”Cobalah dulu, baru cerita. Pahamilah dulu, baru menjawab. Pikirlah dulu, baru berkata. Dengarlah dulu, baru beri penilaian. Berusahalah dulu, baru berharap” (Socrates)
Ontologi, atau juga sering diistilahkan dengan Metafisika, merupakan salah satu cabang Filsafat yang mempelajari tentang hakikat kenyataan. Kendati kedua istilah tersebut di satu sisi sering dipergunakan secara identik satu sama lain, di sisi lain istilah Ontologi juga dibedakan dari Metafisika. Ontologi adalah suatu bentuk Metafisika umum, yang berbeda dengan cabang-cabang Metafisika khusus lainnya (Teologi Metafisik; Kosmologi Metafisik; dan Antropologi Metafisik).
Dalam pembahasan tentang ilmu (pengetahuan ilmiah), sebagai salah satu bentuk pengetahuan manusia, Ontologi, sebagaimana halnya Epistemologi dan Aksiologi, menempati unsur dasar setiap ilmu. Setiap ilmu memiliki dasar atau landasan filosofis yang terdiri dari: landasan ontologis, landasan epistemologis, dan landasan aksiologis. Keberadaan dan upaya pengembangan ilmu-ilmu, secara normatif, harus bertumpu pada ketiga landasan ini. Landasan-landasan ini sekaligus menggambarkan dimensi-dimensi dari ilmu: dimensi ontologis, dimensi epistemologis, dan dimensi aksiologis. Pembahasan tentang ketiga landasan atau dimensi ini merupakan salah satu kajian penting dalam Filsafat Ilmu.
Pembahasan tentang dimensi ontologis ilmu meliputi persoalan tentang: hakikat ilmu, objek kajian ilmu, dan juga watak atau karakteristik ilmu itu sendiri. Di samping itu juga membahas persoalan-persoalan penting tentang keilmuan yang berkaitan dengannya. Namun sebelumnya perlu dijelaskan sekilas tentang beberapa tafsiran Metafisika tentang kenyataan.
- Beberapa Tafsiran Metafisika
Ontologi merupakan cabang dari Metafisika yang membicarakan eksistensi dan ragam suatu kenyataan. Terdapat beberapa tafsiran tentang kenyataan, di antaranya adalah Supernaturalisme dan Naturalisme. Menurut Supernaturalisme, terdapat wujud-wujud yang bersifat gaib (supernatural) dan wujud ini bersifat lebih tinggi atau lebih kuasa dibanding wujud alam yang nyata. Ajaran Animisme yang menyatakan bahwa terdapat roh-roh yang bersifat gaib, yang terdapat dalam benda-benda tertentu, seperti batu, gua, keris, dan seterusnya, merupakan kepercayaan yang didasarkan pada Supernaturalisme.
Selain itu terdapat pandangan yang bertolak belakang dengan Supernaturalisme. Pandangan ini dikenal dengan Naturalisme dan Materialisme. Materialisme merupakan aliran yang hanya mengakui “materi” sebagai inti dasar dari kenyataan. Paham Materialisme berdasarkan pada Naturalisme yang menganggap bahwa gejala-gejala alam tidak disebabkan oleh pengaruh kekuatan gaib,tetapi oleh kekuatan yang terdapat dalam alam itu sendiri, yang dapat dipelajari dan dengan demikian dapat diketahui.Tokoh yang dipandang sebagai pionir ajaran Materialisme adalah Democritos (460-370 SM).
- Objek Kajian Ilmu
Apakah batas yang merupakan lingkup penjelajahan ilmu? dari manakah ilmu mulai? dan di mana ilmu berhenti? merupakan pertanyaan-pertanyaan mendasar yang harus dijawab untuk menentukan objek kajian ilmu. Ilmu mempelajari alam sebagaimana adanya dan terbatas pada lingkup pengalaman manusia. Ilmu memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia dan berhenti pada batas pengalaman manusia itu sendiri. Oleh karena itu ilmu tidak berbicara tentang sesuatu yang berada di luar lingkup pengalaman manusia, seperti: surga, neraka, roh, dan sejenisnya (Jujun S. Suriasumantri, 1996: 105).
Mengapa ilmu hanya mempelajari hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia? Jawaban yang dapat diberikan atas pertanyaan tersebut adalah berdasarkan fungsi ilmu. Ilmu memiliki tiga fungsi utama, yaitu: deskriptif, prediktif, dan pengendalian. Fungsi deskriptif adalah fungsi ilmu dalam menggambarkan objeknya secara jelas, lengkap, dan terperinci. Fungsi prediktif merupakan fungsi ilmu dalam membuat perkiraan tentang apa yang akan terjadi berkenaan dengan objek telaahannya. Dan fungsi pengendalian merupakan fungsi ilmu dalam menjauhkan atau menghindar dari hal-hal yang tidak diinginkan serta mengarahkan pada hal-hal yang diharapkan. Fungsi- fungsi tersebut hanya bisa dilakukan apabila yang dipelajari di dalam ilmu adalah dunia nyata atau dunia yang dapat dijangkau oleh pengalaman manusia.
Sebagaimana diketahui, objek setiap ilmu dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: objek material dan objek formal. Objek material adalah fenomena-fenomena di dunia ini yang ditelaah ilmu. Sedangkan objek formal adalah pusat perhatian ilmuwan dalam penelaahan objek material tersebut. Atau dengan kata lain, objek formal merupakan kajian terhadap objek material atas dasar tinjauan atau sudut pandang tertentu.
- Ilmu sebagai Sistem
Ilmu sebagai produk merupakan suatu sistem pengetahuan yang di dalamnya berisi penjelasan-penjelasan tentang berbagai fenomena yang menjadi objek kajiannya. Dengan demikian ilmu terdiri dari komponen-komponen yang saling berhubungan. Saling hubungan di antara berbagai komponen tersebut merupakan struktur dari pengetahuan ilmiah.
Menurut The Liang Gie (2010), sistem pengetahuan ilmiah (ilmu) mencakup lima kelompok unsur, yaitu: jenis-jenis sasaran, bentuk-bentuk pernyataan, ragam-ragam proposisi, ciri-ciri pokok, dan pembagian sistematis.
- Jenis-jenis Sasaran
Sasaran yang akan dicapai ilmu tidak terlepas dari kedudukan objek material dan objek formalnya. Objek material suatu ilmu bisa saja sama dengan objek material ilmu yang lain, tetapi objek formalnya tidak akan sama. Apabila objek formalnya sama maka sebenarnya mereka merupakan ilmu yang sama tetapi diberi sebutan berbeda. Dengan kata lain, perbedaan antara bidang ilmu yang satu dengan bidang ilmu lainnya terletak pada perbedaan objek formalnya
Secara umum terdapat bermacam-macam fenomena yang ditelaah ilmu. Dari bermacam-macam tersebut The Liang Gie (2010:
139) telah mengidentifikasi enambentuk fenomena yang menjadi objek material ilmu, yaitu: 1) ide abstrak; 2) benda fisik; 3) jasad hidup; 4) gejala rohani; 5) peristiwa sosial; dan 6) proses tanda.
Keenam bentuk fenomena tersebut masih berlaku umum, atau dapat menjadi objek kajian bersama beberapa bidang ilmu. Sasaran yang ingin dicapai di dalam penyelidikan suatu bidang ilmu haruslah tertuju pada objek formal (sudut pandang) terhadap fenomena- fenomena tersebut. Sebagai contoh, antara bidang Ilmu Fisika dan Ilmu Kimia memiliki sudut pandang berbeda dalam mengkaji benda fisik, atau bidang Ilmu Psikologi berbeda dengan Antropologi dalam memaknai gejala-gejala rohani manusia. Demikian halnya dengan bidang-bidang ilmu lainnya, memiliki sudut pandang (objek formal) masing-masing.
- Bentuk-bentuk Pernyataan
Berbagai fenomena yang dipelajari oleh ilmu-ilmu selanjutnya dijelaskan melalui pernyataan-pernyataan. Kumpulan pernyataan yang merupakan penjelasan ilmiah terdiri dari empat bentuk, yaitu: deskripsi, preskripsi, eksposisi pola, dan rekonstruksi historis.
Deskripsi adalah suatu pernyataan yang menggambarkan bentuk, susunan, peranan, dan hal-hal rinci lainnya dari fenomena yang dipelajari ilmu. Pernyataan dengan bentuk deskripsi terdapat antara lain dalam Ilmu Anatomi dan Geografi.
Berbeda dengan deskripsi, preskripsi merupakan bentuk pernyataan yang bersifat preskriptif, yaitu berupa petunjuk-petunjuk atau ketentuan-ketentuan mengenai apa yang perlu berlangsung atau sebaiknya dilakukan berkenaan dengan ojkek formal ilmu. Preskripsi dapat dijumpai antara lain dalam Ilmu Pendidikan dan Psikologi Pendidikan.
Adapun eksposisi pola, merupakan bentuk pernyataan yang merangkum pernyataan-pernyataan yang memaparkan pola-pola dalam sekumpulan sifat, ciri, kecenderungan, atau proses lainnya dari fenomena yang ditelaah. Pernyataan semacam ini dapat dijumpai misalnya pada Antropologi.
Sedangkan rekonstruksi historis merupakan pernyataan yang berusaha menggambarkan atau menceritakan sesuatu secara kronologis. Pernyataan semacam ini di antaranya terdapat pada Historiografi dan Paleontologi.
- Ragam-ragam Proposisi
Selain bentuk-bentuk pernyataan seperti tersebut di atas, ilmu juga memiliki keragaman proposisi, yaitu: asas ilmiah, kaidah ilmiah, dan teori ilmiah. Ketiga bentuk proposisi ini memiliki hubungan timbal balik dan saling mengandaikan satu sama lain. Pola hubungan antar ketiga proposisi tersebut sangat ditentukan oleh peran dan fungsinya masing-masing dalam mengungkapkan fakta-fakta atau fenomena yang menjadi objek kajian ilmu-ilmu.
Asas ilmiah adalah sebuah proposisi yang mengandung kebenaran umum berdasarkan fakta-fakta yang telah diamati. Meskipun fakta-fakta dalam kenyataannya memiliki keragaman dan perbedaan-perbedaan, namun di dalamnya juga terdapat suatu persamaan yang bersifat umum dan mengandung suatu kebenaran.
Kaidah ilmiah merupakan sebuah proposisi tentang suatu kaidah atau hukum yang berlaku dalam pengetahuan ilmiah. Kaidah atau hukum tersebut mengungkapkan keajegan atau hubungan tertib antar fenomena yang dapat diuji kebenarannya.
Karena itu hukum tersebut juga dibangun dari hasil-hasil penyelidikan ilmiah, dari pengujian dan pembuktian teori-teori ilmiah. Jika di dalam proses penelitian ilmiah suatu teori semakin teruji dan terbukti dari waktu ke waktu, maka derajat teori ini semakin mendekati hukum, dan pada gilirannya diyakini sebagai suatu hukum. Sebagai contoh, hukum gravitasi dalam Ilmu Fisika pada mulanya merupakan sebuah teori. Namun karena teori gravitasi ini telah terbukti kebenarannya dalam berbagai penelitian (pengujian) yang bersifat akumulatif, teori gravitasi tersebut menjadi hukum gravitasi. Hukum gravitasi ini selanjutnya juga menjadi acuan dalam proses penelitian-penelitian berikutnya berkaitan dengan masalah- masalah gravitasi. Dengan kata lain, hukum gravitasi berfungsi sebagai landasan serta acuan bagi perluasan dan perkembangan teori- teori tentang gravitasi.
Teori ilmiah adalah sekumpulan proposisi yang saling berkaitan secara logis berkenaan dengan penjelasan terhadap sejumlah fenomena. Teori ilmiah merupakan unsur yang sangat penting dalam ilmu. Bobot kualitas suatu ilmu terutama ditentukan oleh teori ilmiah yang dimilikinya.
Pentingnya teori ilmiah dalam ilmu dapat dijelaskan dari fungsi atau kegunaannya. Fungsi teori ilmiah adalah:
- Sebagai kerangka pedoman, bagan sistematisasi, atau sistem acuan dalam menyusun data maupun pemikiran tentang data sehingga tercapai hubungan yang logis antar data-data tersebut;
- Memberikan suatu skema atau rencana sementara mengenai medan (ranah) yang semula belum dipetakan sehingga terdapat suatu orientasi;
- Sebagai acuan dalam pengkajian suatu masalah;
- Sebagai dasar dalam merumuskan kerangka teoritis penelitian;
- Sebagai dasar dalam merumuskan hipotesis;
- Sebagai informasi untuk menetapkan cara pengujian hipotesis;
- Untuk mendapatkan informasi historis dan perspektif permasalahan yang akan diteliti;
- Memperkaya ide-ide baru; dan
- Untuk mengetahui siapa saja peneliti lain dan pengguna di bidang yang sama.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa keberadaan ilmu pada dasarnya tidak terlepas dari keberadaan teori- teorinya (teori ilmiah). Demikian halnya perkembangan dan kemajuan ilmu, merupakan perkembangan dan kemajuan teori-teori ilmiah. Ilmu dibangun dari teori, dikembangkan dengan teori, yaitu dengan membuktikan teori yang ada dan/atau menghasilkan teori baru, dalam rangka mewujudkan kesejahteraan manusia dan alam sekitarnya.
- Ciri-Ciri dan Pokok Ilmu
Ilmu merupakan pengetahuan yang memiliki ciri-ciri pokok (karakteristik) tertentu sehingga dapat dibedakan dengan pengetahuan- pengetahuan yang lain. Adapun ciri-ciri pokok ilmu antara lain: sistematis (systematic), generalitas (generality); rasionalitas (rationality); objektivitas (objectivity); verifiabilitas (verifiability); dan komunalitas (communality).
Sistematis merupakan ciri utama ilmu yang membedakannya dengan pengetahuan biasa (knowledge). Sistematis mengandung arti bahwa ilmu (pengetahuan ilmiah) tersusun sebagai suatu sistem yang di dalamnya terdapat pernyataan-pernyataan yang saling berhubungan secara fungsional.
Generalitas (keumuman) menunjukkan kualitas pengetahuan ilmiah, yang merangkum berbagai fenomena yang senantiasa semakin luas. Generalitas diperoleh dengan penentuan konsep-konsep yang paling umum dalam pembahasan tentang gejala-gejala tertentu. Karena itu ilmu menghasilkan pengetahuan yang bersifat umum tentang gejala- gejala tertentu dalam suatu bidang penyelidikan.
Rasionalitas berarti bahwa ilmu sebagai pengetahuan ilmiah bersumber pada pemikiran rasional yang mematuhi kaidah-kaidah logika. Setiap bentuk pengetahuan ilmiah tidak boleh menyalahi ketentuan berpikir logis (aturan logika), meskipun berangkat atau berolak dari pengalaman-pengalaman inderawi (bersifat empiris). Dengan kata lain, hasil-hasil dari pengalaman inderawi memperoleh “bentuk”nya (menjadi pengetahuan ilmiah) setelah dikaji secara rasional.
Objektivitas merupakan suatu keharusan untuk bersikap
objektif dalam mengkaji suatu kebenaran ilmiah tanpa melibatkan unsur emosi dan kesukaan atau kepentingan pribadi. Penyelidikan ilmiah berupaya mengungkap dan menjelaskan fakta-fakta atau fenomena tentang objek-objek secara “apa adanya”, sebagaimana objek tersebut “menampakkan diri” (menggejala).
Di samping ciri objektivitas, ilmu juga memiliki ciri Verifiabilitas. Verifiabilitas berarti bahwa pengetahuan ilmiah harus dapat diperiksa dan dibuktikan kebenarannya, diteliti kembali, atau diuji ulang oleh sekelompok masyarakat ilmuwan. Suatu bentuk pengetahuan ilmiah bukanlah produk individual (pribadi) seorang ilmuwan, tetapi merupakan upaya kolektif dan kerja sama dari beberapa atau sekelompok ilmuwan. Pengetahuan ilmiah tersebut juga bukan produk ilmuwan yang dihasilkan oleh saat (waktu) yang seketika, atau terjadi secara spontan, tetapi memerlukan proses dari waktu ke waktu dan melibatkan kontribusi dari sejumlah ilmuwan lainnya.
Komunalitas merupakan ciri pokok terakhir dari ilmu dalam pembahasan ini. Komunalitas mengandung arti bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang menjadi milik umum (public knowledge). Ini berarti bahwa hasil penelitian yang kemudian menjadi khasanah dunia keilmuan tidak akan disimpan atau disembunyikan untuk kepentingan individu atau kelompok tertentu. Dengan demikian ilmu dapat diakses dengan mudah oleh siapa saja secara terbuka dan transparan. Terlebih lagi dengan kemajuan teknologi informasi mutakhir yang semakin canggih, setiap informasi termasuk ilmu akan semakin mudah dan cepat untuk dapat diperoleh.
- Pembagian Sistematis
Pengetahuan ilmiah senantiasa mengalami perkembangan seiring dengan semakin banyaknya jumlah ilmuwan dan juga semakin luasnya peluang untuk melakukan penelitian. Perkembangan ilmu antara lain ditandai dengan lahirnya bermacam- macam aliran dan terutama cabang-cabangnya. Untuk memudahkan memperoleh pemahaman mengenai bermacam-macam aliran dan cabang-cabang tersebut diperlukan suatu pembagian sistematis.
PERTANYAAN
- Jelaskan apa perbedaan antara pengetahuan dan ilmu?
- Kemukakan apa perbedaan antara pendidikan dan ilmu pendidikan?
- Dalam salah satu ciri-ciri pokok ilmu dikemukakan bahwa ilmu itu bersifat komunalitas. Jelaskan bagaima dengan eksistensi tesis dan disertasi di Indonesia, apakah memenuhi syarat komunalitas? Kemukakan argumentasi Anda!