Warga negara Indonesia yang direkrut kelompok milisi Negara Islam Iraq dan Suriah (ISIS) bukan semata-mata diiming-imingi wadah untuk berjihad. Selain dijanjikan biaya perjalanan diganti, mereka yang datang ke Suriah juga dijanjikan sejumlah uang setiap bulan untuk biaya hidup.
Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Marciano Norman mengungkapkan, sejumlah uang itu dijanjikan setidaknya untuk masa-masa awal ketika ada di Suriah. ’’Setelah itu ya mereka menyatu dengan lingkungan,” bebernya usai rapat terbatas di kantor kepresidenan, Jakarta, kemarin (12/3).
Meski belum diketahui pasti jumlahnya, dia menyatakan kalau iming-iming terkait biaya hidup itu sudah bisa membuat WNI yang direkrut merasa kehidupannya menjadi lebih baik. Ada indikasi kuat tentang sejumlah kepala keluarga yang kemudian mengajak istri dan anak-anaknya ikut bergabung. ’’Info (diganti biaya perjalanan dan biaya hidup) ini dari orang-orang yang sudah kembali dari sana,” tutur Marciano.
Hingga saat ini, menurut dia, WNI yang ada di Suriah dan bergabung dengan ISIS sekitar 50 orang. Mereka tidak semuanya bergabung ke dalam kelompok perlawanan senjata kepada pemerintah setempat. Sebagian juga ada yang sekadar mencari penghasilan di wilayah lumbung-lumbung ISIS.
’’Tetapi, angka itu ada (kalanya) naik, ada (kalanya) turun. Karena ada yang kembali ke Indonesia, ada juga yang bergabung tanpa sepengetahuan kami (BIN, Red),” tandasnya.
Terakhir, meski belum dapat dipastikan hendak bergabung dengan ISIS atau alasan lainnya, 16 WNI kini sedang ditahan aparat keamanan Turki. Mereka ditahan ketika sedang dalam perjalanan di rute menuju Suriah. Kebetulan, rute yang digunakan biasa ditempuh para simpatisan kelompok ISIS.
Keberadaan 16 WNI tersebut juga belum dapat dipastikan apakah merupakan 16 WNI yang beberapa hari terakhir dilaporkan hilang saat melakukan perjalanan wisata di Turki. ’’Itu sedang dalam proses pendalaman kami sekarang. Kami cross check dulu,” ujar Marciano.
Belum bisa dipastikannya kaitan 16 WNI yang ditahan dengan yang hilang itu diamini Menteri Luar Negeri Retno Marsudi. Meski demikian, dia mengakui ada indikasi kalau 16 yang ditahan itu bukan 16 yang hilang.
’’Tetapi sekali lagi, ini indikasi. Saya belum bisa memberikan konfirmasi,’’ kata Retno, yang juga ditemui usai rapat dengan Presiden Jokowi, di kantor kepresidenan, Jakarta, kemarin. Hingga tadi malam, dia masih menunggu konfirmasi resmi dari otoritas yang ada di Turki terkait hal tersebut.
Dia menjelaskan indikasi kedua kelompok WNI itu berbeda adalah ketika melihat data waktu. Bahwa 16 WNI yang hilang mendarat di Turki pada 24 Februari 2015. Mereka awalnya ada di satu rombongan yang totalnya 25 orang. Namun karena hilang dan belum ditemukan hingga jadwal kepulangan pada 4 Maret 2015, hanya 9 orang sisa rombongan yang akhirnya kembali. ’’Jadi ditunggu, tetapi yang 16 itu ternyata tidak ada,’’ tutur Retno.
Nah, lanjut dia, pada tanggal yang sama 4 Maret 2015, 16 orang dilaporkan ditangkap aparat keamanan Turki. ’’Ada indikasi beda sama sekali, namun ini sedang kami dalami,” tuturnya.
Bersama BIN dan Polri, saat ini Kemenlu telah secara khusus membuat tim. Tim tersebut sudah berangkat ke Turki. Secara umum, mereka diberi tugas untuk menangani berbagai hal yang berkaitan dengan keberadaan para WNI, baik yang sedang ditahan ataupun yang hilang.
Terpisah, Wakil Presiden Jusuf Kalla di kantor pusat PLN masih meragukan 16 orang yang tertangkap di Turki karena bergabung dengan ISIS. Sebab, menurut dia, melintasi negara lain tidaklah mudah. Apalagi saat ini, ISIS sedang menjadi isu dunia. Selain itu, ada keanehan yang bisa mematahkan argumentasi tersebut. ’’Mana mungkin (perbatasan Turki) diterobos bawa anak-anak dan istri begitu. Tidak mudah,” jelasnya.
Terpisah, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir mengatakan, ke-16 WNI itu ditangkap oleh pihak otoritas Turki saat berada di Kota Gaziantep, Turki. Sayangnya, pihak Kemenlu belum dapat memastikan alasan penangkapan dan identitas dari 16 WNI tersebut.
Tata pun enggan berspekulasi tentang dugaan para WNI itu akan menuju lokasi ISIS dengan tujuan bergabung organisasi tersebut. Sebab, menurutnya, masih ada kemungkinan 16 WNI ini bukanlah WNI yang dinyatakan terpisah dengan Smailing Tour sebelumnya. ’’Kita belum tahu. Pagi ini yang jelas tim KBRI sedang menuju ke sana,” ungkapnya di Kantor Kemenlu, Jakarta, kemarin (12/2).
Oleh karena itu, Tata masih pun masih belum dapat menjelaskan langkah Kemenlu selanjutnya pada kasus penahanan yang terjadi. Menurutnya, tim KBRI akan melakukan pengecekan dan pendalaman perkara terlebih dahulu. ’’Yang penting adalah melakukan pengecekan kondisi mereka dulu. Baru kita data dan kita pelajari aturan hukum apa yang dilanggar sehingga mereka bisa ditahan,’’ jelasnya.
Kendati demikian, Tata mengaku jika pihaknya kini semakin giat melakukan pencegahan terhadap upaya WNI yang ingin bergabung dengan ISIS. Langkah yang diambil adalah dengan menghubungi seluruh perwakilan Negara Timur Tengah yang ada di Indonesia. Kemenlu meminta agar pembuatan visa WNI menuju negara mereka diperketat. Salah satunya dengan cara melakukan wawancara detail tentang tujuan WNI tersebut.
Selain itu, lanjut dia, seluruh perwakilan Indonesia di timur Tengah juga telah melakukan himbauan-himabuan pada WNI yang ada di wilayah masing-masing. ’’Kita himbau untuk tidak ikut politik aktif di sana, tidak ikut ajakan untuk bergabung dengan kelompok-kelompok radikal. Kita kasih pengertian,’’ katanya.
Munculnya penggunaan modus baru untuk bergabung dengan ISIS ini membuat pemerintah ketar-ketir. Untuk mencegah lebih lanjut modus ini digunakan, Tata mengaku pihaknya akan segera melakukan pertemuan dengan pihakKementerian HUkum dan HAM, Polri, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan pihak terkait lainnya untuk melakukan koordinasi.
Sementara Kadivhumas Mabes Polri Irjen Ronny F. Sompie menuturkan, 16 WNI tersebut memang telah ditemukan. Namun, perlu dikoordinasikan dan dicek terlebih dahulu apakah ini 16 WNI yang sama atau kelompok lainnya. ’’Kami bekerjasama dengan Unterpol untuk masalah ini,’’ ujarnya.
Yang lebih penting, sebenarnya apakah 16 WNI ini melakukan pelanggaran di Turki. Apakah ada aturan yang dilanggar 16 WNI tersebut. Misalnya, larangan menyeberangi batas wilayah atau bergabung dengan ISIS. ’’Tentu, kalau ada pelanggaran bisa diperiksa terlebih dahulu. Kalau ada pelanggaran pidana tentu harus diselesaikan terlebih dahulu,’’ terangnya.
Dia berharap belasan WNI itu bisa segera dipulangkan. Sehingga, pemeriksaan selanjutnya bisa dilakukan Polri. ’’Tentunya, perlu mengetahui penyebab sebenarnya mengapa mereka menghilang,’’ ujar calon Kapolda Bali tersebut. (jpnn/p2/c1/ary)
http://www.radarlampung.co.id/read/berita-utama/78490-iming-iming-isis-