Pembelajaran sastra selama ini masih terasa sulit dan menakutkan bagi siswa. Pembelajaran sastra seharusnya nyaman, menantang, dan menyenangkan. Kondisi pembelajaran sastra yang kurang mengakrabkan siswa pada karya sastra, membuat siswa menjadi rabun novel, rabun cerpen, rabun drama, dan rabun puisi. Kesulitan siswa untuk memahami konsep akademik yang diajarkan guru mengakibatkan motivasi dan pola siswa sulit ditumbuhkan. Kenyataan yang demikian mendorong upaya untuk mengubah model pembelajaran yang ada menjadi pembelajaran sastra kontekstual. Mengapa demikian? Pembelajaran kontekstual sudah teruji keunggulannya, baik terhadap hasil belajar maupun terhadap aspek kognitif lainnya, seperti kemampuan berpikir tinggi, bahkan terhadap sikap dan perilaku. Lima bentuk belajar sastra dengan metode kontektual adalah bentuk belajar relating, experiencing, applying, cooperating, dan transfering. Tujuan kegiatan pembelajaran sastra ini adalah belajar menerapkan pengalaman hasil belajar ke dalam penggunaan dan kebutuhan praktis. Misal, drama yang telah dibuat bisa ditindaklanjuti dengan pementasan. Puisi, cerpen, dan novel yang telah dibuat siswa bisa ditindaklanjuti dengan kegiatan pameran, ditempelkan di majalah dinding, atau diterbitkan oleh majalah sekolah, dan dapat juga diikutkan dalam lomba penulisan karya sastra.