Oleh: Ade Suherman
Terdapat pengaruh positif dan signifikan dari manajemen pembiayaan pendidikan terhadap mutu layanan pendidikan di SMP Negeri se-Kota Banjar. Hal ini dibuktikan dengan perolehan nilai korelasi (r) sebesar 0,694 (korelasi cukup/sedang) dan koefisien korelasi ganda (R Squere) sebesar 0,482 artinya bahwa 48,20 % mutu layanan pendidikan dipengaruhi oleh manajemen pembiayaan. Kedua, terdapat pengaruh positif dan signifikan dari profesionalitas guru terhadap mutu layanan pendidikan di SMP Negeri se-Kota Banjar . Hal ini dibuktikan dengan perolehan nilai korelasi (r) sebesar 0,680 (korelasi cukup/sedang) dan koefisien korelasi ganda (R Squere) sebesar 0,462 artinya bahwa 46,20 % mutu layanan pendidikan dipengaruhi oleh manajemen pembiayaan pendidikan. Ketiga terdapat pengaruh positif dan signifikan dari manajemen pembiayaan pendidikan dan profesionalitas guru secara bersama-sama terhadap mutu layanan pendidikan di SMP Negeri se-Kota Banjar Hal ini dibuktikan dengan perolehan nilai korelasi (r) sebesar 0,747 termasuk dalam kategori korelasi tinggi/baik dan koefisien korelasi ganda (R Squere) sebesar 0,557 artinya dapat dinyatakan bahwa 55,70 % mutu layanan pendidikan dipengaruhi manajemen pembiayaan pendidikan dan profesionalitas guru.
Pendahuluan
Latar Belakang
Pendidikan adalah faktor penting untuk mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Kenyataannya, tidak semua orang dapat memperoleh pendidikan karena mahalnya biaya yang harus dikeluarkan. Kondisi inilah kemudian mendorong dimasukkannya klausul tentang pendidikan dalam amandemen UUD 1945. Konstitusi mengamanatkan kewajiban pemerintah untuk mengalokasikan biaya pendidikan 20% dari APBN maupun APBD agar masyarakat dapat menikmati pelayanan pendidikan, khususnya pendidikan dasar.
Berdasarkan penelitian awal (tanggal 23 Februari 2009) di SMP Negeri se-kota Banjar, secara acak maka disajikan dalam table sebagai berikut:
Tabel 1
Kondisi mutu layanan pendidikan
di SMP Negeri se-kota Banjar
Kondisi mutu layanan pendidikan |
Frekwensi |
Prosentase |
Tinggi |
5 |
20 % |
Sedang |
7 |
28% |
Rendah |
13 |
52% |
Jumal |
25 |
100% |
Sumber: hasil penelitian awal tanggal 23 Februari 2009
Berdasarkan tabel di atas di peroleh kondisi mutu layanan yaitu untuk kategori tinggi mencapai 20%, Sedang 28%, dan rendah 52%. Dengan demikian hasil tersebut di atas menunjukan bahwa kondisi mutu layanan pendidikan di SMP Negeri se- kota Banjar dapat di kategorikan rendah.
Penelitian Fattah (2000), Supriadi (2001), dan Pusat Penelitian Kebijakan Balitbang Depdiknas (2004) mengungkap, sebagian besar sumber pembiayaan pendidikan dasar masih bertumpu pada sumber pendanaan dari masyarakat dan anggaran pemerintah, tetapi proporsinya masih lebih banyak ditanggung masyarakat. Hasil penelitian Pusat Penelitian Kebijakan Balitbang Depdiknas (2004) menemukan, besaran biaya satuan pendidikan keseluruhan di SD sebagian besar (73,53%) menjadi beban orangtua. Demikian pula biaya satuan pendidikan keseluruhan SMP (70,88%) masih menjadi tanggungan orangtua siswa. Sementara persentase yang ditanggung pemerintah lebih kecil.
Tingginya biaya pendidikan yang ditanggung orangtua disebabkan banyaknya komponen biaya pendidikan yang menjadi beban orangtua, seperti biaya transportasi bagi siswa, biaya pembelian seragam. Alokasi anggaran pendidikan dari pemerintah lebih banyak dialokasikan untuk komponen biaya penunjang, yang menyangkut penyediaan sarana dan prasarana, seperti gaji guru, pengembangan fisik sekolah, pengadaan buku pelajaran.
Permasalahan pendidikan nasional tak pernah usai, lebih khusus lagi jika menyangkut masalah pembiayaan pendidikan, siapapun mengakui makin mahalnya biaya untuk memasuki jenjang pendidikan saat ini. Memang tidak salah jika kita mengatakan pendidikan bermutu membutuhkan biaya. Namun, persoalannya daya finansial sebagian masyarakat di negeri ini masih belum memadai akibat sumber pendapatan yang tak pasti. Terlepas dari permasalahan pembiayaan itu tanggungjawab siapa, persoalan yang paling krusial adalah perhitungan biaya pendidikan yang sesungguhnya, yaitu besaran dan efektivitas biaya yang diperlukan untuk penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Dengan kata lain, sejauhmana pembiayaan yang dikeluarkan oleh pemerintah maupun non pemerintah dapat berpengaruh pada mutu layanan sekolah yang akan menentukan tercapainya prestasi siswa.
Fenomena pendidikan yang menyedot biaya begitu besar dari masyarakat ini juga sempat terlihat saat pendaftaran siswa baru (PSB) beberapa waktu lalu. Orangtua siswa pun dibuat meradang mengenai biaya yang harus ditanggung dalam menyekolahkan anaknya. Memang harus diakui pemerintah tak lepas tangan membiayai pendidikan. Untuk pendidikan khusus siswa SD-SMP, Pemerintah telah menggulirkan program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk meringankan beban masyarakat miskin. Namun demikian, besaran dana BOS tetaplah terbatas. Apalagi jika berbicara dana BOS khusus buku yang masih minim untuk membeli satu buku pelajaran berkualitas.
Dalam konsep absolut mutu menunjukan kepada sifat yang menggambarkan derajat “baik” nya suatu barang atau jasa yang diproduksi atau dipasok oleh suatu lembaga tertentu. Sebagai lawan dari konsep absolut adalah konsep mutu yang bersifat relatif. Pada konsep mutu absolut derajat baiknya produk, barang atau jasa, mencerminkan tingginya harga barang atau jasa itu, dan tingginya standar atau tingginya penilaian lembaga yang memproduksi atau pemasok terhadap barang itu. Sedangkan dalam konsep mutu yang bersifat relatif, derajat mutu itu bergantung pada penilaian pelanggan atau yang memanfaatkan barang atau jasa itu. Pandangan tentang mutu yang bersifat absolut ini membawa implikasi bahwa dalam memproduksi barang atau jasa digunakan kriteria untuk menilai mutu dan kriteria itu ditentukan oleh produsen atau pemasok barang. Atas dasar kriteria itu produsen menentukan mutu barang atau jasa yang diproduksinya. Oleh karena itu, dalam manajemen produksi, agar dihasilkan produk yang bermutu di lembaga yang bersangkutan biasanya ada yang menjalankan fungsi pengendalian mutu (quality control), yakni suatu divisi, bidang atau staf yang bertugas melakukan penilaian (judgment) berdasarkan kriteria tertentu terhadap barang yang diproduksi sebelum dilempar ke pasar, apakah termasuk katagori tidak bermutu, atau bermutu tinggi (Tjiptono dan Diana, 1996). Dalam manajemen produksi, melakukan pengendalian mutu setelah suatu barang diproduksi seringkali menimbulkan kerugian. Kerugian itu mungkin disebabkan oleh adanya sejumlah hasil produksi yang gagal (tidak bermutu). Oleh karena itu, gerakan mutu memikirkan tentang proses produksi yang bisa menjamin barang yang diproduksi itu memenuhi kriteria yang ditetapkan. Konsep tentang mutu yang bersifat absolut dewasa ini telah berubah. Perubahan itu dapat diidentifikasi dari orientasinya, yakni yang semula berorientasi pada produsen bergeser pada pelanggan. Pelanggan akan menilai mana kualitas yang baik dan kurang, demikian pula halnya dengan kualitas pelayanan pendidikan. Jika penyelenggara pendidikan bermutu rendah jangan harap menghasilkan mutu pendidikan yang baik.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan urgensi masalah di atas, dapat diindetifikasi beberapa masalah yang berhubungan dengan mutu layanan pendidikan yang meliputi: kompetensi lulusan, kurikulum, proses pembelajaran, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan pembiayaan pendidikan dan penilaian pendidikan.
Semua masalah-masalah tersebut di atas perlu untuk diteliti, tapi mengingat kurangnya bekal kemampuan teoretis peneliti, kurangnya penguasaan peneliti atas metode yang diperlukan, kurang tersedianya alat-alat dan perlengkapan penelitian, sedikitnya waktu yang dapat digunakan dalam penelitian serta kurang tersedianya biaya yang diperlukan, maka tidak semua masalah-masalah tersebut dapat diteliti.
Rumusan Masalah
Dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut, peneliti membatasi masalah-masalah tersebut kemudian merumuskannya menjadi:
Bagaimana pengaruh manajemen pembiayaan pendidikan terhadap mutu layanan pendidikan di SMP Negeri se- kota Banjar?
Bagaimana pengaruh profesionalitas guru terhadap mutu layanan pendidikan di SMP Negeri se- kota Banjar?
Bagaimana pengaruh manajemen pembiayaan pendidikan dan profesionalitas guru terhadap mutu layanan pendidikan di SMP Negeri se- kota Banjar?
Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan secara khusus penelitian ini adalah :
Untuk mengetahui pengaruh mnajemen pembiayaan pendidikan terhadap mutu layanan pendidikan.
Untuk mengetahui pengaruh profesionalitas guru terhadap mutu layanan pendidikan.
Untuk mengetahui pengaruh manajemen pembiayaan pendidikan dan profesionalitas guru terhadap mutu layanan pendidikan.
Kegunaan Penelitian
Secara umum, penulis berharap penelitian ini dapat berguna untuk memberikan sumbangan pemikiran yang dapat memperkaya teori dan kepustakaan pengembangan ilmu manajemen pendidikan khususnya yang berkaitan dengan pembiayaan pendidikan dan mutu layanan pendidikan. Adapun kegunaan secara praktis adalah:
Memberikan informasi akurat yang menyangkut kegunaan, keunggulan kualitas pendidikan, profesionalisme, objektivitas, dan akuntabilitas proses penganggaran sekolah.
Memberikan informasi kualitas manajemen strategik yang dilakukan sekolah dalam penganggaran sub proses pembelajaran.
Memberikan gambaran tentang mutu layanan pendidikan.
Memberikan gambaran tentang pengaruh besarnya biaya satuan pendidikan sub proses pembelajaran terhadap mutu layanan pendidikan.
Tinjauan Pustaka
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
Manajemen berasal dari kata to manage yang berarti mengatur, mengurus atau mengelola. Banyak definisi yang telah diberikan oleh para ahli terhadap istilah manajemen ini. Namun dari sekian banyak definisi tersebut ada satu yang kiranya dapat dijadikan pegangan dalam memahami manajemen tersebut, yaitu : Manajemen adalah suatu proses yang terdiri dari rangkaian kegiatan, seperti perencanaan, pengorganisasian, penggerakandan pengendalian/pengawasan, yang dilakukan untuk menetukan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya.
Manajemen menurut Udaya (1995) memberikan rumusan bahwa manajemen yaitu “Proses untuk mencapai tujuan – tujuan organisasi dengan melakukan kegiatan dari empat fungsi utama yaitu merencanakan (planning), mengorganisasi (organizing), memimpin (leading), dan mengendalikan (controlling). Dengan demikian, manajemen adalah sebuah kegiatan yang berkesinambungan”.
Sedangkan dari Stoner sebagaimana dikutip oleh T. Hani Handoko (1995) mengemukakan bahwa “Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan”.
Secara khusus dalam konteks pendidikan, Satori (1980) memberikan pengertian manajemen pendidikan dengan menggunakan istilah administrasi pendidikan yang diartikan sebagai “keseluruhan proses kerjasama dengan memanfaatkan semua sumber personil dan materil yang tersedia dan sesuai untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien”. Sementara itu, Nawawi (1992) mengemukakan bahwa “administrasi pendidikan sebagai rangkaian kegiatan atau keseluruhan proses pengendalian usaha kerjasama sejumlah orang untuk mencapai tujuan pendidikan secara sistematis yang diselenggarakan di lingkungan tertentu terutama berupa lembaga pendidikan formal”. Meski ditemukan pengertian manajemen atau administrasi yang beragam, baik yang bersifat umum maupun khusus tentang kependidikan, namun secara esensial dapat ditarik benang merah tentang pengertian manajemen pendidikan, bahwa : (1) manajemen pendidikan merupakan suatu kegiatan; (2) manajemen pendidikan memanfaatkan berbagai sumber daya; dan (3) manajemen pendidikan berupaya untuk mencapai tujuan tertentu.
Anggaran biaya pendidikan terdiri dari dua sisi yang berkaitan satu sama lain, yaitu sisi anggaran penerimaan dan anggaran pengeluaran untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Masih dalam buku yang sama menurut (Nanang Fattah, 2006:23) Anggaran penerimaan adalah Pendapatan yang diperoleh setiap tahun oleh sekolah dari berbagai sumber resmi dan diterima secara teratur. Untuk sekolah dasar negeri, umumnya memiliki sumber-sumber anggaran penerimaan, yang terdiri dari pemerintah pusa, pemerintah daerah, masyarakat sekitar, orangtua murid, dan sumber lain. Sedangkan anggaran dasar pengeluaran adalah jumlah uang yang dibelanjakan setiap tahun untuk kepentingan pelaksanaan pendidikan di sekolah. Belanja sekolah sangat ditentukan oleh komponen-komponen yang jumlah dan proporsinya bervariasi di antara sekolah yang satu dan daerah yang lain. Serta dari waktu ke waktu.
Berdasarkan pendekatan unsur biaya (ingredient approach), pengeluaran sekolah dapat dikategorikan kedalam beberapa item pengeluaran yaitu:
Pengeluaran untuk pelaksanaan pelajaran
Pengeluaran untuk tata usaha sekolah
Pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah
Kesejahteraan pegawai
Administrasi
Pembinaan teknis education dan
Pendataan
Anggaran pada dasarnya terdiri dari dua sisi, yaitu sisi penerimaan dan sisi pengeluaran. Sisi penerimaan atau perolehan biaya ditentukan oleh besarnya dana yang diterima oleh lembaga dari setiap sumber dana. Besarnya, dalam pembahasan pembiayaan pendidikan, sumber-sumber biaya itu dibedakan dalam tiap golongan, yaitu pemerintah, masyarakat, orang tua dan sumber-sumber lain (Nanang Fattah 2006: 48).
Profesionalitas Guru
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia arti profesionalitas yaitu perihal profesi; keprofesian; kemampuan untuk bertindak secara professional. Profesionalitas erat kaitannya dengan profesionalisme yang berhubungan dengan istilah profesi dan profesional. Profesi berasal dari kata “proffesion” yang berarti “mampu atau ahli dalam suatu pekerjaan. Profesionalisme terkait dengan sikap atau prilaku seseorang sehubungan dengan profesi yang dimilikinya. Ilustrasi lain dikemukakan oleh Sutjipto bahwa masyarakat akan melihat bagaimana sikap dan prilaku guru sehari-hari, apakah ada yang patut diteladani atau tidak sehubungan dengan tugasnya sebagai pendidik profesional. Dengan demikian, maka baik seorang kepala sekolah maupun guru dituntut untuk selalu menyadari bagaimana ia harus bersikap yang baik terhadap profesinya dan bagaimana seharusnya sikap profesi dikembangkan sehingga apresiasi masyarakat terhadap dirinya semakin meningkat (Soetjipto, 1999:32).
Dalam KBBI (1996:786) dinyatakan bahwa profesionalisme berarti mutu, kualitas dan tindak-tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang profesional. sementara itu Muhibin Syah (2000 : 230) mengungkapkan bahwa profesionalisme dapat dipahami sebagai kualitas dan tindak-tanduk khusus yang merupakan ciri orang profesional. Hal ini dapat diasumsikan bahwa yang harus dipertanggungjawabkan oleh orang yang profesional itu adalah mutu dari kinerjanya. Sartika (2000 : 47) mengungkapkan bahwa mutu adalah suatu proses yang disusun untuk meningkatkan hasil-hasil produk. Dalam konteks pendidikan yang berkaitan dengan masalah ini adalah guru dalam rangka peningkatan kelas atau nilai peserta didik.
Sumber: http://www.blogtopsites.com/outpost/31b402fa576af0b3f7730de8bf75fd69
.
Kontak: 081333052032.