Oleh Luki Aulia dan Aswin Rizal Harahap
Membuat dan memperbaiki suku cadang alat berat industri, seperti traktor dan ekskavator, bukan hal sulit bagi siswa SMK Negeri 5 Makassar, Sulawesi Selatan. Apalagi menciptakan sistem robotik untuk mempermudah dan mempercepat lini produksi industri.
Guru dan siswa program keahlian alat berat kerap mendapat pesanan dari industri untuk membuat suku cadang alat berat. Bahkan, kerap pula mereka diminta industri untuk memperbaiki suku cadang alat berat, seperti rantai roda, kontrol hidrolik, atau bagian pengeruk ekskavator, atau alat berat industri berukuran besar lainnya.
Bagi Sugiarto, guru program keahlian alat berat, banyaknya pesanan dari industri justru menguntungkan karena siswa dan guru mendapat kesempatan mempelajari mesin dan operasional alat-alat berat
Selain menangani alat-alat berat, sejak 1980-an sekolah ini sudah membuat mesin pencacah dan penggiling yang bisa digunakan untuk mencacah jagung, ikan, ataupun sampah. Mata-mata pisau yang ada di dalam mesin didesain untuk bisa diganti- ganti sesuai kebutuhan. Puluhan mesin pencacah seperti ini telah dibuat dan dipasarkan ke masyarakat.
”Produk paling sederhana, yakni traktor tangan, sudah kami buat sejak 1970-an,” kata Wakil Kepala Sekolah Bidang Manajemen Mutu Wilopo.
Pada tahun 1974 sekolah ini telah mendapat proyek dari pemerintah untuk membuat pintu air di Kendari, Sulawesi Tenggara. Setelah itu, membuat turbin air sebagai pembangkit tenaga listrik di wilayah yang belum terjangkau listrik di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.
Baru-baru ini sekolah ini juga dipercaya merakit 10 mesin perkakas yang digunakan untuk proses manufaktur, yakni computer numerical control (CNC). Hasil rakitannya kemudian dibagikan ke SMK lain di wilayah Sulawesi, seperti Gorotalo dan Kendari.
”Satu CNC dirakit selama tiga bulan oleh tiga siswa dengan didampingi perwakilan industri. Harga satu CNC Rp 500 juta,” kata Agus, siswa kelas XII program alat berat.
Teknologi robotik
Selain membuat peranti keras industri, siswa pada program keahlian mekatronika dan elektronika juga membuat peranti lunak yang dibutuhkan lini produksi industri, seperti pemanfaatan teknologi robotik. Ketika ditemui pekan lalu, siswa pada kedua program keahlian itu tengah melakukan uji coba robotik, seperti memindahkan obyek dari satu ke titik ke titik lain. Seluruh pengendalian robotik itu dilakukan dari laptop yang telah dilengkapi beberapa program kerja sesuai kebutuhan industri.
”Program ini telah memenangi kompetensi robotik untuk keperluan industri di tingkat nasional, regional, dan internasional,” kata Wilopo.
Siswa di program keahlian teknik komputer dan jaringan (TKJ) juga didorong agar bisa memenuhi kebutuhan industri dan masyarakat terhadap peranti keras personal computer, notebook, netbook, dan proyektor dengan harga terjangkau.
Sejak kelas X, siswa dilatih merakit PC kemudian keterampilannya ditingkatkan dengan merakit notebook dan netbook di kelas XI. Karena sudah terlatih, sekolah ini diminta merakit beberapa peranti keras itu dan membagikan peranti keras bantuan dari pemerintah itu kepada SMK lain di berbagai daerah.
”Sekarang sedang merakit 46 PC merek Mugen. Kami sudah merakit PC kerja sama dengan Zyrex, Relion, dan Advan. Masyarakat juga bisa pesan di sini. Ada garansi dan kami bisa bantu untuk servisnya,” kata Sandi, siswa kelas XII yang baru saja selesai praktik kerja industri di Hewlett Packard Makassar.
Otomotif
Tahun lalu, siswa program keahlian otomotif sekolah ini ikut terlibat dalam perakitan mobil toko (moko) yang digagas Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Moko yang diperuntukkan bagi kalangan menengah ke bawah ini diproduksi bersama PT Industri Nasional Kereta Api Madiun dan akan dijual dengan harga Rp 45 juta-Rp 65 juta.
Moko diproduksi dengan 70 persen bahan baku lokal dan 30 persen bahan impor. Saat ini pemprov telah memproduksi 11 moko dan ditargetkan tahun ini bisa memproduksi 100 unit moko..
Validasi
Agar relevan dengan kebutuhan industri, setiap tahun sekolah selalu memvalidasi kurikulum dengan industri terkait. Hal ini disebabkan biasanya industri membutuhkan tenaga kerja yang sudah siap pakai sehingga tidak perlu lagi memberikan pelatihan. Pengalaman dari para siswa yang telah menjalani praktik kerja industri juga menjadi masukan bagi sekolah.
”Tujuannya supaya siswa tidak ketinggalan zaman atau tidak kaget dan sulit beradaptasi ketika praktik kerja di industri,” kata Wilopo.
Dengan validasi kurikulum ini, mayoritas lulusan akan terserap habis. Bahkan, siswa kelas X pun sudah diincar industri. Ketika praktik kerja industri, banyak siswa dilamar untuk langsung masuk ke industri terkait karena pihak industri telah mengetahui kualitas pekerjaan siswa. Sekolah ini, kata Wilopo, memberlakukan sistem pembelajaran empat tahun, yakni pendidikan di sekolah tiga tahun kemudian satu tahun praktik kerja di industri.
Sekolah yang terletak di Jalan Sunu Nomor 162 Makassar ini dibangun tahun 1969 dengan nama STM Pembangunan Ujung Pandang. Pada awalnya sekolah ini hanya membuka tujuh program keahlian, yakni konstruksi bangunan, elektronika komunikasi, listrik industri, mesin konstruksi, teknik kendaraan ringan, elektronika industri, dan teknik pengelasan dengan masa studi empat tahun.
Seiring dengan kebutuhan pasar dan perkembangan teknologi, sekolah kemudian membuka empat program keahlian lagi, yakni teknik mekanik alat berat, TKJ, mekatronika, dan refrigeration (teknik pendingin). Sekolah ini merupakan satu-satunya sekolah teknologi menengah pembangunan yang berada di luar Jawa.
Selain telah melalui perjalanan panjang, kualitas pendidikan di sekolah ini pun telah teruji di mata masyarakat….
Sumber:
http://edukasi.kompas.com/read/2012/06/11/10014565/SMKN.5.Makasar.Piawai.Menangani.Alat.Berat