Konflik Ambon 1999-2002 mengubah konstruksi relasi sosial masyarakat. Termasuk mempengaruhi hubungan sosial antarsiswa di sekolah. Perubahan kurikulum sekolah mampu memperbaiki kerenggangan interaksi sosial akibat fanatisme agama dan suku.
Demikian dikatakan dosen IAIN Ambon Adam Latuconsina saat promosi doktor Bidang Ilmu Agama Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga (Suka). Dia mengangkat penelitian Hubungan Antar Agama Dan Etnis Dalam pendidikan (Studi Relasi Siswa SMA N di Kota Ambon), Senin (30/7).
Dia melakukan riset dengan metode kualitatif dan kuantitatif terhadap tiga sekolah yaitu SMAN 4 Ambon, SMAN 2 Ambon, dan SMAN 3 Ambon. Masing-masing merepresentasikan sekolah di wilayah Muslim, Kristen dan wilayah perbatasan yang didominasi siswa berlatar belakang agama dan etnis campuran.
Konflik Ambon menciptakan kerenggangan relasi sosial siswa. Terutama dalam hal kesamaan etnis maupun berdasarkan fanatisme agama. Sedangkan sekolah-sekolah yang ada di wilayah perbatasan, hubungan sosial siswa tidak terpengaruh dan tetap memiliki toleransi tinggi.
“Untuk memulihkan dampak konflik Ambon, sekolah-sekolah di Ambon mengambil kebijakan kurikulum tersendiri agar tercipta kembali relasi sosial siswa yang akan berimbas pada terciptanya kembali relasi sosial yang bertorelansi di kalangan masyarakat luas,” jelasnya.
Dia mengungkap ketiga sekolah yMenurut promovendus, dari hasil risetnya menunjukkan bahwa, ketiga sekolah yang diteliti telah melakukan pembaharuan kurikulum. Yang pertama adalah pemberlakuan kurikulum pembelajaran agama dan mata pelajaran yang terkait dengan pembentukan perilaku siswa. “Disini dilakuakn penguatan terhadap nilai-nilai universal agama, nilai-nilai budaya lokal, serta penerimaan dan penghargaan terhadap identitas agama dan etnik,” tuturnya.
Yang kedua adalah memperbanyak pelatihan secara berkala kepada para guru agama dan guru mata pelajaran yang terkait dengan pembentukan moral siswa dalam meningkatkan pemahaman dan kemampuan mengajar. Selain itu, meningkatkan pembelajaran dan kegiatan ekstra kurikuler di sekolah dengan muatan yang dapat membangun kebersamaan dan solidaritas. Terakhir adalah meningkatkan kegiatan keagamaan. “Cara ini diharapkan bisa membangun kesadaran dan sikap inklusif para siswa,” ujarnya.
Putra kelahiran Ori, Maluku Tengah ini memaparkan, kebijakan pembaharuan kurikulum yang dilakukan sekolah-sekolah di Kota Ambon ini sangat tepat, Karena pendidikan memiliki peran yang strategis dalam membangun relasi yang harmonis dan terciptanya pembauran di kalangan siswa beda agama dan beda etnis. Sekolah menjadi ruang publik yang efektif bagi proses interaksi dan terciptanya dialog yang lebih intens, sehingga lebih mudah mebangun sikap saling menghargai yang mengarah pada penerimaan kelompok-kelompok beda agama dan etnis. “Jika dikondisikan dengan baik melalui kebijakan kurikulum, akan mempercepat pulihnya relasi sosial di Ambon pasca konflik,” katanya. (sit/iwa.
http://www.radarjogja.co.id/ruang-publik/92-tajuk/25878-pengaruhi-hubungan-sosial-antarsiswa.html