MENCIPTAKAN LINGKUNGAN YANG POSITIF UNTUK PEMBELAJARAN
Oleh : Ummu Hany Almasitoh, S.Psi., M.A.
Abstrak
Kelas adalah setting untuk berbagai aktivitas, mulai dari aktivitas akademik seperti membaca, menulis, berhitung, sampai aktivitas social seperti bermain, berkomunikasi dengan teman, dan berdebat. Pengelolaan kelas adalah serangkaian kegiatan guru yang ditujukan untuk mendorong munculnya tingkah laku siswa yang diharapkan dan menghilangkan tingkah laku siswa yang tidak diharapkan, menciptakan hubungan interpersonal yang baik dan iklim soso-emosional yang positif, serta menciptakan dan memelihara organisasi kelas yang produktif dan efektif.
Untuk mengelola aktivitas di kelas agar menjadi efektif, yaitu sebagai berikut menunjukkan seberapa jauh guru mengikuti aktivitas yang sedang berlangsung di kelas, mengatasi situasi tumpang tindih secara efektif, menjaga kelancaran dan kontinuitas pelajaran, melibatkan murid dalam berbagai aktivitas yang menantang, menunjukkan sikap tangkap, membagi perhatian, memusatkan perhatian, memberikan petunjuk yang jelas dan menegur dan memberi penguatan.
Kata Kunci: kelas, pengelolaan kelas, mengelola aktivitas kelas agar menjadi efektif
Murid memerlukan lingkungan yang positif untuk mendukung proses pembelajarannya. Untuk mencip t a ka n lingku nga n ya ng p os it if da la m pembelajaran dapat dilakukan dengan beberapa hal, yaitu mengelola kelas secara efektif, mengelola aktivitas kelas secara efektif, dan manajemen dalam menghadapi perilaku yang bermasalah.
MENGELOLA LINGKUNGAN FISIK KELAS
Menurut Winataputra (2003), menyatakan bahwa pengelolaan kelas adalah serangkaian kegiatan guru yang ditujukan untuk mendorong munculnya t ingka h la ku s is wa ya ng diha r a p ka n da n menghila ngka n tingka h laku siswa ya ng t idak diharapkan, menciptakan hubungan interpersonal
yang baik dan iklim soso-emosional yang positif, serta menciptakan dan memelihara organisasi kelas yang produktif dan efektif. Sudrajat (akhmadsudrajat. wordpress.com), menyatakan bahwa pengelolaan kelas lebih berkaitan dengan upaya-upaya untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar (pembinaan rapport, penghentian perilaku peserta didik yang menyelewengka n p er ha t ia n kela s , p emb er ia n ganjaran, penyelesaian tugas oleh peserta didik secara tepat waktu, peneta pan nor ma kelompok ya ng produktif), di dalamnya mencakup pengaturan orang (peserta didik) dan fasilitas”. Dan menurut Winzer (Winataputra, 2003) menyatakan bahwa pengelolaan kelas adalah cara-cara yang ditempuh guru dalam menciptakan lingkungan kelas agar tidak terjadi kekacauan dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencapai tujuan akademis dan sosial.
Dari pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengelolaan kelas adalah kegiatan yang dila ku ka n oleh gu r u ya ng dit u ju ka n u nt u k menciptakan kondisi kelas yang memungkinkan berlangsungnya proses pembelajaran yang kondusif dan maksimal. Pengelolaan kelas ditekankan pada a s p ek p enga t u r a n (ma na gemen), lingku nga n pembelajaran yaitu berkaitan dengan pengaturan orang (siswa) dan barang/fasilitas. Kegiatan guru tersebut dapat berupa pengaturan kondisi dan fasilitas yang berada di dalam kelas yang diperlukan dalam proses pembelajaran diantaranya tempat duduk, perlengkapan dan bahan ajar, lingkungan kelas (cahaya, temperatur udara, ventilasi), dll.
Kelas adalah setting untuk berbagai aktivitas, mulai dari aktivitas akademik seperti membaca, menulis, berhitung, sampai aktivitas social seperti bermain, berkomunikasi dengan teman, dan berdebat. Sebagai tenaga profesional, seorang guru dituntut mampu mengelola kelas yaitu menciptakan dan mempertahankan kondisi belajar yang optimal bagi tercapainya tujuan pengajaran. Menurut Amatembun (dalam Supriyanto, 1991) “Pengelolaan kelas adalah upaya yang dilakukan oleh guru dalam menciptakan dan mempertahankan serta mengembang tumbuhkan motivasi belajar untuk mencapai tujuan yang telah di t et ap ka n”. S eda ngka n menur u t Us ma n (20 03 ) “Pengelolaan kelas yang efektif merupakan prasyarat mutlak bagi terjadinya proses belajar mengajar yang efektif”. Pengelolaan dipandang sebagai salah satu aspek penyelenggaraan sistem pembelajaran yang mendasar, di antara sekian macam tugas guru di dalam kela s . M engelola kela s s eca r a efekt if a ka n memaksimalkan kesempatan pembelajaran murid (Charles, 2002; Everstone, Emmer, & Worsham, 2003 dalam Santrock 2007).
Pandangan lama mengenai cara mengelola kelas secara efektif menekankan pada penciptaan dan pengaplikasian aturan untuk mengontrol tindakan murid. Sehingga mengorientasikan murid pada sikap patuh dan pasif pada aturan yang ketat. Hal tersebut da p a t melema hka n ket er lib a t a n mu r id da la m pembelaja ran akt if, pemikiran, da n kons truksi pengetahuan sosial. Sedangkan tren baru dalam ma na jemen kela s leb ih memfoku s ka n kep a da kebutuhan murid untuk mengembangkan hubungan dan kesempatan untuk menata diri. Menekankan pada pembimbingan murid untuk menjadi lebih mau berdisiplin diri dan tidak terlalu menekankan pada control eksternal atas diri murid.
Manajemen kelas yang efektif mempunyai b eb er a p a t u ju a n, ya it u memb a nt u mu r id menghabiskan lebih banyak waktu untuk belajar dan mengurangi waktu aktivitas yang tidak diorientasikan pada tujuan, mencegah murid mengalami masalah akademik, mewujudkan situasi dan kondisi kelas, baik sebagai lingkungan belajar maupun sebagai kelompok b ela ja r ya ng memu ngkinka n s is wa u nt u k mengembangkan kemampuan semaksimal mungkin, menghilangka n berbaga i hambata n yang da pat menghalangi terwujudnya interaksi belajar mengajar, menyediakan dan mengatur fasilitas serta perabot belajar yang mendukung dan memungkinkan siswa belajar sesuai dengan lingkungan sosial, emosional, dan intelektual siswa dan membimbing murid sesuai dengan latar belakang sosial, ekonomi, budaya, dan sifat-sifat individualnya.
Kela s ya ng dikelola denga n b a ik a ka n memberikan aktivitas di mana murid menjadi terserap ke dalamnya dan termotivasi untuk belajar dan memahami aturan dan regulasi yang harus dipatuhi. Sehingga murid akan memiliki kemungkinan yang kecil untuk mengalami masalah emosional dan akademik. Sebaliknya, dalam kelas yang dikelola dengan buruk, masalah emosional dan akademik akan lebih mudah muncul. Murid yang tidak termotivasi secara akademik akan ssemakin menurun prestasi belajarnya. Murid yang pendiam dan pemalu akan menjadi reklusif dan murid yang bandel akan semakin tidak bisa diatur.
Ada b eb era p a p r ins ip da sa r ya ng da pa t digunakan untuk menata kelas, yaitu sebagai berikut.
1. Kurangi kepadatan di tempat lalu lalang
Gangguan dapat terjadi di daerah yang sering dilewati. Daerah ini antara lain area belajar kelompok, bangku murid, meja guru, lokasi penyimpanan pensil, rak buku, computer, dan lokasi lainnya. Pisahkan area-area ini sejauh mungkin dan pastikan mudah diakses.
2. Pastikan bahwa guru dapat melihat semua murid
Tu ga s ma na jemen ya ng p ent ing a da la h memonitor murid secara cermat. Untuk itu, guru harus bisa melihat semua murid. pastikan ada jarak pandang yang jelas dari meja guru, lokasi instruksional, meja murid, dan semua murid. Us a ha ka n ja nga n s a mp a i a da ya ng t ida k kelihatan.
3. Materi pengajaran murid harus mudah diakses
Ini akan meminimalkan waktu persiapan dan mengurangi kelambatan dan gangguan aktivitas.
4. Pastikan murid dapat dengan mudah melihat semua presentasi kelas
Tentukan di mana guru dan murid akan berada saat presentasi kelas diadakan. Untuk aktivitas ini murid tidak boleh memindahkan kursi atau menjulurkan lehernya.
Pembelajaran yang efektif memang dapat bermula dari iklim kelas yang dapat menciptakan suasana belajar yang menggairahkan, untuk itu perlu diperhatikan pengaturan/penataan ruang kelas dan isinya, selama proses pembelajaran. Lingkungan kelas perlu ditata dengan baik sehingga memungkinkan terjadinya interaksi yang aktif antara siswa dengan guru, dan antar siswa. Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan oleh guru dalam menata lingkungan fisik kelas menurut Loisell (Winataputra, 2003) yaitu:
1. Visibility (keleluasaan pandangan). Visibility artinya penempatan dan penataan barang-barang di dalam kelas tidak mengganggu pandangan siswa, sehingga siswa secara leluasa dapat memandang guru, benda atau kegiatan yang sedang berlangsung. Begitu pula guru harus dapat memandang semua siswa kegiatan pembelajaran.
2. Accesibility (mudah dicapai). Penataan ruang harus dapat memudahkan siswa untuk meraih atau mengambil barang-barang yang dibutuhkan selama proses pembelajaran. Selain itu jarak antar tempat duduk harus cukup untuk dilalui oleh siswa sehingga siswa dapat bergerak dengan mudah dan tidak mengganggu siswa lain yang sedang bekerja.
3. Fleksibilitas (keluwesan). Barang-barang di dala m kela s henda knya mu dah dit at a da n dipindahkan yang disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran. Seperti penataan tempat duduk yang perlu dirubah jika proses pembelajaran menggu na ka n met ode dis ku s i, da n ker ja kelompok.
4. Kenyamanan. Kenyamanan disini berkenaan dengan temperatur ruangan, cahaya, suara, dan kepadatan kelas.
5. Keindahan. Prinsip keindahan ini berkenaan dengan usaha guru menata ruang kelas yang menyenangkan dan kondusif bagi kegia tan b ela ja r. R u a nga n kela s ya ng inda h da n menyenangkan dapat berengaruh positif pada sikap dan tingkah laku siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan.
Dalam pengelolaan kelas perlu memperhatikan tipe aktivitas pengajaran seperti apa yang akan dit er ima mu r id s ehingga gu r u da p a t mempertimbangkan penataan kelas yang mendukung aktivitas tersebut. Ada beberapa bentuk penataan kelas yang dapat disesuaikan dengan aktivitas pengajaran yang akan dilakukan yaitu sebagai berikut.
- Gaya auditorium. Yaitu penataan kelas dengan semua murid duduk menghadap guru. Penataan kelas gaya auditorium membatasi kontak murid bertatap muka dan guru bebas bergerak ke mana saja. Gaya auditorium seringkali dipakai ketika guru mengajar atau ketika seseorang menyampaikan presentasi di kelas.
- Gaya tatap muka. Yaitu penataan kelas dengan semua murid saling mengha da p . Da la m p ena t a a n s ep er t i ini, gangguan dari murid lain akan lebih besar terjadi. Gaya tatap muka seringkali dipakai ketika terjadi aktivitas diskusi kelompok.
- Gaya off-set. Yaitu penataan kelas dengan sejumlah murid biasanya tiga atau empat anak duduk di bangku tetapi tidak duduk berhadapan langsung satu sama lain. Gangguan dari murid lain dalam gaya off-set ini lebih sedikit daripada gaya tatap muka da n ga ya ini dap at efektif untu k kegiat an pembelajaran kooperatif.
- Gaya seminar. Yaitu penataan kelas dengan sejumlah besar murid sekitar sepuluh atau lebih duduk disusunan seperti lingkaran, atau persegi, atau membentuk huruf U. gaya seminar ini akan efektif digunakan ketika guru menginginkan aktivitas diskusi antara murid satu sama lain atau berdiskusi dengan guru.
- Gaya kluster. Yaitu penataan kelas dengan sejumlah murid biasanya empat sampai delapan anak bekerja dalam kelompok kecil. Susunan ini terutama akan sangat efektif pada pembelajaran kolaboratif.
- Lingkaran. Para peserta didik hanya duduk pada sebuah lingkaran tanpa meja atau kursi untuk interaksi berhadap-hadapan secara langsung. Sebuah lingkaran ideal untuk diskusi kelompok penuh. Sediakan ruangan yang cukup, sehingga anda dapat menyuruh peserta didik menyusun kursi- kurs i mereka seca ra cep at dala m berb agai susunan kelompok kecil.
- Kelompok untuk kelompok. Susunan ini memungkinkan untuk melakukan diskusi fishbowl (mangkok ikan) atau untuk menyusun p ermainan pera n, ber debat atau observasi aktifitas kelompok. Susunan yang pa ling khusu s terdiri dari dua konsentra si lingkaran kursi. Atau dapat juga meletakkan meja pertemuan di tengah-tengah, dikelilingi oleh kursi-kursi pada sisi luar.
- Workstation. S u s u na n ini t ep a t u nt u k lingku nga n t ip e laboratorium, aktif dimana setiap peserta didik duduk pada tempat untuk mengerjakan tugas (s ep ert i mengop er asikan komp ut er, mesin, mela ku ka n ker ja la b or a t ) t ep a t s et ela h didemons t r a s ika n. Temp a t b er ha da p a n mendorong patner belajar untuk menempatkan dua peserta didik pada tempat yang sama.
- Breakout grouping. Jika kelas anda cukup besar atau jika ruangan memungkinkan, letakkan meja-meja dan kursi dimana kelompok kecil dapat melakukan aktifitas belajar didasarkan pada tim. Tempatkan susunan pecahan-pecahan kelompok saling berjauhan sehingga tim-tim itu tidak saling mengganggu. Tetapi hindarkan penempatan ruangan kelompok- kelompok kecil terlalu jauh dari ruang kelas sehingga hubungan diantara mereka sulit dijaga.
- Chevron. Sebuah susunan ruang kelas tradisional yang tidak melakukan belajar aktif. Jika terdapat banyak peserta didik (tiga puluh atau lebih) dan hanya tersedia meja oblong, barangkali perlu menyusun peserta didik dalam bentuk ruang kelas. Susunan V mengurangi jarak antara para peserta didik, pandangan lebih baik dan lebih memungkinkan untuk melihat peserta didik lain dari pada baris lurus. Dalam susunan ini, tempat paling bagus ada pada pusat tanpa jalan tengah.
S u s u na n meja ya ng mengelomp ok a ka n mendor ong int er a ks i s ocia l di a nt a r a mu r id. Sebaliknya, susunan meja yang berbentuk lajur akan mengurangi interaksi social di antara murid dan mengarahkan perhatian murid kepada guru. Menata meja dengan bentuk lajur-lajur akan bermanfaat bagi murid ketika mereka harus mengerjakan tugas secara individu a l, s eda ngka n p ena t a a n meja s eca r a mengelompok akan sangat membantu proses belajar secara kooperatif.
Kelas dengan penataan meja lajur biasanya memungkinkan guru untuk hanya berinteraksi dengan murid-murid yang duduk di deretan depan dan tengah. Area ini dinamakan zona aksi karena deretan depan dan tengah merupakan lokasi yang paling sering berinteraksi dengan guru. Misalnya, mereka paling sering mengajukan pertanyaan dan paling mungkin mengawali diskusi.
Ketika kelas disusun dalam bentuk lajur, guru sebaiknya berkeliling dan melakukan kontak mata dengan murid-murid di luar zona aksi. Guru juga disarankan untuk member komentar kepada murid- murid di kursi pinggir dan secara periodic merubah posisi duduk murid sehingga semua murid akan mempunyai kesempatan yang sama untuk menempati kursi di bagian depan dan tengah.
MENGELOLA AKTIVITAS KELAS SECARA EFEKTIF
Untuk mengelola aktivitas di kelas secara efektif, seorang guru sebaiknya menggunakan gaya manajemen kelas otoritatif. Gaya ini berasal dari gaya parenting. Seperti halnya orang tua yang otoritatif, guru yang menggunakan gaya manajemen kelas secara otoritatif akan memiliki murid yang cenderung mandiri, tidak cepat puas, mau bekerja sama dengan murid lainnya, dan menunjukkan penghargaan diri yang tinggi. Strategi manajemen kelas yang otoritatif akan mendorong murid untuk menjadi pemikir yang independen dan pelaku yang independen. Guru yang otoritatif akan menjelaskan aturan dan regulasi, menentukan standar dengan masukan dari murid.
Ada beberapa hal yang sebaiknya dilakukan guru dalam mengelola aktivitas di kelas agar menjadi efektif, yaitu sebagai berikut.
1. Menunjukkan seberapa jauh guru mengikuti aktivitas yang sedang berlangsung di kelas
Guru yang seperti ini akan senantiasa memonitor murid secara regular. Hal ini akan membuat guru menjadi bisa mendeteksi perilaku yang salah jauh sebelum perilaku tersebut lepas kenda li. Gu r u ya ng t ida k mengiku t i perkembangan aktivitas di kelas kemungkinan besar tidak akan melihat perilaku salah itu sebelum perilaku itu menguat dan menyebar.
2. Mengatasi situasi tumpang tindih secara efektif
M is a lnya , da la m s it u a s i a kt ivit a s kelompok memb aca , gur u dapa t mer esp on pertanyaan murid dari kelompok lain, tetapi dalam merespon pertanyan tersebut guru tidak mengubah aliran proses belajar membaca. Atau ketika berjalan mengelilingi ruangan kelas dan memeriksa pekerjaan murid, matanya tetap mengawasi seluruh kelas.
3. Menjag a kelancaran dan ko ntinuitas pelajaran
Guru sebaiknya mampu menjaga aliran pelajaran tetap lancar dan mempertahankan minat murid. Ada beberapa aktivitas guru yang dapat mengganggu aliran pelajaran, antara lain flip-flopping, yaitu meninggalkan aktivitas yang sedang berjalan dengan alasan yang tidak jelas, dan teerlalu lama memaparkan sesuatu yang sudah dipahami murid. selain itu, ada juga tindakan fragmentasi, yaitu tindakan dimana guru membagi aktivitas menjadi beberapa komponen meskipun aktivitas tersebut sebenarnya bisa dilakukan sebagai satu unit. Misalnya, seorang guru meminta enam murid untuk melakukan sesuatu secar individual, padahal sebenarnya semua murid tersebut dapat dibentuk menjadi satu unit kelompok.
4. Melibatkan murid dalam berbagai aktivitas yang menantang
Guru sebaiknya melibatkan murid dalam berbagai tantangan tetapi bukan aktivitas yang terlalu sulit. Murid terkadang merasa lebih tertarik untuk bekerja secara independen daripada diawasi oleh guru.
5. Menunjukkan sikap tangkap
Menggambarkan tingkah laku guru yang tampak pada siswa, bahwa guru sadar dan tanggap terhadap perhatian keterlibatan, masalah dan ketidak acuan mereka. Dengan adanya sikap ini siswa merasa guru hadir ditengah mereka. Kesan ketanggapan ini dengan cara :
a. Memandang secara seksama
Memungkinkan guru meliput keterlibatan s is wa da la m t u ga s dikela s s er t a menunjukkan kesiapan guru untuk memberi respon baik terhadap kelompok maupun individu.
b. Memberikan pernyataan
Hal ini terkomunikasi kepada siswa melalui pernyataan guru bahwa ia telah siap untuk memulai kegiatan belajar serta siap memberi respon terhadap kebutuhan siswa. Hal yang ha r u s dihinda r i a da la h menu nju kka n dominasi guru dengan pernyataan atau komentar yang mengandung ancaman.
Contoh : “Saya menunggu sampai kalian diam”.
c. Gerak mendekati
Hal ini menunjukkan kesiapan, minat dan perhatian kepada siswa. Hal ini membantu siswa yang menghadapi kesulitan belajar, mengalami frustasi atau sedang marah. Gerak yang mendekati hendaknya dilakukan dengan wajar, bukan menakuti atau maksud lain
d. Memberikan reaksi terhadap gangguan dan kekacauan siswa.
Dengan adanya teguran menandakan adanya guru bersama siswa. Teguran harus diberikan pada saat yang tepat serta dialamatkan pada sasaran yang tepat.
6. Membagi perhatian
Pengelolaan kelas yang efektif terjadi apabila guru membagi perhatian kepada beberapa kegiatan yang berlangsung dalam waktu yang sama. Hal ini dapat dilaksanakan dengan cara sebagai berikut:
a. Visual
Hal ini mennjukkan perhatian terhadap sekelompok siswa atau individu namun tidak kehila nga n ket er lib a t a nnya denga n kelompok siswa atau individu. Keterampilan ini digunakan untuk memonitor kegiatan kelomp ok a t a u individu , menga da ka n koreksi kegiatan siswa, memberi komentar atau memberi reaksi terhadap siswa yang mengganggu.
b. Verbal
Guru dapat memberikan komentar terhadap a kt ivit a s s es eor a ng ya ng diliha t a t a u dilaporkan oleh siswa lain. Penggunaan teknik visual maupun verbal menunjukkan bahwa guru menguasai kelas.
7. Memusatkan perhatian
Keterlibatan siswa dalam KBM dapat dipertahankan apabila dari waktu kewaktu guru mampu memusatkan kelompok terhadap tugas- tugas yang dilaksanakan. Hal ini dengan cara :
a. Menyiagakan siswa
M encip t a ka a n s u a s a na ya ng mena r ik sebelum guru menyampaikan pertanyaan atau topik pelajarannya. Misalnya: “coba a na k-a na k, s emu a nya memp er ha t ika n dengan teliti gambar ini untuk membedakan daerah mana yang subur dan daerah mana yang tanahnya gersang.
b. Menuntut tanggung jawab siswa
Komunikasi yang jelas dari guru mengenai tugas siswa merupakan hal yang sangat p ent ing dala m memper ta hankan p u sa t perhatian siswa seperti: meminta untuk diperagakan hasil pekerjaan tugas.
8. Memberikan petunjuk yang jelas
Petunjuk yang diberikan harus bersifat langsung, dengan bahasa yang jelas dan tidak membingungkan serta dengan tuntutan yang wajar dapat dipenuhi oleh siswa.
9. Menegur
Tida k s emu a t ingka h la ku ya ng mengganggukelompok, siswa dalam kelas dapat dicegah atau dihindari dengan baik, sehingga guru harus melakukan teguran secara verbal atau memperingatkan siswa. Teguran itu efektif jika :
a. Tegas dan jelas tertuju kepada siswa yang mengganggu
b. Menghindari peringatan yang kasar dan menyakitkn serta mengandung penghinaan.
c. Menghindari ocehan atau ejekan guru atau yang berkepanjangan
d. Guru dan siswa lebih baik mengadakan kesepakatan sehingga penyimpangan yang t er ja di ha nya s ifa t nya menginga t ka n. Seperti: “Suharto ingat”!
10. Memberi Penguatan
Komponen ini digunakan untuk mengatasi siswa yang tidak mau terlibat dalam kegiatan pembelajaran atau menggangu temanya. Yaitu dengan cara.
a. Guru dapat memberikan penguatan kepada siswa yang menggagu yaitu dengan jalan” mena ngka p nya ” ket ika ia mela ku ka n tingkahlaku yang wajar dan berusaha “ menangkapnya” ketika ia melakukan tingkah ya ng t ida k wa ja r da n b er u s a ha “ mena ngka p nya ” ket ika ia mela ku ka n tindakan yang tidak wajar dengan tujuan perbuatan yang wajar tadi dapat terulang.
b. Gu r u da a p a t memb er ika n b er b a ga i komponen penguatan kepada siswa yang bertingkah laku yang wajar kepada siswa yang lain untuk menjadi teladan.
Hal yang juga perlu ditanamkan pada diri siswa adalah disiplin. Disiplin kelas diartikan sebagai usaha mencegah terjadinya pelanggaran- pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang telah disetujui bersama dalam melaksanakan kegiatan kelas, agar pemberian hukuman pada seorang atau sekelompok orang dapat dihindari. Disiplin kelas dapat diartikan juga sebagai suasana tertib dan terpaut akan tetapi penuh dinamika dalam melaksanakan program kelas terutama dalam mewujudkan proses belajar mengajar.
Untuk menanamkan kedisiplinan dan agar bisa berjalan dengan lancar, kelas perlu mempunyai aturan dan prosedur yang jelas. Murid harus tahu secara spesifik bagaimana aturan tersebut. Tanpa aturan dan prosedur yang jelas, akan muncul kesalahpahaman yang bisa melahirkan kekacauan. Guru juga dapat melibatkan murid dalam pembuatan aturan dengan tujuan agar dapat mendorong murid untuk dapat bertanggung jawab atas tindakannya sendiri. Guru dapat mendiskusikan dengan murid mengapa aturan tersebut dibutuhkan dan menjelaskan aturan tersebut dengan mendiskripsikannya. Ada beberapa hal yang peerlu diingat ketika menyusun aturan dan prosedur di kelas, yaitu sebagai berikut.
1. Aturan dan prosedur harus masuk akal dan dibutuhkan
Aturan dan prosedur yang dibuat harus tepat untuk kelas tersebut dan mempunyai dasar yang kuat. Misalnya, seorang guru yang membuat aturan bahwa semua murid harus dating tepat waktu, dan bagi murid yang terlambat akan dikena i s a nks i, s eb a iknya gu r u t er s eb u t menjelaskan alasan aturan tersebut pada murid yaitu, jika mereka telat maka mereka mungkin akan kehilangan materi pelajaran yang penting.
2. Aturan dan prosedur harus jelas dan dapat dipahami
Atu ran yang dibuat har us dijelas kan maksudnya dan dideskripsikan agar murid benar- benar memahaminya. Sebaiknya guru melibatkan murid dalam membuat aturan sehingga dapat meningkatkan rasa tanggung jawab murid untuk mematuhi aturan tersebut.
3. Aturan dan prosedur harus konsisten dengan tujuan pengajaran dan pembelajaran
Pastikan bahwa aturan dan prosedur yang dibuat tidak akan mengganggu proses pengajaran dan pembelajaran. Sebagian guru menginginkan kelas yang tenang, sehingga murid dilarang untuk berinteraksi dengan teman lainnya, hal ini tentu tidak cocok diterapkan dalam pembelajaran dengan model kolaboratif.
4. Aturan kelas harus konsisten dengan aturan sekolah
At u r a n ya ng dit er a p ka n di kela s hendaknya sesuai dengan aturan yang dibuat untuk di terapkan di sekolah. Ketidaksesuaian aturan akan membuat murid bingung dan tidak memahami aturan tersebut.
Untuk menjaga ketertiban di kelas tidak harus selalu mengandalkan hukuman, sebaiknya guru bisa mengajak murid untuk bekerja sama, misalnya dalam menentukan aturan kelas yang akan diterapkan. Ada tiga strategi yang dapat digunakan agar murid mau diajak bekerja sama, yaitu: menjalin hubungan yang positif dengan murid, mengajak murid untuk berbagi dan mengemban tanggung jawab, dan memberi hadiah pada perilaku yang tepat.
Menjalin hubungan yang positif dengan murid dapat dilakukan dengan menunjukkan perhatian yang tulus pada murid sebagai individu sehingga mereka mau diajak bekerja sama. Terkadang guru tergoda untuk menuntut prestasi akademik yang bagus dan kelas yang tenang, akan tetapi melupakan kebutuhan sosioemosional murid. Perhatian ini menyebabkan kelas terasa aman dan nyaman bagi murid dan mereka merasa diperlakukan secara adil. Guru peka terhadap kebutuhan dan kecemasan murid, misalnya guru menciptakan aktivitas yang menyenangkan pada hari- hari pertama masuk sekolah, bukan member tes diagnostik. Selain itu, guru juga sebaiknya memiliki ket er a mp ila n komu nika s i da n ket er a mp ila n mendengar yang baik, dan dapat mengekspresikan perasaannya kepada murid secara efektif. Dengan demikian atmosfer di kelas akan menjadi tenang dan santai. Misalnya, fokus kelas adalah pada tugas akademik tetapi guru memberi murid waktu bebas unt uk membaca , mengguna kan komput er, a tau menggambar. Ada beberapa pedoman pengajaran yang da p at diguna ka n unt uk mengemb angka n hubungan yang positif dengan murid, yaitu sebagai berikut:
- Beri murid sapaan “selamat pagi” yang ramah
- L u angkan wa kt u wa la u pu n singkat u nt u k bertatap muka dan membicarakan hal-hal yang terjadi dalam kehidupan murid.
- Tuliskan catatan ringkas yang bersisi dorongan bagi murid.
- Sering-seringlah memanggil mur id dengan namanya.
- Tunjukkan semangat pada murid, bahkan ketika akan pulang sekolah, pada akhir pekan, ataupun akhir tahun pelajaran.
- Bersikap lebih terbuka, sehingga murid bisa lebih memandang guru sebagai individu. Tetapi juga jangan teerlalu berlebihan dalam membuka diri. Selalu pertimbangkan level pemahaman dan emosional murid saat guru membuka informasi personal tentang dirinya kepada murid.
- Menjadi pendengar aktif yang menyimak apa yang dikatakan murid meskipun yang dikatakan tersebut hanya masalah sepele.
- Biarkan murid tahu bahwa guru akan selalu membantu mereka.
- Ingat bahwa membangun hubungan yang positif dan s aling percaya itu a kan membut uhkan waktu.hal ini terutama berlaku bagi murid yang berasal dari lingkungan yang beresiko yang mungkin tidak mudah percaya pada guru.
Strategi kedua agar murid dapat bekerja sama dengan guru adalah dengan cara mengajak murid untuk berbagi dan mengemban tanggung jawab. Beberapa pakar manajemen kelas percaya bahwa berbagi bertanggung jawab dengan murid untuk membu a t kep ut us a n kelas a kan meningkat ka n komitmen atau kepatuhan murid pada keputusan itu (Eggleton, 2001; Lewis, 2001; Risley & Walther, 1995; dalam Santrock, 2007). Ada beberapa pedoman yang dapat dilakukan untuk mengajak murid berbagi dan mengemban tanggung jawab di kelas, yaitu sebagai berikut.
- Libatkan murid dalam perenc anaan dan implementasi inisiatif sekolah dan kelas. Partisipasi ini akan membantu memuaskan kebutuhan murid untuk merasa percaya diri dan merasa memiliki.
- Dorong murid untuk menilai tindakan mereka sendiri. Daripada memberi penghakiman atas perilaku murid, lebih baik ajukan pertanyaan yang dapat memotivasi murid untuk mengevaluasi perilaku mer eka s endir i. M is a lnya , gu r u da p a t menanyakan “apakah perbuatan kalian sesuai dengan aturan kelas yang telah kita sepakati bersama?”.
- Jangan menerima alasan murid melakukan kesalahan. Ala s a n b ia s a nya dima ks u dka n u nt u k menghindari tanggung jawab.sebaiknya guru tidak mendiskusikan alasan murid melakukan kesalahan, akan lebih baik jika guru menanyakan pada murid tentang apa yang akan mereka lakukan jika situasi yang sama terjadi.
- B eri waktu ag ar murid mau menerima tanggung jawab. Murid tidak akan berubah menjadi anak yang bertanggung jawab dalam sekejap saja. Banyak perilaku menyimpang murid biasanya terbentuk sejak lama dan karenanya dibutuhkan waktu untuk mengubahnya.
- B iarkan murid berpartis ipas i dalam pembuatan keputusan. Hal ini dapat dilakukan dengan mengadakan rapat kelas. Rapat kelas juga dapat berguna untuk menghadapi masalah perilaku murid atau isu yang berkaitan dengan guru dan murid.
Strategi ketiga untuk membuat murid bisa bekerja sama dengan guru yaitu dengan memberi hadiah pada perilaku yang tepat. Hal ini dapat dilakukan dengan memilih penguat yang efektif bagi murid. Guru sebaiknya mencari tahu mana penguat yang paling efektif bagi setiap murid. Bagi seorang murid, mungkin berupa pujian, tetapi bagi murid yang lainnya mungkin dapat berupa pemberian aktivitas tertentu. Pemberian aktivitas yang menyenangkan sering kali berguna untuk mengajak murid bekerja sama.
S ela in ha l di a t a s , gu r u ju ga da p a t menggunakan prompts dan shaping. Beberapa bentuk prompts (doronga n) dap at ber upa is yarat atau pengingat, misalnya “ingat aturan tentang antre’. Sedangkan shaping (pembentukan) dapat melibatkan p emb er ia n ha dia h kep a da mu r id jika b is a melaksanakan perilaku yang mendekati perilaku sasaran secara berturut-turut. Yang perlu diperhatikan dalam pemberian hadiah adalah bahwa gunakan hadiah untuk member informasi tentang penguasaan, bukan untuk mengontrol perilaku murid. imbalan yang menga ndu ng infor ma s i t ent a ng kema mp u a n p engu a sa a n mu r id da pa t mena ikka n mot iva s i instrinsik dan rasa tanggung jawab pada diri murid. sedangkan imbalan yang digunakan untuk mengontrol perilaku murid kecil kemungkinannya untuk dapat menaikkan rasa tanggung jawab dan regulasi diri. Misalnya, pembelajaran seorang murid mungkin akan menjadi lebih baik jika dia terpilih sebagai murid pa ling r ajin minggu ini karena dia mela kukan sejumlah aktivitas yang produktif.akan tetapi, murid tersebut mungkin tidak akan termotivasi jika dia diberi hadiah karena duduk tenang di bangku; karena imb alan s ep er ti itu hanya la h ca ra gur u untu k mengontrol perilaku murid tersebut, dan murid yang terlalu banyak dikontrol saat belajar akan cenderung bertindak pasif.
MANAJ E ME N DAL AM ME NG H ADAPI PERILAKU BERMASALAH
S eb a ik a p a p u n gu r u mer a nca ng da n menciptakan lingkungan kelas yang positif, perilaku bermasalah tetap akan muncul. Untuk itu, guru perlu menghadapinya dengan cara yang efektif dan tepat waktu. Menurut ahli manajemen kelas, Carolin Everstone dan rekannya (Everstone, Emmer, & Worsham, 2003 dalam Santrock 2007) membedakan antara intervensi minor dan moderat dalam menangani perilaku bermasalah murid.
Beb er a p a ma s a la h ha nya memb u t u hka n intervensi minor (kecil). Masalah-masalah tersebut biasanya adalah perilaku yang mengganggu aktivitas kelas dan proses belajar mengajar. Misalnya, murid yang ribut sendiri, meninggalkan tempat duduknya, bercanda, ataupun makan di kelas. Strategi intervensi minor yang efektif antara lain adalah:
- Gunakan isyarat nonverbal. Guru sebaiknya menjalin kontak mata dengan murid. Kemudian berilah isyarat pada murid denga n melet a kka n t elu nju k ja ri di b ib ir, menggeleng kepala, atau menggunakan isyarat tangan untuk menghentikan perilaku tersebut.
- Terus lanjutkan aktivitas belajar. Terkadang transisi antar aktivitas berlangsung terlalu lama atau terjadi kemandekan aktivitas saat murid tidak melakukan apa-apa. Dalam situasi ini, murid mungkin meninggalkan tempat duduknya, mengobrol, bercanda, dan mulai ribut. Strategi yang baik adalah bukan mengoreksi tindakan murid dalam situasi seperti ini, tetapi lebih baik mulailah aktivitas baru dengan segera. Dengan membuat rencana harian yang efektif, gu r u da p a t menghila ngka n t r a ns is i da n kekosongan aktivitas.
- Dekatilah murid. Ketika murid mulai bertindak menyimpang, guru hendaknya mendekatinya, maka biasanya murid akan diam.
- Arahkan perilaku. Jika murid mengabaikan tugasnya, ingatkan mereka tentang kewajibannya itu. Guru dapat berkata “ingat, semua anak harus mengerjakan soal matematika ini”.
- Berilah instruksi yang dibutuhkan. Terkadang murid melakukan kesalahan kecil ketika mereka tidak memahami cara mengerjakan s u at u tu ga s. Unt u k it u , ma ka gu ru har u s memantau pekerjaan murid dan member petunjuk jika dibutuhkan.
- Suruh murid berhenti dengan nada tegas dan langsung. Jalinlah kontak mata dengan murid, bersikaplah a s er t if, da n s u r u h mu r id menghent ika n tindakannya tersebut. Buatlah pernyataan singkat dan pa nta u mu rid s amp ai sit ua s i menjadi terkendali. Strategi ini dapat dikombinasikan dengan strategi mengarahkan perilaku murid.
- Berilah murid pilihan. Ber i t a nggu ng ja wa b p a da mu r id denga n mengatakan bahwa dia mempunyai pilihan yaitu bertindak benar atau menerima konsekuensi negatif. Beri tahu murid apa tindakan yang benar itu dan apa konsekuensinya bila tidak melakukan tindakan yang benar.
Beberapa perilaku yang salah membutuhkan intervensi yang lebih kuat daripada beberapa hal yang telah dijelaskan di atas. Misalnya, ketika murid menya la hgu na ka n p r iveles enya , mengga nggu aktivitas, keluar dari kelas, mengganggu pelajaran atau mengganggu pekerjaan murid lainnya. Berikut ini ada beberapa intervensi moderat yang dapat diguna ka n u nt u k menga ta s i ber ba gai ma sa la h tersebut, yaitu sebagai berikut.
- Jangan beri privelese atau aktivitas yang mereka inginkan. Beb er a p a mu r id da p a t menya la hgu na ka n p r i vi l es e ya ng mer eka t er ima , s ep er t i diperbolehka n b er jalan keliling kelas at au mengerjakan tugas dengan teman.
- Membuat perjanjian behavioral. Jika muncul masalah dan murid tetap keras kepala, maka guru bisa meerujuk pada perjanjian ya ng t elah disepa ka ti bers ama. Perjanjian tersebut harus merefleksikan masukan dari kedua belah pihak.
- Pisahkan atau keluarkan murid dari kelas. Strategi ini dapat digunkan dengan menggunakan cara time out yaitu mencabut penguatan positif dari murid. Time out dapat dilakukan dengan beberapa pilihan, bisa menyuruh murid tetap di kelas, tetapi tidak diberi akses ke penguatan positif; mengeluarkan murid dari area aktivitas atau dikeluarkan dari kelas; atau menempatkan murid di ruang time out yang disediakan sekolah. Gu r u ya ng menggu na ka n t i me o u t ha r u s memberitahu murid tentang perilaku apa yang menyebabkan murid mendapatkan time out.
- Gunakan hukuman atau sanksi. Hukuman yang digunakan di sini lebih bersifat akademik, bukan fisik. Hukuman dapat berupa perintah untuk mengerjakan tugas berkali-kali.
Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa upaya untuk menangani siswa yang bermasalah, khususnya yang terkait dengan pelanggaran disiplin sekolah dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu: pendekatan disiplin dan pendekatan bimbingan dan konseling. Penanganan siswa bernasalah melalui p endeka t an dis ip lin mer u ju k p a da at u r an da n ketentuan (tata tertib) yang berlaku di sekolah beserta sanksinya. Sebagai salah satu komponen organisasi sekolah, aturan (tata tertib) siswa beserta sanksinya memang perlu ditegakkan untuk mencegah sekaligus mengatasi terjadinya berbagai penyimpangan perilaku siswa. Kendati demikian, harus diingat sekolah bukan “lembaga hukum” yang harus mengobral sanksi kep a da s is wa ya ng menga la mi ga nggu a n penyimpangan perilaku. Sebagai lembaga pendidikan, justru kepentingan utamanya adalah bagaimana berusaha menyembuhkan segala penyimpangan perilaku yang terjadi pada para siswanya.
Oleh karena itu, disinilah pendekatan yang kedua perlu digunakan yaitu pendekatan melalui Bimb inga n da n Kons eling. Ber b eda denga n pendekatan disiplin yang memungkinkan pemberian sanksi untuk menghasilkan efek jera, penanganan siswa bermasalah melalui Bimbingan dan Konseling justru lebih mengutamakan pada upaya penyembuhan dengan menggunakan berbagai layanan dan teknik yang ada. Penanganan siswa bermasalah melalui Bimb inga n da n Kons eling s a ma s eka li t ida k menggunakan bentuk sanksi apa pun, tetapi lebih mengandalkan pada terjadinya kualitas hubungan interpersonal yang saling percaya di antara konselor dan siswa yang bermasalah, sehingga setahap demi s et a ha p s is wa t er s eb u t da p a t mema ha mi da n mener ima dir i dan lingkungannya, serta dap at mengarahkan diri guna tercapainya penyesuaian diri yang lebih baik.
Unt uk membant u gur u aga r mur id da pat berbuat sesuai aturan juga dapat menggunakan bantuan dari teman sebaya, orang tua, kepala sekolah, dan mentor. Teman sebaya terkadang sangat efektif untuk mengajak murid dapat berperilaku lebih tepat. Misalnya, jika ada dua murid yang bertengkar, maka mediator teman bisa membantu menengahi pertikaian itu. Guru juga dapat mengadakan pertemmuan dengan or a ng t u a u nt u k ma s a la h t er t ent u . J a nga n menempatkan orang tua pada posisi defensive atau menyalahkan mereka karena perilaku anaknya yang salah di sekolah. Guru cukup menjelaskan masalahnya dan meminta bantuan dari orang tua untuk ikut menyelesaikan masalah tersebut. Jika murid sudah tidak bisa ditangani guru biasanya murid akan dipertemukan dengan kepala sekolah agar mendapat peringatan. Selain itu, guru juga dapat menggunakan mentor yang dapat memberi dukungan yang murid butuhkan untuk mengurangi perilaku bermasalah.
Beberapa ahli pendidikan berpendapat bahwa perencanaan sekolah yang terkoordinasi, kurikulum dan pengajaran bermutu tinggi, dan lingkungan sekolah yang suportif adalah hal-hal yang dibutuhkan untuk menangani murid yang bermasalah dalam perilakunya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan program pengayaan kompetensi sosial. Program ini dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi social murid dengan meningkatkan keterampilan dalam menghadapi hidup, dan mengembangkan keahlian sosioemosional.
Da vid da n R oger J ohns on (1 9 9 9 ) ju ga menciptakan program tiga C, yaitu suatu program manajemen kelas untuk mengatasi masalah yang menyebabkan gangguan dan melemahkan proses pembelajaran.program ini menekankan arti penting da r i p emb er ia n b imb inga n p a da mu r id u nt u k mempelajari cara menngatur perilaku mereka sendiri. Komponen dari program tiga C ini adalah sebagai berikut :
- Cooperative community.Komunitas pembelajaran akan mendapat manfaat jika partis ipan mempunyai inter dependensi positif satu sama lain. Mereka bekerja untuk mera ih tujua n b ers ama dengan melakukan aktivitas pembelajaran yang terstuktur dan kooperatif.
- Constructive conflict resolution.Ketika timbul konflik, konflik tersebut bisa dipecahkan secara konstruktif melalui training resolusi konflik untuk semua partisipan dalam komunitas pembelajaran.
- Civic values. Komunitas kooperatif dan r esolus i konflik konstruktif hanya jika komunitas pembelajaran berbagi nilai-nilai civik yang sama, yaitu nilai yang menjadi pedoman pembuatan keputusan. Nilai-nilai ini mencakup keyakinan ba hwa kesuksesan tergantung pada usaha bersama untuk meraih tujuan bersama dan saling menghargai.
DAFTAR PUSTAKA
Sudrajat, Akhmad. 2008. Teknik Pengelolaan Kelas. http://akhmadsudrajat.wordpress.com.
Anit a L ie. 2 0 0 7 . C o o p er a t i ve L ea r n i n g (Memperaktikan Cooperatif Learning di Ruang- ruang Kelas). Jakarta: PT Grasindo.
Wina t a pu t r a , Udin S . 2 0 0 3. St ra t eg i B el aj a r Men g a j a r . J a ka r t a : Univer s it a s Ter b u ka Departemen Pendidikan Nasional.
Santrock, John W. 2007. Psikologi Pendidikan.
Jakarta: Prenada Media Group.