Puluhan mahasiswa yang mengatasnamakan Gerakan Mahasiswa Peduli Buruh (Gemuruh) mengontrog kantor Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kabupaten, kemarin.
Dalam orasinya, massa yang mendapat pengawalan ketat aparat Kepolisian menuntut penolakan sistem outsourcing dan percepatan kenaikan upah minimum kabupaten (UMK).
”Nasib buruh dari tahun ke tahun tidak mengalami perubahan. Walaupun kebijakan pengupahan terus berganti, buruh masih tetap saja miskin. Harus ada perubahan untuk menyejahterakan kaum buruh,” tegas koordinator aksi, Desta kepada Radar Bogor.
Menurut dia, perusahaan pengguna buruh outsourcing memiliki kecenderungan untuk mempekerjakan buruh yang berusia 18 hingga 24 tahun dan berstatus lajang. Sangat ironis, mengingat usia tersebut seharusnya masih dalam tahap peningkatan kualitas di dunia pendidikan.
Pemilihan buruh di usia muda dan lajang, dinilai semata-mata karena alasan produktivitas dan optimalisasi kerja. Para pengusaha memiliki pandangan bahwa mempekerjakan buruh yang sudah berkeluarga produktivitasnya rendah, terutama pekerja wanita yang memiliki banyak agenda cuti.
Di sisi lain, lanjutnya, bagi buruh outsourcing upah dan komponen upah yang diterimanya adalah hasil kesepakatan antara pengusaha pengguna jasa dan penyalur tenaga kerja. Sedangkan buruh tak memiliki posisi tawar atas komponen upah, selain upah yang lebih rendah dari buruh kontrak dan buruh tetap.
”Ini menunjukkan adanya diskriminasi dan memperlihatkan kerentanan buruh outsourcing ketika kerjanya tidak langsung dengan perusahaan pengguna,” bebernya.(ric).
http://www.radar-bogor.co.id/index.php?rbi=berita.detail&id=104292