Jumat, 29 Januari 2010
SAMARINDA. Aksi demo yang meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wakil Presiden Boediono mundur dari jabatannya, dilakukan serentak di berbagai kota di Tanah Air. Tapi jangan bandingkan aksi demo di sejumlah kota besar dengan di Samarinda.
Kalau di Surabaya, Makassar hingga Jakarta sempat ricuh, di Samarinda terkesan adem ayem. Bahkan hanya memacetkan arus lalu lintas. Di Jl Juanda, Samarinda misalnya.
Segelintir mahasiswa Universitas 17 Agustus (Untag) berdemo sambil membakar ban sekitar pukul 10.30 Wita. Ban yang terbakar sengaja ditaruh agak ke tengah lajur, membuat arus lalu lintas macet. Begitupun di depan Kantor Gubernur Kaltim, Jl Gadjah Mada.
Sangat terlihat gerakan demo di Samarinda kemarin, terpecah. Ini terlihat dari sejumlah massa yang berada di 3 lokasi berbeda. Yakni di persimpangan Mal Lembuswana, DPRD Kaltim di Karang Paci dan Gubernuran.
Awalnya, massa yang menamakan dirinya Front Oposisi Rakyat Indonesia (FORI) tiba di Kantor Gubernur sekitar pukul 10.00 Wita. Mereka datang dengan membawa spanduk merah panjang sekitar 10 meter bertulis “Gulingkan Rezim SBY – Boediono”. Secara bergantian mereka melakukan orasi poltik, sambil berteriak dan mamaksa masuk ke halaman gubernur yang dijaga ketat para aparat kepolisian itu.
Selang beberapa lama kemudian, massa dari Gerakan Rakyat Menggugat (GRaM) pun datang dengan menggunakan mobil pick up, dilengkapi dengan sound system datang ke Gubernuran. Sementara massa lainnya berjalan kaki sambil menggelar aksi teatrikal yang menggambarkan tindakan SBY – Boediono yang dinilai menyengsarakan rakyatnya.
Saat bersamaan pula, dari arah Jl RE Martadinata, datang massa dari Gerakan Indonesia Bersih (GIB) dengan kekuatan massa yang sama. “Tuntutan kami hanya satu, Turunkan SBY – Boediono sekarang juga. Kami minta ini jadi sikap bersama rakyat dan pemerintah Provinsi Kaltim,” teriak Fuad, salah seorang orator saat tiba di depan Gubernuran.
Ingin membuat macet arus lalu lintas sepertinya sudah diskenariokan. Ini bisa tergambar dengan diparkirnya sebuah mobil di tengah jalan. Awalnya pendemo meminta masuk ke halaman Gubernuran. Setelah bernegosiasi, yang diperbolehkan hanya perwakilan. Namun pendemo yang lain menolak dan memaksa ingin masuk semuanya.
Karena demi keamanan sehingga mereka tak dibiarkan masuk. Namun teriakan massa semakin menjadi. Malah pendemo meminta agar Gubernur Awang Faroek Ishak turun dan menemui mereka. “Kalau tidak mau turun, sekalian saja kita lengserkan Awang Faroek dan Farid Wadjdy,” celetuk seorang pendemo.
Tak juga mendapat respon serius, mereka kemudian membakar ban, sambil meneriakan yel-yel kecaman baik terhadap pemerintah pusat maupun pemrintah daerah.
Sekilas, terlihat demo tersebut terpecah menjadi tiga kelompok, meski dengan isu yang sama. Apalagi dengan jumlah pengeras suara yang banyak sehingga terkesan tak terkoordinasi.
Menurut salah seorang pendemo yang mengaku tahu pasti tentang konsolidasi hingga digelarnya demo tersebut, pihaknya memang sudah pernah melakukan konsolidasi. Namun hanya beberapa kelompok saja. “Yang lainnya baru ketemu di lapangan ini, makanya kayak pecah begini,” ujarnya. (rm-2)
Sumber:
http://www.sapos.co.id/berita/index.asp?IDKategori=1&id=4069