www.infodiknas.com. |
KUPANG, Timex-Siswa yang akan mengikuti ujian nasional (UN) tahun ini diminta tidak lengah dan mempersiapkan diri dengan baik karena tidak ada ujian ulangan. Jika tidak lulus maka harus mengulang setahun lagi atau menempuh pendidikan non formal. Permintaan ini disampaikan Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (PPO) NTT, Thobias Uly saat dikonfirmasi koran ini, Jumat (27/1) pekan lalu di ruang kerjanya. Uly mengatakan, kebijakan tersebut di satu sisi tampak memberatkan siswa karena hanya diberi sekali kesempatan untuk menentukan nasib. Namun, di lain sisi, lanjut Uly, keputusan itu juga dinilainya cukup arif. Hal itu karena Kemdiknas juga telah mengeluarkan kebijakan penentuan kelulusan ujian akhir tahun ini dengan melibatkan penilaian dari pihak sekolah. “Kalau sebelumnya hanya ditentukan oleh nilai ujian nasional (UN) tanpa melibatkan nilai ujian sekolah. Maka tahun ini nilai UN tidak lagi memveto nilai ujian sekolah. Artinya kedua nilai itu memiliki porsi masing-masing walaupun tidak sama. UN mendapat porsi lebih besar 60 persen. Sedangkan US hanya 40 persen,” jelasnya. Selain itu, lanjut Uly, standar nilai kelulusan UN juga tidak dinaikan yakni tetap 5,5. Hal itu menurutnya cukup membantu siswa sehingga ia mengharapkan persentase kelulusan UN tahun ini lebih baik. Mantan penjabat Bupati Sabu Raijua ini juga mengharapkan, sekolah-sekolah yang selama ini sudah menyiapkan diri dengan baik tidak boleh terganggu atau terpengaruh dengan kebijakan baru Kemdiknas tersebut. “Persiapan tetap dilakukan bila perlu dengan standar yang lebih tinggi dari yang ditentukan pusat,” katanya. Bagi yang belum siap betul, lanjutnya, masih ada waktu sisa untuk melakukan persiapan. Berbagai metode dan pendekatan-pendekatan yang dilakukan diharapkan bisa mempersiapkan siswa dengan baik sebelum masuk pada pelaksanaan UN April mendatang. (ito) 50 Ribu Beasiswa Mahasiswa Kurang Mampu JAKARTA, Timex-Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Muhammad Nuh mengungkapkan bahwa Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) pada tahun ini akan memberikan beasiswa sebanyak 50 ribu kuota, bagi para calon mahasiswa dari keluarga ekonomi bawah atau tidak mampu. Kuota tersebut berasal dari (program) beasiswa Bidik Misi 2011, serta dari masing-masing perguruan tinggi negeri (PTN). Dikatakan M Nuh, tahun ini pemerintah sendiri akan memberikan sebanyak 20 ribu beasiswa Bidik Misi. Sementara, mulai tahun ini juga katanya, setiap PTN berkewajiban memberikan kuota 20 persen untuk calon mahasiswa kurang mampu. “Tahun ini harapannya bisa 50.000 (beasiswa),” ungkapnya di Jakarta, Jumat (4/2). Menurut M Nuh, program Beasiswa Pendidikan Mahasiswa Miskin (Bidik Misi) yang telah dijalankan sejak 2010 lalu ini, ditujukan untuk memberikan bantuan biaya pendidikan bagi calon mahasiswa yang memiliki potensi akademik memadai, namun kurang mampu secara ekonomi untuk menempuh pendidikan di perguruan tinggi yang diselenggarakan pemerintah. Mendiknas pun menyebutkan, dari 20 ribu kuota yang diberikan pada tahun lalu, yang terserap adalah 19.600-an atau 98-99 persennya. “Kurang 300-an yang tidak terserap. (Itu) Bisa jadi karena jurusannya tidak cocok, sehingga dia (calon mahasiswa) tidak mau,” katanya. Disebutkan lagi, sumber dana program ini sendiri adalah dari APBN. Di mana harga satuan bantuan biaya pendidikan tahun 2011 adalah sebanyak Rp 6 juta per mahasiswa per semester, yang terdiri atas bantuan biaya hidup bagi para mahasiswa dan bantuan biaya penyelenggaraan pendidikan. Untuk bantuan biaya hidup, itu diserahkan kepada mahasiswa sekurang-kurangnya sebesar Rp 600 ribu per bulan, sementara bantuan biaya penyelenggaraan pendidikan sebanyak-banyaknya Rp 2.400.000 per semester per mahasiswa. Lebih jauh ditambahkan, bahwa bantuan biaya pendidikan itu diberikan sejak calon mahasiswa dinyatakan diterima di perguruan tinggi, selama delapan semester untuk program Diploma IV (D-IV) dan S-1, serta selama enam semester untuk program Diploma III (D-III). Sementara untuk program studi yang memerlukan pendidikan keprofesian atau sejenis, perpanjangan pendanaan diupayakan oleh perguruan tinggi penyelenggara. Seperti diketahui selama ini, berbagai macam beasiswa yang telah diberikan oleh pemerintah di antaranya adalah beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA), Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM), Peningkatan Prestasi Ekstrakurikuler (PPE), hingga Bantuan Mengikuti Ujian atau BMU. (cha/jpnn) // KIRI // Buku Wakil Pendidikan Nasional (Wamendiknas) Fasli Jalal menjelaskan, dalam menentukan jenis buku dalam proses pengadaan buku-buku di perpustakaan sekolah ditentukan sekolah dan komite sekolah setempat. Hal ini diungkapkan terkait dengan pengadaan buku seri SBY di beberapa sekolah di daerah. “Selain APBD yang mendesain pengadaan buku sesuai aturan main di lingkungan Pemerintah Kabupaten/kota, sekolah dan komite juga berhak untuk menentukan. Mereka (sekolah dan komite sekolah) memang memiliki wewenang untuk mendesain atau menentukan apapun yang akan dibeli untuk perpustakaan sekolah mereka,” ungkap Fasli kepada JPNN di Jakarta, Jumat (4/2). Dalam menentukan pembelian buku tersebut, lanjut Fasli, harus sesuai dengan daftar rekomendasi buku-buku yang telah lolos uji materi dari Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk). Hal ini lantaran pengadaan menggunakan sumber dana dari dana alokasi khusus (DAK) yang memang untuk peningkatan mutu pendidikan, dengan catatan kebutuhan untuk rehabilitasinya sudah selesai. “Jadi, jika ada sekolah yang ingin membeli buku SBY atau buku lainnya yang terdapat di daftar yang ada, ya silahkan saja. Pemerintah pusat tidak bisa menahan atau melarang sepanjang semuanya sudah sesuai dengan aturan yang ada. Lagipula, daftar buku-buku yang lolos uji Puskurbuk dan pengadaannya juga sudah diketahui oleh Pemerintah daerah setempat,” tegasnya. Fasli menambahkan, sebenarnya proses pengadaan buku perpustakaan sekolah itu sudah berlangsung cukup lama. Beberapa tahun yang lalu, terang Fasli, pembelian buku untuk perpustakaan menggunakan dana Inpres SD, di mana pemerintah menyediakan sekitar 100 judul buku yang diberikan gratis ke seluruh SD di Indonesia dengan jumlah 170 ribu sekolah. Buku-buku yang dibagikan tersebut, lanjut Fasli, termasuk buku cerita rakyat. “Jadi ini bisa dikatakan sebagai suatu proses yang sudah berjalan cukup lama walaupun memang kondisi sekolah hingga saat ini masih sangat bervariasi. Tapi, kita juga kan tidak mungkin mengubah kebijakan ini hanya karena kondisi di beberapa persen sekolah. Justru kalau kondisi belum baik, kita tentunya akan terus lakukan perbaikan lagi,” ujarnya. (cha/jpnn) . http://www.timorexpress.com/index.php?act=news&nid=42050 |

Jangan Lengah, UN Ulangan Ditiadakan


