Oleh Harsono (Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Program Pasca Sarjana, Universitas Islam Malang).
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Salah satu fungsi pendidikan adalah proses memanusiakan manusia dalam rangka mewujudkan budayannya. Manusia diciptakan dalam keadaan fitrah (al Quran). Fitrah dalam al-Quran pada dasarnya memiliki arti ‘’potensi‘’ yaitu kesiapan manusia untuk menerima kondisi yang ada di sekelilingnya dan mampu menghadapi tantangan serta mempertahankan dirinya (Ishomuddin, 1996:11-12).
Dalam konsep fitrah, Rasulullah SAW bersabda :
ﻜﻞ ﻣﻭﻟﻮﺪ ﻴﻭﻟﺩ ﻋﻠﻲ ﺍﻠﻓﻃﺭة؛ ﻔﺄﺑﻮﺍﻩ ﻳﻬﻮﺩﻧﻪ ﺍﻭﻳﻭﻧﺻﺭﻧﻪ ﺍﻮﻳﻭ ﻤﺠﺴﻧﻪ
(ﺭﻮﺍﻩﺍﻠﺷﻴﺨﻴﻥ)
Artinya : Setiap sesuatu yang dilahirkan itu di lahirkan dalam keadaan suci, maka sesungguhnya orang tuanyalah yang membuat dia menjadi Yahudi, Nasrani, dan bahkan Majuzi (H.R. Bukhari dan Muslim) (Imam Bukhari, 1997:89 dan Al Hasyimi, 1948:130)
Salah satu tema pokok dari hadist di atas adalah urutan hierarkis dalam pengembangan potensi manusia yang paling dalam. Penjabarannya dapat dijelaskan dengan potensi manusia bergantung pada situasi dan kondisi ligkungan sekitarnya. Dalam tataran yang lebih mikro, pendidikan mempunyai andil besar dan urgen dalam mengarahkan dan membentuk potensi manusia yang di bawa sejak lahir.
Urgensi pendidikan dalam sebuah negara memegang peranan yang sangat vital dalam kerangka dan pola peningkatan dan pengembangan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan diakui menempati garda depan pembangunan nasional, pendidikan menjadi media rekayasa pengembangan sumber daya manusia untuk kepentingan pembangunan nasional, di samping juga menjadi alat rekayasa produkif masa depan manusia. Sebab, pendidikan merupakan sarat paling efektif untuk mencetak manusia professional. Pendidikan adalah ujung tombak masa depan bangsa. Oleh karena itu, dunia pendidikan tidak dapat dipungkiri merupakan pemberi arah dan faktor yang membidangi lahirnya nuansa baru bagi peningkatan harkat dan martabat manusia yang pada gilirannya berimplikasi pada kesejahteraan bangsa ( Hasan dalam Busyro, 2005:133)
Pembangunan nasional di bidang pendidikan merupakan bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia. Hal ini dalam rangka mewujudkan masyarakat yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju, dan sejahtera, yang didukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memiliki etos kerja yang tinggi dan berdisiplin dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (Depag RI : 2004:iii ).
Sedangkan visi pendidikan nasional menurut Busyro adalah selalu mengutamakan kemandirian dan keunggulan yang menghasilkan kemajuan dan kesejahteraan berdasarkan nilai-nilai universal dan luhur yang ada dalam kehidupan bangsa Indonesia. Artinya, karakter suatu bangsa harus dipertahankan dan dalam waktu yang sama pendidikan mengacu pada tolok ukur global, sehingga bangsa ini juga siap mengantisipasi perannya dalam masyarakat global (2005:132-133).
Untuk mewujudkan visi pendidikan nasional tersebut diperlukan peningkatan dan penyempurnaan penyelenggaraan pendidikan nasional sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat, serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian. Dalam kerangka ini diberlakukan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003. Selain fungsi dan visi pendidikan nasional di atas, tujuan pendidikan nasional merupakan hal penting yang tidak boleh dikesampingkan keberadaannya untuk dijadikan dasar dalam menggerakkan dan memperaktikannya dari tataran ideologis pada tataran praksis. Tataran praksis yang di maksud adalah praktik langsung berupa proses pembelajaran di dalam kelas yang beoreintasi pada kebermaknaan pembalajaran.
Tujuan pendidikan nasional di atas juga diperkuat dengan Undang-undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II pasal 3 dijelaskan bahwa pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sedangkan tujuan pendidikan nasional menurut GBHN 1999-2004 adalah membentuk manusia seutuhnya sesuai dengan fitrahnya. Yaitu pribadi yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, demokratis, menjunjung tinggi hak azazi manusia, menguasai ilmu, teknologi dan seni, memiliki kesehatan jasmani dan rohani, memiliki kepribadian yang mantap, mandiri, dan kreatif, memiliki kecakapan hidup yang berharkat dan bermartabat, serta memiliki tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan yang mampu mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas dan berdaya saing global (Disdik Jawa Timur, 2003:16 ).
Dengan pemberlakuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional di atas serta peraturan pemerintah sebagai pelaksanaannya. Proses belajar mengajar yang efektif merupakan dan akan menjadi piranti untuk mencapai tujuan tersebut. Belajar sebagai proses perubahan tingkah laku yang relatif menetap karena usaha sendiri atau instrumental lingkungan maupun perpaduan keduanya, hendaknya dikontekstualisasikan berdasarkan idealitas yang tersirat di dalamnya. Dengan demikian, sejatinya pendidikan mempunyai misi untuk membentuk manusia yang berbudi luhur, jujur, dan perlu terhadap semua realitas sosial.
Dalam konteks pendidikan Indonesia, paradigma yang masih bisa dirasakan adalah paradigma sentralisasi yang menekankan pada keseragaman. Sentralisasi yang dimaksud dimulai dari perumusan kebijakan pendidikan berupa manajemen pendidikan nasional yang secara keseluruhan masih bersifat sentralistik. Arah kebijakan sentralisasi telah menyebabkan kebijakan yang seragam yang tidak dapat mengakomodasi perbedaan keragaman/kepentingan daerah, sekolah, bahkan peserta didik. Dengan bergulirnya era reformasi, harapan yang muncul adalah desentarlisasi yang mengakui keberagaman. Namun, persoalan tersebut tidak kunjung selesai ketika desentralisasi hanya berhenti pada kebijakan dari tingkat pusat, daerah, hingga sekolah dan tidak menyentuh peserta didik sebagai subjek didik untuk mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.
Keseragaman yang masih dirasakan peserta didik adalah penggunaan metode yang seragam. Penggunaan metode yang mengagungkan keseragaman akan berimplikasi pada pemasungan kreatifitas peserta didik dengan menonjolkan kontradiksi antara subjek (guru) dan objek (murid) pendidikan. Serta penggiringan siswa untuk selalu diam dan bersikap pasrah. Apalagi paradigma sentralisasi tersebut sampai menyentuh pada keberadaan guru dalam proses pembelajaran sebagai sentral informasi yang serba tahu dan serba paham.
Setiap peserta didik memiliki perbedaan yang unik, mereka memiliki kekuatan, kelemahan, minat, dan perhatian yang berbeda-beda. Latar belakang keluarga, latar belakang ekonomi, dan lingkungan, membuat peserta didik berbeda dalam aktifitas, kreatifitas, intelegensi, dan kompetensinya. Guru seharusnya dapat mengidentifikasi perbedaan individual peserta didik, dan menetapkan individual peserta didik, dan menetapkan karakteristik umum yang menjadi ciri kelasnya, dari ciri-ciri individual yang menjadi karakteristik umumlah seharusnya guru memulai pembelajaran. Dalam hal ini, guru juga harus memahami ciri-ciri peserta didik yang harus dikembangkan dan yang harus diarahkan kembali (Mulyasa, 2004:27).
Suyatno mengilustrasikan sistem pendidikan yang ada selama ini ibarat sebuah bank. Peserta didik diberikan pengetahuan agar kelak mendatangkan hasil yang berlipat-lipat. Peserta didik lantas diperlakukan sebagai bejana kosong yang akan diisi sebagai sarana tabungan. Guru atau pelatih adalah subjek aktif. Peserta didik adalah subjek pasif yang menurut dan diberlakukan tidak berbeda. Pendidikan akhirnya bersifat negatif dengan guru memberikan informasi yang harus ditelan oleh peserta didik dan wajib diingat dan dihafalkan (2004:5)
Konsep dasar idealitas tentang pendidikan dan beberapa kenyataan di atas telah melahirkan kesenjangan antara tataran ideologis dengan tataran praktis dan harus secepatnya disikapi secara tepat dan arif untuk mengreorentasikan pada realitas pengenalan diri manusia dan diri sendiri dengan melibatkan secara langsung tiga unsur berupa pengajar, peserta didik, dan realitas dunia. Berangkat dari kenyataan tersebut, maka yang harus dilakukan kemudian adalah melakukan pemetaan metode yang digunakan secara tepat untuk menggiring peserta memasuki era demokratisasi yang di dalamnya ditandai dengan keragaman perilaku peserta didik.
Penggunaan metode yang tepat beserta relevansiannya dengan tujuan pembelajaran merupakan hal yang sangat penting untuk mendekati dan menerjemahkan pendidikan serta menghantarkannya pada tataran praksis. Pernyataan tersebut berangkat dari asumsi bahwa penggunaan metode yang tidak tepat tidak akan bisa mendekati paradigma yang mampu menggambarkan hakekat belajar dan pembelajaran secara komprehensif. Melihat persoalan tersebut, maka perspektif baru pendidikan harus diterapkan. Perspektif yang mungkin menarik untuk dijadikan pijakan adalah perspektif pendidikan partisipatif dan perspektif desentralisasi. Pendidikan partisipatif merupakan antitesis dari perspektif konvensional yang ditenggarai telah melahirkan manusia yang tidak utuh. Sedangkan perspektif desentralisasi adalah antitesis dari praktik pendidikan yang mengagungkan keseragaman yang memusatkan dan mendudukkan pendidik sebagai manusia yang serba tahu dan serba paham sehingga melahirkan manusia yang mengabaikan keberagaman.
Setelah penerapan perspektif tersebut, maka yang dilakukan selanjutnya adalah melakukan tindakan solutif berupa penggunaan metode yang tepat. Salah satu solusi alternatif untuk mendekati praksis pendidikan dengan paradigma yang mampu menggambarkan hakekat belajar, pembelajaran secara komprehensif, proses demokratisasi belajar, dan menghargai keragaman adalah penggunaan Metode Quantum.
Bahasa Indonesia merupakan usaha untuk mengembangkan kemampuan berkuomunikasi (lisan dan tulis), sebagai alat untuk mempelajari rumpun pelajaran yang lain, berfikir kreatif, dalam berbagai aspek kehidupan serta mengembangkan aspek menghargai bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional serta apresiatif terhadap karya sastra Indonesia, karya ilmu pengetahuaan lainnya dengan baik, benar, akurat, dan efektif. Siswa dilatih lebih banyak menggunakan bahasa dan aspek kebahasaan untuk berkomunikasi, bukan dituntut lebih banyak untuk menguasai pengetahuan tentang bahasa, sedangkan pengajaran tentang sastra ditujukan untuk meningkatkan kemampuan dalam menikmati, menghayati, dan memahami karya sastra. Pengetahuan tentang sastra hanyalah sebagai penunjang dalam mengapresiasikan karya sastra ( Depdiknas, 2003:39).
Hal serupa juga dijelaskan bahwa fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi, maka pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan agar siswa terampil berkomunikasi. Sedangkan fungsi utama sastra adalah sebagai penghalusan budi, peningkatan rasa kemanusiaan dan kepedulian sosial, penumbuhan apresiasi budaya dan penyaluran gagasan, imajinasi dan ekpresi kreatif dan konstruktif, baik secara lisan maupun tertulis. Siswa dilatih lebih banyak menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, bukan dituntut lebih banyak untuk menguasai pengetahuan bahasa, sedangkan pengajaran sastra ditujukan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menikmati, mengahayati, dan memahami karya sastra. Pengetahuan tentang karya sastra hanyalah penunjang dalam mengapresiasi karya sastra. (Kanwil Depag Jatim, 2004:4).
Pembelajaran Bahasa Indonesia berupaya untuk melatih siswa, memberi kesempatan yang seluas-luasnya dalam melakukan pengalaman berbahasa. Untuk memperoleh pengalaman berbahasa secara optimal mungkin, maka perlu dilatih dari berbagai aspek keterampilan berbahasa. Keterampilan berbahasa yang dapat dilatih ialah, mendengarkan (menyimak), berbicara, membaca, dan menulis. Keempat aspek ini yang harus diajarkan secara kontinyu dan berkesinambungan. (Saliwangi, 1988:41)
Berdasarkan uraian di atas, Metode Quantum merupakan salah satu metode yang mampu menjembatani proses pembelajaran menjadi kegiatan yang bersifat demokratis dengan melibatkan semua modalitas belajar siswa.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Strartegi Pembelajaran
Secara umum strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan belajar mengajar, startegi bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru dan anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan ( Djamarah, 2002:5).
Pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Dalam pembelajaran peran guru yang paling utama adalah mengondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik. (Kunandar, 2007:287).
Sedangkan strategi pembelajaran adalah cara pandang atau pola pikir guru dalam mengajar ( Depdiknas, 2004:31). Titik tekan dari startegi pembelajaran adalah pelaksanaan berupa proses penghantaran informasi dari guru kepada peserta didik. Dalam mengembangkan strategi pembelajaran seoarang guru perlu mempertimbangkan beberapa hal, antara lain, bagaimana mengaktifkan siswa, bagaimana siswa membangun peta konsep, bagaimana mengumpulkan informasi dengan stimulus pertanyaan efektif, bagaimana menggali informasi dari media cetak, bagaimana mengembangkan dan menyistesikan informasi, serta bagaimana mengawasi kerja siswa secara aktif. Melalui pemilihan startegi pembelajaran, maka guru diharapkan dapat meningkatkan minat dan prestasi siswa dalam pembelajaran.
Menurut Dhajiri, dalam proses pembelajaran prinsip utamanya adalah adanya keterlibatan seluruh atau sebagian besar potensi diri siswa ( fisik dan non fisik) dan kebermaknaan bagi diri sendiri dan kehidupan saat ini dan di masa yang akan datang ( life skill) ( dalam Kunandar, 2007:287).
Orientasi khusus strategi pembelajaran sebenarnya menyaran pada konsep pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM). Konsep pembelajaran aktif dalam proses pembelajaran merupakan tuntutan bagi guru untuk menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan menemukan gagasan. Belajar memang merupakan suatu proses aktif dari pembelajar dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya merima ceramah guru tentang pengetahuan. Sehingga, jika pembelajaran tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakikat belajar. Peran aktif dari anak didik sangat penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar mengajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa.. Menyenangkan adalah suasana belajar mengajar yang menyenangkan sehingga anak didik memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar, sehingga waktu curah perhatiannya tinggi. Keadaan aktif, kreatif, dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan sesuatu yang harus dikuasai anak didik setelah proses pembelajaran berlangsung. Sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajaran hanya aktif, kreatif dan menyenangkan tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tidak ubahnya seperti bermain biasa.
Poin penting untuk dijadikan dasar dalam mengembangkan startegi pembelajaran adalah keberadaan guru yang harus bisa menyesuaikan diri dengan siswanya. Penyesuaian tersebut harus dipersiapkan terlebih dahulu agar tujuan pembelajaran tercapai. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, diharapkan agar siswa dapat mengikuti pelajaran dengan menyenangkan dan bermakna. Hal tersebut dapat tercapai apabila guru dapat belajar dengan baik, artinya guru harus paham materi dan tepat dalam memilih metode beserta tehnik pembelajaran yang sesuai dengan pokok bahasan di setiap tatap muka.
Suyatno menjelaskan bahwa guru harus memiliki tingkat penyuasaian yang cocok dengan siswa. Penyesuaian tersebut dirancang secara terpadu dengan tujuan pembelajaran. Salah satu tujuan utama program bahasa umumnya adalah mempersipkan siswa untuk melakukan interaksi yang bermakna dengan bahasa yang alamiah. Agar interaksi dapat bermakna bagi siswa, perlu didesain secara mendalam tentang program pembelajaran bahasa Indonesia. Desain yang bertumpu pada komunikatif, integrative, tematik yang didasari oleh aspek fleksibilitas, siswa sebagai subjek, proses, dan kontekstual yang tertuang dalam kurikulum (2004:4).
Di bagian lain, Suyatno menegaskan bahwa sebenarnya aspek yang paling penting dalam keberhasilan pengajaran adalah penguasaan metode (2004:14). Oleh karena itu, peranan metode dalam mengajar adalah sebagai alat untuk menciptakan proses belajar dan mengajar yang beoreintasi pada kebermaknaan. Dengan metode diharapkan tumbuh berbagai kegiatan dan tercipta interaksi edukatif antara guru dan peserta didik. Dalam interaksi edukatif ini guru berperan sebagai pendidik, pembimbing, dan pengarah. Proses interaksi akan berjalan baik, jika peserta didik banyak yang aktif dibandingkan dengan guru. Oleh karena itu, metode yang baik adalah metode yang menumbuhkan kegiatan siswa.
2.2. Tinjauan Teoritis Tentang Metode
2.2.1. Pengertian Metode
Metode adalah prosedur pembelajaran yang difokuskan ke pencapaian tujuan (Suyatno, 2004:15). Keberadaan metode dalam proses pembelajaran mempunyai kedudukan yang sangat penting, karena metode ikut ambil bagian bagi keberhasilan kegiatan belajar mengajar. Penggunaan metode yang tepat akan turut menentukan efektifitas dan efesiensi pembelajaran. Selain itu, metode juga berfungsi sebagai alat motivasi ekstrinsik dan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Sebagai motivasi ekstrinsik, metode berfungsi sebagai alat perangsang dari luar yang dapat membangkitkan gairah belajar peserta didik. Sedangkan sebagai alat untuk mencapai tujuan, metode berfungsi sebagai alat penunjang yang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Dengan mengedepankan kerelevansian penggunaan suatu metode yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Metode pembelajaran merupakan cara melakukan atau menyajikan, menggerakkan, memberi contoh dan memberi latihan pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan tertentu ( Yamin, 2006:135)
Sebagai salah satu komponen pengajaran, metode memiliki arti penting dan patut dipertimbangkan dalam rangka pengajaran. Tanpa menggunakan metode, kegiatan interaksi edukatif tidak akan berproses. Karena itu tidak pernah ditemui guru mengajar tak memakai metode ( Djamarah, 2000:187).
Urgenitas metode sebagai strategi pembelajaran didasarkan pada ketidakmampuan anak didik untuk berkosentrasi dalam waktu yang relatif lama. Ketidakmampuan tersebut terutama terletak pada daya serap anak didik yang berbeda dan keberadaan anak didik yang mempunyai tanggapan yang berbeda, seperti tipe penglihatan (visual), tipe pendengaran (auditif), tipe perabaan ( taktil), tipe gerakan (motorik), dan tipe campuran. Sehingga untuk menjawab kedua hal tersebut diperlukan strategi pengajaran berupa metode yang tepat.
Karena itu, dalam kegiatan belajar mengajar, menurut Roestiyah. N.R. (1989:1) guru harus memiliki strategi agar anak didik dapat belajar secara efektif dan efesien, mengena pada tujuan yang diharapkan. Salah satu langkah untuk memiliki strategi itu adalah harus menguasai tehnik penyajian atau biasanya disebut metofe mengajar (dalam Djamarah, 2000:191), Dengan demikian, metode mengajar adalah startegi pengajaran sebagai alat untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
2.2.2. Dasar Pertimbangan Pemilihan Metode Mengajar.
Menurut Djamarah (2000, 191-193) ada beberapa faktor yang harus dijadikan dasar pertimbangan pemilihan metode mengajar. Dasar pertimbangan itu bertolak dari beberapa factor dibawah ini.
- 1. Berpedoman Pada Tujuan
Tujuan adalah keinginan yang hendak dicapai dalam setiap kegiatan interaksi edukatif. Tujuan mampu memberikan garis yang jelas dan pasti kemana kegiatan interaksi edukatif akan dibawa. Tujuan dapat memberikan pedoman yang jelas bagi guru dalam mempersiapkan segala sesuatunya dalam rangka pengajaran, termasuk pemilihan metode mengajar.
Metode mengajar yang guru pilih tidak boleh tidak dipertentangkan dengan tujuan yang telah dirumuskan, tapi metode mengajar yang dipilih itu harus mendukung ke mana kegiatan interaksi edukatif berproses guna mencapai tujuaannya. Ketidakjelasan perumusan tujuan akan menjadi kendala dalam pemilihan metode mengajar. Jadi, kejelasan dan kepastian dalam perumusan tujuan memudahkan bagi guru memilih metode mengajar.
- 2. Perbedaan Individual Anak Didik
Perbedaan individual anak didik perlu dipertimbangkan dalam memilih metode mengajar. Aspek-aspek perbedaan anak didik yang perlu dipegang adalah aspek biologis, intelektual, dan psikologis.
- 3. Kemampuan Guru
Kemampuan guru bermacam-macam, disebabkan latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar. Seorang guru dengan latar belakang pendidikan keguruan akan lain kemampuannya bila dibandingkan dengan seorang dengan latar belakang pendidikan bukan keguruan. Kemampuan guru yang berpengalaman tentu lebih berkualitas dibandingkan dengan kemampuan guru kurang berpengalaman dalam pendidikan dan pengajaran.
Dari latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar akan mempengaruhi bagaimana cara pemilihan metode mengajar yang baik dan benar. Jadi, kemampuan guru patut dipertimbangkan dalam pemilihan metode mengajar.
- 4. Sifat Bahan Pelajaran
Setiap mata pelajaran mempunyai sifat masing-masing. Paling tidak sifat mata pelajaran ini adalah mudah, sedang, dan sukar. Ketiga sifat ini tidak bisa diabaikan begitu saja dalam mempertimbangkan pemilihan metode mengajar. Untuk metode tertentu barangkali cocok untuk mata pelajaran tertentu , tetapi belum tentu pas untuk mata pelajaran lain. Adalah penting mengenal sifat mata pelajaran sebelum pemilihan metode dilaksanakan.
- 5. Situasi Kelas
Situasi kelas adalah sisi lain yang patut diperhatikan dan dipertimbangkan guru ketika akan melakukan pilihan terhadap metode mengajar. Guru berpengalaman tahu benar bahwa kelas dari hari ke hari dan waktu ke waktu selalu berubah sesuai kondisi psikologis anak didik. Dinamika kelas seperti ini patut diperhitungkan guru dari sudut manapun juga.
Ketika guru berusaha membagi anak didik ke dalam beberapa kelompok, guru akan menciptakan situasi kelas kepada situasi yang lain. Di sini tergambar metode mengajar mana yang harus dipilih sesuai dengan situasi kelas dan tujuan yang ingin dicapai. Jadi, situasi kelas mempengaruhi pemilihan metode mengajar.
- 6. Kelengkapan Fasilitas
Penggunaan metode perlu dukungan fasilitas. Fasilitas yang dipilih harus sesuai dengan karakteristik metode mengajar yang akan dipergunakan. Ada metode mengajar tertentu yang tidak dapat dipakai, karena ketiadaan fasilitas di suatu sekolah. Sekolah-sekolah yang maju biasanya mempunyai fasilitas belajar yang lengkap sehingga sangat membantu guru dalam melaksanakan pengajaran dalam kelas. Sekolah-sekolah di daerah terpencil pada umumnya kekurangan fasilitas belajar sehingga kegiatan interaksi edukatif berjalan apa adanya secara sederhana.
- 7. Kelebihan dan Kelemahan Metode
Setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangan. Dua sisi ini perlu diperhatikan guru. Jumlah anak didik di kelas dan kelengkapan fasilitas mempunyai andil tepat tidaknya suatu metode dipergunakan untuk membantu proses pengajaran. Metode yang tepat untuk pengajaran tergantung dari kecermatan guru dalam memilihnya. Penggabungan metode pun tidak luput dari pertimbangan berdasarkan kelebihan dan kelemahan metode yang mana pun juga. Pemilihan yang terbaik adalah mencari titik kelemahan suatu metode untuk kemudian dicarikan metode yang dapat menutupi kelemahan metode tersebut.
2.3. Tinjauan Tentang Metode Quantum
2.3.1.Konsep Dasar Metode Quantum
Metode Quantum adalah metode pendidikan yang dirancang dengan system induktif, moving action, multipendekatan, partisipatori, dan melibatkan diri secara sadar dan tidak sadar. Kemudian, tahapannya diatur melalui persepsi, identifikasi diri, aktualisasi diri, penguatan diri, pengukuhan diri, dan refleksi. Alam digunakan sebagai sarana dasar dalam mengenal diri. Kemudian, strategi penemuan konsep dilakukan (Suyatno, 2004:30).
Pada dasarnya, Quantum dalam dunia pendidikan terbagi atas dua bagian yakni Quantum Learning dan Quantum Teaching. Quantum Learning tidak lain merupakan metode belajar yang bertumpu pada teorinya Freire dan Lozanov. Quantum Learning merupakan percepatan belajar dengan cara partisipasi peserta didik dalam melihat potensi diri dalam kondisi penguasaan diri. Gaya belajar dengan mengacu pada otak kanan dan otak kiri merupakan ciri khas Quantum Learning. Menurut Quantum Learning bahwa proses belajar mengajar adalah fenomena yang kompleks. Segala sesuatunya dapat berarti, setiap kata, pikiran tindakan, dan asosiasi serta sampai sejauh mana guru\pelatih mengubah lingkungan, presentasi, dan rancangan pengajaran, maka sejauh itulah proses belajar berlangsung. Hubungan dinamis dalam lingkungan kelas merupakan landasan dan kerangka untuk belajar (DePorter, 1999-2001). Dengan begitu, pembelajar dapat memori, membaca, menulis, dan membuat pikiran dengan cepat (Suyatno, 2004:29).
Quantum Learning mengabungkan sugestologi, tehnik pemercepatan belajar, dan program neorulinguistik (NLP) (DePorter, 2007:16). Sehingga Quantum Learning menjadi seperangkat metode dan falsafah belajar yang terbukti efektif untuk semua umur.
Sedangkan Quantum Teaching adalah system pengajaran yang menggairahkan dan bertumpu pada prinsip-prinsip dan tehnik-tehnik Quantum Learning di ruang-ruang kelas di sekolah. Quantum Teaching adalah penggubahan belajar yang meriah dengan segala nuansanya. Dan Quantum Teaching juga menyertakan segala kaitan segala kaitan interaksi dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar. Quantum Teaching berfokus pada hubungan dinamis dalam lingkungan kelas-interaksi yang mendirikan landasan dan kerangka untuk belajar (DePorter, 2007:3).
Quantum Teaching merangkaikan yang paling baik dan kompatibel dengan otak, yang pada akhirnya akan melejitkan kemampuan guru untuk mengilhami dan kemampuan murid untuk berprestasi. Quantum Teaching mencakup petunjuk spesifik untuk menciptakan lingkungan belajar yang efektif, merancang kurikulum, menyampaikan isi, dan memudahkan proses belajar (DePorter, 2007:4).
Penggunaan metode Quantum pada pembelajaran bahasa Indonesia akan menjadi piranti untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut. Hal ini diasumsikan karena metode Quantum beroreintasi pada proses belajar yang nyaman dan menyenangkan sehingga peserta didik tidak merasa bosan di tengah-tengah proses pembelajaran.
2.3.2. Azaz Metode Quantum
Quantum teaching bersandar pada konsep bawalah dunia mereka ke dunia kita dan antarkan dunia kita ke dalam dunia mereka. Inilah azaz utama dari Quntum Teaching, alasan di balik segala startegi, model, dan keyakinan Quantum Teaching, segala hal yanng dilakukan dalam kerangka Quantum Teaching, setiap interaksi dengan siswa, setiap rancangan kurikulum, dan setiap metode instruksional dibangun atas prinsip konsep bawalah dunia mereka ke dunia kita dan antarkan dunia kita ke dalam dunia mereka. (DePorter, 2007:6).
Adapun maksud dari konsep bawalah dunia mereka ke dunia kita dan antarkan dunia kita ke dalam dunia mereka.adalah mengingatkan guru pada pentingnya memasuki dunia murid sebagai langkah pertama untuk mendapatkan hak mengajar. Pertama, guru harus membagun jembatan autentik memasuki kehidupan murid. Karena sertifikat mengajar atau dokumen yang mengizinkan seseorang mengajar atau melatih hanya berarti bahwa orang tersebut memiliki wewenang untuk mengajar. Hal tersebut tidak berarti orang tersebut mempunyai hak mengajar. Mengajar adalah hak yang harus diraih dan diberikan oleh siswa bukan oleh Departemen Pendidikan. Belajar dari segala defenisinya adalah kegitan full-contact. Dengan kata lain belajar melibatkan semua aspek kepribadian manusia, pikiran, perasaan, dan bahasa tubuh. Disamping pengetahuan, sikap, dan keyakinan sebelumnya serta persepsi masa mendatang. Dengan demikian, karena belajar berurusan dengan orang secara keseluruhan, hak untuk memudahkan belajar tersebut harus diberikan oleh pelajar dan diraih oleh guru.
Memasuki dunia anak didik pada intinya akan membuka dan memberi izin seorng guru untuk memimpin, menuntun, dan memudahkan perjalanan anak didik menuju kesadaran dan ilmu pengetahuan yang lebih luas. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengaitkan yang guru ajarkan dengan sebuah peristiwa, pikiran, atau perasaan yang diperoleh dari kehidupan rumah, social, atletik, musik, seni, rekreasi, atau akademis mereka. Setelah kaitan itu terbentuk, guru dapat membawa dunia anak didik ke dalam dunianya dan memberi mereka pemahaman. Sehingga pemahaman tersebut, siswa dapat membawa hal yang telah dipelajari ke dalam dunia mereka dan menerapknnya pada situasi baru.
2.3.3. Prinsip-Prinsip Metode Quantum
Menurut DePorter (2007:7) Pada dasarnya Quantum Teaching juga memiliki lima prinsip atau kebenaran tetap. Serupa dengan Azaz Utama. bawalah dunia mereka ke dunia kita dan antarkan dunia kita ke dalam dunia mereka. . Prinsip-prinsip ini mempengaruhi seluruh aspek Quantum Teaching. Prinsip-prinsip tersebut adalah berikut ini.
1) Segalanya Berbicara
Segalanya dari lingkungn kelas hingga bahasa tubuh seorang guru, dari kertas yang guru bagikan hingga rancangan pelajaran seorang guru, semuanya mengirim pesan tentang belajar.
2) Segalanya Bertujuan
Semua yang terjadi dalam penggubahan seorang guru mempunyai tujuan. Dimulai dari hal yang paling terkecil sampai yang terbesar mempunyai tujuan dalam pelaksanaan pembelajaran
3) Pengalaman Sebelum Pemberian Nama
Otak manusia berkembang pesat dengan adanya rangsangan kompleks, yang akan menggerakkan rasa ingin tahu. Oleh karena itu, proses belajar paling baik terjadi ketika siswa telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh nama untuk apa yang mereka pelajari.
4) Akui Setiap Usaha
Belajar mengandung resiko. Belajar berarti melangkah keluar dari kenyamanan. Pada saat siswa mengambil langka ini, maka mereka patut mendapat pengakuan atas kecakapan dan kepercaaan diri mereka.
5) Jika Layak Dipelajari, Maka Layak Pula Dirayakan
Perayaan adalah sarapan pelajar juara. Perayaan memberikan umpan balik mengenai kemajuan dan meningkatkan asosiasi emosi positif dengan belajar.
2.3.4. Model Quantum Teaching
Menurut tim penulis KPI, M. Said dan Miftahul Jinan membagi Model Quantum Teaching atas dua unsur yaitu unsur konteks dan unsur isi. Unsur konteks meliputi : Orkestrasi landasan yang kukuh, Orkestrasi suasana yang menggairahkan, dan Orkestrasi lingkungan yang mendukung. Sedangkan unsure isi meliputi : Orkestrasi presentasi prima, dan Orkestrasi Perancangan Pembelajaran, dan Modalitas visual-auditorial-kinestetik (2004:6). Sedangkan menurut DePorter model Quantum Teaching hampir sama dengan sebuah simfoni yang di dalamnya mengandung banyak unsur yang menjadi factor pengalaman musik seseorang. Dalam hal ini DePorter menyebutnnya dengan kategori konteks dan isi (context and content).
Konteks adalah latar untuk pengalaman seseorang. Konteks merupakan keakraban ruang orkestra itu sendiri (lingkungan), semangat para konduktor dan para pemain musiknya (suasana), keseimbangan instrument dan musisi dalam bekerja sama (landasan), dan interpretasi sang maestro terhadap lembaran musik (rancangan). Unsur-unsur ini berpadu dan kemudian menciptakan pengalaman bermusik yang menyeluruh ( DePorter, 2007:8).
Isi, berbeda namun sama pentinya dengan konteks anggaplah lembaran musik iu sendiri sebagai isi ,not-not nyata pada sebah halaman, yang lebih dari segedar dari not-not pada sebuah halaman. Salah satu unsur isi adalah bagaimana tiap fase musik dimainkan (penyajian). .Isi juga meliputi fasilitai ahli yang maestro terhadap orkestra,memanfaatkan bakat setiap pemain musik dan potensi setiap instrument.
Keajaiban pengalaman menjadi terbuka karena konteksnya tepat,dan membuat musik menjadi hidup. Saat guru mengubah kesuksesan siswa,unsur-unsur yang sama tersusun dengan baik: suasana, lingkungan, landasan, rancangan, penyajian,dan fasilitas ( DePorter, 2007:8).
Pembahasan selanjutnya dalam bagian ini akan dipaparkan orkestrasi konteks dan isi sebagai kerangka pembahasan pokok dalam menilai efektifitas penggunaan metode Quantum Teaching.
1) Orkestrasi Konteks
- a. Orkestrasi Landasan yang kokoh
Landasan yang kokoh berperan sebagai bagian penting dalam komunitas belajar. Landasan yang kokoh tersebut meliputi : tujuan, prinsip-prinsip, keyakinan akan kemampuan siswa, kesepakatan-kebijakan – prosedur- dan peraturan, dan menjaga komunitas tetap jalan dan tumbuh (Tim KPI, 2004:18).
1. Tujuan
Sebuah komunitas belajar memiliki lebih dari sekedar lokasi yang sama, guru dan lingkungan yang sama, serta tujuan yang sama.. Dalam pembelajaran di kelas, tujuan yang sama bagi seluruh siswa adalah mengembangkan kecakapan awal siswa dalam setiap pelajaran. Tujuan harus dikomunikasikan sejak awal secara jelas dengan cara membangun kegairahan di sekitar tujuan tersebut.
2. Prinsip-Prinsip.
Salah satu ciri komunikasi belajar adalah sistim yang dianut dan dimengerti oleh anggota-anggotanya. Prinsip-prinsip tersebut akan memberikan gambaran tentang cara yang dipilih para anggotanya.
Dalam Quantum Teaching sistim prinsip yang di anut ialah delapan kunci kesuksesan. Delapan kunci kesuksesan ini mempercayai dan mendukung setiap siswa lebih berani mengambil resiko dan lebih banyak belajar. Delapan kunci keunggulan terdiri atas : (1). Integritas (sikap jujur, lurus, dan menyeluruh), (2) kegagalan awal kesuksesan, dengan menjadikan kegagalan sebagai pemberi informasi yang dibutuhkan untuk sukses, (3). Bicaralah dengan niat baik, berbicara dengan pengertian positif, dan bertanggung jawab untuk komunikasi yang jujur dan lurus, (4). Hidup saat ini, yaitu memusatkan perhatian pada saat sekarang dan menggunakan waktu sebaik-baiknya, (5). Komitmen, memenuhi semua kewajiban dan janji serta melaksanakan visi yang telah terbanun, (6). Tanggung jawab, bertanggung jawab atas tindakan yang telah dilakukan, (7). Sikap luwes, bersikap terbuka atas tindakan yang telah dilakukan, dan (8). Keseimbangan, menjaga keselerasan pikiran, tubuh dan jiwa dengan menyisihkan waktu untuk membangun dan memelihara tiga bidang tersebut (DePorter, 2007:48).
Hal yang harus dilakukan dalam mengajarkan delapan kunci kesuksesan tersebut adalah memberikan teladan untuk perilaku yang ingin pendidik lihat pada diri peserta didik, memperkenalkan kunci-kunci keberhasilan tersebut melalui cerita dan perumpamaan, serta menerapkan kunci-kunci tersebut ke dalam kurikulum yang dipakai oleh guru.
3. Keyakinan Akan Kemampuan Siswa
Keyakinan seoarang guru mempengaruhi tindakan dan perilakunya, hendaknya dibarengi dengan keyakinan akan kemampuan siswa. Sehingga hal-hal yang menakjubkan akan terjadi. Selain itu, seorang guru harus bisa seolah-olah dirinya tahu Quantum Teaching serta menerapkan secara baik delapan kunci keunggulan dan menjadikan seolah-olah dirinya adalah guru terhebat di dunia dan akan menjadi kenyataan.
4. Kesepakatan, Kebijakan, Prosedur, dan Peraturan.
Caine dan Caine (1997) dalam (DePorter, 2007:55) menyatakan landasan koomunitas belajar meliputi : kesepakatan, kebijakan, prosedur, dan peraturan yang menjadi pegangan bagi setiap orang. Kesepakatan akan menjaga ketertiban dan menuntun tindakan siswa. Kesepakatan menjelaskan harapan guru kepada muridnya. Kesepakatan adalah daftar cara yang sederhana dan konkrit untuk melancarkan jalannya pelajaran. Untuk melancarkan jalannya pelajaran.
Kebijakan menjelaskan urutan tindakan situasi tertentu yang mendukung tindakan komunitas belajar, prosedur adalah memberitahu siswa apa yang diharapkan dan tindakan yang harus diambil. Sedangkan peraturan menyaran pada konsekuensi logis dari pelanggaran.
Kesepakatan, kebijakan, prosedur, dan peraturan memenuhi kebutuhan otak akan struktur positif yang terarah. Rasa takut dapat menghentikan kerja otak, dan membuat siswa bertindak menuruti naluri dasar. Siswa merasa lebih aman jika mereka tahu parameternya, tahu apa yang akan terjadi dan punya pijakan dalam kesepakatan, kebijakan, prosedur, dan peraturan yang mantap. Garis-garis pedoman menyediakan landasan yang aman. Pada siswa berkembang dan tumbuh, mereka membutuhkan rasa aman dan dukungan. Dengan tempat berbijak yang aman, siswa dapat mau lebih keluar dari zona nyaman mereka (DePorter, 2007:56).
5. Menjaga Komunitas Tetap Berjalan.
Membangun landasan yang kukuh memerlukan waktu, usaha, dan waktu, hal ini merupakan proses yang terus berlangsung . perhatian yang konsisten akan menjaga agar apa yang telah dibangun tetap kuat dan sehat. Dengan tetap memberi dukungan pada tujuan kelas dan menerapkan dengan penuh energi dan semangat dan di jaga agar siswa terlibat dalam komonitas belajar dan minat siswa tetap tinggi . hal tersebut dapat di lakukan dengan menjadikan siswa sebagai mitra ,belajar penggambaran masa depan ,serta menumbuhkan kegiatan dengan AMBAK (apa manfaat bagiku) (DePorter, 2007:57-59).
Menjadikan siswa sebagai mitra belajar adalah harus melibatkan siswa secara aktif, agar proses belajar nyata terjadi . Sebagai mitra belajar , mereka harus mengembangakan dan mendukung peraturan kunci – kunci, tujuan kelas, dan semua unsure lain yang membentuk landasan. Salah satu cara untuk melakukan hal ini adalah dengan membiarkan siswa membuat pilihan di bawah pedoman yang telah digariskan.
Pengembangan masa depan erat kaitannya dengan menumbuhkan kegiatan dengan Ambak. Asumsi dasarnya adalah untuk membentuk kaitan antara hal yang pelajari dengan kegunaannya di dunia nyata serta menciptakan visi masa depan bagi siswa. Sehingga hal tersebut dapat menunjukkan nilai ajaran dan memotivasi mereka untuk sukses di sekolah.
- b. Orkestrasi Suasana yang menggairahkan
Penelitian menunjukkan bahwa lingkungan sosial atau suasana kelas adalah penentu psikologis utama yang mempengaruhi belajar akademis (Walberg dan Gramberg, 1997) dalam ( DePorter, 2007:19). Pengaruh tersebut sebenarnya bertitik tolak dari emosi. Emosi terbangun atas pendidik dan anak didik dengan sendirinya menjadi factor utama terbentuknya komunitas belajar. Di bagian ini pendidik mempunyai peran sentral dalam menggubah suasana belajar yang menggairahkan. Dengan menggubah suasana kelas menjadi berbeda dengan biasanya berarti pendidik sudah memenuhi pembelajaran dengan benar. Karena pendidik seharusnya bisa membuat kelas meningkatkan selera belajar dan membuat kelas meningkatkan kesadaran siswa, daya dengar, partisipasi, dan lain-lain.
Dalam mengorkestrasi suasana yang menggairahkan ada enam hal penting yang harus dilakukan, yaitu : (1). Kekuatan-terpendam niat, (2). Jalinan rasa simpati dan saling pengertian, (3). Keriangan dan ketakjuban, (4). Pengambilan resiko, (5). Rasa saling memiliki, dan (6). Keteladanan.
- Kekuatan-Niat Terpendam
Niat kuat seorang guru, atau kepercayaan akan kemampuan dan motivasi siswa, harus terlihat sangat jelas. Karena pada dasarnya setiap siswa dapat berhasil, ingin berhasil, dan ingin berhasil. Berdasarkan hal inilah tugas pokok guru adalah merangsang siswa untuk menumbuhkan keyakinan akan kemampuan dirinya. Karena hal tersebut sangat berpengaruh pada kemampuan siswa sendiri. Hal tersebut selaras dengan pendapat Bandura yang menyatakan bahwa keyakinan sesorang akan kemampuan dirinya sangat berpengaruh pada kemampuan itu sendiri (1988, dalam Said, 2004:11).
Poin penting dalam kekuatan-niat terpendam adalah segalanya berbicara dan peran emosi dalam belajar. Penjabaran segala berbicara dapat dijelaskan dengan pengubahan persepsi seorang guru akan anak didiknya bahwa mereka adalah anak didik yang top dan bisa berhasil. Dan itu tercermin dengan dan dari segala penampilan guru di hadapan anak didiknya. Karena anak didik menangkap pandangan guru lebih cepat dari pada mereka menangkap semua yang guru ajarkan.
Sedangkan peran emosi dalam belajar adalah dapat mempercepat pembelajaran. Bangunan emosi tersebut pada pokoknya mengarah pada penciptaan kesenangan dalam belajar, menjalin hubungan dan menyingkirkan segala ancaman dari suasana belajar. Sehingga, otak dapat mengakses Higher Order Thingking Skill (HOTS) atau keterampilan berfikir orde tinggi.
- Jalinan Rasa Simpati dan Saling Pengertian
Untuk menarik keterlibatan siswa, guru harus membangun hubunga, yaitu dengan menjalin rasa simpati dan saling pengertian. Hubungan akan membangun jembatan menuju kehidupan bergairah siswa., membuka jalan memasuki dunia baru mereka, mengetahui minat-kuat mereka, berbagi kesuksesan puncak mereka, dan berbicara dengan bahasa hati mereka. Membina hubungan bisa memudahkan guru melibatkan siswa, memudahkan pengelolaan kelas, memperpanjang waktu focus, dan meningkatkan kehembiraan ( DePorter, 2007:24).
Membangun hubungan dan keamanan memerlukan niat, kasih sayang, dan resiko dari pihak guru. Hal ini berbeda dengan paradigma kuno yang menyebutkan membuat peraturan terlebih dahulu baru kemudian masuk ke dalam isi dan hubungan akan terjalin. Dalam Quantum Teaching untuk menciptakan suasana yang terbuka dan efektif disarankan guru keluar dari balik isi dan kebijakannya, dan memulai mengenal para siswa dan membina hubungan dengan mereka.
(3). Keriangan dan Ketakjuban
Pada prinsipnnya kegiatan belajar mengajar akan lebih menyenangkan apabila kegembiraan dikedepankan dalam segala prakreknya. Mengingat kegembiraan akan membuat siswa siap belajar dengan mudah, dan bahkan dapat mengubah sikap negatif. Hal tersebut dapat dipertegas dengan pernyataan bahwa belajar yang sebenarnya adalah ketakjuban, penemuan, permainan, dan kegembiraan. (Tim KPI, 2004:15).
Ada 3 cara untuk menyuntikkan lebih banyak kegembiraan dalam pengajaran, yaitu : Afirmasi, penguatan, dan perayaan (TIM KPI, 2004:15).
Afirmasi pada dasarnya menyaran pada dialog internal (DI) yang bertugas sebagai cerminan nilai-nilai dan keyakinan seseorang dan berpengaruh kuat pada pangalaman orang tersebut di dunia setiap saat. Dalam afirmasi termuat suara penguatan dan penegasan berupa pesan dan motivasi yang mempengaruhi pembangunan identitas murid menjadi hal yang positif dan mendukung murid dalam proses belajarnya.
Penguatan erat kaitannya dengan pengakuan. Pengakuan bermuara pada setiap usaha yang dilakukan anak didik. Usaha yang dilakukan anak didik sewajarnya mendapat pengakuan. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang mendukung konsep bahwa kemampuan siswa meningkat karena adanya pengakuan guru ( DePorter, 2007:29). Asumsi dasarnya adalah semua orang senang diakui, karena pengakuan membuat seseorang merasa bangga, percaya diri, dan bahagia.
Perayaan merupakan salah satu prinsip dari Quantum Teaching. Mengadakan perayaan bagi siswa akan mendorong mereka memperkuat tanggung jawab dan mengawali proses belajar mereka sendiri. Perayaan akan mengajarkan kepada mereka mengenai motivasi hakiki tanpa insntif. Perayaan akan membangun keinginan untuk sukses. Beberapa bentuk perayaan menyenangkan yang bisa digunakan adalah : tepuk tangan, tiga kali hore, wuss, jentikan jari, poster umum, catatan pribadi, persekongkolan, kejutan, pengakuan kekuatan, dan pernyataan afirmasi. (DePorter, 2007:30-31).
(4). Pengambilan Resiko
Keniscayaan dalam kehidupan manusia adalah zona nyaman. Di dalamnya manusia memiliki semua hal yang membuat manusia merasa nyaman. Dalam mengajar hal yang harus dilakukan oleh guru untuk belajar dan meraih prestasi adalah belajar secara berarti keluar dari zona nyaman. Untuk memberdayakan siswa melangkah keluar dari zona nyaman, pertama-tama adalah memberi teladan dan dukungan.
(5). Rasa Saling Memiliki
Rasa saling memiliki membuat para siswa merasa berdaya dan diterima apa adanya. Jika seorang guru membangun rasa saling memiliki, dia juga menyingkirkan ancaman, mengizinkan otak siswa untuk bersantar, emosi mereka untuk terlibat, dan proses belajar untuk memuncak. Rasa saling memiliki menciptakan rasa kebersamaan, kesatuan, kesepakatan, dan dukungan dalam belajar. Rasa ini juga mempercepat proses mengajar dan meningkatkan kepemilikan pelajar (DePorter, 2007:36-37).
Singer (1997) menyatakan rasa saling memiliki sejati (kepaduan tim) membuat orang dewasa berdaya untuk keluar dan mempertaruhkan zona nyaman mereka demi sukses dan belajar. Rasa ini juga dapat menciptakan bahasa dukungan dan standart memperlakukan satu sama lain dengan hormat (dalam DePorter, 2007:37).
Dalam menata suasana Quantum Teaching, guru menciptakan tradisi pada awal-awal belajar untuk membangkitkan rasa keteraturan, keterdugaan, dan keseimbangan, dan untuk mengurangi ancaman dan stress. Tradisi menciptakan rasa kesamaan nilai-nilai dan rasa kesepakatan. Tradisi juga memuaskan bagian otak yang sangat membutuhkan rutinitas, tetapi dengan cara menyenangkan dengan riang (DePorter, 2007:38).
(6). Keteladanan.
Segala tindakan yang guru lakukan mempunyai dampak dan pengaruh kepada anak didiknya. Karena tindakan berbicara lebih keras daripada kata-kata. Untuk merasakan kesebangunan antara guru dan murid yang harus dilakukan guru adalah dengan cara memberi teladan. Memberi teladan merupakan salah satu cara ampuh untuk membangun hubungan dan memahami orang lain. Keteladanan membangun hubungan pengaruh, memperbaiki kredibilitas, dan meningkatkan pengaruh.
- c. Orkestrasi Lingkungan yang Mendukung
Secara keseluruhan belajar bertaraf ganda, artinya terjadi secara sadar dan tidak sadar. Di dalamnya peranan otak menjadi dominant. Otak dibanjiri stimulan, dan otak memiliki focus tertentu saat demi saat. Otak dapat beralih pada setiap sensasi. Otak mampu secara tak sadar memperhatikan banyak hal dan banyak sumber sekaligus.(Lozanov, 1979 dalam Tim KPI, 2004:27).
Kemampuan otak peserta didik secara tak sadar dalam memperhatikan banyak hal dan banyak sumber sangat bergantung pada lingkungan kelasnya. Jika lingkungan kelas biasa, maka yang muncul adalah anggapan bahwa belajar itu kuno, melelahkan, dan usang serta tidak nyaman. Sementara, jika lingkungan kelasnya ditata, diberi poster, ada tanaman, dan lain sebagainya, maka yang muncul adalah belajar itu segar, hidup penuh semangat (TIM KPI, 2004:28).
Dalam Quantum Teaching lingkungan yang memacu belajar dan meningkatkan daya ingat siswa adalah : (1). lingkungan sekeliling (poster isi berbentuk ikon dan Poter Afirmasi), (2). alat Bantu, (3). pengaturan bangku, (4). tumbuhan, aroma, hewan peliharaan, (5). dan unsure organic lainnya, serta musik dan belajar. Berikut ini akan jabarkan unsur-unsur linkungan Quantum Teaching.
1) Lingkungan Sekeliling (Poster isi, Ikon, dan Afirmasi).
Memahami kaitan antara pandangan sekeliling dan otak itu penting untuk mengorkestrasi lingkungan belajar yang mendukung. Caranya adalah dengan (1). Memasang poster iklan/symbol/tanda. (2). Poster afirmasi, dan (3) menggunakan warna (TIM KPI, 2004:29).
2) Alat Bantu
Alat bantu adalah benda yang dapat mewakili suatu gagasan: seperti, boneka untuk mewakili tokoh dalam karya sastra, kacamata besar untuk menunjukkan pengambilan perspektif berbeda. Alat Bantu tidak hanya membangun pembelajaran visual, tetapi dapat pula membantu modalitas kinestetik. Siswa yang sangat kinestetik dapat memegang alat Bantu, dan mendapatkan rasa yang lebih baik dari yang guru sampaikan (DePorter, 2007:70).
3) Pengaturan Bangku
Pengaturan bangku memainkan peranan penting dalam pengorkestrasi belajar. Pangaturan bangku bersifat fleksibel bergantung pada maksudnya. Misalnya : setengah lingkaran untuk diskusi kelompok besar yang dipimpin seorang fasilitator, rapatkan ke dinding jika ingin memberi tugas perorangan, dan duduk di lantai/lorong disamping adalah untuk berinteraksi dalam kelompok kecil (TIM KPI, 2004:31)
4) Tumbuhan, Aroma, Hewan Peliharaan dan Unsur Organik Lainnya
Keempat macam benda di atas semuanya mempunyai pengaruh positif bagi perkembangan otak anak didik. Tumbuhan menyediakan oksigen kepada otak manusia dan otak berkembang karena oksigen, semakin banyak oksigen yang didapat semakin baik otak berfungsi. Aroma wangi tertentu dapat meningkatkan 30% kemampuan berfikir manusia. Sedangkan hewan peliharaan dapat melatih siswa bertanggung jawab, kasih sayang, dan lain-lain (TIM KPI, 2004:32).
5) Musik
Musik berpengaruh pada guru dan pelajar. Bagi seorang guru musik dapat digunakan untuk menata suasanan hati, mengubah keadaan mental siswa, dan mendukung lingkungan belajar. Musik membantu pelajar bekerja lebih baik dan mengingat lebih banyak. Musik merangsang, meremajakan, dan memperkuat belajar, baik secara sadar maupun tidak sadar (DePorter, 2007:73).
Schuster dan Gritton (1986, dalam DePorter, 2007:73 ) menyatakan bahwa musik berpengaruh kuat pada lingkungan belajar. Penelitian menunjukkan bahwa belajar lebih mudah dan cepat jika pelajar berada dalam kondisi santai dan reseptif. Detak jantung orang dalam keadaan ini adalah 60 sampai 80 kali permenit. Kebanyakan musik barok sesuai dengan detak jantung manusia yang santai dalam kondisi belajar optimal. Alat musik tiup dan biola mempunyai nada lebih ringan, yang menambahkan keringanan dan perhatian kepada suasan hati pelajar.
Penggunaan dalam pendidikan, musik dapat menata suasana hati, meningkatkan hasil belajar, prosedur, dan menyoroti hal-hal penting. Musik dapat digunakan untuk meningkatkan semangat, merangsang pengalaman, menumbuhkan relaksasi, meningkatkan focus, membina hubungan, menentukan tema hari ini, memberi inspirasi, dan bersenang-senang (TIM KPI, 2004:33-34).
2) Orkestrasi Isi
- a. Orkestrasi Presentasi Prima
Guru adalah pembawa kurikulum. Sebagai pembawa kurikulum guru adalah salah satu factor paling berarti dan berpengaruh dalam kesuksesan siswa sebagai pelajar. Lozanov (1979) menyatakan bahwa tindakan yang paling ampuh yang dapat dilakukan untuk siswa adalah memberikan teladan tentang makna menjadi seorang pelajar (dalam DePoerter, 2007:114). Keteladanan, ketulusan, kongruensi, dan kesiapsiagaan guru akan memberdayakan dan mengilhami siswa untuk membebasakan potensi milik siswa sebagai pelajar. Hal yang perlu diingat guru adalah motivasi dan efek sugesti sebagai alat yang ampuh untuk meningktaan minat siswa.
Kegiatan guru dalam presentasi prima terdapat tujuh pedoman untuk presentasi sukses, antara lain adalah : memahami apa yang diinginkan, membina jalinan, membaca anak didik, menargetkan keadaan anak didik, mencapai modalitas anak didik, memanfaatkan ruangan, dan bersikap tulus ( DePorter, 2007:114).
Dalam Quantum Teaching orkestrasi presentasi prima terdapat beberapa hal yang harus dilakukan guru antara lain : Menjadikan diri Quantum Teacher, pencocokan modalitas, penerapan empat prinsip komunikasi ampuh, pengaruh komunikasi verbal, paket presentasi aktif, dan penambatan.
1) Menjadikan Diri Quantum Teacher.
Seorang Quantum Teacher mengorkestrasi pembelajaran sesuai dengan modalitas dan gaya para pelajarnya. Quantum Teacher mengajarkan keterampilan hidup di tengah-tengah keterampilan akademis, mencetak atribut mental/fisik/spiritual para siswanya. Quantum Teacher mendahulukan interaksi dalam lingkungan belajar, memperhatikan kualitas interaksi antar pelajar, antara pelajar dan guru, dan antara pelajar dengan kurikulum. Quantum Teacher menyingkapkan energi alamiah dalam diri setiap siswa dan mengorkestrasi interaksi yang mengubah energi tersebut menjadi cahaya (De Poerter, 2007:115-116).
Ciri-ciri seorang Quantum Teacher adalah memiliki sikap antusiasme, wibawa, positif, supel, humoris, luwes, melihat siswa positif, menetapkan dan memelihara harapan tinggi, menarik dan tertarik, spontan, fasih, dan menerima (TIM KPI, 2004:38).
Tugas Quantum Teacher adalah menyajikan kurikulum dengan ketakjuban, minat, pesona, dan antusiasme, menambah kejelasan komunikasi dengan menerapkan keterampilan penyesuaian modalitas menimbulkan citra, mengarahkan focus, inklusif, spesifik dengan tindakan non verbal yang kongruen serta perbaikan-perbaikan kecil yang dilaksanakan terus menerus akan melejitkan diri siswa ke kesuksesan dan menjadi maestro prestasi siswa (TIM KPI, 2004:44).
2) Pencocokan Modalitas
Otak terdiri atas tiga jalan tol utama atau modalitas. Ketiga modalitas itu terdiri dari modalitas visual, modalitas auditorial, dan modalitas kinestetik. Menurut Bandler dan Grinder (1981) meskipun kebanyakan orang memiliki akses ke ketiga modalitas visual, auditorial, dan kinesteik-hampir semua orang cendrung pada salah satu modalitas belajar yang berperan sebagai saringan untuk pembelajaran, pemrosesan, dan komunikasi. Sementara menurut Markova orang tidak hanya cendrung pada satu modalitas, mereka juga memanfaatkan kombinasi modalitas tertentu yang memberi mereka bakat dan kekurangan alami tertentu. (dalam DePorter, 2007:85).
Modalitas visual mengakses citra visual, yang diciptakan maupun diingat. Warna, hubungan ruang, potret mental, dan gambar menonjol dalam modalitas ini. Modalitas auditorial mengakses segala jenis bunyi dan kata yang diciptakan maupun diingat. Musik, nada, irama, rima, dialog internal, dan suara menonjol di sini. Dan modalitas kinestetik mengakses segala jenis gerak dan emosi yang diciptakan maupun diingat. Gerakan, kordinasi, irama, tanggapan emosional, dan kenyamanan fisik menonjol disini ( DePoerter, 2007:85).
Dalam konteks pembelajaran, kecendrungan guru pada modalitas mengajarnya hendaknya jangan sampai mendominasi kegiataannya. Mengingat tidak semua anak didik mempunyai modalitas yang sama dengan dirinya. Bagi anak didik yang tidak sama modalitasnya, kemungkinan tidak akan dapat menangkap semua yang diajarkan atau mendapat tantangan lebih besar dalam mempelajari bahan ajar.
3) Empat Prinsip Komunikasi Ampuh.
Dalam prinsip komunikasi ampuh, terdapat empat prinsip yang harus diingat oleh guru ketika mengajar, memberikan petunjuk, menata konteks, atau memberikan umpan balik. Empat prinsip tersebut adalah : munculkan kesan, arahkan focus, inklusi, dan spesifik ( DePorter, 2007:118). Jika pendidik memadukan empat prinsip komunikasi dengan penggunaan predikat modalitas. Maka pendidik akan tercengang melihat betapa tanggapnya para anak didiknya.
- Munculkan Kesan
Otak manusia senantiasa menciptakan citra. Penciptaan citra yang baik kepada siswa dapat dilakukan melalui masukan, baik indra penglihatan maupun pendengaran atau keduanya. Dalam penciptaan citra bentuk komunikasi yang dikedepankan adalah pemilihan kata-kata secara sadar yang dapat mengungkapkan ide tepat.
- Arahkan Fokus
Prinsip arahkan focus adalah memanfaatkan kemampuan otak yang mampu memilih dari banyaknya indriawi dan memusatkan perhatian otak (DePorter, 2007:120). Dalam arahkan focus hal yang harus dilakukan adalah dengan kata perintah dan bukan dengan larangan.
- Inklusif
Bahasa yang digunakan guru akan menimbulkan dan mendatangkan asosiasi. Asosiasi yang dibutuhkan bisa berupa asosiasi positif dan asosiasi negative. Kedua asosiasi tersebut mempunyai efek mendalam pada pelajar dan perilaku anak didik. Poin pokok yang harus diterapkan adalah memilih kata secara sadar dan sengaja untuk memperkuat rasa kebersamaan dan menumbuhkan asosiasi positif. Untuk menciptakan lingkungan belajar yang penuh kerjasama, bahasa yang harus digunakan adalah bahasa yang mengajak semua orang, seperti ‘’ mari kita ‘’. Kata kita menciptakan keterpaduan dan kesatuan.
- Spesifik
Prinsip komunikasi yang ampuh yang terakhir adalah spesifik. Spesifik mengarah pada penghematan bahasa. Kiat jitu dalam penghematan bahasa adalah mengatakan sesuatu yang perlu dikatakan dengan kejelasan sebanyak mungkin dan sejumlah kata sedikit mungkin. Dengan diungkapkan hal yang spesifik. Guru meningkatkan kecocokan antara keinginannnya dan hasil perkataannya. Kespesifikan membawa kejalasan. Kejelasan mendorong lahirnya tindakan.
4) Komunikasi Nonverbal.
Dalam presentasi prima, komunikasi nonverbal memuat pesan yang kongruen. Pesan yang kongruen adalah adalah pesan yang memiliki perkataan, ekspresi wajah, gerak tubuh, dan postur yang selaras. Tubuh dan suara adalah kurir yang membawakan pesan seorang guru. Dengan menggunakan ekpresi wajah, gerak tubuh, suara, dan postur ecara efektif, maka pesan yang kongruen seorang guru akan memperkuat komunikasinya. Tegasnya dalam Quantum Teaching terdapat lima anggota anggota komunikasi nonverbal yang dapat memperngaruhi terhadap presentasi prima, antara lain yaitu : kontak mata, ekpresi wajah, nada suara, gerak tubuh, dan sosok (postur). Berikut ini akan dipaparkan satu persatu anggota komunikasi nonverbal.
a). Kontak Mata
Kontak mata yang sering dilakukan akan membangun dan membina jalinan tingkat tinggi. Kontak mata dengan memandangi siswa dapat dilakukan tidak lebih dari tiga detik untuk setiap orang.Karena pandangan lebih dari tiga detik diartikan sebagai tatapan.
b). Ekpresi Wajah
Wajah adalah alat komunikasi yang kuat. Pesan yang disampaikan melalui alis terangkat, sunggingan senyum, dahi berkerut, anggukan kepala, mata melebar, dan mulut terbuka setara dengan ribuan kata (DePorter, 2007:125). Ekpresi wajah akan mengantarkan perasaan pesan seorang guru. Sehiggga komunikasi dua arah akan senantiasa terjalin.
c). Nada Suara.
Kongruensi wajah-suara menjadi alat yang sama ampuhnya dengan ekpresi wajah. Nada, volume, dan kecepatan adalah bumbu komunikasi, memberi citarasa pada wajah dan gerak tubuh. Nada,perubahan, dan kualitas pola suara dapat menyatakan kegembiraan, kekecewaan, keraguan, kepastian, serta emosi-emosi lainnya. Volume menangkap indra pendengaran dengan cepat. Suara lirih biasanya menandakan hal penting, misalnya rahasia atau hal kunci. Suara lantang menandakan semangat, komando, dan perhatian (DePorter, 2007:125-126).
d). Gerak Tubuh
Gerakan tangan, lengan, dan tubuh yang alamiah dan terarah akan memberi penekanan pada pesan yang disampaikan, menandai pernyataan kunci, dan menangkap perhatian pelajar kinestetik dengan menyediakan gerakan hidup bagi suara. Gerakan tangan yang direncanakan dan terarah dapat menunjukkan ide secara visual (DePorter, 2007:126).
e). Sosok (postur).
Postur adalah kerangka atau perancah yang disandari oleh wajah, suara, dan gerak tubuh. Postur tertentu menandakan pesan yang spesifik. Bagi Quantum Teacher, menari dan seni drama adalah dua bidang yang digunakan untuk melatih kelancaran gerak dan tindakan tubuh (DePorter, 2007:127).
5) Paket Presentasi Efektif
Dalam prentasi yang prima, pemberian petunjuk mempunyai penampilan, bunyi, dan rasa yang berbeda. Sama halnya, mengilhami siswa untuk menjadi orang hebat mempunyai bunyi dan penampilan berbeda dengan mempresentasikan informasi (DePorter, 2007:128-129).
Ada saat-saat mengajar, memberi petunjuk, dan mengilhami. Semuanya berbeda-beda. Perbedaan ini disusun dalam tiga paket presentasi : Penemu, Pemimpin, dan Pengarah. Setiap paket presentasi terdiri atas pola bahasa, postur, dan gerak tubuh sendiri (DePorter, 2007:129).
a) Penemu
Berpresentasi dengan paket penemu adalah untuk membangkitkan rasa ingin tahu, ketakjuban, kegairahan, dan rasa ingin menemukan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan : berdiri dengan ringan, mencondongkan tubuh sedikit ke depan, bergerak menyamping di depan kelas, menjaga kesan penemuan dan pesona, menggunakan predikat (visual, auditorial, dan kinestetik) serta menggunakan kata “ mari kita ‘’ dan ‘’ kita’’ untuk mencakup keseluruhan (DePorter, 2007:129 ).
b) Pemimpin
Berpresentasi dengan paket kepemimpinan adalah membangkitkan keyakinan terdalam dan harapan tertinggi untuk anak didik dan berkomunikasi denga kelugasan dan inspirasi. Paket kepemimpinan mengilhami dan memotivasi siswa mencapai prestasi lebih tinggi. Hal yang dapat dilakukan adalah : berdiri tegap, kedua kaki terpisah selebar bahu, meletakkan satu kaki di depan yang lain, menghadap sedikit kea rah satu sisi pendengar giliran, bernafas penuh, menjaga kontak mata, menggunakan predikat visual dan kinestetik (DePorter, 2007:130 ).
c) Pengarah
Berpresentasi dengan paket pengarah adalah menambahkan semangat, ketelitian padu, dan pemberian petunjuk. Dalam metode pengarah, siswa dimobilisasi menuju tindakan segaris dan jelas mengena dan jelas mengenai tugas anak didik ( DePorter, 2007:132). Oreintasinya adalah kapan, siapa, arahan, periksa dan tindakan.
6) Penambatan.
Penambatan adalah tanggapan teratasi terhadap rangsangan yang diberikan. (TIM KPI, 2004:43). Penambatan dapat digunakan untuk merangsang asosiasi yang berguna dan tanggapan positif pada siswa. Penambatan berdampak serupa dengan paket presentasi dan penggunaan bahasa untuk menarik minat siswa. Penambatan menghasilkan transisi mulus dan keadaan belajar optimal (DePorter, 2007:133).
Ada tiga penambatan yang paling berguna untuk mengajar dan belajar, yaitu : Tambatan pribadi, tambatan lokasi berupa (tempat petunjuk, tempat disiplin, tempat cerita, tempat kiat jitu, lorong modalitas), dan tambatan lisan (TIM KPI, 2004: 43 ).
- b. Orkestrasi Perancangan Pembelajaran
Bahasan pokok dalam orkestrasi perancangan pembelajaran adalah Dari dunia mereka ke dunia kita, Model kesuksesan dari sudut pandang perancang, dan kerangka perancangan Quantum Teaching.
1). Dari Dunia Mereka ke Dunia Kita
Azaz Quantum Teaching adalah menjembatani jurang antara dunia pendidik dengan anak didik. Hal tersebut akan memudahkan jalinan, menyelesaikan bahan pelajaran lebih cepat, membuat hasil belajar lebih melekat, dan memastikan terjadinya pengalihan pengetahuan (DePorter, 2007:84 )
Dengan jembatan antara dunia pendidik dan anak didik, pendidik akan melihat AMBAK ( Apa Manfaatnya BagiKu ?). tanpa AMBAK, anak didik tidak akan berminat. Salah satu upaya untuk menyebrang ke dunia anak didik dan membawanya ke dalam dunia pendidik adalah hanya dengan pembelajaran. Pada saat pendidik memasuki dunia anak didik, pendidik telah membangun kemitraan dengannya yang diperlukan dalam proses belajar.
2). Model Kesuksesan dari Sudut Pandang Perancang
Dalam setiap orkestrasi perancangan pembelajaran yang menjadi titik tekannya adalah selalu mempersiapkan siswa untuk sesuatu. Perancangan pengajaran selalu mempersiapkan pembelajaran, risiko, kesuksesan, atau kegagalan yang dihasilkan. Prinsip dasarnya adalah segalanya ada tujuannya. Jadi, bagaimanapun perancangan pengajaran akan memastikan kesuksesan anak didik. Perancangan pengajaran yang menentukan kesuksesan mengacu pada dua hal, yaitu : kesulitan pelajaran dan derajat resiko pribadi.
Jensen menyatakan ‘’ kita tahu bahwa kesulitan pelajaran atau sederajat atau resiko pribadi itu sendiri cukup untuk membuat siswa menahan diri atau mengalami downshift ‘’ (1994, dalam DePorter, 2007:87).
Untuk meraih sukses, rumus kesuksesannya dalam Quantum Teaching adalah jika resiko pribadi besar ditambah pelajaran sulit, hasilnya adalah kegagalan. Sebaliknya jika resiko pribadi kecil ditambah pelajaran mudah hasilnya, adalah kesuksesan. Namun, tidak semua siswa memiliki resiko pribadi yang sama. Sehingga pada akhirnya siswa menghadapi kedua masalah ini. Model kesuksesan Quantum Teaching memberikan kesempatan kepada pendidik untuk membawa anak didiknya meraih sukses pada setiap saat. Quantum Teaching mengacu ke kesuksesan siswa sebagai tujuan.
Untuk menuju kesuksesan siswa, pada saat memperkenalkan pelajaran harus disajikan dengan : multi sensori (gunakan unsure visual, auditorial, dan kinestetik), pelajaran dipotong menjadi segmen-segmen, dan sering melakukan pengulangan atau memeriksa penyimpanan informasi (TIM KPI, 2004:47).
3). Kerangka Perancangan Quantum Teaching
Kerangka perancangan Quantum Teaching terdiri dari Tumbuhkan, Alami, Namai, Demontrasikan, Ulangi, dan Rayakan dan dapat diakronimkan dengan TANDUR. Unsur-unsur tersebut membentuk basis structural keseluruhan yang melandasi Quantum Teaching (DePorter, 2007: 88).
Tumbuhkan adalah menyertakan anak didik, memikatnya, dan memuaskan AMBAK. Alami adalah memberikan pengalam belajar dan menumbuhkan kebutuhan untuk mengetahui. Namai adalah memberikan data disaat minat telah memuncak. Demontrasikan adalah memberikan kesempatan kepada anak didik untuk mengaitkan pengalaman dengan data baru, sehingga mereka mengahayati dan membuatnya sebagai pengalaman pribadi. Ulangi adalah merekatkan gambaran. Dan rayakan adalah merayakan hasil belajar sesuai dengan layak dipelajari maka layak dirayakan (TIM KPI, 2004:48).
- c. Modalitas Visual-Auditorial-Kinestetik
Ada tiga jenis gaya belajar siswa, yaitu : Visual, Auditorial, dan Kinestetik. Visual, pelajar memahami materi pelajaran dengan visual seperti catatan, gambar, tabel, diagram, grafik, peta pikiran, dsb. Auditorial, pelajar mudah memahami materi dengan menjawab atau mendengarkan cerita, lagu, syair, dsb. Dan kinestetik, belajar lebih muda memahami materi pelajaran dengan penerapan, dramatisasi, dan gerak (TIM KPI, 2004:53 ).
Berikut ini akan dijelaskan cara-cara belajar dari pelajar visual, pelajar auditorial, dan pelajar kinestetik.
1) Pelajar Visual mempunyai kecendrungan belajar sebagai berkut ini.
a) Rapi dan teratur
b) Berbicara dengan tepat
c) Pengatur dan perencana jangka panjang yang baik
d) Teliti terhadap detail
e) Mementingkan penampilan, baik dalam hal penampilan maupun presentasi
f) Pengeja yang baik dan dapat melihat kata-kata yang sebenarnya dalam pikiran mereka.
g) Mengingat dengan asosiasi visual
h) Biasanya tidak terganggu dengan keributan
i) Mempunyai masalah untuk mengingat intruksi verbal, kecuali ditulis, sering minta bantuan orang lain untuk mengulanginya.
j) Pembaca cepat dan tekun.
k) Lebih suka membaca daripada dibacakan.
l) Membutuhkan tujuan dan pandangan yang menyeluruh dan bersikap waspada sebelum secara mental merasa pasti tentang suatu masalah atau kegiatan.
m) Mencoret-coret tanpa arti selama berbicara di telpon atau ketika mengikuti pelajaran.
n) Lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain.
- o) Sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat ‘’ Ya ‘’ atau ‘’ Tidak ‘’
p) Lebih suka melakukan demonstrasi daripada berpidato
q) Lebih suka seni daripada musik.
r) Seringkali mengetahui apa yang harus dikatakan, tetapi tidak pandai memilih kata-kata.
s) Kadang-kadang kehilangan kosentrasi ketika mereka ingin memperhatikan. (TIM KPI, 2004:54-55).
2) Pelajar Auditorial mempunyai kecendrungan belajar sebagai berikut :
a) Berbicara pada diri sendiri ketika bekerja
b) Mudah terganggu oleh keributan.
c) Menggerakkan bibir dan mengucapkan tulisan ketika membaca
d) Senang membaca dengan keras dan mendengarkan.
e) Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, birama, dan warna.
f) Merasa kesulitan untuk menulis rapi tetapi hebat dalam bercerita.
g) Berbicara dengan irama yang terpola.
h) Biasanya pembicara yang fasih.
i) Lebih suka musik daripada seni.
j) Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada yang dilihat.
k) Suka berbicara.
l) Suka berdiskusi dan menjelaskan sesuatu panjang lebar.
m) Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan visualisasi, seperti memotong bagian-bagian hingga sesuai satu sama lain.
n) Lebih pandai mengeja dengan kera daripada menuliskannya.
- o) Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik (TIM KPI, 2004:56-57 ).
3) Pelajar Kinestetik mempunyai kecendrungan belajar sebagai berikut :
a) Berbicara dengan perlahan.
b) Menanggapi perhatian fisik.
c) Menyentuh orang untuk mendapat perhatian mereka.
d) Berdiri dekat ketika berbicara dengan orang.
e) Selalu beroreintasi pada fisik dan banyak bergerak.
f) Mempunyai perkembangan awal otot-otot yang besar.
g) Belajar melalui manipulasi dan praktek.
h) Mengahafal dengan cara berjalan dan melihat.
i) Menggunakan jari sebagai penunjuk ketika membaca.
j) Banyak menggunakan isyarat tubuh.
k) Tidak dapat duduk diam untuk waktu lama.
l) Tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka memang telah pernah berada di tempat itu.
m) Menggunakan kata-kata yang mengandung aksi.
n) Menyukai buku-buku yang beroreintasi pada plot.
- o) Mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh saat membaca.
p) Memiliki tulisan yang jelek.
q) Ingin melakukan segala sesuatu.
r) Menyukai permainan yang menyibukkan (TIM KPI, 2004 : 58-59).
Berikut ini akan dijelaskan bagaimana mengajar pelajar visual, auditorial, dan pelajar kinestetik.
1) Cara Mengajar Pelajar Visual
a) Gunakan kertas tulis dengan tuliasan berwarna dari papan tulis. Lalu gantungkan grafik berisi informasi penting di sekeliling ruangan pada saat menyajikan, dan rujuklah grafik itu nanti.
b) Dorong siswa untuk mendorong informasi dengan menggunakan peta, diagram, dan warna. Berilah waktu untuk membuatnya.
c) Berdiri tenang saat menyajikan segmen informasi ; bergeraklah diantara segmen.
d) Bagikan salinan frase-frase kunci atau garis besar pelajaran, sisakan ruang kosong untuk catatan.
e) Beri kode warna untuk bahan pelajaran dan perlengkapan, dorong siswa menyusun pelajaran mereka dengan aneka warna.
f) Gunakan symbol visual atau ikon yang mewakili konsep kunci (TIM KPI, 2004:60).
2) Cara Mengajar Pelajar Auditorial
a) Gunakan variasi vocal (perubahan nada, kecepatan, dan volume) dalam presentasi.
b) Ajarkan sesuai dengan cara menguji : jika menyajikan informasi dalam urutan atau format tertentu, ujilah informasi itu dengan cara yang sama.
c) Gunakan pengulangan, minta siswa menyebutkan kembali konsep kunci dan petunjuk.
d) Setelah setiap segmen pengajaran, mintalah siswa memberitahukan teman di sebelahnya satu hal yang dia pelajari.
e) Nyanyikan konsep kunci atau minta siswa mengarang lagu/rap mengenai konsep itu.
f) Kembangkan dan dorong siswa untuk memikirkan jembatan keledai untuk menghafal konsep kunci.
g) Gunakan musik sebagai aba-aba untuk kegiatan rutin (misalnya musik sirkus untuk membersihkan pekerjaan). (TIM KPI, 2004:61).
3) Cara Mengajar Pelajar Kinestetik
a) Gunakan alat bantu saat mengajar untuk menimbulkan rasa ingin tahu dan menekankan konsep-konsep kunci.
b) Ciptakan simulasi konsep agar siswa mengalaminya.
c) Jika bekerja dengan siswa perseorangan, berikan bimbingan parallel dengan duduk di sebelah mereka, bukan di depan atau belakang mereka.
d) Cobalah berbicara dengan setiap siswa secara pribadi setiap hari sekalipun hanya salam kepada siswa saat mereka masuk atau ‘’ Ibu senang kamu berpartisipasi’’ saat mereka keluar kelas.
e) Peragakan konsep sambil memberikan kesempaan kepada siswa untuk mempelajarinya langkah demi langkah.
f) Ceritakan pengalaman pribadi mengenai wawasan belajar kepada siswa, dan dorong mereka untuk melaku hal yang sama.
g) Idzinkan siswa berjalan-jalan di kelas (TIM KPI, 2004:62).
2.4 Tinjauan Teoritis Keterampilan Menulis
2.4.1 Batasan Menulis
Menulis dapat didefenisikan sebagai suatu kegiatan penyampaian pesan (komunikasi) dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat medianya. Pesan adalah isi atau muatan yang terkandung dalam suatu tulisan. Tulisan merupakan sebuah symbol atau lambang bahasa yang dapat dilihat dan disepakati pemakainya ( Suparno, 2007:13). Lado membatasi menulis pada menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggmbarkan suatu bahasa yang dipahami oleh sesorang, sehingga orang-orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan grafik itu ( dalam Tarigan, 1982:21). Sedangkan Atar Semi menjelaskan menulis sebagai suatu proses kreatif memindahkan gagasan ke dalam lambang-lambang tulisan. Dalam pengertian ini, menulis itu memiliki tiga aspek utama. Yang pertama, adanya tujuan atau maksud tertentu yang hendak dicapai. Kedua, adanya gagasan atau sesuatu yang hendak dikomunikasikan. Ketiga, adanya sistem pemindahan gagasan itu ke sistem bahasa (1995:16 ).
Berdasarkan batasan menulis dari tiga pakar di atas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa menulis adalah kegiatan komunikasi berupa penyampaian pesan kepada orang lain sebagai penerima pesan dengan menggunakan symbol grafis sebagai medianya.
Sebagai suatu keterampilan berbahasa, menulis merupakan kegiatan yang kompleks karena penulis dituntut untuk dapat menyusun dan mengorganisasikan isi tulisannya serta menuangkannya dalam formulasi ragam bahasa tulis dan konvensi penulisan lainnya.
2.5.2. Fungsi Menulis
Pada prinsipnya fungsi utama dari tulisan adalah sebagai alat komunikasi yang tidak langsung. Menulis sangat penting bagi pendidikan karena memudahkan para pelajar berfikir. Juga dapat menolong untuk berfikir secara kritis, memecahkan masalah-masalah yang dihadapi, menyusun urutan bagi pengalaman. Tulisan dapat membantu kita menjelaskan pikiran-pikiran kita. Tidak jarang kita menemui apa yang sebenarnya kita pikirkan dan rasakan mengenai orang-orang, gagasan-gagasan, masalah-masalah, dan kejadian-kejadian hanya dalam proses menulis yang actual. Menulis adalah suatu bentuk berfikir, tetapi justru berfikir bagi membaca tertentu dan waktu tertentu. Salah satu dari tugas-tugas terpenting sang penulis sebagai penulis adalah menguasai prinsip-prinsip menulis dan berfikir, yang akan dapat menolongnya mencapai maksud dan tujuaannya. Yang paling penting adalah di antara prinsip-prinsip yang dimaksudkan adalah penemuan, susunan, dan gaya. Secara singkat : belajar menulis adalah belajar berfikir dalam/dengan cara tertentu (D’Angelo dalam Tarigan, 1982:22 ).
2.5.3. Tujuan Menulis
Yang dimaksud dengan maksud atau tujuan menulis (the writer’s intention) adalah ‘’ responsi atau jawaban yang diharapkan oleh penulis akan diperolehnya dari pembaca. ‘’(Tarigan, 1982:23).
Adapun tujuan penulisan suatu tulisan menurut Hugo Hartig (dalam Tarigan, 1982:24-25) adalah berikut ini.
a) Asisment purpose (tujuan penugasan)
Tujuan penugasan ini sebenarnya tidak mempunyai tujuan sama sekali. Penulis menulis sesuatu karena ditugaskan, bukan atas kemauan sendiri
b) Altruistic purpose (tujuan artistic)]
Penulis bertujuan untuk menyenangkan para pembaca, menghindarkan kedukaan para pembaca, ingin menolong para pembaca memahami, menghargai perasaan dan penalarannya, ingin membuat hidup para pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan dengan karyanya itu.
c) Persuasive purpose ( tujuan persuasive)
Tulisan yang bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasan yang diutarakan
d) Informational purpose (tujuan penerangan)
Tulisan yang bertujuan memberi informasi atau keterangan/penerangan kepada para pembaca
e) Self-expresive purpose (tujuan pernyataan diri)
Tulisan yang bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri sang pengarang kepada para pembaca
f) Creative porpse (tujuan kreatif)
Tujuan ini erat berhubungan dengan tujuan pernyataan diri. Tetapi ‘’ keinginan kreatif ‘’ di sini melebihi pernyataan diri, dan melibatkan dirinya dengan keinginan mencapai norma artistic, atau seni yang ideal, seni idaman. Tulisan yang bertujuan mencapai nilai-nilai artistic.
g) Problem-solving purpose (tujuan pemecahan masalah)
Tulisan yang bertujuan memecahkan masalah yang dihadapi. Penulis ingin menjelaskan, menjernihkan serta menjelajahi serta meneliti secara cermat di pikiran-pikiran dan gagasan-gagasannya sendiri agar dapat mengerti dan diterima oleh para pembaca.
2.5 Penerapan Metode Quantum Teaching pada Pembelajaran Menulis
Pola pembelajaran quantum, seperti yang dikembangkan oleh Bobbi DePorter dan Mike Hernaeiki, dapat dipilih sebegai alternatif seni mengajar, tujuan pembelajaran quantum adalah menciptakan situasi belajar yang menarik, menyenagkan, nyaman, serta efektif. Untuk itu paradigma pembelajaran juga dirombak. Jika pembelajaran pada masa lalu adalah siswa ditempatkan sebagai objek yang ‘’menerima informasi‘’ dan bersifat komsumtif, sementara guru adalah subjek yang ‘’mentrasfer informasi‘’.sekarang konsep pembelajaran itu perlu diubah. Posisi siswa juga sebagai subjek yang produktif dalam ‘’membangun pengetahuan‘’, sedangkan guru sebagai fasilitator.
Untuk memposisikan siswa sebagai subjek yang produktif dalam ‘’membangun pengetahuan‘’, sedangkan guru sebagai fasilitator. Maka, kerangka perancangan Quantum Teaching seperti yang ditawarkan oleh DePorter yang terdiri dari Tumbuhkan, Alami, Namai, Demontrasikan, Ulangi, dan Rayakan yang diakronimkan dengan TANDUR (2007: 88), dapat dijadikan orkestrasi rancangan pembelajaran untuk mendekati praksis pendidikan secara demokratis dan komprehensif.
Pembelajaran quantum melihat bahwa ada tiga kecendrungan atau tipe pada diri siswa, yaitu tipe visual (lebih kuat dari sisi penglihatan), tipe auditorial (lebih kuat dari sisi pendengaran), dan tipe kinestetik (lebih kuat dari sisi gerak), pola pembelajaran yang menarik tentunya yang melibatkan ketiga kecendrungan tersebut. Untuk itu diciptakan pembelajaran model TANDUR (T=Tanamkan, A= Alami, N=Namai, D=Demunstrasi, U=ulangi, R= Rayakan).
TANDUR merupakan tahap-tahap dalam pembelajaran, Tanamkan adalah membut siswa jadi tertarik dan senang terlebih dahulu sebelum masuk ke materi .Alami berarti menciptakan situasi siswa secara terbatas sudah mengalami/bertindak tentang materi yang dipelajari hari itu, Namai adalah mengajak siswa menyusun dan merumuskan nama/tema, konsep, dan seluk-beluk pengetahuan yang dipelajari saat itu. Demonstrasikan adalah siswa menunjukkan pengetahuan/keterampilannya bahwa mereka mampu melakukan secara lebih utuh, Demonstrasi iu membuktikan bahwa “aku harus bisa‘’. Ulangi merupakan sarana umpan balik yang dapat dipakai sebagai evaluasi, Dengan mengulangi guru menjadi yakin bahwa ‘’siswa sudah benar-benar bisa‘’. Rayakan adalah memberi pengakuan, penghargaan, rasa senang dan gembira sehingga siswa mengakhiri belajarnya dengan tetap semangat.
Pembelajaran model TANDUR dapat diterapkan untuk seluruh bahasa dan sastra Indonesia. Untuk pembelajaran menulis sastra dan non sastra, model ini relevan, karena di dalamnya menyangkut aspek – aspek keterampilan berbahasa dan bersastra.
Pada makalah ini contoh yang akan dimunculkan adalah Kompetensi Dasar ‘’Menyusun percakapan tentang berbagai topik dengan memperhatikan penggunaan ejaan‘’. Maka, berikut ini akan dijelaskan tahapan-tahapan pembelajaran kompetensi dasar tersebut dengan rancangan model pembelajaran Quantum yang berupa TANDUR.
Kompetensi dasar ‘’Menyusun percakapan tentang berbagai topik dengan memperhatikan penggunaan ejaan ‘’ rancangan tandurnya dapat dimulai dari tahapan-tahapan sebagai berikut :
- I. TANAMKAN
Siswa diajak menonton film anak-anak yang di dalamnya terdapat percakapan diantara tokoh-tokoh yang bermain peran di dalamnya. Tahapan ini dilakukan untuk mengajak siswa memasuki ranah pengetahuan tentang percakapan atau dialog.
- II. ALAMI
Siswa diberi teks percakapan untuk kemudian diperagakan bersama temannya. Hal ini dilakukan supaya siswa mengalami dan bermain peran sesuai perannya.
- III. NAMAI
Guru menggarisbawahi bahwa anak-anak tadi sudah melakukan percakapan. Dari sini siswa diajak membicarakan konsep dan langkah-langkah membuat percakapan.
- IV. DEMONTRASIKAN
Siswa diberi kesempatan untuk menulis percakapan dengan memperhatikan penggunaan ejaan dan memeragakannya sesuai perannya.
- V. ULANGI
Guru memberi beberapa pertanyaan berkaitan dengan menulis pecakapan, serta menegaskan kembali tentang menulis cerita yang baik beserta contoh-contoh hasil karyannya.
- VI. RAYAKAN
Siswa diajak bergembira agar tetap semangat dalam belajar. Bisa dengan memberi hadiah secara simbolis, menyanyi, bertepuk tangan, yel-yek, atau yang lain.
Jika rancangan kompetensi dasar di atas dijadikan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran(RPP) maka akan menjadi seperti berikut ini;
LEMBAR PERANCANGAN PEMBELAJARAN
POLA QUANTUM TEACHING
Nama | : Dedeh Rosyidah | Sekolah | : SDI Al-Munawwarah |
Tema/Bid.Studi | : Kesehatan/Bahasa Indonesia | Kelas/semester | : 6/satu |
Pokok Bahasan | : Percakapan | Waktu | : 2 X 40 Menit |
- A. Standart Kompetensi
Mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi secara tertulis dalam bentuk formulir, ringkasan, dialog/percakapan, dan paraphrase
- B. Kompetensi Dasar
Menyusun percakapan tentang berbagai topic dengan memperhatikan penggunaan ejaan
- C. Indikator
1) Membaca percakapan bersama teman
2) Menentukan pokok pembicaraan dalam percakapan
3) Melengkapi percakapan yang belum lengkap
4) Membuat percakapan dan memeragakannya bersama-sama
- D. Pertemuan
1) Model/metode pembelajaran
Tanya jawab, diskusi, demontrasi, penugasan
2) Langkah-langkah pembelajaran
Tanamkan |
Kegiatan |
Alat-Bahan-Musik |
Alokasi Waktu |
Guru membawa kaset VCD film anak TV, dan VCD player. Setelah itu guru memutar kaset tersebut selama 10 menit.
Siswa menyaksikan dialog-dialog dengan seksama. Setelah 10 menit, VCD dimatikan dan guru menjelaskan bahwa peristiwa apapun dalam kehidupan kita dapat mengispirasi pembuatan karya besar berupa film yang menarik. Semua orang dapat menjadi pemeran, |
|
10 menit |
|
Alami |
Guru menyiapkan teks percakapan dengan tema ‘kesehatan’. Setelah itu guru membagikan teks kepada tiap kelompok siswa. Selanjutnya, guru meminta siswa memeragakan percakapan sesuai perannya masing-masing. Setelah selesai, guru menanyakan kepada siswa tentang pengalaman mereka menjadi pemeran. |
|
15 menit |
Namai |
Guru menjelaskan bahwa siswa/apa yang telah dilakukan siswa adalah percakapan. Siswa diminta untuk menentukan hal-hal penting dalam pembicaraan/percakapan tadi. Selanjutnya, guru membagikan teks percakapan yang belum selesai. Siswa melengkapi teks tersebut secara bergiliran bersama kelompoknya dengan nama tokoh sesuai nama anggota kelompok dengan tema ‘kesehatan’. Langkah berikutnya, guru menugaskan kepada siswa untuk membuat percakapan dengan tema yang sama. Gurupun menyarankan supaya siswa memperhatikan kaidah penulisan ejaan. |
|
25 menit |
Demonstrasikan |
Siswa diminta untuk memeragakan percakapan karyanya di depan kelas. Kelompok lain memberikan pendapat (berupa aran, kritik, dan pujian). Setelah semua kelompok tampil, mereka memilih kelompok terbaik dalam sepotong kertas dengan memilih, terbanyak layak mendapat bintang prestasi banyak pula |
|
15 menit |
Ulangi |
1. Resume :
Guru melakukan pengulangan langkah-langkah penulisan percakapan dengan kaidah-kaidah penulisan sesuai EyD 2. Evaluasi (proses/hasil) Guru meminta siswa untuk menyebutkan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam penulisan percakapan, langkah-langknya secara berurutan, serta ejaan yang sesuai |
|
10 menit
|
Rayakan |
Guru mengajak siswa untuk merayakan keberhasilan belajar dengan bernyanyi.
Guru memberi penghargaan kepada keberhasilan siswa berupa bintang prestasi dan motivasi bagi yang kurang berhasil. |
|
5 menit |
- E. Penilaian
1) Jenis : Kelompok
2) Bentuk : Product Test dan Performance Test
3) Kriteria : – Product Test
- Kualitas isi : 25
- Kesesuaian tema ` : 25
- Bahasa : 15
- Ejaan : 15
- Kuantitas percakapan : 10
- Kerapian tulisan : 10
100
– Performance Test
- vocal/lafal : 10
- ekspresi : 15
- intonasi : 15
- gaya : 10
50
N = 100 + 50 = 100
15
Pamekasan, 1 Januari 2012
Mengetahui Kepala Sekolah, |
Guru Pengajar Bahasa Indonesia |
Dr. Rulam Ahmadi, M.Pd. |
Harsono, S.Pd,
|
2.6 Efektifitas Penggunaan Metode Quantum pada Pembalajaran Menulis
Pola dan kerangka pembelajaran Quantum seperti yang dikembangkan oleh Bobbi DePorter dan Mike Hernacki adalah sebuah pendekatan belajar yang diciptakan berdasarkan toeri pendidikan seperti Accelerated Learning (Lozanov), Multiple Intelegennce (Gardner), Neuro Linguistic Programing (Grinder dan Bandler), Experintial Learning (Hahn), Socartic Ingquiri-cooperative learning (Johson dan Johson), serta Element of Effective Intruction (Hunter).
Quantum mempunyai azaz utama yaitu bawalah dunia mereka ke dunia kita dan antarkan dunia kita ke dunia mereka. Sejalan dengan azaz utama tersebut, Quantum juga mempunyai lima prinsip utama yang dapat dijadikan dasar untuk merancang pembelajaran yang menggairahkan. Kelima prinsi tersebut adalah segala berbicara, segalanya bertujuan, pengalaman sebelum pemberian nama, akui setiap usaha, dan jika layak dipelajari maka layak pula untuk dirayakan.
Quantum mengutamakan konteks dan isi. Konteks berisi tentang (1).Orkestrasi landasan yang menggairahkan atau suasana yang memberdayakan, (2). Orksestrasi landasan yang kukuh, dan (3). Orkestrasi landasan yang mendukung serta rancangan belajar yang dinamis. Kemudian isi terdri atas (1). Orkestrasi yang prima/penyajian yang prima, (2). Orkestrasi perancangan pembelajaran, dan (3). Fasilitas yang luwes untuk memberdayakan modalitas visual, auditorial, dan kinestetik.
Unsur konteks dalam Quantum yang pertama adalah orkestrasi suasana yang menggairahkan. Pada bagian ini pengetahuan akan pentingnya niat, jalinan, keriangan, dan ketakjuban, pengambilan resiko, rasa saling memiliki, dan keteladanan akan meningkatkan kesadaran siswa, daya dengar, dan partisipasi. Unsur yang kedua adalah orkestrasi landasan yang kukuh. Landasan yang kukuh memuat tujuan, prinsip-prinsip, keyakinan akan kemampuan siswa, kesepakatan, kebijakan, prosedur, dan peraturan, serta menjaga komunitas tetap berjalan tetap berjalan dan tumbuh. Dan unsur konteks yang terakhir adalah orkestrasi lingkungan yang mendukung. Pada bagian yang terakhr ini ditegaskan cara-cara memperbaiki pengajaran melalui musik, lingkungan sekitar, dan penggunaan alat Bantu disamping tanaman, aroma, pengaturan bangku akan mengantarkan pada ke taraf gandaan belajar.
Bagian Quantum yang kedua adalah bagian isi. Di bagian ini akan ditemukan jawaban dari pertanyaan ‘’Apakah anda seorang Quantum Teacher ? ‘’, pencocokan modalitas, prinsip-prinsip komunikasi ampuh dan tindakan non verbal yang kongruen, serta membuka tiga paket presentasi penemu, pemimpin, dan pengarah yang pada akhirnya menemukan pengaruh penambatan.
Bagian paling akhir dari Quantum adalah kerangka rancangan pembelajan dengan singkatan TANDUR (tumbuhkan, alami, namai, demostrasikan, ulangi, dan rayakan). Tahapan-tahapan pembelajaran dengan TANDUR dengan sendirinya akan mengorkestrasi kesuksesan siswa.
Dalam pembelajaran menulis dengan kompetensi dasar Menulis Percakapan metode Quantum dapt digunakan sebagai seni mengajar dan efektif, karena metode Quantum dengan unsur-unsur yang disebutkan di atas mencakup petunjuk spesifik untuk menciptakan lingkungan belajar yang efektif, merangkai kurikulum, menyampaikan isi, dan memudahkan proses belajar, dan pada akhirnya mengorkestrasi kesuksesan siswa dalam belajar.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, peneliti dapat memberikan simpulan berikut ini.
- Dari segi proses pembelajaran kompetensi dasar menulis percakapan jika diterapkan sesuai dengan langkah dan prosedur pelaksanaan metode Quantum teaching pelaksanaan pembelajaran akan efektif dari segi proses maupun hasil.
- Terciptanya hubungan dan interaksi guru dan murid yang aktif
3.2 Saran-Saran
- 1. Bagi Penulis
Perlu diadakan penelitian lanjutan untuk mengecek keabsahan data yang diperoleh dengan menggunakan metode penelitian yang terarah serta menggunakan data yang akurat dan lengkap.
- 2. Bagi Guru
Hendaknya lebih peka dan punya rasa sensitifitas terhadap paradigma baru pendidikan. Sehingga mampu mendekati dan menterjemahkan praksis pendidikan sesuai dengan dunia siswa. Metode quantum adalah salah satu metode yang bisa mendekatinya dan menterjemahkannya ke arah yang lebih demokratis sehingga siswa bisa menjadi mitra belajar yang utuh.
- 3. Bagi Sekolah
Sebaiknya sekolah berusaha memberikan sarana dan prasana yang mendukung untuk menunjang efektifitas pembelajaran.
- 4. Bagi Pemerintah
Pemerintah harus bisa menjadi medium dalam semua aspek pendidikan dengan membuat terobosan, inovasi, format, serta regulasi baru dalam mengembangkan pendidikan.
DATA PRIBADI PENYUSUN MAKALAH
NAMA : HARSONO, S.Pd.
Tempat Tanggal Lahir : Sumenep, 13 April 1985
Pekerjaan : Guru ICP SDI AL Munawwarah Pamekasan
HP : 081 935 166 177
Email : harsono_kamil@yahoo.com
Alamat Rumah : Jln. Rajawali 19 A Sampang
DAFTAR PUSTAKA