Epistemologi atau teori ilmu pengetahuan membahas secara mendalam mengenai tiga masalah pokok, yaitu sumber ilmu pengetahuan, metode ilmu pengetahuan, dan kebenaran ilmu pengetahuan. Dalam bab ini di samping akan dibahas ketiga hal tersebut, juga akan dibahas beberapa aliran filsafat Barat yang menjadi landasan epistemologi sains Barat modern.
Sumber Ilmu Pengetahuan
Yang dimaksud dengan sumber ilmu pengetahuan ialah hal-hal yang secara hakiki diyakini sebagai sumber darimana ilmu pengetahuan itu kita peroleh. Mengenai sumber pengeta- huan, tradisi filsafat Barat mewarisi dua aliran epistemologi yang terbesar, yaitu aliran rasionalisme dan empirisme. Aliran rasionalisme memberi tekanan pada akal (reason) sebagai sumber pengetahuan, sedangkan aliran empirisme mengangap bahwa sumber pengetahuan yang utama adalah pengalaman inderawi manusia (sense experience). Kedua macam sumber ilmu pengetahuan itu, yaitu akal dan indera, pada dasarnya bersumber pada manusia, karena akal dan indera itu dimiliki oleh manusia.
Disamping itu ada pula pengetahuan yang bersumber Tuhan yang disebut pengetahuan wahyu. Dengan demikian Ilmu pengetahuan dapat digolongkan kepada dua macam.
1) Ilmu yang diperoleh oleh manusia (acquired knowledge), yaitu melalui akal dan pengalaman inderawi. Ilmu yang bersumber pada akal atau yang diperoleh melalui akal disebut juga conceptual knowledge, dan ilmu yang bersumber pada indera manusia disebut perceptual knowledge. Kedua macam ilmu yang diperoleh itu disebut juga dengan ilmu aqli.
2) Ilmu wahyu (revealed knowledge),atau ilmu naqli yaitu ilmu yang bersumber Allah swt., seperti ilmu ketauhidan, keimanan, dan kewahyuan, ilmu fikh, ilmu ushuluddin, dan sebagainya. Kalau ilmu-ilmu aqli bertujuan untuk membantu manusia menjalankan peranannya sebagai khalifah, atau untuk menyempurnakan fardhu kifayah bagi kesejahteraan umat, maka ilmu-ilmu naqli bertujuan menyempurnakan tugas manusia sebagai hamba Allah, atau untuk menyempurnakan fardhu „ain.
Aliran-Aliran Filsafat Epistemologi
Sehubungan dengan pengetahuan yang diperoleh dengan akal dan pengalaman manusia, maka dalam filsafat Barat dikenal beberapa aliran yang mendasari epistemologi Barat itu. Dalam bab ini akan dibahas beberapa aliran, yaitu: Idealisme dan Rasionalisme, Realisme dan Empirisme, Kritisisme, Positivisme, Post Positivisme. dan Pragmatisme.
Idealisme dan Rasionalisme. Kedua aliran filsafat ini pada dasarnya adalah sama, yaitu yang memandang bahwa kenyataan yang sesungguhnya adalah dunia idea atau rasio. Tokoh Idealisme di zaman Yunani klasik ialah Plato dan di zaman modern (neo-idealisme) adalah Frederick Hegel, sedangkan tokoh rasionalisme (disebut juga idealisme rasional) adalah Rene Descartes, yang terkenal dengan ucapannya cogito ergo sum (saya berpikir maka saya ada). Aliran filsafat idealisme bermacam-macam, masih dapat dibedakan antara idealisme rasional, idealisme etis, idealisme estetis, dan idealisme religius.
Menurut filsafat idealisme dan rasionalisme gagasan dan konsepsi atau pengetahuan kita tentang sesuatu itu memang telah ada pada diri kita, yang merupakan fitrah manusia, yang secara esensial telah ada dalam lubuk jiwa kita, dibawa sejak kita lahir, yaitu akal atau idea. Pengetahuan kita pada hakekatnya menurut Plato adalah hasil penyadaran kembali ide-ide yang telah ada pada kita itu, jadi bukan datang kepada kita melalui alat dria. Misalnya kalau kita melihat sebuah mobil, maka gambaran tentang mobil itu adalah hasil dari pengungkapan kembali ide yang telah ada pada kita tentang mobil.
Menurut idealisme dan rasionalisme pengetahuan yang diperoleh dengan pengalaman atau dengan perantaraan alat dria diragukan kebenarannya, karena mereka tidak menemu- kan cukup alasan untuk menganggap bahwa munculnya sejumlah konsepsi dan gagasan pada kita adalah karena kerja indera kita. Makhluk binatang juga memiliki alat dria tetapi bidang tidak menghasilkan konsepsi atau gagasan karena binatang tidak memiliki akal. Filsafat idealisme dan rasionalisme sangat berpengaruh pada filsafat modern dengan teori- teori yang dikemukakan oleh filosof Eropah yang terkenal, antara lain filosof Perancis Rene Descartes (1596-1650), dan filosof Jerman Immanuel Kant (1724-1804), dan Friederich Wilhelm Hegel (1770-1631).
Realisme dan Empirisme. Filsafat realisme mempersoal- kan objek pengetahuan manusia. Menurut realisme, objek pengetahuan manusia terletak di luar diri manusia. Benda- benda di luar diri manusia seperti gunung, pohon, kota, bintang dan sebagainya adalah kenyataan yang sesungguhnya. Benda-benda itu bukan hanya ada dalam pikiran orang-orang yang mengamatinya tetapi memang sudah ada dan tidak tergantung pada jiwa manusia. Ada dua macam filsafat realisme, yaitu realisme rasional dan realisme alam atau realisme ilmiah.
Realisme rasional terbagi atas realisme klasik dan realisme religius. Baik realisme klasik maupun realisme religius berpangkal pada pandangan Aristoteles. Bedanya ialah, kalau realisme klasik langsung dari pandangan Aristoteles, maka realisme religius secara tidak langsung. Artinya ia berkembang berdasarkan filsafat Thomas Aquina, seorang ahli filsafat Kristen, yang kemudian dikenal sebagai aliran Thomisme. Realisme alam atau realisme ilmiah berkembang sejalan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan alam di Eropah pada abad ke 15 dan 16. Aliran realisme ilmiah ini dikenal pula sebagai aliran Empirisme.
Menurut empirisme pengetahuan kita bukan telah ada pada kita, tetapi datang kepada kita melalui alat dria atau pengalaman. Menurut teori ini penginderaan adalah satu- satunya cara yang membekali manusia dengan gagasan dan konsepsi-konsepsi, dan bahwa potensi akal kita adalah potensi
yang tercerminkan dalam berbagai persepsi inderawi. Jadi ketika kita melihat sebuah mobil misalnya, maka kita dapat memiliki konsep tentang mobil, yaitu menangkap gambar atau bentuk mobil itu dalam akal kita. Menurut pandangan ini, akal kita hanya mengelola konsepsi dan gagasan inderawi. Tokoh utama dari aliran Empirisme ialah Francis Bacon (1561-1626), John Locke (1632-1704), George Berkeley (1684-1755), David Hume (1711-1776), Alfred North Whitehead (1861-1947), dan Bertrand Russell (1972-1870). John Locke menganalisis pandangan-pandangan Descartes tentang ide-ide fitrah. Ia menyerang konsep ide fitrah itu dan menyusun pandangan tersendiri mengenai pengetahuan manusia yang ditulis dalam bukunya Essay on Human Understanding.
Ekperimentasi dalam pengembangan ilmu adalah berda- sarkan pandangan filsafat Empirisme. Ekperimen-ekperimen ilmiah telah menunjukkan bahwa indera berperan memberikan persepsi yang menghasilkan konsepsi-konsepsi dalam akal manusia. Dengan kata lain indra adalah sumber pokok konsepsi. Seseorang yang tidak memiliki salah satu macam indra tertentu tidak mungkin dapat mengkonsepsikan pengertian-pengertian yang berhubungan dengan indra tersebut. Menurut empirisme, kita tidak memiliki pengetahuan sampai ia datang kepada kita melalui alat dria atau panca indera kita. Dan pengetahuan yang diperoleh dengan alat dria itulah yang benar sedangkan pengetahuan yang bersumber pada rasio baru merupakan pendapat, yang belum tentu benar. Tetapi dengan peran indra yang penting dalam melakukan ekperimen-ekperimen tidak berarti meniadakan kemampuan akal dalam melahirkan gagasan-gagasan baru dari pengalaman inderawi.
Filsafat Kritisisme. Filsafat Kritisisme merupakan pengga- bungan antara rasionalisme dan empirisme, yaitu bahwa pengetahuan kita itu diperoleh melalui akal dan pancaindera kita. Obyek di luar diri kita memberikan pengalaman kepada kita melalui indera. Pengalaman itu dirasionalkan oleh subyek (kita) menjadi pengetahuan. Aliran kritisisme ini dikenal pula sebagai Kritisisme Kant, karena filosof Emanuel Kant yang pertama kali mengkritik dan menganalisis kedua macam sumber pengetahuan itu dan menggabungkan keduanya. Pengetahuan yang diperoleh dengan akal menggunakan metode berpikir analitis-aprioris, sedangkan pengetahuan yang diperoleh dengan empiri menggunakan metode sintesis- aposterioris.
Emanuel Kant, Friedrich Hegel, dan Karl Marx dipandang sebagai filosof Kritis pada zamannya yang berkembang setelah Renaissance. Menurut Kant, kritik adalah kegiatan menguji sahih tidaknya klaim pengetahuan menurut aspek rasio semata. Menurut Kant, rasio dapat menjadi kritis terhadap kemampuannya sendiri, yaitu ilmu pengetahuan dan metafisika. Hegel meletakkan pengetahuan dalam konteks perkem-bangannya dalam sejarah. Bagi Hegel, kritik merupakan refleksi diri atas rintangan-rintangan, tekanan- tekanan, dan kontradiksi yang menghambat proses pembentu- kan diri dalam sejarah. Jalan pikiran Hegel banyak mempengaruhi mahasiswa yang dikenal sebagai Hegelian Kanan dan Hegelian Kiri (Hegelian Muda). Diantara Hegelian Kiri itu adalah Karl Marx.
Marx menganggap bahwa teori kritik Hegel masih kabur dan membingungkan, karena Hegel memahami sejarah secara abstrak. Sejarah menurut Hegel adalah sejarah kesadaran bukan sejarah manusia yang konkrit. Marx mengkonkritkan
teori idealism Hegel ke dalam materialisme historis yang bersifat praktis emansipatoris, yaitu berupa tindakan nyata yang bersifat membebaskan. Marx menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan sejarah adalah hubungan kekuasaan antara pemilik modal atau kaum borjuis di satu pihak, dan pihak lain yaitu kaum buruh yang tidak memiliki modal. Tujuan utama pemilik modal ialah memperoleh keuntungan yang besar dengan biaya produksi yang rendah. Untuk itu pemilik modal memeras kaum buruh dengan sistem manipulasi. Model analisis itu disebut Marxisme. Marxisme mengembangkan dua istilah pokok yaitu: substruktur, yaitu factor ekonomi yang berkembang dalam masyarakat, dan suprastruktur, yaitu faktor non ekonomi seperti agama, politik, seni, dan literature. Menurut Marx keadaan ekonomi pada substruktur dipengaruhi oleh faktor-faktor suprastruktur.
Filsafat Kritisisme kemudian dikembangkan lagi oleh mashab Frankfurt, yang disebutnya “Teori Kritik Masyarakat” (Teori Kritis). Sasaran kritiknya yang terutama adalah Teori ilmu Sosial yang berkembang pada masa itu. Diantara tokoh mashab ini ialah Lukacs dan Horkheimer. Lukacs mengem- bangkan pandangan tentang adanya hubungan-antara manusia, yang nampak sebagai hubungan antara benda-benda. Tujuan mashab Frakfurt menurut Horkheimer adalah untuk membebaskan manusia dari perbudakan, dan ingin membangun masyarakat atas dasar hubungan antar pribadi yang merdeka, dan mengembalikan kedudukan manusia sebagai subyek yang mengelola sendiri kenyataan sosialnya.
Positivisme. Positivisme adalah aliran filsafat ilmu pengetahuan yang muncul pada abad ke-17 yang merupakan elaborasi oleh Francis Bacon dari aliran empirisme yang telah dikembangkan sebelumnya oleh Galileo dan rekan-rekannya.
Yang menjadi inti dari metode ilmiah Bacon ialah penelitian ilmiah yang dimulai dari pengumpulan data yang dapat diamati secara terbuka, disertai dengan pengembangan hipotesis yang mengarah pada penjelasan data, selanjutnya pengujian hipotesis itu melalui ekperimen. Pembuktian hipotesis secara empiris akan memperkuat posisi hukum ilmiah. Proses tersebut disebut proses induksi, yang kemudian menjadi inti pokok metode ilmiah Bacon. Metode induksi itu telah digunakan selama 4 abad lamanya untuk membedakan antara sains dan non-sains.
Contohnya, sebuah generalisasi atau kesimpulan bahwa “ logam akan memuai apabila dipanaskan” baru dianggap ilmiah apabila didukung dengan pembenaran yang diperluas melalui sejumlah pernyataan pengamatan dan penelitian yang membentuk dasar generalisasi. Demikian pula bahwa pengamatan itu harus diulang-ulang di bawah berbagai macam kondisi, dan tidak boleh ada hasil pengamatan yang bertentangan dengan hukum yang telah berlaku universal. Dengan kata lain tidaklah sah kesimpulan bahwa setiap logam yang dipanaskan akan memuai, apabila dipanaskan berdasarkan pengamatan tunggal atas sebuah lempengan logam saja.
Inti dari prinsip Bacon adalah bahwa ilmu pengetahuan itu dicapai dengan melakukan penelitian-penelitian melalui obsrvasi dan eksiperimen, dan dengan cara menjauhkan spekulasi filosofis, menjauhkan dunia mitos yang tidak pasti, dunia prasangka, serta ketentuan-ketentuan moral dan agama. Charles Darwin dalam bukunya yang terkenal, “The Origin of Spieces”, menyatakan dengan bangga bahwa seluruh rangkaian penelitian ilmiahnya didasarkan pada prinsip-prinsip Bacon.
Aliran positivisme bertolak dari pandangan bahwa pemikiran manusia berlangsung melalui tiga tahap, yaitu tahap religious, filosofis, dan positivif. Pengetahuan ilmiah adalah tahap positif, yang pada tahap ini tidak berlaku pemikiran filosofis dan nilai-nilai agama. Ilmu pengetahuan yang dikembangkan berdasarkan prinsip positivisme itu disebut ilmu-ilmu positif.
Positivisme diterima secara umum pada abad ke-17 dan mengalami prestasi dengan munculnya revolusi sains di Inggeris. Bacon sendiri bertujuan meyakinkan “peluasan kerajaan manusia” dan mencapai “segala sesuatu menjadi mungkin”. Tuhan secara perlahan terlepas dari konteks persoalan masyarakat melalui revolusi sains itu, yang memberi kesadaran bahwa manusia mampu menciptakan kemajuan duniawi yang tidak perlu dinikmati di alam akhirat. (lihat Nasim Butt, 1996:29).
Metode induksi atau metode ilmiah Bacon (induksi- onisme) itu belum menjadi patokan yang berlaku umum. David Hume mengemukakan kesangsiannya atas kesahihan aliran Bacon itu dengan alasan bahwa penalaran melalui induksi tidak bisa diterima logika, karena tidak ada pernyataan umum yang berasal dari sejumlah pengamatan individu. Dengan melontarkan keraguan pada metode induksi, Hume juga menyatakan keraguan terhadap status sains sebagai suatu kebenaran tertentu. Ungkapan yang terkenal adalah: “setiap angsa yang berwarna putih” tidak bisa dibuktikan kebenaranya. Berapapun jumlah angsa putih yang ada, tetap saja masih ada kemungkinan terdapatnya seekor angsa yang tidak putih yang diamati pada suatu waktu.
Post Positivisme. Ada 3 aliran filsafat post positivisme yang memberikan kritikan dan pemikiran perbaikan terhadap positivisme, yaitu: positivisme logical, rasionalisme kritikal, dan teori Paradigma Thomas Kuhn.
Positivisme Logikal. Aliran filsafat ini dikembangkan oleh kelompok ilmuan dan filosof di Wina yang menamakan diri “Lingkaran Wina” atau Der Wiener Kreis, dengan tokohnya yang terkenal Morits Schlick (ahli fisika) dan Rudolf Carnab (ahli logika). Kelompok ini bertemu secara teratur dan bertukar pikiran tentang makna ilmu, yang kemudian mengeluarkan sebuah risalah berjudul : “Pandangan ilmiah tentang dunia, Lingkaran Wina”. Aliran ini berkeyakinan bahwa hanya ilmu yang dapat memberikan pengetahuan yang sah, dan bahwa pengetahuan ilmiah itu harus bersifat empirical, artinya hanya kenyataan yang dapat diobservasi dengan pancaindera yang dapat menjadi obyek ilmu. Untuk menguji kebenaran dipakai asas verifikasi. Metode untuk memperoleh pengetahuan ilmiah ialah metode induksi. Metode induksi ialah cara untuk memperoleh pengetahuan dengan jalan bertolak dari sejumlah data lewat generalisasi sampai pada dalil umum. Produknya yang berupa teori ilmiah sekaligus juga merupakan hipotesis yang dapat diuji kembali kebenarannya. Dengan kata lain tori ini menganut teori korespondensi mengenai kebenaran ilmu. Jadi teori ilmiah adalah benar jika persis mencerminkan dunia kenyataan sebagaimana adanya, yaitu adanya kesesuaian antara proposisi dengan dunia kenyataan.
Rasionalisme Kritikal. Tokoh utama dari aliran ini ialah Karl Raimund Popper. Bukunya yang terkenal adalah The Logic of Scientific Revolution (1959). Menurut aliran ini pengetahuan ilmiah harus obyektif dan teoritikal, dan pada analisis terakhir
menggambarkan dunia yang dapat diobservasi. Jadi aliran ini menganut teori korespondensi tentang kebenaran. Namun aliran ini tidak menggunakan metode induksi untuk memperoleh pengetahuan tetapi metode deduksi. Mereka menolak metode induksi karena kesimpulan umum yang dihasilkan induksi pada dasarnya bertumpu pada premis- premis particular sehingga kesimpulannya lebih luas dari premis yang mendukungnya.
Sebaliknya, aliran ini menggunakan metode deduktif. Selain menolak metode induksi, penganut rasionalisme kritikal juga menolak asas verifikasi sebagai kreteria penguji kebenaran, karena asas itu dipandang tidak memadai untuk membenarkan suatu teori ilmiah. Alasannya, putusan-putusan yang terbentuk melalui induksi pada dasarnya tidak dapat mengklaim kebenaran yang pasti, sebab kebenaran yang terbentuk melalui generalisasi tidak akan pernah pasti benar, paling jauh hanya sangat mungkin benar (probable). Karena itu menurut Popper asas verifikasi harus diganti dengan asas falsifikasi sebagai kriteria penguji untuk mengontrol putusan- putusan ilmiah.
Menurut aliran rasionalisme kritikal, suatu putusan ilmiah harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
- Putusan ilmiah harus diuji secara empirical
- Teori ilmiah harus tersusun secara logis dan konsisten
- Putusan ilmiah harus sebanyak munkin dapat difalsifikasi.
Artinya rumusannya secara prinsip harus memungkinkan untuk difalsifikasi. Jika putusan ilmiah itu mampu bertahan terhadap usaha-usaha falsifikasi, maka dapat dikatakan bahwa telah terbentuk putusan ilmiah obyektif yang hanya benar untuk sementara waktu.
Teori Paradigma Thomas Kuhn. Thomas Kuhn adalah seorang sejarahwan dan sosiolog ilmu. Karyanya yang utama ialah: The Structure of Scientific Revolutions. Berbeda dengan Popper yang mendekati pengertian ilmu secara internal, sebagai sosiolog dan penulis sejarah, Kuhn mendekati ilmu secara eksternal. Dalam bukunya itu Kuhn mengemukakan pandangan tentang ilmu dengan mengemukakan 5 macam istilah atau konsep kunci, yaitu: paradigm, revolusi ilmiah, pra- paradigmatik, ilmu normal, dan anomali.
Menurutnya, ada dua tahap perkembangan setiap ilmu. Yaitu tahap pra-paradigmatik dan tahap ilmu normal (normal science). Pada tahap pra-paradigmatik kegiatan penelitian dalam bidang tertentu berlangsung dengan cara yang mengacu pada kerangka teoritis yang diterima secara umum. Pada tahap ini terdapat sejumlah aliran pikiran yang saling bersaing tetapi tidak ada satupun yang memperoleh penerimaan secara umum. Namun perlahan-lahan salah satu dari kerangka teoritis itu mulai diterima secara umum, dan dengan demikian paradigma pertama sebuah ilmu (disiplin) mulai terbentuk, dan ini berarti bahwa kegiatan ilmiah sebuah disiplin ilmu memasuki periode ilmu normal.
Yang dimaksud “ilmu normal” oleh Kuhn adalah kegiatan penelitian yang berdasarkan pada karya-kaya ilmiah sebelumnya yang sudah diakui oleh masyarakat ilmiah sebagai pencapaian ilmiah (scientific achievement) yang memiliki landasan yang kuat. Menurut Kuhn ilmu normal itu memiliki dua ciri penting:
- Bersifat baharu, sehingga masyarakat ilmiah atau para pelaksana ilmu cenderung mengacu kepadanya atau menjadikannya sebagai rujukan dalam menjalankan kegiatan ilmiah mereka.
- Bersifat terbuka, sehingga masih terdapat berbagai masalah yang memerlukan pemecahan secara ilmiah
Kedua ciri itu oleh Kuhn dinamakan paradigma. Dengan penggunaan istilah paradigma itu, Kuhn hendak menunjukkan bahwa ada sejumlah pemikiran atau praktek ilmiah yang diterima atau diakui dalam lingkungan komunitas ilmiah, yang dikembangkan dalam bentuk model-model yang bersifat terpadu atau koheren. Pemikiran atau praktek ilmiah itu mencakup dalil, teori, implementasi, dan instrumentasinya. Para ilmuan yang penelitiannya didasarkan pada paradigma yang sama, pada dasarnya terikat pada aturan dan standar yang sama dalam mengembangkan ilmunya. Keterikatan pada aturan dan standar ini adalah prasyarat bagi adanya ilmu normal. Jadi, secara umum dapat dikatakan bahwa paradigma itu adalah cara pandang atau kerangka berpikir yang atas dasar itu suatu gejala atau fakta ditafsirkan dan dipahami. (lihat Arief Sidharta, 2008).
Ada hal lain yang dikemukakan oleh Kuhn yang dipandang penting dalam teori paradigma ialah yang disebut dengan anomali. Maksudnya adalah “hal yang baru atau pertanyaan yang tidak terliputi oleh kerangka paradigma yang menjadi acuan kegiatan ilmiah”. Adanya anomali itu merupakan prasyarat bagi penemuan baru, yang akhirnya dapat mengakibatkan perubahan paradigma. Namun lama- lama sejumlah anomali terjadi dalam lingkungan ilmu normal tertentu yang menciptakan semacam krisis. Adanya anomali dan krisis itu kemudian menyebabkan sikap para ilmuan berubah terhadap paradigma yang berlaku, dan sesuai dengan itu sifat penelitian mereka juga berubah. Artinya paradigma lama berganti dengan paradigma baru.
PERTANYAAN
- Dalam melakukan pencarian ilmu manusia bisa menempuh banyak cara, antara lain adalah melalui pendekatan (aliran) idealism/positivism dan empirisme. Jelaskan kedua pndekatan tersebut dan berikan contoh.
- Menurut Anda apakah hasil pencarian ilmu itu harus baru (menemukan sesuatu yang baru)? Kemukakan argumntasi Anda.