Kalau burung punya sayap, maka manusia punya bahasa. Sayap memberikan burung kemampuan khusus yang tidak dimiliki oleh makhluk lain untuk terbang, sedangkan bahasa memberikan manusia kemampuan khusus yang tidak dimiliki oleh makhluk lain untuk berbicara.
Bahasa di kalangan umat manusia
semua manusia termasuk mereka yang hidup di dalam hutan rimba dan pulau-pulau terpencil menggunakan bahasa untuk saling berkomunikasi. Apapun yang dilakukan oleh ma-nusia ketika berinteraksi dengan sesamanya, en-tah itu ketika bermain, berkelahi, bercinta atau me-lakukan transaksi jual beli, mereka berbicara. Kita berbicara dengan teman, guru, istri, suami, anak-anak, mertua, supir bus, tukang becak dan orang-orang lain di sekitar kita. Terkadang kita berbicara dengan bertatap muka, terkadang juga kita ber-bicara melalui telepon. Terkadang kita berbicara dengan menggunakan kata-kata lisan, terkadang cukup dengan menggunakan fasilitas sms di handphone kita. Singkat kata, dalam kehidupan kita hampir tidak ada waktu berlalu tanpa kita berbicara, bahkan dalam tidur pun terkadang kita masih berbicara. Sebagian dari kita malah berbi-cara kepada hewan peliharaan kita, sebagian lagi malah senang berbicara sendiri.
Penggunaan bahasa di kalangan umat ma-nusia merupakan suatu fenomena yang bersifat universal dan jumlah bahasa yang digunakan sangat banyak, yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda. Perbedaan diantara bahasa-bahasa yang digunakan ini dikarenakan beberapa faktor, diantaranya karena bahasa itu merupakan suatu convention (kesepakatan umum) yang ber-sifat arbitrary (suka-suka).
Dahulu para siswa belajar di sekolah hanya dengan beralaskan tikar di alas lantai. Namun kemudian bangsa Inggris datang dan memper-kenalkan kepada kita beberapa hasil dan kebu-dayaan mereka, antara lain meja dan kursi. Mere-ka (seluruh orang Inggris) sepakat untuk menye-but hasil kebudayaan mereka itu dengan nama table dan chair yang menurut kesepakatan orang Indonesia benda-benda tersebut dinamakan meja dan kursi.
Dalam hal ini, baik orang Inggris maupun orang Indonesia telah bertindak secara arbitrary (suka-suka) di dalam membuat convention (kese-pakatan umum) mengenai kata-kata penyebutan benda-benda hasil kebudayaan yaitu table (meja) dan chair (kursi) di dalam bahasanya masing-masing.
Faktor lain yang menyebabkan perbedaan di-antara bahasa-bahasa yang digunakan oleh ma-nusia adalah faktor cuaca dan budaya. Orang Indonesia yang mengenal budaya menanam padi di sawah telah membuat suatu convention (kese-pakatan umum) mengenai apa yang dimaksud dengan gabah, padi dan beras, untuk menggam-barkan budaya menanam padi tersebut. Semen-tara itu, Perancis yang tidak mengenal budaya menanam padi di sawah hanya mengenal satu kata yaitu le riz untuk menerjemahkan ketiga kata dalam bahasa Indonesia tersebut di atas. Demi-kian pula sebaliknya, di dalam bahasa Perancis dikenal kata-kata pinard, vin dan eau de vie untuk menggambarkan budaya menanam anggur di negara tersebut, yang di dalam bahasa kita hanya dikenal satu padanan katanya saja yaitu anggur.
Bahasa Pertama dan Kedua
Setiap orang biasanya hanya mampu berbi-cara dengan menggunakan satu bahasa saja, ya-itu bahasa yang ia peroleh secara otomatis dan wajar karena biasa digunakan untuk berkomu-nikasi sehari-hari oleh orang-orang yang berada di lingkungan kelompok masyarakatnya. la tidak memahami bahasa-bahasa yang digunakan un-tuk berkomunikasi oleh orang-orang yang berada di luar lingkungan kelompok masyarakatnya. Bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi se-hari-hari oleh seseorang di dalam lingkungan ke-lompok masyarakatnya, yang ia peroleh secara alamiah dan wajar sejak lahir disebut bahasa ibu atau bahasa pertama orang tersebut, sedangkan bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi oleh orang-orang di luar lingkungan kelompok masya-rakatnya dinamakan bahasa asing yang apabila dipelajari oleh orang tersebut akan menjadi ba-hasa keduanya.
Istilah bahasa kedua atau second language di-gunakan untuk menggambarkan bahasa-babasa apa saja yang pemerolehannya/penguasaannya dimulai setelah masa anak-anak awal (early childhood), termasuk bahasa ketiga atau bahasa-ba-hasa lain yang dipelajari kemudian. Bahasa-ba-hasa yang dipelajari ini disebut juga dengan ba-hasa target (target language).
Pemerolehan Bahasa Kedua
Kondisi saling ketergantungan antara satu ne-gara dengan negara lainnya menjadikan pengua-saan bahasa kedua menjadi sesuatu yang sangat penting dewasa ini.
Kita perlu mempelajari bahasa kedua untuk ke-pentingan sektor pendidikan, pariwisata, politik dan ekonomi.
Pemerolehan bahasa kedua tidak sama de-ngan pemerolehan bahasa pertama. Pada pe-merolehan bahasa pertama siswa “berangkat dari nol” (dia belum menguasai bahasa apa pun) dan perkembangan pemerolehan bahasa ini seiring dengan perkembangan fisik dan psikhisnya. Pada pemerolehan bahasa kedua, siswa sudah me-nguasai bahasa pertama dengan baik dan per-kembangan pemerolehan bahasa kedua tidak se-iring dengan perkembangan fisik dan psikhisnya. Selain itu pemerolehan bahasa pertama dilaku-kan secara informal dengan motivasi yang sangat tinggi (siswa memerlukan bahasa pertama ini untuk dapat berkomunikasi dengan orang-orang yang ada di sekelilingnya), sedangkan pemeroleh-an bahasa kedua dilakukan secara formal dan motivasi siswa pada umumnya tidak terlalu tinggi karena bahasa kedua tersebut tidak dipakai untuk berkomunikasi sehari-hari di lingkungan ma-syarakat siswa tersebut.
Aspek-aspek Pembelajaran Bahasa Kedua.
Ada beberapa aspek yang harus diperhatikan ketika memutuskan untuk mempelajari bahasa kedua:
1. Kemampuan bahasa.
Biasanya apabila seseorang memutuskan un-tuk mempelajari bahasa kedua secara formal, ia akan melalui tes kemampuan bahasa atau language aptitude test yang dilakukan oleh lembaga kursus bahasa untuk menilai kecakapan/bakat bahasa yang dimiliki oleh orang tersebut. Tes ini terbukti cukup efektif untuk memprediksi siswa-siswa mana yang akan sukses di dalam pembe-lajaran bahasa kedua. Meskipun demikian masih terdapat perbedaan pendapat mengenai kemam-puan bahasa atau language aptitude itu sendiri. Apakah kemampuan bahasa itu merupakan suatu kesatuan konsep, suatu properti organik di dalam otak manusia atau suatu komplek faktor termasuk di dalamnya motivasi dan lingkungan. Penelitian mengenai kemampuan bahasa atau language aptitude sering dikritik karena tidak relevan dengan masalah-masalah yang dihadapi oleh para siswa di sekolah-sekolah bahasa yang harus berusaha sekuat tenaga untuk menguasai bahasa kedua terlepas dari apakah mereka memiliki bakat atau tidak untuk hal tersebut. Apalagi penelitian mene-mukan bahwa kemampuan bahasa atau language aptitude itu tidak dapat diubah.
2. Usia.
Sebagian besar masyarakat umum masih me-yakini bahwa untuk belajar bahasa kedua akan lebih baik dilakukan ketika masih anak-anak. Bela-jar bahasa kedua ketika telah dewasa akan terasa lebih sulit. Tetapi penelitian-penelitian yang telah dilakukan mengenai hal ini gagal untuk membuk-tikan kebenaran keyakinan masyarakat umum tersebut.
Mereka yang mulai belajar bahasa kedua ketika telah dewasa tetap dapat mencapai tingkat ke-berhasilan yang cukup tinggi. Penelitian-penelitian yang dilakukan mengenai hal ini hanya mampu menunjukkan bahwa sebagian besar orang yang belajar bahasa kedua ketika telah dewasa tidak mampu merubah aksen mereka seperti aksennya penutur asli, aksen orang dewasa adalah aksen bahasa pertama yang sulit untuk dirubah.
Hal menarik yang dapat diambil dan penelitian-penelitian tersebut adalah jika program pembe-lajaran bahasa kedua yang diberikan berupa immersion/pembelajaran bahasa kedua dengan ter-jun langsung di lingkungan penutur asli, orang de-wasa cenderung lebih cepat memperoleh bahasa kedua dibandingkan dengan anak-anak, hal ini di-karenakan otak orang dewasa berfungsi lebih sempuma dibandingkan dengan otak anak-anak dan orang dewasa memiliki lebih banyak pe-ngalaman berbahasa dibandingkan dengan anak-anak.
3. Strategi yang digunakan.
Penggunaan strategi yang efektif sangat pen-ting agar pembelajaran bahasa kedua dapat ber-hasil. Secara umum strategi pemerolehan bahasa kedua dibagi menjadi dua, yaitu strategi belajar dan strategi berkomunikasi.
Strategi belajar adalah strategi yang digunakan untuk meningkatkan hasil belajar bahasa kedua, seperti penggunaan kamus atau penggunaan TV kabel untuk menangkap siaran-siaran TV yang menggunakan bahasa kedua. Sedangkan strategi berkomunikasi adalah strategi yang digunakan oleh siswa kelas bahasa kedua dan penutur asli untuk dapat saling memahami ketika terjadi ke-buntuan di dalam berkomunikasi di antara mereka karena kurangnya akses terhadap bahasa yang benar, misalnya dengan menggunakan mimik dan gerakan tangan.
4. Motivasi.
Secara sederhana motivasi dapat diartikan sebagai mengapa seseorang memutuskan untuk melakukan sesuatu, berapa lama ia rela mela-kukan aktivitas tersebut dan sejauh mana usaha yang dilakukannya. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan mengenai motivasi menunjukkan bahwa motivasi terkait erat dengan tingkat keber-hasilan seseorang di dalam pembelajaran bahasa kedua. Pelajar yang memiliki motivasi yang kuat akan sukses dan kesuksesan yang diperolehnya itu akan semakin meningkatkan motivasinya. Moti-vasi bukanlah sesuatu yang bersifat tetap, tetapi sangat dipengaruhi oleh umpan balik dan ling-kungan. Salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi adalah tehnik instruksi yang digunakan oleh guru.
Metode Pembelajaran Bahasa Kedua.
Ada banyak metode atau cara yang dapat digunakan untuk mempelajari bahasa kedua. Metode atau cara yang dipilih akan tergantung pada seberapa cepat dalam menguasai bahasa kedua itu, dimana kita tinggal dan berapa banyak dana yang dapat kita alokasikan untuk mencapai tujuan kita tersebut. Gabungan dari beberapa me-tode atau cara di bawah ini tentunya akan membe-rikan hasil belajar yang lebih optimal dibandingkan dengan hanya menggunakan salah satu metode saja.
1. Pembelajaran di dalam kelas.
Ketika kita melaksanakan pembelajaran ba-hasa kedua di dalam kelas, kita dibantu oleh guru yang senantiasa dapat memberikan materi, do-rongan dan umpan balik serta dapat menjadi la-wan untuk mempraktekkan kemampuan bahasa kedua kita. Agar dapat menyelenggarakan pem-belajaran bahasa kedua yang baik di dalam kelas, guru membutuhkan sumber-sumber pembela-jaran bahasa yang otentik. Ini terutama dibutuh-kan ketika kita mempelajari bahasa kedua di negara kita sendiri. Sumber-sumber pembela-jaran bahasa yang digunakan harus otentik dalam hal lafal, intonasi, aksen dan idiom. Tanpa adanya sumber-sumber pembelajaran bahasa seperti itu, akan sangat sulit bagi seorang guru bahasa ke-dua untuk dapat menyampaikan perasaan dan fikiran orang-orang yang menggunakan bahasa tersebut sebagai bahasa pertamanya. Untuk itu ketika mengajar, para guru bahasa kedua sebaik-nya hanya menggunakan rekaman suara yang di-tuturkan oleh penutur asli. Bahan-bahan penga-jaran visual seperti video atau film juga harus me-nampilkan kebudayaan orang kedua yang otentik. Jangan menggunakan video atau film yang hanya menampilkan keindahan negara penutur bahasa kedua, tetapi tidak ada kaitannya dengan masalah kebudayaan orang penutur bahasa kedua. Video atau film seperti itu biasanya ditujukan hanya kepada para turis saja.
Selain itu guru/pihak sekolah dituntut untuk mampu menyediakan koran dan majalah dalam bahasa kedua karena merupakan dua sumber ba-caan yang valid dan selalu memberikan informasi terkini mengenai kebudayaan orang kedua.
2. Pembelajaran otodidak.
Metode ini dapat dilakukan dengan cara mem-beli CD atau DVD pembelajaran bahasa kedua yang banyak di jual di toko-toko buku/kaset atau dapat dipesan on-line melalui Internet. Kelemahan mendasar dari metode belajar ini adalah tidak ada-nya guru yang mendampingi, sehingga ketika sis-wa perlu bertanya, tak ada seorang pun yang da-pat menjawab. Namun demikian CD atau DVD pembelajaran bahasa kedua sekarang ini telah dikembangkan sedemikian rupa sehingga siswa dapat belajar sendiri. Keberhasilan siswa di dalam pembelajaran bahasa kedua dengan mengguna-kan metode ini akan sangat tergantung pada ting-kat keseriusan siswa di dalam belajar dan kualitas CD atau DVD pembelajaran bahasa kedua yang siswa beli.
3. Pertukaran bahasa.
Belajar bahasa kedua dengan menggunakan metode ini menuntut siswa untuk mencari penutur asli bahasa kedua yang sedang dipelajarinya dan yang ingin mempelajari bahasa ibu atau bahasa pertama siswa tersebut, sehingga keduanya da-pat saling mengajari bahasanya masing-masing. Hal ini dapat dilakukan dengan mengakses bebe-rapa situs di Internet yang menyediakan jasa ter-sebut. Altematif lain dari metode ini adalah dengan mencari penutur asli sebagai teman berkorespon-densi. Seorang guru bahasa kedua harus mendo-rong siswanya untuk berkorespondensi dengan orang penutur bahasa kedua.
Dengan berkorespondensi siswa dapat banyak berlatih bagaimana menulis dengan konteks situasi-situasi keseharian. Selain itu siswa akan dapat bertukar fikiran dengan penutur asli bahasa kedua, memahami sikap dan perilakunya yang merupakan gambaran dan budayanya. Korespon-densi juga dapat memberikan motivasi kepada pelajar untuk melakukan perjalanan ke luar negeri yang merupakan metode belajar yang terakhir.
4. Melakukan perjalanan dan tinggal selama beberapa waktu di luar negeri.
Dengan melakukan perjalanan ke luar negeri atau bahkan berkesempatan untuk tinggal selama beberapa waktu di luar negeri, siswa akan dapat memahami budaya orang-orang setempat. la dapat melihat dan menyadari persamaan mau-pun perbedaan antara kebudayaan bangsanya dan kebudayaan bangsa yang bahasanya sedang ia pelajari. Selain itu perjalanan ke luar negeri juga akan membuat siswa mampu berkomunikasi menggunakan bahasa kedua dengan lebih baik dibandingkan dengan hanya mengandalkan pembelajaran bahasa kedua di dalam negeri saja, karena di lingkungan barunya ini siswa mene-mukan tak seorang pun mampu menggunakan bahasa pertamanya, sehingga ia “terpaksa” harus senantiasa menggunakan bahasa kedua untuk dapat berkomunikasi dengan orang-orang di sekelilingnya agar dapat bertahan hidup.
Terampil dalam empat ketrampilan bahasa yang berbeda yaitu berbicara dan menulis (kete-rampilan aktif) serta mendengar dan membaca (keterampilan pasif) merupakan tujuan akhir dari setiap pembelajaran bahasa kedua. Penulis ber-harap apa yang telah penulis paparkan di atas dapat membantu anda di dalam proses pembe-lajaran bahasa kedua yang sedang anda jalani.©
Daftar Pustaka.
-
Krashen, Stephen D. Principle and Practice in Second Language Acquisition, Prentice-Hall International, 1987.
posted @ Thursday, August 30, 2007 3:30 PM by cakrawala
Sumber: http://www.tnial.mil.id/Majalah/Cakrawala/ArtikelCakrawala/tabid/125/articleType/ArticleView/articleId/174/PEMEROLEHAN-BAHASA-KEDUA.aspx