Budi Santoso, Eva Magfiroh dan Indah Wahyu L.W (Mahasiswa FKIP UNISMA Malang)
Absrak: Kajian ini merupakan kajian awal untuk melihat pemerolehan bahasa anak usia tiga tahun dalam lingkungan keluarga. Subjek kajian ialah seorang anak penutur bahasa Indonesia di kota Malang. Data yang digunakan untuk analisis kajian ialah data autentik yang diperoleh melalui observasi. Data dianalisis berdasarkan tiga ciri utama yaitu: (1) analisis berdasarkan panjang kalimat, (2) analisis berdasarkan struktur kalimat, dan (3) analisis berdasarkan jumlah ujaran setiap giliran tutur.
Kata kunci: pemerolehan bahasa, ujaran, giliran tutur
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Proses pemerolehan dan penguasaan bahasa anak-anak merupakan satu perkara yang rencam dan cukup menakjubkan bagi para penyelidik dalam bidang psikoliguistik. Bagaimana manusia memperoleh bahasa merupakan satu isu yang amat mengagumkan dan sukar dibuktikan. berbagai teori dari bidang disiplin yang berbeda telah dikemukakan oleh para pengkaji untuk menerangkan bagaimana proses ini berlaku dalam kalangan anak-anak. Memang diakui bahwa disadari ataupun tidak, sistem-sistem linguistik dikuasai dengan pantas oleh individu kanak-kanak walaupun umumnya tiada pengajaran formal. “…learning a first language is something every child does successfully, in a matter of a few years and without the need for formal lessons.” (Language Acquisition: On-line).
Sungguhpun rangsangan bahasa yang diterima oleh kanak-kanak tidak teratur. Namun mereka berupaya memahami sistem-sistem linguistik bahasa pertama sebelum menjangkau usia lima tahun. Fenomena yang kelihatan menakjubkan ini telah berlaku dan terus berlaku dalam kalangan semua masyarakat dan budaya pada setiap masa. Mengikut penyelidik secara empirikal, terdapat dua teori utama yang membincangkan bagaimana manusia memperoleh bahasa. Teori pertama mempertahankan bahwa bahasa diperoleh manusia secara alamiah atau dinuranikan. Teori ini juga dikenali sebagai Hipotesis Nurani dalam linguistik. Teori yang kedua mempertahankan bahwa bahasa diperoleh manusia secara dipelajari. Jurnal Penyelidikan IPBL, Jilid 7, 2006.
Kajian saintifik dalam bidang pemerolehan bahasa telah dimulakan sejak kurun ke-16 lagi (Zulkifly, 1990:326-331). Kajian ini dimulakan oleh Tiedeman, seorang ahli biologi berbangsa Jerman pada tahun 1787. Charles Darwin, pengazas teori evolusi turut menjalankan kajian dalam bidang pemerolehan bahasa pada tahun 1877. Kajian-kajian yang seterusnya telah dilakukan oleh Preyer pada tahun 1882 dan kajian Sally pada tahun 1885.
Pemerolehan bahasa merupakan satu proses perkembangan bahasa manusia. Lazimnya pemerolehan bahasa pertama dikaitkan dengan perkembangan bahasa kanak-kanak manakala pemerolehan bahasa kedua bertumpu kepada perkembangan bahasa orang dewasa (Language Acquisition: On-line).
Perkembangan bahasa kanak-kanak pula bermaksud pemerolehan bahasa ibu anak-anak berkenaan. Namun terdapat juga pandangan lain yang mengatakan bahwa terdapat dua proses yang terlibat dalam pemerolehan bahasa dalam kalangan anak-kanak yaitu pemerolehan bahasa dan pembelajaran bahasa. Dua faktor utama yang sering dikaitkan dengan pemerolehan bahasa ialah faktor nurture dan faktor nature. Namun para pengkaji bahasa dan linguistik tidak menolak kepentingan tentang pengaruh faktor-faktor seperti biologi dan persekitaran.
Kajian-kajian telah dijalankan untuk melihat sama ada manusia memang sudah dilengkapi dengan alat biologi untuk kebolehan berbahasa seperti yang didakwa oleh ahli linguistik Noam Chomsky dan Lenneberg ataupun kebolehan berbahasa ialah hasil dari pada kebolehan kognisi umum dan interaksi manusia dengan sekitarannya. Mengikut Piaget, semua kanak-kanak sejak lahir telah dilengkapi dengan alat nurani yang berbentuk mekanikal umum untuk semua kebolehan manusia termasuklah kebolehan berbahasa. Alat mekanisme kognitif yang bersifat umum digunakan untuk menguasai segala-galanya termasuk bahasa. Bagi Chomsky dan Miller pula, alat yang khusus ini dikenali sebagai Language Acquisition Device (LAD) yang fungsinya sama seperti yang pernah dikemukakan oleh Lenneberg yang dikenali sebagai “Innate Prospensity for Language”.
Bayi-bayi yang baru lahir sudah mulai mengecam bunyi-bunyi yang terdapat di sekitarnya. Mengikut Brookes (dlm. Abdullah Yusoff dan Che Rabiah Mohamed, 1995:456), kelahiran atau pemerolehan bahasa dalam bentuk yang paling sederhana bagi setiap bayi bermula pada waktu bayi itu berumur lebih kurang 18 bulan dan mencapai bentuk yang hampir sempurna ketika berumur lebih kurang empat tahun. Bagi Mangantar Simanjuntak (1982) pula, pemerolehan bahasa bermaksud penguasaan bahasa oleh seseorang secara tidak langsung dan dikatakan aktif berlaku dalam kalangan kanak-kanak dalam lingkungan umur 2-6 tahun. Hal ini tidak bermakna orang dewasa tidak memperoleh bahasa tetapi kadarnya tidak sehebat anak-anak.
Pemerolehan bahasa dikaitkan dengan penguasaan sesuatu bahasa tanpa disadari atau dipelajari secara langsung yaitu tanpa melalui pendidikan secara formal untuk mempelajarinya, sebaliknya memperolehnya dari bahasa yang dituturkan oleh ahli masyarakat di sekitarnya. Beliau seterusnya menegaskan bahwa kajian tentang pemerolehan bahasa sangat penting terutamanya dalam bidang pengajaran bahasa. Pengetahuan yang cukup tentang proses dan hakikat pemerolehan bahasa boleh membantu bahkan menentukan kejayaan dalam bidang pengajaran bahasa.
Rumuan Masalah
Sampel kajian ini ialah seorang anak laki-laki yang bertutur dalam bahasa Indonesia. Bahasa tersebut merupakan bahasa ibu anak itu. Anak tersebut tinggal bersama-sama dengan keluarga ayah ibunya sendiri, tetapi kalau siang diasuh neneknya karena ditinggal kerja oleh orang tuanya. Anak tersebut dilahirkan pada 13 Mei 2005. Ini berarti kanak-kanak tersebut berumur tiga tahun tujuh bulan. Nama lengkap anak tersebut ialah Arya Pranata Jauhar Nawawi.
Pendekatan interaksi digunakan dalam kajian ini memandangkan subjek kajian yang dipilih selalu berpeluang berinteraksi dengan anggota keluarganya. Bentuk interaksi observasi ini terdiri daripada interaksi yang tidak dirancang. Sebagai langkah untuk menjamin data kajian yang lebih autentik, latar yang tidak dirancang digunakan. Analisis pertuturan Arya dilakukan dalam berbagai situasi dan keadaan dalam lingkungan keluarganya sendiri. Pengalaman Arya juga digunakan dan dianggap sebagai alat kajian ini. Transkripsi pertuturan subjek kajian ini dibuat dalam bentuk dan sistem ejaan fonemik.
Sehingga berdasarkan latar belakang dalam subek kajian “Pemerolehan Bahasa Anak Usia TiIga Tahun Dalam Lingkungan Keluarga” dapat penulis rumuskan antara lain: (1) bagaimana panjang ayat yang digunakan anak tiga tahun dalam bertutur, (2) bagaimana struktur kalimat yang digunakan anak usia tiga tahun dalam bertuur dan (3) bagaimana ujaran setiap giliran tutur yang digunakan anak usia tiga tahun dalam bertutur.
Tujuan Penulisan
Penulisan ini berusaha untuk mendapatkan gambaran mengenai: (1) panjang ayat yang digunakan anak usia tiga tahun dalam bertutur (2) penguasan kalimat yang digunakan anak usia tiga tahun dalam bertutur dan (3) ujaran setiap giliran tutur yang digunakan anak usia tiga tahun dalam bertutur.
PEMBAHASAN
Analisis Berdasarkan Panjang Kalimat
Pemerolehan bahasa (language acquisition) adalah suatu proses yang diperlukan oleh anak-anak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis yang semakin bertambah rumit ataupun teori-teori yang masih terpendam atau tersembunyi yang mungkin sekali terjadi dengan ucapan-ucapan orang tuanya sampai ia memilih berdasarakn suatu ukuran atau takaran penilaian, tata bahasa yang baik serta paling sederhana dari bahasa (Tarigan dalam Prastyaningsih, 2001:9). Lebih jelasnya pemerolehan bahasa diartikan sebagai suatu proses yang pertama kali dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan bahasa sesuai dengan potensi kognitif yang dimiliki dengan didasarkan atas ujaran yang diterima secara alamiah.
Bahasa yang pertama kali dikenal dan diperoleh anak-anak dalam kehidupannya adalah bahasa Ibu (mother language) atau sering disebut dengan bahasa pertama (first language). Bahasa inilah yang mula-mula dikenal oleh anak kecil dan dipergunakan dalam kehidupannya sehari-hari sebagai bahasa komunikasi. Pada saat ini, maka telah mempunyaai kemampuan bawaan memperoleh pengetahuan tentang bahasa yang dipelajari melalui pembentukan hipotesis karena adanya struktur internal pada mental mereka.
Pada hakekatnya, proses pemerolehan bahasa itu pada setiap anak sama, yaitu melalui pembentukan dan pengujian hipotesis tentang kaidah bahasa. Pembentukan kaidah itu dimungkinkan oleh adanya kemampuan bawaan atau struktur bawaan yang secara mental dimiliki oleh setiap anak. Inilah yang disebut dengan alat pemerolehan bahasa (Language Acquisition Devical/ LAD). Dengan ini setiap anak dapat memperoleh bahasa apa saja serta ditentukan oleh faktor lain yang turut mempengaruhinya. Data kebahasaan yang harus diproses lebih lanjut oleh anak merupakan hal yang penting.
Dalam analisis khususnya panjang ayat anak usia tiga tahun tidak terlepas dari penguasaan dan pemerolehan bahasa. Pemerolehan ini yang terjadi secara alamiah. Berikut perhatikan beberapa cuplikan di bawah ini:
Budi |
Arya
Budi
Arya
Budi
Arya
Bue
Arya:
:
:
:
:
:
:
:Cup..cup diam, gak pareng nangis. Wis besar kok nangis kok nagis, ayo bangun!
Bue….. (sambil menagis)
Ya bentar. Bue isik keluar dulu, entar ya kesini
Ngak, ikut bue (masih menangis)
Ini mau dawet. Mas budi punya dawet
Nngak…. Bue… (Bue datang)
Di tinggal sediluk ae kok nangis. Kok wis atngi ti le..
Gendong Bue…(masih menagis)
Dalam wacana di atas, jelas bahwa Arya mengucapkan kata-kata yang terpenggal. Jadi, dapat disimpulkan anak usia tiga tahun sebenarnya sudah bisa berkomunikasi, meskispun secara terbatas. Kamunikasi secara terbatas dalam tutur ini karena keadaan situasi yang sedang dialami Arya. Dalam keadaan menangis Arya secara tidak langsung akan memanggil yang namanya Ibu, karena hanya ibulah (dalam hal ini nenek) orang yang terdekat (yang merawat) dia.
Selain penjelasan di atas pada dasarnya pemerolahan bahasa anak-anak itu melalui beberapa tahap. Anak tidak secara langsung bisa mengucapkan semua fonem dalam tataran bunyi. Misalnya Bue, karena fonem /b/ merupakan bunyi labial yang pertama kali dikuasai anak.
Lain halnya dengan fonem /r/ yang penguasaannya melalui beberapa tahap. Dalam Werdiningsih (2002:6-7) dijelaskan bahwa pemerolehan atau penguasaaan fonem /r/ diperoleh pembelajar bahasa Jawa melalui empat tahap, yaitu (1) tahap zero (kosong) yang tampak pada ucapan /roti/ menjadi /oti/, (2) tahap /r/ berubah menjadi /y/ yang tampak pada ucapan /roti/ menjadi /yoti/, (3) tahap /r/ berubah menjadi /l/ yang tampak pada ucapan /roti/ mekjadi /loti/ dan (4) tahap /r/ terelisasi fonem /r/ yang tamak pada ucapan /roti/ diucapkan /roti/ pula. Perhatikan cuplikan dalam tuturan berikut!
Arya |
Tante Sulis
Arya
Tante Sulis:
:
:
:Nda Yis loti
Jajan terus, tadikan wis dibelikan es krim sama mama
Alya maunya loti
Nanti es krimya Nda Yis makan lo. Ayo di makan dulu es krimnya
Dalam cuplikan tuturan di atas jelas sebagai bukti bahwa penguasaan fonem /r/ mengalami tahapan-tahapa tertentu. Arya dalam mengucapkan fonem /r/, roti dan Arya diucapkan loti dan Alya. Sehingga dalam hal ini arya dapat dikatakan mengalami tahap III dalam penguasaan fonem /r/, yakni fonem /r/ berupah menjadi fonem /l/. Selain itu Arya belum mampu sepenuhnya menguasai fonem /s/, Nda (maksudnya Bunda atau Tante) Sulis diucapkan Nda Yis sehingaa fonem /s/ berubah menjadi fonem /y/.
Analisis Berdasarkan Struktur Kalimat
Pemerolehan bahasa pertama, anak juga sudah mampu menyusun kalimat meskipun masih sangat sedarhana. Kalimat adalah bagian terkecil ujaran atau teks (wacana) yang mengungkapkan pikiran yang utuh secara ketatabahasaan (Busri,2002:37-38). Dalam wujud lisan kalimat diiringi oleh alunan titi nada, disela oleh jeda, diakhiri oleh intonasi selesai dan diikuti oleh kesenyapan yang memustahilkan adanya perpaduan atau asimilasi bunyi. Dalam wujud tulisan huruf latin, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik, tanda tanya atau tanda seru dan sementara itu disertai pula di dalamnya berbagai tanda baca yang berupa spasi atau ruang kosong, koma, titik koma, titik dua dan atau sepasang garis pendek yang mengapit bentuk tertentu. Tanda titik (.), tanda tanya (?), dan tanda seru (!), sepadan dengan intonasi selesai, sedangkan tanda baca sepadan dengan jeda. Adapun kesenyapan diwujudkan sebagai ruang kosong setelah tanda titik, tanda tanya dan tanda perintah atau ruang kosong sebelum huruf kapital permulaan. Alunan titi nada pada kebanyakan hal tidak ada pedananya dalam bentuk tertulis.
Dipandang dari sudut logika, kalimat didefinisikan sebagai ujaran yang didefinisikan pikiran lengkap yang tersusun dari subjek dan predikat. Pengertian bahwa subjek adalah tentang apa sesuatu dikatakan dan predikat adalah apa yang dikatakan tentang subjek, yang perlu diperhatikan ialah bahwa istilah subjek dan predikat itu mengacu kepada fungsi, tidak kepada jenis kata. Perhatikan beberapa cuplikan di bawah ini!
Arya |
Bue
Arya
Bue
Arya
Bue:
:
:
:
:
:Bue lapar.
Iyo le, iki sek ngoreng telur.
Cepat….
Ito. Sabar engko makane di kasih kecap
Asyik. Bue makane di luar ya.
Iyo, sek to le.
Cuplikan dalam tuturan ini dapat sebagai bukti bahwa anak umur tiga tahun, sudah bisa menggunakan kalimat. Kalimat-kalimat yang diucapkan biasanya masih sangat sederhana tetapi sudah dapat berdidiri sebagai kalimat. Misalnya Bue lapar, penggalan tuturan itu sudah dapat berdiri sendiri sebagai kalimat karena secara fungsi kalimat tersusun atas Subjek (S) dan Predikat (P). Bue berkedudukan sebagi S dan lapar berkedudukan sebagai (P). Sama halnya dengan Bue makane diluar ya. Bue berkedudukan sebagai S, makane (yang dalam bahasa Indonesia/BI makannya) berkedudukan sebagai P dan di luar ya berkedudukan sebagai keterangan (ket).
Secara lisan kata-kata yang diucapkan Arya sudah dapat dikatakan sebagai kalimat, karena kalimat dalam bahasa lisan diawali kesenyapan disela jeda dan diakhiri kesenyapan pula. Meskipun hanya satu kata cepat secara lisan juga sudah dikatakan kalimat. Cepat dalam konteks ini diucapkan dengan titi nada tinggi atau dikenal dengan fonem suprasegmental sehingga secara lisan sudah dapat dikatakan sebagai kalimat.
Analisis Berdasarkan Jumlah Ujaran Setiap Giliran Tutur
Pengambil giliran (turn taking) merupakan satu strategi yang penting dalam sesuatu komunikasi khususnya dalam komunikasi dua hal. Dengan adanya strategi ini, sesuatu tuturan dapat berjalan dengan lancar dan teratur menurut prinsip-prinsip komunkasi. Dalam kajian ini, didapati bahwa ujaran setiap giliran untuk subjek kajian, Arya dengan orang dewasa, yaitu Mas Budi dan Mbak Seni adalah hampir sekata. Hal ini mungkin disebabkan observasi yang dilakukan itu lebih merupakan tuturan yang berupa soal jawab antara Arya dengan Mas Budi dan Mbak Seni. Oleh karena itu, dalam perbualan tersebut, Arya hanya berperanan untuk menjawab pertanyaan yang dikemukakan oleh kedua orang dewasa tadi. Perhatikan cuplikan tuturan berikut!
Mas Budi |
Arya
Mas Budi
Arya
Mbak Seni
Arya
Mbak Seni
Arya
Mas Budi
Arya
Mbak Seni
Arya:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:Arya mama kemana?
Kerja
Kerjanya di mana
Kantor Pos
Lek ayah kerjanya dimana?
Oli
Siapa ayo nama ayah dan mamamu?
Mama Kris ama ayah Amad
Ayo, Arya apa bisa berhitung?
Pinter
Ayo gimana berhitungnya?
Satu, dua, tiga, empat …….
Cuplikan wacana di atas membuktikan bahwa Arya dalam bertutur hanya menjawab pertanyan dari lawan tutur. Jumlah ujaran-ujaran yang diucapkan relatif pendek dan sederhana. Hal ini sejalan dengan tingkat penguasaan bahasa oleh anak usia tiga tahun. Hal ini disebabkan karena bahasa pertama yang anak kuasai adalah bahasa yang sesuai dengan lingkungan pembelajar.
PENUTUP
Bagian ini merupakan bagian penutup dari tulisan ini. Pada bagian ini akan disampaikan kesimpulan dan beberapa implikasi kajian yang perlu mendapatkan perhatian dan tindak lanjut di masa mendatang, khususnya untuk kajian berikutnnya. Berikut kesimpulan dan implikasi-implikasi kajian selengkapnya.
Simpulan
Sejalan dengan rumusan masalah dan tujuan penulisan yang disampaikan di bagian pendahuluan, maka sebagai kesimpulan dapatlah disampaikan hal-hal berikut:
1) berdasarkan panjang ayat anak usia tiga tahun dalam bertutur pada umumnya mengucapkan kata-kata secara terpenggal. Serta penguasaan bahasa yang dikuasai anak diperoleh melalui tahapan-tahapan tertentu
2) anak umur tiga tahun sudah mampu menyusun kalimat dalam bertutur meskipun masih sangat sederhana dan terbatas
3) berdasarkan jumlah ujaran setiap giliran tutur dibuktikan anak tiga tahun dalam bertutur hanya menjawab pertanyaan dari lawan tutur.
Implikasi Kajian
Tidak disangkal bahwa kajian ini masih jauh bahkan teramat jauh dari sempurna. Ruang lingkup pembicaraan yang semula segaja digunakan untuk membatasi kajian ini bukan tidak mungkin justru mengkerdilkan jangkauan pembahasan. Analisis dalam “Pemerolehan Bahasa Anak Usia Tiga Tahun dalam Lingkungan Keluarga” sebenarnya hanya bagian yang teramat kecil dari bidang ilmu psikolinguistik tentu bagi rekan-rekan mahasiswa lain ditantang menindaklanjuti kajian ini.
DAFTAR RUJUKAN
Abdullah, Yusoff dan Che Rabiah Mohamed. 1995. Teori Pemelajaran Sosial dan Pemerolehan Bahasa Pertama. Jurnal Dewan Bahasa. Mei. 456-464.
Busri, Hasan. 2002. Sintaksis Bahasa Indonesia. Malang: FKIP Unisma.
Halijah, Abd dan Hamid. 1996. Bagaimana Manusia Memperoleh Bahasa?. Jakarta: Pelita Bahasa (Jurnal penyelidikan IPBL, jilid 7, 2006)
Language Acquisition. (On-line): http//en. Wikipedia.org/wiki/Languageacquistion. Diakses 24 Desember 2008.
Mangantar, Simanjuntak. 1982. Pemerolehan Bahasa Melayu: Bahagian Fonologi. Jurnal Dewan Bahasa. Ogos/September. 615-625.
Prastyaningsih, Luluk Sri Agus. 2001. Teori Belajar Bahasa. Malang: FKIP Unisma.
Tarigan, Henry Guntur. 1984. Psikolinguistik. Bandung: Angkasa.
Werdiningsih, Dyah. 2002. Dasar-dasar Psikolinguistik. Malang: FKIP Unisma.
Zulkifley bin Hamid. 1990. Penguasaan Bahasa: Huraian Paradigma Mentalis dan Behaviouris. Jurnal Dewan Bahasa. Mei. 326-331.
LAMPIRAN
PERISTIWA TUTUR I
Penutur |
Arya
Budi
Bue
:
:
:Kedudukan
Subjek analisis (SA)
Lawan tutur (kakak sepupu SA)
Lawan tutur (nenek SA)
Budi |
Arya
Budi
Arya
Budi
Arya
Bue
Arya:
:
:
:
:
:
:
:Cup..cup diam, gak pareng nangis. Wis besar kok nangis kok nagis, ayo bangun!
Bue….. (sambil menagis)
Ya bentar. Bue isik keluar dulu, entar ya kesini
Ngak, ikut bue (masih menangis)
Ini mau dawet. Mas budi punya dawet
Nngak…. Bue… (Bue datang)
Di tinggal sediluk ae kok nangis. Kok wis atngi ti le..
Gendong Bue…(masih menagis)
PERISTIWA TUTUR II
Penutur |
Arya
Tante Sulis
:
:
Kedudukan
Subjek analisis (SA)
Lawan tutur (tante SA)
Arya |
Tante Sulis
Arya
Tante Sulis:
:
:
:Nda Yis loti
Jajan terus, tadikan wis dibelikan es krim sama mama
Alya maunya loti
Nanti es krimya Nda Yis makan lo. Ayo di makan dulu es krimnya
PERISTIWA TUTUR III
Penutur |
Arya
Tante Sulis
:
:
Kedudukan
Subjek analisis (SA)
Lawan tutur (tante SA)
Arya |
Bue
Arya
Bue
Arya
Bue:
:
:
:
:
:Bue lapar.
Iyo le, iki sek ngoreng telur.
Cepat….
Ito. Sabar engko makane di kasih kecap
Asyik. Bue makane di luar ya.
Iyo, sek to le.
PERISTIWA TUTUR IV
Penutur |
Arya
Mas Budi
Mbak Seni
:
:
:Kedudukan
Subjek analisis (SA)
Lawan tutur (kakak sepupu SA)
Lawan tutur (kakak sepupi SA)Mas Budi
Arya
Mas Budi
Arya
Mbak Seni
Arya
Mbak Seni
Arya
Mas Budi
Arya
Mbak Seni
Arya:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:Arya mama kemana?
Kerja
Kerjanya di mana
Kantor Pos
Lek ayah kerjanya dimana?
Oli
Siapa ayo nama ayah dan mamamu?
Mama Kris ama ayah Amad
Ayo, Arya apa bisa berhitung?
Pinter
Ayo gimana berhitungnya?
Satu, dua, tiga, empat …….