www.infodiknas.com
SETELAH membaca sebuah artikel berjudul “Bahasa Indonesia Menjadi Bahasa Internasional?” yang ditulis oleh Sdr. Fahmi Riadl di Harian Kaltim Post edisi tanggal 4 dan 5 Juni 2010, saya tertarik untuk memberi komentar, terutama terhadap pengantar dan kesimpulan-kedua artikel tersebut.
Bahasa Indonesia menjadi daya tarik tersendiri untuk dipelajari oleh negara dan bangsa lain. Bahkan, sudah ada negara lain yang menjadikan bahasa Indonesia sebagai matapelajaran wajib di sekolah sampai perguruan tinggi dan lembaga lainnya. Banyak faktor yang menyebabkan bahasa Indonesia sangat diminati untuk dipelajari oleh orang asing. Konon, bahasa Indonesia dipelajari di lebih dari 45 negara di dunia.
Meskipun demikian, dalam komentar ini saya tidak mempersoalkan mengenai metode pembelajarannya di sana. Demikian pula mengenai kegiatan dan proses belajar mengajarnya.
Berkenaan dengan judul artikel tadi, pertanyaan yang muncul adalah: mungkinkah hal itu terwujud? Pertanyaan berikutnya barangkali adalah: seberapa besar kemungkinan itu dan kapan kemungkinan (baca: harapan) itu bisa terwujud? Tampaknya sangat sulit memberi jawaban yang melegakan, apalagi memastikannya.
Namun, tetaplah kita menaruh harapan dengan optimisme yang tinggi akan terwujudnya kemungkinan itu, yaitu bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional. Patutkah kita optimistis seperti itu? Jawabannya adalah: ya, mengingat setidaknya sudah tersedia perangkat pegangan berupa undang-undang yang mengarahkan harapan tersebut menuju ke sana.
Sejak setahun yang lalu Pemerintah RI telah mengesahkan dan mengundangkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Dinyatakan dengan tegas pada Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009: Pemerintah meningkatkan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan. Sedangkan pada ayat (2)-nya diisyaratkan adanya suatu lembaga kebahasaaan yang diberi tanggung jawab oleh pemerintah untuk mengemban tugas itu.
Bahasa internasional yang dimaksud pada pasal di atas adalah bahasa yang digunakan sebagai sarana komunikasi antarbangsa.
Tampak jelas sekali bahwa pemerintah mempunyai antusiasme yang tinggi untuk mewujudkan bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional. Tinggal bagaimana strategi dan upaya konkret yang mesti dilakukan oleh pemerintah. Semestinya pula semua pihak menghargai dan mendukung sepenuhnya, karena berhasil tidaknya upaya “menginternasionalkan” bahasa Indonesia itu sangat tergantung pada keseriusan semua pihak.
Apabila kita menengok sejarah dan perjuangan bangsa Indonesia, secara historikal kemudian kedudukan bahasa Indonesia dapat dibedakan menjadi bahasa nasional dan bahasa negara. Bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional terukir secara monumental dalam ikrar yang dikumandangkan pada Kongres Pemuda II Tahun 1928 yang kemudian dikenal dengan Sumpah Pemuda.
Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) lambang kebanggaan nasional, (2) lambang jatidiri bangsa, (3) alat pemersatu dari keberagaman, dan (4) alat perhubungan antarbudaya dan antardaerah.
Bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa negara, secara konstitusional termaktub dalam Pasal 36, Bab XV, UUD 1945.
Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi antara lain sebagai (1) bahasa resmi kenegaraan, (2) bahasa pengantar resmi lembaga-lembaga pendidikan, dan (3) bahasa resmi dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern.
Sudah sejak lama ada pencanangan semboyan “gunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar”. Semboyan tersebut berisikan himbauan kepada masyarakat untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Adapun “baik” maksudnya adalah penggunaan bahasa Indonesia sesuai dengan lingkungan dan keadaan yang dihadapi. Sedangkan “benar” maksudnya adalah penggunaannya harus sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.
Permasalahan timbul justru pada penerapan atau penggunaan bahasa Indonesia dalam keseharian. Sering dijumpai penggunaan bahasa Indonesia secara serampangan, baik dalam bentuk teks (baca: tulisan) maupun lisan. Terkadang dicampuradukkan dengan bahasa remaja masa kini, gaul, prokem, dan sebagainya, sehingga tampak penggunaannya tidak baik dan tidak benar. Keserampangan itu tidak hanya dilakukan oleh masyarakat awam, tetapi banyak pula dilakukan oleh kalangan terdidik. Yang lebih memprihatinkan lagi adalah keserampangan itu terjadi pada pelbagai naskah dan event resmi. Tanggapannya adalah yang penting mudah dipahami dan komunikatif.
Masih banyak di antara kita, bangsa Indonesia, yang belum atau tidak gramatikal dalam menggunakan bahasa Indonesia. Pengabaian juga terjadi terhadap Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD) –berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2009.
Akhirnya, seiring dengan bertambahnya kesadaran masyarakat dalam menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, semoga upaya pemerintah untuk meningkatkan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional dapat membuahkan hasil. Semoga!( Tulus Imam Prasetyo *)
*) Penulis adalah Widyaiswara Madya
Balai Diklat Keuangan Balikpapan.
Sumber: http://www.kaltimpost.co.id/index.php?mib=berita.detail&id=63002