(www.infodiknas.com – rulam_ahmadi@yahoo.com – 081333052032)
Riau (Pinmas) –Menteri Agama H Suryadharma Ali mengatakan, tidak ada dikotomi atau pemisahan antara ilmu umum dan ilmu agama. Keduanya harus dipadukan dan musti diintegrasikan sebagai sumber ilmu yang satu dari Allah SWT.
“Al-Quran mengandung ajaran yang berkaitan dengan akhirat dan memberikan sinyal kuat yang komprehensif. Jadi memisahkan ilmu yang satu dengan yang lain itu suatu kekeliruan. Kalau belajar ilmu itu jangan sepotong-sepotong,” kata Menag ketika meresmikan penggunaan gedung perkuliahan Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Syarif Kasim, Riau, Senin (17/10). Pembangunan gedung tersebut atas biaya IDB. Hadir Direktur Perguruan Tinggi Islam Prof Dr Machasin, Rektor UIN Sutlan Syarif Kasim Riau Prof Dr H Muhammad Hazir, Kakanwil Kemenag Riau H Asyari Nur, SH, MM dan sejumlah undangan lainnya.
Menurut Menag, UIN harus memadukan dua ilmu, yaitu ilmu umum dan agama. Ilmu harus diintegrasikan sebagai sumber ilmu dari Allah SWT. Al-Quran mengajarkan kepada kita berkaitan dengan akhirat, memberikan sinyal kuat dan komprehensif. Jadi, memisahkan satu dengan yang lain itu suatu kekeliruan.
Dia menjelaskan, memperpadukan dua bidang ilmu (agama dan agama) itu sangat mutlak. Namun, harus diiringi semangat untuk meningkatkan kualitas umat, sekaligus memecahkan masalah yang dihadapi umat. “UIN harus menyatu dengan umat. Karena ilmu yang dipelajari menjadi solusi yang dihadapi umat,” ucap Menag seraya menyatakan kegembiraanya bahwa di UIN Suska Riau sudah ada fakutlats tabiyah, fakultas dakwah, fakultas ushuluddin, fakultas peternakan, fakultas ekonomi, fakultas psikologi, fakultas syariah dan lain-lain, bahkan kini tengah dikembangkan fakultas kedokteran.
Menag mengharapkan UIN menjadi pemecah problema umat dengan memperbaiki pendidikan. “Alhamdulillah, Kementerian Agama berupaya meningkatkan kualitas dosen, berbagai fasilitas, sarana dan prasarana pendidikan berkembang secara signifikan dari tahun ke tahun,” ujarnya.
Menyinggung masalah kemiskinan, Menag mempertanyakan peran UIN sekaligus turut menaggulanginya. Apakah Islam pantas miskin? Apakah Islam melestarikan kemiskinan? Maraknya sumbangan di sana-sini, apa Islam dieksploitasi kemiskinan?
Memang, kata Menag, Islam tak pantas miskin. “Islam tidak melanggengkan kemiskinan, tapi Islam agama anti kebodohan dan kemiskinan. Buktinya ayat pertama yang diturunkan adalah Iqro yang artinya bacalah. Ini menunjukkan bahwa Islam agama anti kebodohan.”
Salah satu upaya mengatasi kemiskinan adalah dengan berzakat. Zakat merupakan kewajiban bagi umat Islam yang berpunya (kaya) minimal 2,5 persen dari harta yang mereka miliki, yang kemudian didistribusikan kepada delapan asnaf, diantaranya fakir miskin. Selain zakat, umat Islam juga dianjurkan untuk menunaikan infak dan shadaqah.
“Oleh karena itu, UIN harus bertanya, betulkan zakat, infaq dan shadaqah (ZIS) sebagai jawaban Islam anti kemiskinan? Kalau ya, apakah ZIS sebagai instrumen yang terus dikembangkan. Di sini, ternyata kita belum merumuskan sebaik-baiknya. Kini UIN sudah terlalu jauh dengan problematikan umat,” papar Menag seraya mengharap bahwa para pakar UIN dari berbagai disiplin ilmu untuk merumuskan bagaimana masalah zakat dan pendayagunaannya.
Menag memaparkan, zakat dapat didayagunakan sesuai dengan perintah Allah SWT. Zakat dikelola menjadi dana produktif. Terus terang, selama ini baru mengatasi kemiskinan yang sifatnya temporer. Hanya mengatasi makan sehari-hari, yang sifatnya sementara, setelah tidak mendapat bantuan atau zakat, mereka menjadi miskin lagi. Artinya mereka menjadi miskin terus menerus. Inilah yang perlu diubah. Bagaimana keturunan mereka tidak mewarisi kemiskinan. (dik)
Sumber: http://www.kemenag.go.id/index.php?a=detilberita&id=6222