Mutu Pendidikan kian Merosot

Hal itu diungkapkan pengamat pendidikan dari Yogyakarta, Wahyu Eko Prasentyanto, pada seminar teknologi pendidikan di GSG Unila, Selasa (15-2).
Menurut Wahyu, jalan buntu tersebut disebabkan dua hal, yaitu learning disability dan teaching disability dalam dunia pendidikan kita.
“Berhasil tidaknya proses pembelajaran itu ditentukan oleh murid dari pihak yang belajar dan guru dari sisi yang mengajar. Learning disability artinya ketidakmampuan murid dalam belajar dan teaching disability artinya ketidakmampuan guru dalam mengajar,” kata dia.
Berdasarkan penelitian tindakan kelas, Wahyu menjelaskan diketahui hanya 10 persen siswa yang mampu menyerap materi pelajaran sampai 84 hingga 95 persen, 15 persen mampu menyerap 65 hingga 85 persen. “Sisanya atau sekitar 60 persen hanya mampu menyerap 50 persen materi pembelajaran,” kata dia.
Artinya, menurut Wahyu, jika terdapat 30 siswa dalam satu kelas, yang mampu menyerap 85 hingga 95 persen materi hanya tiga anak. Kemudian siswa yang mampu menyerap materi 65 hingga 85 persen materi hanya 6 orang anak, dan lebih dari setengah jumlah siswa dalam satu kelas menyerap kurang dari 60 persen materi pelajaran.
Dengan demikian, adanya hambatan dalam pembelajaran merupakan kenyataan. Untuk itu, kata Wahyu, memahami perilaku anak oleh guru merupakan faktor penting dalam menghapus hambatan dalam proses pembelajaran.
“Persoalan anak yang bodoh dan malas itu bukan persoalan keturunan ataupun genetika. Para ahli telah mengambil sampel otak Einstein, ilmuan yang dikenal jenius itu. Hasilnya, karakter fisik otak Einstein tidak jauh berbeda dengan manusia lainnya,” ujarnya.
Wahyu mengatakan bagaimana cara mengetahui perilaku anak, mengubah perilakunya, dan bagaimana cara perilaku itu terbentuk akan disampaikan dalam materi Seminar Mind Technology for Education (penerapan teknologi pikiran untuk pendidikan). Sementara bagaimana mengubah perilaku dalam mengajar akan termaktub dalam Seminar Great Technology for Eduation (penerapan teknologi pikiran untuk pendidikan).
Secara terpisah, salah satu panitia kegiatan, Imron, mengatakan seminar ini akan menjawab pertanyaan benarkah ada anak yang malas dan bodoh. Sekaligus membeberkan rahasia kekuatan pikiran dalam pembentukan perilaku dan bagaimana memanfaatkannya untuk membentuk perilaku pembelajaran siswa yang positif, yakni rajin belajar, percaya diri, dan sifat positif lainnya.
Menurut Imron, seminar ini tidak hanya diperlukan para guru, tapi juga orang tua yang ingin anaknya menjadi anak yang rajin dan brilian. Seminar pendidikan ini merupakan hasil kerja sama antara Lampung Post, Excellent Mundi Yogykarta, Standard Ballpoint, TVS motor, dan Tri (jagoan internet).
Selain itu, dalam seminar ini juga digelar lomba menulis dengan tema pengalaman seru kasih sayang guru dan murid.
“Para peserta bisa membawa hasil karya tulisnya saat pelaksanaan seminar dan mereka yang beruntung akan mendapatkan hadiah dari pulpen Standars,” kata dia. (MG14/S-1)
.
http://www.lampungpost.com/cetak/berita.php?id=2011021601214735