Oleh Rulam Ahmadi
www.infodiknas.com – rulam@infodiknas.com
Persoalan pendidikan kita hingga sekarang terus menjadi perhatian dan pemikiran bersama pemerintah dan masyarakat. Setiap membicarakan masalah pendidikan, maka yang menjadi fokus perhatian adalah pada beberapa persoalan utama, yakni mutu, relevansi, pemerataan, dan efisiensi. Empat persoalan utama ini sulit ditemukan alternatif pemecahannya yang efektif. Apa yang dilakukan oleh pemerintah selama ini, setiap ada rencana peningkatan mutu pendidikan, misalnya, maka orientasinya adalah perubahan kurikulum dan pelengkapan sarana/prasarana.
Kurikulum berbasis konpetensi yang hanya seumur jagung udah ditinggalkan, kini akan berganti dengan Kurikulum 20006. Pergantian kurikulum ini seolah merupakan adat nasional di mana setiap ganti presiden atau menteri maka terdapat pergantian kurikulum, kemudian yang lama ditinggalkan.
Pada dasarnya upaya-upaya peningkatan kualitas pendidikan itu harus berorientasi pada masa depan siswa yang merupakan tanggung jawab mereka untuk menghadapinya sendiri. Oleh karena itu seyogianya kurikulum itu memberikan peluang dan kesempatan yang sangat leluasa bagi siswa untuk menentukan pilihan-pilihan dan menerjemahkannya ke dalam tindakan dalam proses-proses pendidikan. Hal yang demikian adalah yang disebut dengan pemberdayaan siswa. Apapun namanya kurikulum yang kita buat secara standarisasi dan diberlakukan secara nasional secara seragam, itu tidak memberdayakan siswa. Siswa telah ditentukan pilihan-pilihannya dan harus diikuti. Alhasil, setelah mereka lulus menjadi pemuda-pemuda yang bergantung pada pemerintah dan lapangan kerja yang sudah ada, bukan mengkreasi sendiri. Padahal inti pendidikan (sekolah) yang memberdayakan siswa akan membentuk siswa menjadi pemuda yang mandiri. Karena pemerintah yang bertanggung jawab menentukan kurikulum, maka lulusannya akan kembali menjadi tanggungjawab pemerintah juga. Memang demikian bangsa kita dibentuk baik secara langsung maupun tidak langsung.
Mengenai pemberdayaan (empowerment) siswa dikatan sebagai berikut: Essentially, it has to stress the preparation of all children to achieve at school, and empower them by heightening their awareness of their rights and responsibilities, their abilities, and enhance their self-confidence to enable them to improve their lives. (http://www.unesco.org). Pernyataan di atas menunjukkan bahwa pendidikan yang memberdayakan siswa itu adalah pendidikan yang mempersiapkan siswa untuk berhasil di sekolah, dan sekaligus mereka mempunyai seperangkat kemampuan untuk berhasil dalam menjawab persoalan atau kebutuhan hidupnya setelah mereka terjun di masyarakat.
Pendidikan dan Kemiskinan
Yang perlu disadari bersama bahwa pendidikan bukanlah untuk pendidikan, melainkan pendidikan untuk hidup dan kehidupan. Adapun hidup dan kehidupan masing-masing individu itu beragam sesuai dengan potensi diri dan lingkungannya. Apa yang terjadi selama ini di negara kita lebih menunjukkan perbedaan dari teori yang menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin memberikan peluang lebih besar untuk memperoleh peningkatan ekonominya. Intinya seperti itu. Pengalaman empiris sekarang menunjukkan hal yang berlainan. Kita perhatikan sekarang berapa banyak jumlah sarjana yang diluluskan oleh perguruan tinggi setiap semester, dan setelah mereka lulus lebih banyak yang menganggur, apalagi lulusan pada jenjang pendidikan di bawahnya. Pengangguran itu adalah sinonim dengan kemiskinan. Jika ternyata pengangguran di kalangan terdidik itu banyak menganggur, berarti pendidikan kita gagal. Pendidikan itu seharusnya memberikan kontribusi pada pemecahan masalah kemiskinan, bukan justeru meningkatkan angka pengangguran atau kemiskinan.
Jalan keluar yang dapat ditawarkan di sini bahwa pendidikan di sekolah itu harus mempersiapkan siswa untuk memperoleh ilmu untuk sukses di sekolah dan juga sukses dalam pekerjaan setelah lulus. Hal ini tentu tergantung pada muatan yang terdapat dalam kurikulum kita. Persoalan nasional yang paling besar sekarang adalah masalah kemiskinan. Oleh karena itu tugas pemerintah sekarang adalah bagaimana pendidikan nasional kita mampu memberikan kontribusi pada pemecahan masalah kemiskinan. Sebagaimana dikatakan bahwa: wealth creation is a significant aspect in education programmes intended to contribute to poverty eradication. How can education assist learners to create wealth? Integration of school education within the economic activities of a community is one example. (ttp://www.unesco.org). Pernyataan di atas menunjukkan bahwa agar pendidikan di sekolah itu berkontribusi pada pemberantasan kemiskinan, maka seyogianya pendidikan itu dipadukan dengan kegiatan ekonomi yang ada di masyarakat, sehingga setelah mereka lulus bisa mengembangkan potensi-potensi ekonomi (lapangan kerja) yang ada di masyarakat. Dengan demikian lulusan pendidikan menjadi bangsa yang mandiri. Itulah sebenarnya yang menjadi cita-cita kemerdekaan kita. Pendidikan yang demikian merupakan pendidikan yang memberdayakan siswa di mana mereka dapat mengembangkan potensi diri dan sekaligus potensi (ekonomi) yang ada dalam masyarakat guna mempersiapkan diri untuk berhasil di sekolah dan juga di masyarakat.
*) Rulam Ahmadi adalah dosen Universitas Islam Malang (UNISMA).