Kasus dugaan kekerasan seksual yang terjadi di Jakarta International School (JIS), kini mencuatkan permasalahan lain yang lebih mendasar di dunia pendidikan. Berbagai temuan terkait sistem pendidikan di sekolah bertaraf internasional tersebut menunjukkan fakta adanya komersialisasi pendidikan di negeri ini.
Pendidik dan pengamat pendidikan Prof Dr HAR Tilaar mengatakan hal ini kepada SH, Jumat (25/4) pagi. “Persoalan JIS bukan sekadar persoalan kekerasan seksual. Ada lagi masalah mendasar, yakni komersialisasi pendidikan,” tutur Tilaar.
Menurutnya, UUD 1945 jelas mengamanatkan sistem pendidikan yang diselenggarakan adalah suatu sistem pendidikan nasional. Untuk itu, keberadaan sekolah internasional secara mendasar sebenarnya bertentangan dengan amanat UUD 1945. “Sekolah internasional itu punya siapa, sistemnya apa, kurikulumnya apa?” kata Tilaar. Apalagi, saat ini keberadaan sekolah internasional di Indonesia kenyataannya hanya diperuntukkan bagi mereka yang berpunya atau orang-orang kaya.
Pemerintah bertanggung jawab atas pergeseran fungsi ini. UU Sistem Pendidikan Nasional No 20/2003 telah “membuka pintu” bagi masuknya sekolah internasional. “Konsekuensinya, sekarang sekolah internasional tidak dapat dan sulit dikontrol pemerintah,” katanya.
Sensitivitas Guru
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susanto mengatakan, kasus kekerasan seksual di JIS menunjukkan perekrutan tenaga pendidikan atau guru perlu menggunakan indikator yang dapat mengukur sejauh mana kepekaan guru terhadap siswa.
Kemampuan kepekaan para guru, menurut Susanto, sangat erat kaitannya dengan pengetahuan mereka tentang ilmu psikologi. Kasus di JIS, menurutnya, telah menunjukkan kepekaan guru terhadap murid sangat rendah. “Kalau melihat kasus JIS yang luar biasa, bisa dipastikan 99 persen para gurunya tidak mempunyai kepekaan pada siswa,” tutur Susanto kepada SH, Kamis (24/4).
Untuk itu, perekrutan guru harus menggunakan indikator sensitivitas perlindungan anak. Indikator itu antara lain terkait kemampuan guru menghargai pendapat dan hak anak, menghargai perbedaan anak yang berasal dari berbagai latar belakang, dan harus memiliki perhatian terhadap tumbuh kembang anak. “Guru harus tahu kondisi anak pada usia dini, misalnya, apakah anak sedang memerlukan pendekatan khusus, perlu bantuan kesehatan, dan sebagainya,” kata Susanto.
Guru yang memiliki sensitivitas akan mengetahui lingkungan yang terbaik untuk pendidikan anak. Jadi, mereka akan mengetahui ketika lingkungan atau fasilitas pendidikan tidak mengedepankan kepentingan terbaik anak. Indikator lain yang penting yang harus menjadi syarat bagi tenaga pendidik, menurut Susanto, mereka harus memiliki sikap dan perilaku yang ramah anak.
Korban Baru
Terkait kasus pelecehan seksual, Kapolri Jenderal Sutarman mengutarakan terus menindaklanjuti kemungkinan adanya korban baru pelecehan seksual di sekolah JIS. Pasalnya, muncul informasi ada korban baru yang melapor ke KPAI. “Informasi tadi dari penyidik ada satu korban lagi yang baru melapor ke KPAI. Kami cek dulu apakah memang ada korban-lain lain,” kata Sutarman.
Di samping itu, Sutarman juga meminta orang tua murid yang sekolah di JIS mengecek kesehatan putra dan putrinya. Jadi, Sutarman menambahkan, polisi bisa mengetahui berapa sesungguhnya korban pelecehan seksual yang sebenarnya. Kemudian, ditanya bagaimana dengan tenaga pengajar di JIS yang ternyata buron FBI dan phedofilia.
“Itu menjadi bagian yang harus dievaluasi, bagi pengawasan orang asing di Indonesia, kita harus mengawasi semuanya, termasuk imigran-imigran yang ada di Indonesia ini bagian kita. Tugas kita bersama mengawasi mereka,” ujarnya.
Neta S Pane, sebagai Ketua Presidium Indonesian Police Watch mendesak Polda Metro Jaya segera menangkap dan menahan kepala sekolah TK JIS. Itu karena di sekolah tersebut sudah terjadi dua kasus tindak pidana berat. Pertama, kekerasan seks terhadap anak (phedofilia). Kedua, mengoperasikan sekolah tanpa izin, yang melanggar Pasal 71 UU tentang Sistem Pendidikan Nasional, dengan ancamannya 10 tahun penjara dan/atau denda Rp 1 miliar. (Ninuk Cucu Suwanti)
Sumber : Sinar Harapan.
http://sinarharapan.co/news/read/140425169/Kasus-JIS-Cermin-Komersialisasi-Pendidikan-span-span-