
JAKARTA–Program percepatan pendidikan agama dan keagamaan yang sedang dijalankan Departemen Agama (Depag) saat ini, mengarah pada program kemandirian atau kewirausahaan. Lulusan madrasah, diharapkan mampu menolong dirinya sendiri apalagi membantu membuka lapangan kerja baru di masyarakat.
Kepada Republika, Rabu (9/12), Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Islam (Pendis), Mohammad Ali, mengatakan dalam program 100 hari Menteri Agama (Menag), Surya Dharma Ali, arah pendidikan agama dan keagamaan mengacu program kewirausahaan. “Kita harus mempercepat kualitas pendidikan agama dan keagamaan,” kata Mohammad Ali.
Upaya mempercepat kualitas pendidikan agama dan keagamaan, menurut dia, diperlukan kualifikai madrasah dengan merancang program peningkatan mutu pendidikan mulai dari tingkat ibtidaiyah, tsanawiyah, dan aliyah, hingga lima tahun ke depan.
Menag sekarang, tutur Ali, akan memanfaatkan pengalamannya sebagai menteri Koperasi dan UKM pada kabinet sebelumnya, untuk diterapkan dalam pengelolaan pendidikan Islam. Diharapkan, bekal pengalaman menteri dapat mensinergikan dengan pendidikan Islam di sejumlah madrasah.
Ia menyebutkan ada empat sasaran yang menjadi perhatian Depag dalam mewujudkan percepatan pendidikan Islam mengarah kemandirian. Yakni, madrasah, tenaga pengajar, siswa, dan sarana/prasarananya. “Intinya, bagaimana lulusan madarasah termasuk juga pesantren tidak jadi penganggur pendidikan atau menunggu kerja,” ujarnya.
Program yang telah dirancang Direktorat Pendidikan Islam, yakni kewirausahawan (entrepreneurship). Disebutkan, program ini akan membuat siswa memiliki kemampuan hidup (life skill) dalam bidang apa pun. Artinya, waktu libur dimanfaatkan untuk berkarya wira usaha.
Menurut Ali, hal ini akan diujicobakan pada madrasah di daerah yang ada industrinya, baik kecil maupun menengah. Siswa diajak magang di industri tersebut. Selain itu, siswa juga dimotivasi untuk bergerak di bidang agribisnis, peternakan, border, dan sebagainya.
Depag akan menyediakan sarana dan mendatangkan tenaga pelatih yang berpengalaman untuk mendampingi siswa dalam mewujudkan program kewirausahawan ini. “Sebagai contoh, ada pesantren di Pengalengan, Jawa Barat, yang telah berhasil di bidang agribisnis,” jelasnya.
Untuk itu, ke depan lulusan madrasah telah memiliki life skill, maka dapat bersaing dan berdaya guna di masyarakat, tidak lagi menjadi penganggur pendidikan, yang harus melamar pekerjaan. “Artinya, jangan sampai lulusan madrasah atau pesantren menunggu kerja, apalagi menjadi pembantu rumah tangga di negara orang lain,” tandasnya. mur/taq
http://www.republika.co.id/berita/94618/Pendidikan_Islam_dan_Kewirausahaan