[JAKARTA] Anggaran pendidikan senilai Rp 243 triliun seharusnya diprioritaskan untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional, antara lain pendidikan 12 tahun, pembayaran gaji guru negeri dan swasta, pengadaan buku dan laboratorium, serta beasiswa. Selain itu, anggaran tersebut juga sebaiknya dimanfaatkan untuk memperbaiki kualitas tenaga kerja Indonesia dalam upaya mengurangi pengangguran dan kemiskinan.
Direktur Lembaga dan Sarana Direktorat Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans), Satrio kepada SP, Kamis (26/8), menyatakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus membangun balai latihan kerja (BLK). Idealnya, setiap kabupaten mempunyai satu BLK. Dari 497 kabupaten/kota, baru terbentuk 175 BLK yang dikelola pemerintah daerah dan 11 BLK yang dikelola pemerintah pusat.
Untuk membangun BLK, lanjutnya, dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Luas lahan minimal dua hektare, tetapi idealnya lima hektare. Untuk pembangunan gedung diperlukan dana Rp 4 miliar dan peralatan, misalnya BLK permesinan sedikitnya Rp 59 miliar. Sedangkan biaya operasional BLK tipe A antara Rp 15 miliar sampai Rp 30 miliar per tahun, sedangkan tipe B, Rp 8 miliar sampai Rp 12 miliar. Dengan kebutuhan tersebut, untuk membangun BLK baru di 322 kabupaten/kota diperlukan anggaran Rp 20,93 triliun dan untuk biaya operasional Rp 7,4 triliun per tahun.
Menurut Satrio, melihat kondisi pemerintah daerah sampai saat ini, tidak mungkin semua kabupaten bisa membangun BLK. Bahkan, ada BLK yang sejak reformasi dikelola pemerintah daerah, belakangan diserahkan kembali pengelolaannya ke pemerintah pusat. “Ini terjadi karena daerah-daerah tidak mempunyai anggaran untuk operasi BLK,” katanya.
Revitalisasi
Terkait hal itu, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar mengatakan saat ini tak perlu dibangun BLK baru, tetapi pemerintah harus merevitalisasi BLK yang sudah ada. BLK yang ada dinilai cukup memadai, sehingga tinggal direvitalisasi. Alasannya, 85% lulusan BLK langsung diserap pasar, bahkan ada yang mampu membuka lapangan kerja baru dengan berwirausaha.
Upaya revitalisasi BLK, lanjutnya, terkendala dengan minimnya anggaran. Pihaknya membutuhkan Rp 10 triliun untuk merevitalisasi semua BLK, terutama memperbaiki fasilitas pelatihan, sarana dan prasarana serta penataan kurikulum dan sumber daya manusia instruktur. “Untuk mendorong revitalisasi BLK dibutuhkan sinergi dengan Kemendiknas. Salah satunya dengan mengalihkan sebagian anggaran pendidikan untuk pelatihan kerja. Sebagai langkah awal, sedikitnya Rp 5 triliun bisa dialihkan,” katanya.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Dirjen Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kemenakertrans, Abdul Wahab Bangkona mengatakan saat ini terdapat 11 BLK milik Kemenakertrans yang kondisinya sangat baik dan menjadi center of exellence. Namun, 208 BLK yang dikelola pemerintah daerah masih perlu diperbaiki. “Hanya 3% BLK pemerintah daerah yang kondisi infrastruktur dan fasilitasnya baik. Selebihnya, 51% kondisinya sedang dan 39% dikategorikan buruk. Sekitar 6% BLK belum berfungsi optimal, karena dalam proses perbaikan,” katanya.
Penyebab BLK tak berfungsi optimal adalah minimnya dana dari APBN dan APBD untuk operasional BLK. Kemenakertrans hanya mendapatkan anggaran Rp 927,614 miliar, sehingga dana yang disalurkan ke BLK menjadi minim.
Dari Medan dilaporkan, kondisi BLK di Sumatera Utara (Sumut) memprihatinkan. Hal itu terjadi karena sarana dan prasarana, seperti peralatan latihan, tidak berfungsi baik. Sebagian peralatan rusak, sisanya sudah usang. Menurut Kepala Dinas Tenaga Kerja Sumut, Rapotan Tambunan, kondisi tersebut berlangsung sejak era otonomi daerah. BLK yang sebelumnya dikelola pemerintah pusat, kini ditangani pemerintah daerah. Sejak saat itu, kondisi BLK terbengkalai hingga.
“Dari sembilan BKL, satu yang dikelola pemerintah pusat, kondisinya baik. Sisanya, delapan BLK, terbengkalai. Sejak dikelola pemerintah daerah, kami kesulitan anggaran untuk memperbaiki maupun memperbarui sarana dan prasarana BLK. Sepertinya pembangunan BLK dianggap belum menjadi prioritas. Padahal, keberadaannya sangat penting karena mengajarkan berbagai keahlian sehingga tingkat pengangguran bisa dikurangi,” katanya.
Dia sepakat jika sebagian dari total anggaran pendidikan Rp 243 triliun dimanfaatkan untuk merevitalisasi, bahkan membangun BLK baru. “Fungsi BLK itu mendidik dan melatih tenaga kerja. Sebanyak 120 siswa putus sekolah dilatih BLK Sumut, kan mereka juga butuh dana,” ujarnya.
Secara terpisah, Kepala Tata Usaha dan Administrasi (KTUA) BLK Provinsi di Pematang Siantar, Parulian Sinaga menjelaskan proses pelatihan enam jurusan yang ada, yakni otomotif, pertukangan, menjahit, teknik elektronik, mebel, dan pertanian, tidak bisa maksimal, karena peralatannya sudah usang. “Untuk otomotif, kita masih menggunakan peralatan tahun 80-an. Itu sudah ketinggalan zaman,” katanya.
Sedangkan, Kepala Seksi Penyelenggara dan Pemasaran BLK Makassar Agus Bisa mengakui adanya keterbatasan dana, sehingga jumlah siswa yang belajar pun dibatasi. “Semua sangat bergantung pada anggaran yang ada,” katanya.
Ketika ditanya tentang pengalihan sebagian dana pendidikan untuk BLK, Agus menyatakan semua itu bergantung kebijakan pemerintah pusat. “Jika bisa dilakukan, tentu bisa membantu penyiapan tenaga kerja siap pakai,” ujarnya.
Di Jawa Timur, BLK difokuskan untuk melatih tenaga kerja yang dikirim ke luar negeri agar memiliki keterampilan. Langkah ini ditempuh untuk mengurangi TKI bermasalah asal Jawa Timur. Pemprov Jatim mengalokasikan Rp 7,5 miliar untuk setiap BLK yang digunakan untuk membeli peralatan baru dan memperbaiki sarana dan prasarana yang ada. “Gubernur Jatim, Soekarwo menyatakan tahun 2012, tidak ada lagi TKI yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga. BLK fokus melatih keterampilan TKI sesuai yang dibutuhkan negara tujuan,” kata Sekretaris Disnakertransduk Jatim, Ainul Yaqien.
[E-8/151/148/080/149]
Sumber: http://www.suarapembaruan.com/index.php?detail=News&id=23857