Aksi mirip geng sekolah, yang suka berbuat onar dan menyakiti teman sekolahnya kembali terjadi di Kota Blitar. Sri Harini (15), siswi kelas IX SMPN IV Kota Blitar jadi korban kesadisan sembilan siswi yang tak lain teman sekelasnya.
Korban dihajar dengan tanpa belas kasihan, mulai dipukuli, ditempleng, sampai diinjak-injak, dan dikeramasi dengan pasir. Begitu tak sadarkan diri, korban ditinggal dalam sebuah rumah kosong yang berada di persawahan, Desa Sumberjo, Kecamatan Sanan Kulon, Kabupaten Blitar.
Hingga Rabu (1/8/2012) siang kemarin, korban masih menjalani perawatan di RSUD Mardi Waluyo, Kota Blitar. Tubuhnya masih tergolek lemah akibat otot-ototnya belum bisa digerakkan dan penuh luka memar di sekujur tubuhnya. Menurut tim medis, luka memar korban lumayan parah.
Bahkan, di beberapa bagian tubuhnya, seperti kedua paha, telinga, dan kemaluannya terdapat lebam-lebam. Itu diduga akibat dipukuli oleh para pelaku. Ditemui di RSUD Mardi Waluyo, korban yang sempat pingsan sekitar empat jam itu menceritakan. Menurutnya, kejadian itu berlangsung sewaktu dirinya pulang sekolah, Selasa (31/7/2012) siang.
Saat keluar kelas, korban yang rumahnya di Jl Ir Sukarno, Kelurahan Bendogerit, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar ini didekati para pelakunya. Mereka membisiki korban, dengan maksud mengajaknya menyelesaikan masalahnya. Katanya, kalau ingin damai dengan pelaku, yang berinisial SS, korban harus minta maaf.
Namun, tempatnya bukan di selokah melainkan SS yang menentukan. “Saya itu dituduh merebut pacarnya dia (SS). Padahal, saya itu tak merasa berbuat seperti itu. Cuma saya memang kenal dengan pacarnya, namun hanya sekadar kenal biasa. Karena kami nggak ingin masalah ini tambah runyam dan sampai didengar pihak sekolah, kami akhirnya menurut saja,” tutur korban.
Sebenarnya, sehari sebelumnya, Senin (30/7/2012) siang bersamaan pulang sekolah, korban juga sudah sempat dijadikan bulan-bulanan oleh geng SS itu. Cuma tak separah Selasa siang kemarin. Saat itu korban diajak ke belakang sebuah sekolah SMPN di Kelurahan Pakunden.
Di belakang sekolah itu, korban yang bapaknya bekerja sebagai kuli bangunan itu dipukuli setelah dituduh merebut pacarnya SS. Karena hanya sendirian, sedang dikeroyok sembilan orang, korban hanya diam saja. Sebab, kalau melawan sedikit saja, SS kian sadis menghajarnya. Sehabis dihajar, korban ditinggal begitu saja.
Selanjutnya, korban masih diancam oleh SS. Yakni, jika berani menceritakan kasus penganiayaan yang dialaminya, apalagi sampai melapor ke sekolah, korban akan diperlakukan lebih sadis lagi. Malah tak hanya itu, korban akan dimintai uang Rp 500 ribu. Tak pelak, korban kian ketakutan dan menutup mulutnya rapat-rapat karena takut dengan SS.
Sebab, di sekolah itu, SS sudah dikenal punya teman laki banyak. “Gengnya tak hanya para temannya wanita, namun teman laki-lakinya juga banyak. Malah, ia pernah kena razia saat bersamaan teman-teman lakinya menenggak miras di tengah persawahan,” ujar seorang siswa yang tak disebutkan namanya.
Berbeda dengan kejadian Selasa kemarin itu, korban dihajar di dalam rumah. Saat itu, korban diajak berangkat dari sekolah. Ia bukan dibonceng SS, melainkan Bl, yang juga teman sekelasnya. Mereka berboncengan sepeda motor Honda Beat, dengan diikuti SS dan gengnya. Mereka baru berhenti di sebuah rumah tua, tepatnya di tengah sawah, di Desa Sumberjo.
Selanjuitnya, korban yang masih memakai baju seragam sekolah ini langsung diseret ke dalam rumah dan dipaksa mencium kaki SS, sambil minta maaf. Namun ketika baru merunduk, korban langsung ditendang ramai-ramai dan ditempeleng. Tak puas hanya dihajar seperti itu, korban juga dikeramasi pasir.
Sehabis itu, korban sudah tak ingat lagi apa yang terjadi pada dirinya. “Saya nggak tahu pasti jumlahnya. Ada kalau tujuh sepeda motor atau lebih dari 9 anak, yang menghajar saya. Bahkan, kalau nggak salah ada satu anak SMA-nya, ya juga wanita dan lulusan SMP saya,” ungkap korban.
Sehabis dihajar dan korban pingsan, pelaku meninggalkannya di gubuk tersebut. Baru satu jam kemudian, korban ditemukan Sutikno (45), mandor proyek yang sedang mengerjakan irigasi di dekat TKP. Melihat ada gadis yang berseragam sekolah tergeletak pingsan, dengan tubuh penuh pasir dan luka lebam, ia kaget.
Namun, tak berani langsung menolongnya sehingga Sutikno memberi tahu orang kampung dulu. Dengan menemukan alamat korban yang ada di bukunya, Sutikno memberi tahu orangtuanya. Namun, rupanya Supartin, ibunya sudah tahu kalau anaknya mengalami nasib seperti itu. Sebab, sekitar satu jam sebelum Sutikno datang, SS dan teman-temannya mendatangi rumah Supartin. Bertemu Supartin, SS minta maaf kalau baru saja menghajar anaknya.
Namun, jika tak terima atas perbuatannya itu, SS menantang orangtua korban melaporkan ke polisi. Katanya, biar tahu kalau dirinya ini anaknya seorang lurah yang cukup dikenal. “Saya kaget karena ada rombongan sepeda motor datang ke rumah dan sepertinya teman-teman anak saya. Cuma anak saya nggak ada. Salah seorang dari mereka, menemui saya dan diminta maaf kalau baru saja menghajar anak saya.
Saya hanya bisa menangis. Sebab, mereka tak memberi tahu keberadaan anak saya sehingga saya tak bisa mencarinya,” ujarnya. Di saat Supartin bersedih itu, tiba-tiba ada orang laki yang tak lain Sutikno datang dan memberi tahu kalau telah menemukan anaknya pingsan dan saat ini sudah di RSUD Mardi Waluyo. Karuan, ia langsung menjerit histeris.
Dwi Agus Sunyoto, Kepala Sekolah (Kasek) SMPN 4 itu mengaku mereka itu baik korban maupun SS cs itu siswinya. Terkait kasus dugaan penganiayaan itu, pihaknya sudah menindaklanjutinya. “Siang ini mereka sudah dipanggil dan dimintai keterangan oleh guru kesiswaan. Soal hasilnya, ya belum tahu,” ungkapnya.
Sementara Iptu Nur Janni, Kanit PPA Polres Blitar mengatakan, pihaknya masih melakukan penyelidikan dengan mengumpulkan bukti. Soal kasus itu, memang berada di wilayah hukumnya meski sekolah mereka berada di kota. “Kami belum bisa menjelaskan kasus itu, nanti saja karena masih kami selidiki,” akunya, Rabu (1/8/2012)
http://surabaya.tribunnews.com/2012/08/01/geng-siswi-smp-hajar-teman-sekelas