- Buatlah kelompok dengan 3 anggota.
- Tulis nama anggota pada laman jawaban Anda.
- Jawab semua pertanyaan secara lengkap kemudian upload/share di facebook Anda.
- Setelah Anda meng-upload/share hasil kerja Anda, selanjutnya Anda memberikan komentar terhadap hasil kerja kelompok lain (diskusi online).
MATERI
Kualitas Guru Rendah, Benarkah ?
Oleh
Drs. MARIJAN
(Praktisi Pendidikan di SMPN 5 Wates Kulon Progo Yogyakarta)
MENGAPA kualitas guru rendah ? Pertanyaan seperti ini tak henti-hentinya muncul di benak penulis. Di akhir renungan, penulis mengatakan betapa tidak adilnya masyarakat menilai guru. Guru dituding sebagai biang kerok penyebab rendahnya kualitas pendidikan. Sebagai contoh, bila didapatkan siswa bersikap tidak menggembirakan atau NEM-nya rendah spontan guru dipaksa menerima tudingan pertama sebagai tidak berhasil mendidik dan mengajar. Namun jika didapatkan siswa sukses, orang tua mereka bergegas merebut kesempatan untuk segera mengaku bahwa anaknya berhasil
Ini pertanda bahwa profesi guru dipandang masyarakat dengan sebelah mata. Secara diam-diam atau terang-terangan masyarakat menilai guru sekarang kurang berkualitas. Guru sekarang tidak dapat diteladani, tidak menghasilkan siswa yang disiplin, santun, hemat, berpikir kreatif dan berwawasan ke depan. Pendek kata guru sebagai keranjang sampah ketidakberhasilan pendidikan. Dalam keadaan demikian guru diberi label kurang berkualitas.
Sesungguhnya kualitas guru kita beragam, ada yang tinggi, cukup dan memang banyak yang rendah. Mengapa banyak yang berkualitas rendah ? Pertama, nilai UAN digunakan sebagai tolok ukur penilaian guru. Baik masyarakat awam maupun yang bergelut dalam dunia pendidikan dengan mantap mengindentikkan banyak sedikitnya jumlah kelulusan dalam suatu sekolah dengan kualitas gurunya.
Sebagai bukti masyarakat memberi nilai plus kepada guru-guru sekolah favorit. Agaknya masyarakat lupa bahwa input sekolah favorit merupakan hasil seleksi dari anak-anak berkualitas, sehingga walau terlepas dari proses pembelajaran di dalamnya, tidak mustahil mereka pun menjadi siswa yang berkualitas. Beruntunglah, guru yang mengajar di sekolah favorit karena mendapat serpihan kebahagiaan dari kualitas otak siswa mereka.
Kalau kita simak secara nasional, jumlah sekolah yang ada di pelosok jauh lebih banyak dibandingkan dengan yang ada di kota. Padahal dengan segenap keterbatasan yang ada, sekolah di pelosok sulit sekali melahirkan seorang siswa dengan nilai UAN tinggi. Akibatnya dapat ditebak, rata-rata kualitas siswa secara nasional rendah. Dominasi kualitas siswa yang rendah inilah yang lalu dihubungkan dengan kualitas guru-guru mereka.
Kedua, tidak ada kaderisasi guru berkualitas. Apabila di pelosok (kualitas siswanya rendah) ada guru yang berkualitas cepat-cepat dipindahtugaskan ke sekolah yang telah maju/ berkualitas. Ini berarti guru-guru yang berkualitas dikumpulkan di pusat perkotaan. Kebijakan seperti ini diartikan sebagai pemenuhan kepentingan sekelompok kecil namun menganaktirikan kepentingan kelompok besar, yaitu sekolah-sekolah di pedesaan. Mestinya guru yang berkualitas tersebut difungsikan sebagai kader di sekolah pelosok tempat ia mengajar dan tidak perlu dipindahtugaskan. Apabila kebijakan seperti ini terus – menerus dilakukan dapat dipastikan guru-guru di pelosok berkualitas rendah selama-lamanya.
Ketiga, pemerintah tidak tegas menentukan letak akar penyebab rendahnya kualitas guru. Pengakuan diri secara objektif dari instansi pendidikan yang terkait tidak pernah kita dengar. Penilaian masyarakat mengenai kurang berkualitasnya guru sebenarnya merupakan pukulan keras yang menonjok Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan ( LPTK ) sebagai pencetak guru. Sayangnya LPTK dengan enteng berdalih bahwa mahasiswa mereka tidak berkualitas karena sebagian besar berasal dari pelosok atau mahasiswa buangan. Mahasiswa pun tidak mau diam, mereka lalu memvonis guru SMA yang dianggap tidak berkualitas. Guru SMA pun kebakaran jenggot, lalu menuding para siswa bahwa sejak masuk memang kurang berkualitas.
Pemerintah dalam hal ini depdiknas adalah institusi yang menghasilkan kebijakan – kebijakan guna penyelenggaraan pendidikan. Guru berjalan mengikuti rel kebijakan. Turun naiknya dan lika-likunya gerbang kereta pendidikan sebenarnya tergantung konstruksi dan kondisi rel kebijakan yang terpasang. Sayangnya masyarakat umum tak mau tahu kebijakan – kebijakan pendidikan seperti apa yang dihasilkan oleh depdiknas.
Upaya yang dilakukan depdiknas adalah dengan menggembleng guru melalui pengikutsertaan mereka pada pelbagai pelatihan, penataran, simposium, seminar dan lain sebagainya. Tetapi hal ini dirasakan kurang membuahkan hasil yang signifikan bila ditinjau dari besarnya dana yang digunakan. Memang benar bahwa upaya-upaya tersebut kurang efektif dalam rangka memotivasi guru untuk meningkatkan kualitas mereka di lapangan.
Sumber
https://enewsletterdisdik.wordpress.com/2010/11/04/kualitas-guru-rendah-benarkah/
PERTANYAAN
- Apa komentar Anda terhadap tulisan Drs. Marijan di atas?
- Bagaimana menurut pendapat Anda, apa yang menyebabkan kualitas guru rendah?
SELMAT BEKERJA, SEMOGA ANDA SUKSES