Kisah Sepotong Roti: Pebgantar Olah Hati
(K.H. Fatchurrahman Alfa, M. Pdi)
Kisah pertobatan anak raja Balkh (persia), Abu Ishaq Ibrahim bin Adham, berawal dari keinginannya untuk berburu. Bersama kuda kesayangannya, Ibrahim menuju hutan dengan penuh gairah. Keadaan berlangsung normal hingga ketenangannya diusik oleh seekor gagak.
Ibrahim sesungguhnya hanya ingin istirahat sejenak, melepas lelah dari perjalanan sembari memakan roti. Sialnya, Ibrahim tak sempat mencicipi sedikit pun bekal bawaannya itu. Seekor gagak datang tiba-tiba menyambar roti, lalu membawanya terbang ke udara.
Ibrahim yang kaget bercampur kagum itu memutuskan untuk mengikuti ke mana gagak pergi. Si burung hitam meluncur cepat ke arah gunung, hingga pangeran Balkh nyaris saja tak menemukannya lagi. Tapi tekad Ibrahim bin Adham untuk menaklukkan segala rintangan di pegunungan membuatnya tak kehilangan jejak.
Tapi gagak tetaplah gagak, jerih payah sang anak raja untuk mendekatinya mendapat penolakan. Sekali lagi, gagak mengudara, kabur menghilang jauh entah ke mana. Di saat bersamaan, Ibrahim bin Adham menjumpai seseorang tengah terbaring di tanah dalam keadaan terikat. Segera ia turun dari kuda dan berusaha melepaskannya, lalu menyapa, “Ada apa dengan Anda?”, tanya Ibrahim bin Adham.
“Saya korban perampokan”, jawab orang tersebut yang ternyata adalah seorang saudagar yang seluruh hartanya dirampas dan para perampoknya hendak membunuhnya dengan cara mengikat dan menelantarkan tubuhnya sendirian. Saudagar mengaku, sudah tujuh hari ia terlentang tak berdaya di tempat itu.
“Bagaimana Anda bisa bertahan hidup?”.
Saudagar tersebut lantas menceritakan bahwa selama masa-masa sulit itu, seeokor gagak rutin menghampiri, hinggap di atas dada, dan menyodorkan makanan untuknya, termasuk roti. Begitulah cara ia mendapatkan asupan untuk tenaganya setiap hari.
Peristiwa ini membuka kesadaran Ibrahim bin Adham tentang hakikat rezeki. Ia akhirnya mantab mundur dari gemerlap kemewahan dunia kerajaan dan memerdekakan semua budak miliknya, serta mewakafkan segala kekayaannya. Hikayat ini dapat dijumpai secara jelas dalam kitab Al-Aqthāf ad-Daniyyah.
Ibrahim bin Adham memilih menjalani hidup sederhana sebagai rakyat biasa. Jalan tasawuf mulai ia tekuni dengan berjalan kaki ke Mekah, tanpa bekal apapun kecuali rasa tawakal atau kepasrahan yang amat tinggi.
Sejak saat itu, olah rohani merupakan kegiatan pokok dalam kehidupan sehari-harinya.
Ternyata, kisah tentang kegagalan Ibrahim bin Adham mencicipi roti ini berbuntut pada perubahan serius dalam keseluruhan hidup ‘mantan’ pangeran Balkh itu. Ibrahim bin Adham akhirnya masyhur sebagai seorang shufi yang sangat dikagumi dalam sumber-sumber Arab dan Persia, seperti dalam karya Imam Bukhari dan lainnya, Ibrahim terkenal sebagai tokoh shufi yang sering bertemu dengan Nabi Khidhir dalam perjalanan shufistiknya.
Semoga Allah membukakan pintu rahmat-Nya untuk beliau dan kita semua. Āmīen. Allāhu a‘lam.