SOLO-Aturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) soal kriteria siswa luar kota, dinilai merugikan siswa. Pasalnya tidak ada kesamaan aturan antardaerah di Soloraya.
Pengamat pendidikan yang juga Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Prof Dr M Furqon Hidayatullah MPd mengungkapkan perbedaan aturan mengakibatkan siswa tidak leluasa memilih sekolah yang diinginkan. Padahal tujuan pendidikan SMA ke bawah adalah untuk mendidik anak bangsa. Oleh karena itu, pihak-pihak terkait harus mengupayakan agar seorang anak bangsa mendapatkan pendidikan yang layak sesuai potensi dan kemampuannya. “Jangan sampai anak terbelenggu pendidikannya, karena faktor administrasi,” katanya saat dihubungi Solopos.com, Kamis (5/7/2012).
Salah seorang wali siswa asal Colomadu, Karanganyar, Parjono, mengaku menjadi korban perbedaan aturan PPDB tersebut. Ia menceritakan, salah satu anaknya sekolah di SMPN 15 Solo. Karena Kota Solo memberlakukan aturan, siswa luar kota adalah siswa yang alamat tempat tinggal orangtuanya di luar Solo, anaknya masuk kriteria siswa luar kota. Akibatnya biaya pendidikan yang dikeluarkan lebih mahal karena anaknya tidak mendapatkan Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Solo (BPMKS).
Setelah mengetahui Kota Solo menerapkan aturan pembatasan kuota maksimal 20% bagi siswa luar kota, terangnya, Parjono meminta anaknya mendaftar di SMAN 1 Colomadu, Karanganyar. Harapannya, kemungkinan bisa sekolah di SMA negeri, lebih besar karena ia warga Karanganyar.
Namun ternyata, kata Parjono, di SMAN 1 Colomadu anaknya juga dianggap
sebagai siswa luar kota. Pasalnya kriteria siswa luar kota di Karanganyar ditetapkan berdasarkan asal sekolah. Karena dianggap siswa luar kota, kemungkinan diterima juga lebih kecil karena Karanganyar memberlakukan aturan 60% untuk siswa dalam kota dan 40% untuk siswa luar kota. “Saya sampai berdebat dengan guru, tapi mereka berpatokan pada aturan yang ditetapkan Pemkab Karanganyar,” jelasnya.
Parjono mengaku heran mengapa antardaerah di Soloraya tidak ada kesamaan aturan soal kriteria siswa luar kota. Ia menganggap pemerintah telah berlaku sewenang-wenang.
Menurut Furqon, perbedaan aturan PPDB antardaerah terjadi karena diberlakukannya otonomi daerah. Kebijakan tersebut mengakibatkan lemahnya koordinasi antardaerah.
Seharusnya, kata Furqon, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah mengoordinasikan daerah-daerah di bawahnya agar minimal dalam tingkat karesidenan, ada kesamaan aturan PPDB. Ia berharap kasus tersebut hanya terjadi tahun ini dan secepatnya ada pembahasan untuk tahun berikutnya. “Seharusnya ada kesamaan aturan antardaerah yang berdekatan. Sehingga tidak ada siswa yang dirugikan,” katanya.
Pengamat hukum dari UNS, Prof Dr Jamal Wiwoho, mengungkapkan kebijakan otonomi daerah berpotensi adanya perbedaan aturan antardaerah, bahkan yang berdekatan. Jika kriteria siswa luar kota mau disamakan, hal itu harus dikoordinasikan pemerintah di tingkatan yang lebih tinggi, yaitu provinsi.
Namun menurutnya seharusnya kriteria siswa luar kota bukan berdasarkan tempat tinggal, tapi asal sekolah.
***
http://www.solopos.com/2012/pendidikan/penerimaan-siswa-baru-aturan-ppdb-rugikan-siswa-199480