbicara dengan orang lain; (5) selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak; (6) belajar melalui memanipulasi dan praktik; (7) menghapal dengan cara berjalan dan melihat; (8) banyak menggunakan isyarat tubuh; dan(9) tidak dapat duduk diam untuk waktu lama.
Dalam kegiatan belajar, visual, audio, dan kinestetik ini merupakan konsep kunci berbagai teori dan strategi belajar (DePorter & Hernacki, 2003: 16). Berlandaskan pada teori di atas, modalitas belajar visual, audio, dan kinestetik tersebut akan digunakan di dalam pembelajaran menulis narasi dengan penerapan penggalian daya bayang indera siswa melalui pemanfaatan penglihatan, pendengaran, maupun perasaan. Akan tetapi, istilah yang akan digunakan di sini adalah istilah visual-auditif-taktil.
HASIL PENELITIAN
Sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang ditetapkan, penelitian ini berkenaan dengan: 1) pelaksanaan model pembelajaran menulis narasi dengan teknik visual-auditif-taktil; 2) hasil model pembelajaran menulis narasi dengan teknik visualauditif-taktil; dan 3) peningkatan kemampuan menulis narasi siswa SD melalui model pembelajaran menulis narasi dengan teknik visual-auditif-taktil.
1. Pelaksanaan Model Pembelajaran
Dari hasil penelitian berkenaan dengan pelaksanaan model ini terdapat sejumlah data berkenaan dengan kualitas penggunaan model tersebut. Diperoleh data bahwa dalam pelaksanaan model ini: (a) siswa dapat secara langsung menulis apa yang dilihat secara nyata; (b) melalui model ini cara berfikir siswa semakin sitematis; (c) siswa lebih memperhatikan, tampak senang, dan sangat hidup; (d) dalam model ini, penyampaian materi lebih terarah, menarik minat siswa, lebih banyak menambah perbendaharaan kata,
dan memudahkan siswa untuk menyusun kata menjadi sebuah kalimat, menyusun kalimat menjadi sebuah karangan; (e) meningkatnya pengetahuan siswa karena tuntutan visual, audif, dan taktil; (f) minat siswa untuk belajar sangat tinggi, terlihat dari ketika proses belajar berlangsung, semua siswa aktif, bahkan tidak jarang mereka tertawa bersama, perhatian penuh pada apa yang ditayangkan; (g) belajar menjadi sangat menyenangkan; (h) model ini dapat melatih siswa untuk menggunakan visual, auditif, dan taktil, sehingga mereka dapat bekerja dengan optimal; (i) aktivitas siswa menjadi terarah, bahkan proses belajar mengajar model ini langsung menarik minat anak; (j) model ini mengajak siswa untuk melihat langsung objek yang ada, sehingga para siswa mempunyai pengalaman tidak langsung berdasarkan hasil melihat tayangan di televisi; dan (k) kelemahan yang muncul di dalam model pembelajaran ini adalah apabila siswa selama pembelajaran tidak memperhatikan secara seksama, maka ia akan kebingungan dalam mengerjakan tugas selanjutnya.
Berikut beberapa foto kegiatan siswa selama pelaksanaan pembelajaran.
Gambar di atas memperlihatkan kegiatan para siswa dalam mengekpresikan apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan berkenaan dengan konteks yang ada. Terlihat dengan jelas perhatian mereka dengan penuh rasa senang, tanpa santai tetapi semua terkonsentrasikan pada keinginan untuk menuangkan hasil pengamatan. Sesekali mereka pun berdiskusi dengan temannya dan bertanya kepada guru tentang istilah yang dilihat, didengar, ataupun dirasakannya.
Pada bagian lain tampak para siswa melakukan pengamatan terhadap tayangan yang diperlihatkan guru di dalam kelas, seperti terlihat pada gambar-gambar di bawah ini. Mereka pun mengamati apa yang dilihat, didengar, dan dirasakannya berdasarkan pengamatan masing-masing terhadap gambar atau film yang diperlihatkan guru. Tidak ada seorang anak pun yang tidak terlibat selama pembelajaran. Semuanya memperhatikan dengan rasa ingin tahu apa yang akan terjadi dari gambar-gambar atau film yang diperlihatkan gurunya itu.
Di akhir pembelajaran, guru mempersilakan para siswa untuk membacakan tulisannya di depan kelas. Pada tahap ini, anak dilatih untuk berani serta mau menyampaikan apa yang dilihat, didengar, dan dirasakannya. Pada mulanya anak malumalu untuk membacakan tulisannya itu, tetapi dengan strategi guru membangkitkan kembali apa saja yang dilihat, didengar, dan dirasakan berdasarkan kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan, akhirnya siswa berani untuk menyampaikannya. Bahkan, guru harus mengatur keinginan para siswa untuk membacakan tulisannya di depan kelas tersebut. Berikut contoh gambar siswa saat membacakan tulisannya di depan kelas.
2. Hasil Model Pembelajaran
Analisis terhadap hasil penggunaan model pembelajaran menulis narasi dengan teknik visual-auditif-taktil dilakukan pada sejumlah siswa dari sekolah yang berbeda tipe, masing-masing dari sekolah yang bertipe A, bertipe B, dan bertipe C. Pengambilan tipe sekolah yang berbeda dengan maksud untuk menguji keterhandalan model ini. Dengan kata lain, apakah model ini bisa digunakan oleh berbagai siswa dari berbagai tipe sekolah yang ada. Hasil model pembelajaran memperlihatkan data sebagai berikut.
Tabel 1
Rata-rata Peningkatan Skor Tiap Aspek pada Tiap Tipe Sekolah
Tipe |
Aspek Kelompok | Jenis Tes |
Deskripsi |
Deskrips i Auditif |
Deskripsi |
Kausa |
Kro- |
∑ |
Nilai |
A |
Eksperimen | Tes Awal |
3,53 |
1,00 |
1,21 |
3,11 |
3,03 |
11,87 |
47,47 |
Tes Akhir |
4,82 |
1,66 |
3,00 |
3,92 |
4,00 |
17,39 |
69,58 |
||
Gain |
1,29 |
0,66 |
1,79 |
0,81 |
0,97 |
5,52 |
22,11 |
||
Kontrol | Tes Awal |
4,47 |
1,17 |
2,00 |
2,03 |
2,13 |
11,80 |
47,20 |
|
Tes Akhir |
4,80 |
1,60 |
2,60 |
2,57 |
2,90 |
14,47 |
57,87 |
||
Gain |
0,33 |
0,43 |
0,60 |
0,54 |
0,77 |
2,67 |
10,67 |
||
B |
Eksperimen | Tes Awal |
3,84 |
1,00 |
1,34 |
1,41 |
1,72 |
9,31 |
37,25 |
Tes Akhir |
4,90 |
1,90 |
2,00 |
3,60 |
3,90 |
16,40 |
65,50 |
||
Gain |
1,06 |
0,90 |
0,66 |
2,19 |
2,18 |
7,09 |
28,25 |
||
Kontrol | Tes Awal |
3,90 |
1,00 |
1,67 |
1,52 |
1,19 |
9,29 |
37,14 |
|
Tes Akhir |
4,67 |
1,43 |
2,29 |
2,90 |
3,10 |
14,38 |
57,52 |
||
Gain |
0,77 |
0,43 |
0,62 |
1,38 |
1,91 |
5,09 |
20,38 |
||
C | Eksperimen | Tes Awal |
3,91 |
1,06 |
1,16 |
1,47 |
1,75 |
9,34 |
37,38 |
Tes Akhir |
4,75 |
1,97 |
2,00 |
3,47 |
3,81 |
16,00 |
64,00 |
||
Gain |
0,84 |
0,91 |
0,84 |
2,00 |
2,06 |
6,66 |
26,63 |
Tipe |
Aspek Kelompok | Jenis Tes |
Deskripsi |
Deskrips i Auditif |
Deskripsi |
Kausa |
Kro- |
∑ |
Nilai |
Kontrol | Tes Awal |
4,10 |
1,05 |
1,29 |
1,43 |
1,43 |
9,29 |
37,14 |
|
Tes Akhir |
4,14 |
1,33 |
2,10 |
2,76 |
3,00 |
13,30 |
53,33 |
||
Gain |
0,04 |
0,28 |
0,81 |
1,33 |
1,57 |
4,01 |
16,19 |
Berdasarkan tabel di atas gambaran kemampuan mereka pada setiap aspek seperti berikut.
- a. Kemampuan Deskripsi Visual
Berpatokan pada skala lima, kemampuan awal siswa dalam mendeskripsikan hasil visual di kelas A rata-rata 3,53 (tergolong rata-rata berkemampuan cukup). Di kelas B, rata-rata 3,84 (cukup), dan di kelas C rata-rata 3,91 (cukup). Kemampuan akhirnya, di kelas A rata-rata 4,82 (baik), di kelas B rata-rata 4,9 (baik), dan di kelas C rata-rata 4,75 (baik).
Pada aspek deskripsi visual ini rata-rata kemampuan mereka mengalami peningkatan dari kategori cukup menjadi baik, walaupun rata-rata peningkatannya sangat variatif.
- b. Kemampuan Deskripsi Auditif
Dalam mendeskripsikan hasil auditif kemampuan awal para siswa di kelas A rata- rata masih tergolong gagal (1,00). Di kelas B juga rata-rata 1,0 (gagal). Di kelas C rata- rata awal kemampuan deskripsi auditifnya adalah juga gagal (1,06). Setelah mengikuti pembelajaran, rata-rata kemampuan deskripsi auditif setiap kelas mengalami peningkatan walaupun sangat tipis. Di kelas A rata-rata akhir deskripsi auditif 1,66 (masih tergolong kurang). Di kelas B, rata-rata akhir deskripsi auditif 1,9 (kurang ), dan di kelas C rata-rata akhir deskripsi auditif 1,97 (kurang). Walaupun mengalami peningkatan dalam aspek ini, akan tetapi kemampuan siswa dalam mendeskripsikan hasil auditif masih tergolong kurang, karena peningkatannya sangat tipis.
- c. Kemampuan Deskripsi Taktil
Kemampuan awal para siswa dalam mengekspresikan deskripsi taktil pada kelas A rata-rata masih gagal (1,21). Begitu pun di kelas B dan di kelas C, masih termasuk gagal (rata-rata masing-masing di kelas B 1,34 dan di kelas C 1,16).
Setelah mereka mengikuti pembelajaran menulis narasi melalui model pembelajaran teknik visual-auditif-taktil, kemampuan mereka dalam bidang ini mengalami peningkatan. Masingh-masing di kelas A rata-rata 3 (tergolong cukup), di kelas B rata-rata 2 (masih tergolong kurang), dan dfi kelas C rata-rata 2 juga (kurang).
- d. Kemampuan Kausalitas
Kemampuan mereka di dalam menjalin hubungan peristiwa antara pendahuluan, konteks, waktu kejadian, kapan dan di mana, konflik kecil, siapa yang terlibat, latar belakang rinciannya, apa yang terjadi, kejadian yang mengarah ke musibah, klimaks, konflik utama, resolusi, konflik kecil lain, dan konklusi di dalam peristiwa yang ia tulis satu dengan yang lain tidak sama.
Kemampuan awal di kelas A rata-rata 3,11 (cukup), di kelas B rata-rata 1,41 (gagal) dan di kelas C rata-rata 1,47 (gagal). Kemampuan akhirnya, setelah mereka mengikuti model pembelajaran menulis narasi dengan teknik visual-auditif-taktil, rata- rata akhir kemampuan mereka meningkat. Di kelas A rata-rata aspek ini 4,82 (tergolong baik), di kelas B rata-rata akhir 3,6 (tergolong baik), dan di kelas C rata-rata akhir 3,47 (tergolong cukup).
- e. Kemampuan Kronologis
Dalam aspek kronologis, kemampuan para siswa dalam membuat urutan waktu yang mengikat jalinan peristiwa dalam pendahuluan, konteks, waktu kejadian, kapan dan di mana, konflik kecil, siapa yang terlibat, latar belakang rinciannya, apa yang terjadi, kejadian yang mengarah ke musibah, klimaks, konflik utama, resolusi, konflik kecil lain, dan konklusi pun sangat variatif.
Kemampuan awal meraka, di kelas A rata-rata 3,03 (cukup). Kemampuan awal di kelas B rata-rata 1,72 (gagal), dan di kelas C rata-rata kemampuan awal mereka pada aspek kronologis ini 1,75 (gagal). Akan tetapi setelah mengikuti model pembelajaran menulis narasi dengan teknik visual-auditif-taktil, kemampuan mereka rata-rata mengalami peningkatan. Sementara, kemampuan akhir para siswa dalam aspek kronologis di kelas A rata-rata menjadi 4,0 (tergolong baik), di kelas B rata-rata 3,9 (cukup/hampir baik), dan di kelas C rata-rata menjadi 3,81 (cukup/hampir baik).
Dari semua aspek yang dianalisis, kemampuan deskripsi auditif dan deskripsi taktil pada siswa merupakan salah satu aspek yang dirasa paling sulit. Hal ini karena pada kedua aspek ini unsur abstraknya sangat dalam, sehingga penggambaran apa yang didengar dan dirasa sering dikalahkan oleh sesuatu yang kongkret yang ia lihat. Oleh karena itu, rata-rata kemampuan mereka pada aspek deskripsi visual sudah cukup, dan sudah baik.
3. Peningkatan Kemampuan Hasil Belajar
Berdasarkan hasil penghitungan gain antara tes awal dan tes akhir pada setiap tipe sekolah dan setiap kelompok dapat diketahui seberapa tinggi peningkatan yang ada.
Peningkatan hasil belajar pembelajaran menulis narasi dengan menggunakan teknik visual-auditif-taktil pada siswa kelas tipe A meningkat dengan rata-rata peningkatan 22,11. Dari kemampuan awal rata-rata 47,47 pada kemampuan rata-rata hampir sedang meningkat menjadi berkemampuan rata-rata 69,5 8 (tergolong rata-rata kemampuan cukup).
Peningkatan hasil belajar pembelajaran menulis narasi dengan menggunakan teknik visual-auditif-taktil pada siswa kelas tipe B meningkat dengan rata-rata peningkatan 28,25. Dari kemampuan awal nilai rata-rata 37,25 pada kemampuan rata-rata kurang meningkat menjadi berkemampuan nilai rata-rata 65,5 (tergolong rata-rata kemampuan sedang).
Peningkatan hasil belajar pembelajaran menulis narasi dengan menggunakan teknik visual-auditif-taktil pada siswa kelas tipe C meningkat dengan rata-rata peningkatan 26,63. Dari kemampuan awal rata-rata 37,3 8 pada kemampuan rata-rata kurang meningkat menjadi berkemampuan rata-rata 64,0 (tergolong rata-rata kemampuan sedang).
Adapun peningkatan hasil belajar pada kelas kontrol di setiap tipe sekolah berdasarkan hasil penghitungan gain tes awal dengan tes akhir adalah sebagai berikut. Peningkatan hasil belajar pembelajaran menulis narasi pada kelas kontrol siswa kelas tipe A meningkat dengan rata-rata peningkatan 10,67. Dari kemampuan awal rata-rata 47,20 pada kemampuan rata-rata hampir sedang meningkat menjadi berkemampuan rata- rata 57,87 (tergolong rata-rata kemampuan sedang).
Peningkatan hasil belajar pembelajaran menulis narasi pada kelas kontrol siswa kelas tipe B meningkat dengan rata-rata peningkatan 20,3 8. Dari kemampuan awal rata- rata 37,14 pada kemampuan rata-rata kurang meningkat menjadi berkemampuan rata-rata 57,52 (tergolong rata-rata kemampuan sedang).
Peningkatan hasil belajar pembelajaran menulis narasi pada siswa kelas kontrol C meningkat dengan rata-rata peningkatan 16,19. Dari kemampuan awal rata-rata 37,14 pada kemampuan rata-rata kurang meningkat menjadi berkemampuan rata-rata 53,3 3 (tergolong rata-rata kemampuan sedang).
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Guna memaknai peningkatan kemampuan siswa yang ada pada setiap tipe sekolah yang dijadikan sampel penelitian ini, berdasarkan hasil pengujian terhadap gain masing-masing tipe sekolah diperoleh hasil sebagai berikut.
Peningkatan kemampuan siswa menulis narasi pada tipe sekolah A berdasarkan hasil uji kesamaan dua rata-rata skor gain dengan mengambil taraf
signifikansi (α) sebesar 0,05 diperoleh nilai t hitung (t-test for Equality of Mean) sebesar 4,131 dengan df = 38 + 30 – 2 = 66 dengan kriteria uji 2 pihak t0,025 didapat ttabel sebesar 1,996. Berdasarkan kriteria uji dapat disimpulkan terdapat perbedaan kemampuan yang signifikan antara kemampuan menulis narasi siswa SD yang menggunakan model pembelajaran teknik visual-auditif-taktil dengan kemampuan menulis narasi siswa SD yang tidak menggunakan model pembelajaran teknik visual-auditif-taktil dengan kata lain pada saat gain terdapat perbedaan kemampuan antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol, dengan kemampuan eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol pada kelas tipe A.
Selanjutnya, berdasarkan uji kesamaan dua rata-rata skor gain eksperimen dan kontrol pada kelas tipe B, dapat dilihat bahwa dengan mengambil taraf signifikansi (α) sebesar 0,05 diperoleh nilai t hitung (t-test for Equality of Mean) sebesar 2,343 dengan df = 32 + 21 – 2 = 51 dengan kriteria uji 2 pihak t0,025 didapat ttabel sebesar 2,008. Berdasarkan kriteria uji dapat disimpulkan terdapat perbedaan kemampuan yang signifikan antara kemampuan menulis narasi siswa SD yang menggunakan model pembelajaran teknik visual-auditif-taktil dengan kemampuan menulis narasi siswa SD yang tidak menggunakan model pembelajaran teknik visual-auditif-taktil. Dengan kata lain pada saat gain terdapat perbedaan kemampuan antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol, dengan kemampuan untuk eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol pada kelas tipe B.
Hasil uji kesamaan dua rata-rata skor gain eksperimen dan kontrol pada kelas tipe C dapat dilihat bahwa dengan mengambil taraf signifikansi (α) sebesar 0,05 diperoleh nilai t hitung (t-test for Equality of Mean) sebesar 2,818 dengan df = 32 + 21 – 2 = 51 dengan kriteria uji 2 pihak t0,025 didapat ttabel sebesar 2,008. Berdasarkan kriteria uji dapat disimpulkan terdapat perbedaan kemampuan yang signifikan antara kemampuan menulis narasi siswa SD yang menggunakan model pembelajaran teknik visualauditif-taktil dengan kemampuan menulis narasi siswa SD yang tidak menggunakan model pembelajaran teknik visual-auditif-taktil. Dengan kata lain pada saat gain terdapat perbedaan kemampuan antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol, dengan kemampuan untuk eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol pada kelas tipe C.
Adapun perbedaan kemampuan menulis narasi siswa SD pada ketiga kelas eksperimen adalah sebagai berikut.
Tabel 2
Skor Tes Akhir Eksperimen Kelas Tipe A, Tipe B, dan Tipe C
Descriptives
Nilai Postes
95% Confidence Interval for |
||||||||
N |
Mean |
Std. Deviation |
Std. Error |
Lower Bound |
Upper Bound |
Minimum |
Maximum |
|
Kelas A |
38 |
69.58 | 11.258 | 1.826 | 65.88 | 73.28 |
52 |
88 |
Kelas B |
32 |
65.50 | 10.692 | 1.890 | 61.65 | 69.35 |
48 |
84 |
Kelas C |
32 |
64.00 | 14.115 | 2.495 | 58.91 | 69.09 |
32 |
88 |
Total |
102 |
66.55 | 12.187 | 1.207 | 64.16 | 68.94 |
32 |
88 |
Berdasarkan tabel di atas diperoleh data yang menunjukkan deskripsi dari variabelvariabel yang dianalisis dengan jumlah kasus 102 terdiri dari Shiftt Satu = 38 kasus; Shiftt Dua = 32 kasus; dan Shiftt Tiga = 32 kasus.
Shiftt Satu : rata-rata = 69,58; simpangan baku = 11,258; nilai terkecil (minimum) = 52 dan nilai terbesar (maksimal) = 88
Shiftt Dua : rata-rata = 65,50; simpangan baku = 10,692; nilai terkecil (minimum) = 48 dan nilai terbesar (maksimal) = 84.
Shiftt Tiga : rata-rata = 64,00; simpangan baku = 14,115; nilai terkecil (minimum) = 32 dan nilai terbesar (maksimal) = 88.
Total ketiga kelas yaitu kelas tipe A, kelas tipe B, dan kelas tipe C memiliki rata- rata sebesar 66,55 dengan simpangan bakunya 12,187.
Tabel 3
Homogenitas Skor Tes Akhir Eksperimen Kelas Tipe A, Tipe B, dan Tipe C
Test of Homogeneity of Variances Nilai Postes
Levene |
df1 |
df2 |
Sig. | |
1.433 |
2 |
99 |
.243 |
Berdasarkan hasil analisis SPSS sig sebesar 0,243. Ternyata α = 0,05 lebih kecil dari nilai sig [0,05 < 0,243]. Artinya kemampuan menulis narasi siswa SD yang menggunakan model pembelajaran teknik visual-auditif-taktil ketiga kelas homogen. Jadi, ketiga varians (Kemampuan menulis narasi siswa SD yang menggunakan model pembelajaran teknik visualauditif-taktil ketiga tipe kelas (kelas tipe A; kelas tipe B; dan kelas tipe C) tersebut homogen/sejenis). Dapat juga dikatakan bahwa data ketiga variabel tersebut adalah homogen sehingga model pembelajaran teknik visual-auditif-taktil pada ketiga kelas tersebut efektif.
Keterangan: bahwa data ini dapat dianalisis dengan menggunakan analisis parametriks (one way analysis). Jika data ini tidak homogen, maka dianalisis dengan menggunakan analisis nonparametiks. Jadi asumsi kesamaan varians untuk uji ANOVA sudah terpenuhi.
Tabel 4
ANOVA Skor Tes Akhir Eksperimen Kelas Tipe A, Tipe B, dan Tipe C
ANOVA
Nilai Postes
Sum of |
df |
Mean Square |
F | Sig. | |
Between Groups Within Groups Total | 591 .992 14409.263 15001.255 | 2 99 101 |
295.996 |
2.034 |
.136 |
Tabel di atas menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara kemampuan menulis narasi siswa SD yang menggunakan model pembelajaran teknik visualauditif-taktil pada ketiga tipe kelas. Ternyata probabilitas (0,136) lebih besar dari 0,05 atau 0,136 > 0,05, sehingga model anova tidak dapat dipakai untuk menguji signifikansi antarvarians. Jadi, rata-rata kemampuan menulis narasi siswa SD yang menggunakan model pembelajaran teknik visual-auditif-taktil pada ketiga tipe kelas tersebut adalah sama (homogen).
Berikut visualisasi rata-rata tes awal dan tes akhir pada setiap tipe kelas Eksperimen dan kontrol.
Grafik Rata-rata Tes Awal dan Tes Akhir Kelas Eksperimen
Grafik 1 Grafik Nilai Rata-rata Tes Awal dan Tes Akhir
Kelas Eksperimen
Pretes |
Postes |
|
Kelas tipe A |
47.47 |
69.58 |
Kelas tipe B |
37.25 |
65.5 |
Kelas tipe C |
37.38 |
64 |
Grafik Rata-rata Tes Awal dan Tes Akhir Kelas Kontrol
Grafik 2 Grafik Nilai Rata-rata Tes Awal dan Tes Akhir Kelas Kontrol
Pretes |
Postes |
|
Kelas tipe A |
47.2 |
57.87 |
Kelas tipe B |
37.14 |
57.52 |
Kelas tipe C |
37.14 |
53.33 |
Grafik Perbandingan Rata-rata Gain
antara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Grafik 3 Grafik Perbandingan Rata-rata Gain Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Eksperimen |
Kontrol |
|
Kelas tipe A |
22.11 | 10.67 |
Kelas tipe B |
28.25 | 20.38 |
Kelas tipe C |
26.63 | 16.19 |
KESIMPULAN HASIL PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah: a) mendeskripsikan pelaksanaan model pembelajaran menulis narasi dengan teknik visual-auditif-taktil; b) menggambarkan hasil model pembelajaran menulis narasi dengan teknik visual-auditif-taktil; dan c) menggambarkan hasil peningkatan kemampuan menulis siswa dalam pembelajaran menulis narasi dengan menggunakan teknik visual-auditif-taktil dan hasil kemampuan siswa yang mengikuti pembelajaran menulis narasi dengan teknik mengarang bebas.
Hasilnya membuktikan bahwa model pembelajaran menulis narasi dengan teknik visual-auditif-taktil, baik di dalam proses pelaksanaan pembelajaran maupun di dalam hasil pembelajaran efektif untuk meningkatkan kemampuan menulis narasi siswa. Di dalam proses pembelajaran terbukti siswa dapat meningkatkan motivasinya untuk mau menulis. Dari hasil pembelajaran terbukti juga siswa mampu menulis dengan memanfaatkan kemampuan mendeskripsikan hasil visual, auditif, dan taktil. Kemampuan mereka terlihat dari kuantitas penuangan ide/gagasan, pikiran, ataupun perasaan di dalam tulisannya. Semakin banyak mendeskripsikan hasil visual, auditif, taktil semakin banyak pula ide/gagasan yang diungkapkan oleh para siswa.
Peningkatan hasil pembelajaran menulis narasi dengan menggunakan teknik visual-auditif-taktil pada siswa kelas tipe A meningkat dengan rata-rata peningkatan 22,11. Sementara peningkatan hasil pembelajaran menulis narasi dengan menggunakan teknik visual-auditif-taktil pada siswa kelas tipe B meningkat dengan rata-rata peningkatan 28,25. Selanjutnya, peningkatan hasil belajar pembelajaran menulis narasi dengan menggunakan teknik visual-auditif-taktil pada siswa kelas tipe C meningkat dengan rata-rata peningkatan 26,63.
Dari hasil pengujian hipotesis setelah dibandingkan dengan kelas kontrol berdasarkan hasil pengujian data dapat dilihat bahwa dengan mengambil taraf signifikansi (α) sebesar 0,05 diperoleh nilai t hitung sebesar 4,131 dengan df = 38 + 30 – 2 = 66 dengan kriteria uji 2 pihak t0,025 didapat ttabel sebesar 1,996. Berdasarkan kriteria
uji, maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan kemampuan yang signifikan antara kemampuan menulis narasi siswa SD yang menggunakan model pembelajaran teknik visualauditif-taktil dengan kemampuan menulis narasi siswa SD yang tidak menggunakan model pembelajaran teknik visual-auditif-taktil dengan kata lain pada saat gain terdapat perbedaan kemampuan antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol, dengan kemampuan eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol pada kelas tipe A.
Selanjutnya, hasil uji kesamaan dua rata-rata skor gain eksperimen dan kontrol pada kelas tipe B. Berdasarkan hasil uji t, terlihat bahwa dengan mengambil taraf signifikansi (α) sebesar 0,05 diperoleh nilai t hitung sebesar 2,343 dengan df = 32 + 21 – 2 = 51 dengan kriteria uji 2 pihak t0,025 didapat ttabel sebesar 2,008. Berdasarkan kriteria uji, maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan kemampuan yang signifikan antara kemampuan menulis narasi siswa SD yang menggunakan model pembelajaran teknik visualauditif-taktil dengan kemampuan menulis narasi siswa SD yang tidak menggunakan model pembelajaran teknik visual-auditif-taktil. Dengan kata lain pada saat gain terdapat perbedaan kemampuan antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol, dengan kemampuan untuk eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol pada kelas tipe B.
Hasil uji kesamaan dua rata-rata skor gain eksperimen dan kontrol pada kelas tipe C menunjukkan bahwa sampel untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol C merupakan sampel dari populasi yang berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen sehingga syarat untuk menguji kesamaan dua rata-rata telah dipenuhi. Berdasarkan penghitungan dapat dilihat bahwa dengan mengambil taraf signifikansi (α) sebesar 0,05 diperoleh nilai t hitung sebesar 2,818 dengan df = 32 + 21 – 2 = 51 dengan kriteria uji 2 pihak t0,025 didapat ttabel sebesar 2,008. Berdasarkan kriteria uji maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan kemampuan yang signifikan antara kemampuan menulis narasi siswa SD yang menggunakan model pembelajaran teknik visual-auditif-taktil dengan kemampuan menulis narasi siswa SD yang tidak menggunakan model pembelajaran teknik visual-auditif-taktil. Dengan kata lain pada saat gain terdapat perbedaan kemampuan antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol, dengan kemampuan untuk eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol pada kelas C.
SARAN
Sehubungan dengan penelitian yang telah dilakukan ini, ada beberapa saran yang dapat dikemukakan untuk kepentingan selanjutnya, terutama untuk peningkatan hasil pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Saran yang disampaikan antara lain:
a. Penelitian ini baru dalam model pembelajaran menulis narasi. Berdasarkan
peningkatan hasil yang ada, disarankan untuk dilakukan penelitian juga dalam jenis
tulisan-tulisan lainnya, seperti deskripsi, eksposisi, persuasi, argumentasi, bahkan dalam pembelajaran sastra juga.
- Sebelum pelaksanaan atau penggunaan Teknik Visual-A uditif-Taktil, sebaiknya siswa mempunyai pengalaman tentang suatu peristiwa atau suatu kejadian. Pengalaman yang dimiliki siswa diangkat ke dalam topik pembicaraan di kelas;
- Sebelum pelaksanaan pengajaran, kepada siswa dapat diperlihatkan atau diperdengarkan suatu peristiwa yang dapat mengarahkan siswa pada topik pembicaraan;
- Siswa memetakan sejumlah kata yang berkenaan dengan hasil penglihatan, pendengaran, dan perasaan;
- Jika siswa merasa kesulitan memetakan kata-kata yang berkenaan dengan pembayangan visual-auditif-taktil, guru membimbingnya melalui sejumlah pertanyaan berdasarkan suatu peristiwa yang diperlihatkan atau diperdengarkan;
- Kegiatan belajar mengajar dapat dilaksanakan secara berkelompok ataupun secara perseorangan. Diskusi kelompok dapat dilakukan untuk memetakan sejumlah kata yang berkenaan dengan hasil pembayangan penglihatan, pendengaran, ataupun perasaan;
- Pengembangan kata-kata ke dalam bahasa puisi dilakukan secara individual, berdasarkan kosa kata (perbendaharaan kata) dan pilihan kata masing-masing;
- Kreativitas siswa dalam pembelajaran sastra, ksususnya menulis kreatif puisi dapat juga dilakukan penelitian selanjutnya melalui model pembelajaran sastra dengan teknik pemetaan diksi denotasi dan konotasi;
- Konteks yang diciptakan guru sebagai sumber inspirasi siswa dapat dikondisikan oleh guru baik buatan (melalui media elektronik) ataupun dapat langsung di alam terbuka;
- Membiarkan siswa berimajinasi sesuai dengan apa yang dilihat, didengar, dirasakan. Jika siswa mengalami kesulitan untuk menghadirkan sejumlah kata, ajukan sejumlah “Pertanyaan Imajinatif” kepada mereka.
DAFTAR PUS TAKA
Alwasilah, A. Chaedar dan Senny Suzanna Alwasilah. 2005. Pokoknya Menulis.
Bandung: Kiblat.inaan Kemampuan Menulis
Akhadiah, Sabarti, dkk. 1995. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia.
Jakarta: Erlangga.
Brady, Laurie. 1985. Models and Methods of Teaching. Australia: Prentice- Hall.
Brannen, Julia. 2005. Memadu Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif. Alih BahasaKurde, N.A.,dkk. Yogyakarta: Fakultas tarbiyyah IAIN Antasari Samarinda & Pustaka Pelajar.
Budiman, Nandang. 2006. Memahami Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikti Direktorat Ketenagaan.
Chamot, A.U. [et al.]. 1999. The Learning Strategis Handbook. Addison Wesley Longman.
Cohen, Louis, & Manion, Lawrence. 1994. Research Methosds in Education. New York: Routledge.
Cohen, Andrew D. 1994. Assesing Language Ability in the Classroom. Second Edition. Boston: Heinle & Heinle Publishers.
Dahar, Ratna Wilis. 1996. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
DePorter & Hernacki. 1992. Quantum Learning. NewYork: Dell Publishing.
Ditjen Dikdasmen Depdiknas. 2003. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL). Jakarta: Ditjen Dikdasmen.
Dimyati dan Mudijono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Eddy, Nyoman Tusthi. 1991. Kamus Istilah Sastra Indonesia. Flores: Nusa Indah.
Gall, Meredith D., Gall, Joyce P. & Borg, Walter R. 2003. Educational Research. Boston: Pearson Education, Inc.
Gani, Rizanur. 1988. Pengajaran Sastra Indonesia, Respons dan Analisis. Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikti, PPLPTK.
Hadi, Amirul dan Haryono. 1998. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Halim, Amran, dkk. 1974. Ujian Bahasa. Bandung: Ganaco N.V.
Hernowo. 2003. Quantum Writing. Bandung: MLC.
Hyland, Ken. 2002. Teaching and Researching Writing. Great Britain. Jabrohim, dkk. 2003. Cara Menulis Kreatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Joyce, Bruce & Marsha Weil. 1992. Models of Teaching. USA: Allyn and Bacon.
Joyce, Bruce & Marsha Weil. 2000. Models of Teaching. Amerika: A. Pearson Education Copmpany.
BIODATA SINGKAT
Penulis adalah Dosen Kopertis Wilayah IV Jawa Barat pada FKIP Universitas Suryakancana Cianjur