Oleh Supriyadi [Mahasiswa Pascasarjana UNISMA Malang).
BAB I
PENDAHULUAN
- I. Latar Belakang
Guru adalah sosok manusia yang berhadapan dengan murid. Maka seorang guru hendaknya mampu merefleksikan apa yang tercantum dalam sebuah buku kepada siswa-siswanya sehingga siswa mampu menangkap apa yang diberikan oleh guru. Tugas guru adalah membantu siswa-siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami materi pelajaran, untuk itu guru sebagai fasilitator mendorong murid untuk aktif mengikuti pelajaran. Sehingga siswa mampu memecahkan masalah tersebut demi masa depan mereka sendiri.
Dalam proses pembelajaran siswalah yang seharusnya berperan aktif dalam proses pembelajaran. Guru hanya memfasilitasi bagaiman proses “learning by doing” itu dilaksanakan. Dengan cara ini diharapkan siswa termotivasi untuk mengaktulasisasi potensi siswa secara optimal. Guru hanya mengarahkan jalannya belajar siswa, apabila siswa sedang mengalami kesalahan dalam mengaktualisasikan pikirannya. Inilah harapan supaya pembelajaran siswa aktif dengan sendirinya.
Pembelajaran aktif (Hakim,2008:54) adalah kegiatan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dengan mata pelajaran yang dipelajarinya. Siswa lebih aktif mempelajari materi pembelajaran yang menyiapkan siswa untuk hidup, informasi yang diterima lebih lama diingat dan disimpan, dan lebih menikmati suasana kelas yang nyaman. Siswa mengemukakan pendapat, tanya jawab, mengembangkan pengetahuannya, memecahkan masalah, diskusi, dan menarik kesimpulan. Peran guru tidak dominan menguasai proses pembelajaran melainkan memberikan kemudahan (fasilitator). Pada saat mengajar para guru sering dihadapkan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan bagaimana cara guru mempermudah belajar siswa. Guru perlu memberi kemudahan fasilitator dalam menyampaikan informasi. Sebaliknya pebelajar (siswa) yang memperoleh kemudahan dalam menerima informasi akan belajar bergairah dan termotivasi. Dengan kata lain siswa belajar dengan aktif dengan sendirinya tanpa mengantungkan perintah dari guru. Kegiatan pembelajaran aktif antara lain, tanya jawab, diskusi, inkuiri, dan lain-lain.
Belajar aktif sangat diperlukan oleh peserta didik untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimum. Ketika peserta didik pasif, atau hanya menerima dari pengajar, ada kecenderungan untuk cepat melupakan apa yang telah diberikan. Oleh sebab itu diperlukan perangkat tertentu untuk dapat mengikat informasi yang baru saja diterima pendidik. Menurut Zaini,dkk(2008) belajar aktif adalah salah satu cara untuk mengikat informasi yang baru kemudian menyimpannya dalam otak.
Pembelajaran merupakan suatu proses yang komplek dan melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Oleh karena itu, untuk menciptakan pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan, diperlukan berbagai ketrampilan. Di antaranya adalah ketrampilan membelajarkan atau ketrampilan mengajar.
BAB II
PEMBAHASAN
- A. Pengertian Fasilitator Pembelajaran
Segala kemudahan yang dapat dipakai untuk melakukan sesuatu dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini guru dalam memberikan suatu pembelajaran diharapkan mampu memberikan kemudahan-kemudahan kepada pembelajar untuk belajar. Implikasi Teori Belajar Humanistik tentang guru sebagai fasilitator yang berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas sifasilitator. Ini merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa guidenes (petunjuk) diantaranya:
- Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas.
- Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
- Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
- Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
- Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
- Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok.
- Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-angsur dapat berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
- Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa.
- Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar
- Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.
Gagne mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia yang terjadi setelah belajar secara terus-menerus, bukan hanya disebabkan oleh pertumbuhan saja. Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatannya mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari sebelum ia mengalami situasi dengan setelah mengalami situasi tadi. Belajar dipengaruhi oleh faktor dalam diri dan faktor dari luar siswa di mana keduanya saling berinteraksi. Komponen-komponen dalam proses belajar menurut Gagne dapat digambarkan sebagai S – R. S adalah situasi yang memberi stimulus, R adalah respons atas stimulus itu, dan garis di antaranya adalah hubungan di antara stimulus dan respon yang terjadi dalam diri seseorang yang tidak dapat kita amati, yang bertalian dengan sistem alat saraf di mana terjadi transformasi perangsang yang diterima melalui alat dria. Stimulus ini merupakan input yang berada di luar individu dan respon adalah outputnya, yang juga berada diluar individu sebagai hasil belajar yang dapat diamati.
Dalam buku Pemilihan dan Penggunaan Media Pembelajaran 2008 bahwa pentingnya proses pembelajaran di kelas dalam menunjang keberhasilan siswa (pebelajar) adalah komponen guru sebagai fasilitator dan siswa sebagai moderator. Guru dalam proses pembelajaran di kelas memiliki tugas sebagai perancang (desainer), pelaksana (executior) dan penilai (evaluator).
Ada beberapa peranan guru yang dilakukan pada saat proses pembelajaran di kelas. Peranan-peranan guru tersebut adalah sebagai berikut:
- Pemberi motivasi (the motivator)
- Peyampai atau penyaji informasi (presenting the information atau information presenter).
- Pembimbing kegiatan-kegiatan latihan (the leader of practice activities) dan
- Penilai (the evaluator atau the tester).
Semua tugas yang dilakukan dan diemban oleh pendidik dengan cara menerapkan berbagai pendekatan pembelajaran aktif dan bermakna dengan maksud untuk peningkatan aktivitas para siswa dalam menumbuhkan prakarsa dan kreativitas belajar.
Perlu kita sadari guru sebagai fasilitator, perlu menata dan mengorganisasi kelas menjadi lingkungan aktivitas belajar yang menantang dan menyenangkan. Agar terwujud kelas yang menyenangkan dan menantang, guru perlu menyediakan media dan fasilitas belajar yang dapat memberi dorongan atau motivasi belajar siswa, perlu memahami dan menguasai metode-metode atau teori-teori belajar. Teori-teori belajar yang telah memberi sumbangan secara khusus meliputi teori behavioristik, kognitif, dan konstruktif.
- B. Manfaat Guru Sebagai Fasilitator
Asrori (2008) mengemukakan bahwa untuk membangun dan mengembangkan motivasi belajar siswa ada sejumlah cara yang dapat dilakukan oleh guru di dalam kelas, yaitu:
- Memberikan ganjaran kepada siswa untuk pekerjaan-pekerjaan yang diselesaikan. Ganjaran hanya diberikan kalau siswa memang patut mendapat ganjaran.
- Target pencapaian belajar harus jelas. Siswa harus mengetahui kompetensi apa yang harus dicapai dan dikuasai sewtelah proses pembelajaran.
- Kembangkan suasana yang memungkinkan siswa merasa diterima dan didukung. Siswa pada umumnya memerlukan perasaan bahwa guru terlibat dalam kehidupan mereka, memahami mereka, dan berbicara secara dekat dengan mereka.
- Usahakan merespon pertanyaan siswa secara positif dan segera memberikan pujian kepada siswa mampu mengajukan pertanyaan dengan baik.
- Dalam memberikan tugas, sebaiknya perlu dipecah ke dalam rangkaian tugas yang kecil-kecil sehingga siswa tidak akan merasa berat dalam mengerjakannya.
- Mengenalkan kepada siswa tentang “ketuntasan belajar”. Artinya, jelaskan kepada siswa tentang Kompetensi Dasar apa yang harus mereka capai pada akhir proses pembelajaran.
- Hindarkan menciptakan kompetensi yang terlalu intens di antara siswa. Sebab, kompetisi yang terlalu ketat justeru dapat mengakibatkan kecemasan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang harus dikembangkan adalah yang mampu mengembangkan motivasi siswa untuk membvangun kerjasama yang positif.
- Guru juga harus meninjukkan kemampuan menguasai bahan yang diajarkan, antusiasisme, dan kemanarikan dalam mengajar. Penguasaan bahan akan menimbulkan keyakinan diri pada guru sehingga dapat menimbulkan antusiasisme dan akhirnya akan mampu menarik siswa. Semua ini sangat penting dalam kaitannya dengan upaya membangun dan mengembangkan motivasi belajar siswa karena tidak sedikit siswa yang menjadi tidak tertarik kepada pelajaran tertentu karena gurunya tidak menguasai bahan, tidak antusias, dan tidak menarik dalam mengajar. Jadi, siswa tidak termotivasi bukan karena materi pelajarannya, tetapi karena gurunya yang tidak menarik “telling teacher” dalam mengajar sementara murid mencatat.
Pembelajaran konvensional yang berlangsung selama ini diduga penyebab keadaan umum di atas, sehingga guru maupun anak didik terjebak dalam pola belajar yang sempit. Belajar dalam arti membaca, menulis, dan menghafal (Sobiyati, 2005:36).
Menurut Ghufron dalam buku Dinamika September 2011 mengatakan bahwa untuk siswa dan guru diharapkan tidak hanya memiliki satu buku sumber saja. Kalau masih ada guru yang hanya memiliki satu buku ajar dan itu pula dijadikan satu-satunya bahan ajar, maka guru yang demikian sangat “kurang ajar” dan sangat perlu mendapat pelajaran.
Pada KTSP sebenarnya pola ini sudah harus ditinggalkan , guru harus menempatkan diri sebagai fasilitator pembelajaran agar orkhestra pembelajaran berjalan baik dan indah serta hasil (out put) yang baik pula. Guru sebagai fasilitator, diharapkan guru bukan penghambat apalagi pembunuh naluri berkembang, ingin tahu, meneliti, mengkaji, dan sebagainya. Guru harus menjadi pemicu sekaligus pemberi arah perkembangan perserta didik baik pekembangan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ini semua harus dikembangkan oleh seorang guru sebagai motivator dan fasilitator pembelajaran.
- C. Guru Profesional Pandai Memotivasi Pebelajar
Ketrampilan mengajar merupakan kompetensi profesional yang cukup kompleks, sebagai integrasi dari berbagai kompetensi guru secara utuh dan menyeluruh. (Turney dalam Mulyasa,2008:69) mengungkapkan 8 ketrampilan mengajar yang sangat berperan dan menentukan kualitas pembelajaran, yaitu ketrampilan bertanya, memberi penguatan, mengadakan variasi, menjelaskan, membuka dan menutup pelajaran, membimbing diskusi kelompok kecil, mengelola kelas, serta mengajar kelompok kecil dan perorangan. Penguasaan terhadap ketrampilan mengajar tersebut harus utuh dan terintegrasi, sehingga diperlukan latihan yang sistematis, misalnya melalui pembelajarn mikro (micro teaching).
Salah satu komponen dalam kegiatan belajar mengajar, guru memiliki posisi yang menentukan keberhasilan pembelajaran, karena fungsi utama guru adalah merancang, mengelola, dan mengevaluasi pembelajaran (Gagne,1974). Ausubel (1968), dalam Hidayanto (2005:5) mengatakan bahwa guru bertugas mengalihkan seperangkat pengetahuan yang terorganisasikan sehingga pengetahuan itu menjadi bagian dari sistem pengetahuan siswa. Sejalan pula dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) menegaskan bahwa kedudukan guru dalam kegiatan belajar mengajar sangat strategis dan menentukan.
Salah satu contoh kendala yang dihadapi guru untuk menghasilkan metode pembelajaran Pengetahuan sosial yang efektif ialah guru berhadapan dengan materi Ilmu Pengetahuan Sosial memiliki cakupan kompleks. Hal ini dapat menyulitkan guru untuk menyusun dan mensistematisasikan materi pelajaran secara cermat berdasarkan tipe isi dalam kaitannya dengan tujuan pembelajaran. Tugas ini memerlukan pengetahuan yang cukup baik tentang perancangan pembelajaran. Saat ini Pengetahuan Sosial menunjukkan indikasi bahwa pola pembelajarannya masih bersifat teacher centered. Kecenderungan pembelajaran ini, mengakibatkan lemahnya pengembangan potensi diri siswa dalam pembelajaran, sehingga prestasi belajar siswa yang dicapai tidak optimal. Salah satu indikator rendahnya prestasi belajar tersebut dapat kita lihat dari hasil ulangan formatif, mid semester maupun ulangan akhir semester. Salah satu contoh alternatif adalah model pembelajaran yang dapat dikembangkan untuk memenuhi tuntutan agar prestasi siswa dalam mata pelajaran Pengetahuan Sosial meningkat adalah model pembelajaran kontekstual, atau model-model lainnya yang penting bagaimana cara kita sebagai guru mampu meningkatkan siswa dalam pembelajaran dapat berhasil.
Contoh Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru dalam mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari sebagai anggota keluarga maupun masyarakat. Dengan konsep ini hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentrasfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan dari pada hasil. Dalam kontek ini siswa sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti untuk bekal setelah selesai menempuh pendidikan kelak. Dalam kontek ini siswa merasa senang dan termotivasi dalam pembelajaran serta krasan di kelas.
Motivasi dapat diartikan sebagai:(1) Dorongan yang timbul pada diri seseorang, secara disadari atau tidak disadari, untuk melakukan suatu tindakan atau tujuan tertentu; (2) Usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang ingin dicapai. (Asrori,2008:183)
Motivasi juga diartikan sebagai sesuatu yang mendorong individu untuk berperilaku yang langsung menyebabkan munculnya perilaku. Seseorang akan melakukan suatu perbuatan betapapun beratnya jika ia mempunyai motivasi tinggi. Demikian pula dalam belajar motivasi memegang peranan cukup besar terhadap pencapaian hasil. Tanpa motivasi seseorang tidak dapat belajar.(Hakiim,2008:35)
Secara alami, motivasi siswa sesungguhnya berkaitan erat dengan keinginan siswa untuk terlibat dalam proses pembelajaran. Motivasi sangat diperlukan bagi terciptanya proses pembelajaran di kelas secara efektif. Motivasi memiliki peranan yang sangat penting dalam pembelajaran, baik dalam proses maupun pencapaian hasil. Seorang siswa yang memiliki motivasi tinggi, pada umumnya meraih keberhasilan dalam proses maupun output pembelajaran.
Ketika anak-anak memasuki SD (Sekolah Dasar), mereka sudah mulai digerakkan oleh rasa ingin tahu, berkembangnya keinginan menjelajah lingkungan , dan berinteraksi dengan orang lain. Dalam proses pembelajaran di kelas, bisa berkembang dua situasi yang berbeda berkaitan dengan motivasi siswa. Seorang guru merasa bersemangat ketika siswa yang dihadapi memiliki motivasi yang tinggi dalam belajar. Sebaliknya, guru bisa merasa kecewa ketika melihat siswanya tidak termotivasi terhadap pelajaran yang diajarkan atau terhadap cara dia mengajar. Oleh karena itu, seorang guru dituntut mampu mengkreasi berbagai cara agar motivasi siswa dapat muncul dan berkembang dengan baik. Asrori (dalam Ericksen (1998:3) menegaskan: “Effective learning in the classroom depens on the teacher’s ability ….. to maintain the interest that brought students to the course in the first place.
Ada beberapa prinsip motivasi dalam belajar (Depdiknas,2004:3), yaitu:
- Jika materi pembelajaran yang dipelajarinya bermakna karena sesuai dengan bakat, minat, dan pengetahuan dirinya, maka motivasi belajar siswa meningkat.
- Pengethuan, sikap, dan ketrampilan yang telah dikuasai siswa dapat dijadikan landasan untuk menguasai pengetahuan, sikap dan ketrampilan selanjutnya.
- Motivasi belajar siswa akan meningkat jika guru mampu menjadi model bagi siswa untuk dilihat dan ditirunya.
- Materi atau kegiatan pembelajaran yang disajikan guru hendaknya selalu baru dan berbeda dari yang dipelajari sebelumnya.
- Suasana proses pembelajaran yang menyenangkan dan nyaman bagi siswa.
- Dapat mengembangkan kemampuan belajar siswa seperti berfikir logis, sistematis, induktif, dan deduktif.
- Antara guru dengan siswa terjadi komunikasi yang akrab dan menyenangkan, sehingga siswa mampu dan berani mengungkapkan pendapatnya sesuai dengan tingkat berfikirnya.
Motivasi berkaitan erat dengan tujuan yang ingin dicapai oleh siswa, karena motivasi dan tujuan merupakan bagian penting dari proses belajar agar mendapatkan hasil yang diinginkan.
Menurut Asrori, ada sejumlah indikator untuk mengetahui siswa yang memiliki motivasi dalam proses pembelajaran, diantaranya adalah:
- Memiliki gairah yang tinggi
- Penuh semangat dalam pembelajaran pada siswa.
- Memiliki rasa penasaran atau rasa ingin tahu yang tinggi
- Mampu “jalan sendiri” ketika guru meminta siswa mengerjakan sesuatu.
- Memiliki rasa percaya diri.
- Memiliki daya konsentrasi yang lebih tinggi.
- Kesulitan dianggap sebagai tantangan yang harus diatasi.
- Memiliki kesabaran dan daya juang yang tinggi.
Jika indikator-indikator tersebut muncul dan berkembang dalam proses pembelajaran di kelas, maka guru akan mertasa enak dan antusias dalam menyelenggarakan proses pembelajarannya.
Namun demikian, keadaan yang sebaliknya juga sangat boleh jadi kita temukan ada sejumlah siswa bermotivasi rendah. Ada sejumlah indikator siswa yang memiliki motivasi rendah, yaitu: (1) Perhatian terhadap pelajaran kurang. (2) Semangat juangnya rendah. (3) Mengerjakan sesuatu merasa seperti diminta membawa beban berat. (4) Sulit untuk bisa “jalan sendiri” ketika diberikan tugas. (5) Memiliki ketergantungan kepada orang lain. (6) Mereka bisa jalan kalau sudah “dipaksa”. (7) Daya konsentrasi kurang. Secara fisik mereka berada dalam kelas, tetapi fikirannya mungkin berada di luar kelas. (8) Mereka cenderung menjadi pembuat kegaduhan. (9) Mudah berkeluhkesah dan pesimis ketika menghadapi kesulitan.
Dari indikator-indikator di atas menunjukkan bahwa di dalam proses pembelajaran ada siswa yang memiliki motivasi tinggi dan motivasi itu berkembang dari dalam diri mereka sendiri. Sebaliknya, tidak sedikit siswa yang motivasi belajarnya rendah sehingga harus ada upaya serius dari guru untuk mengembangkannya. Namun demikian, bukan berarti upaya pengembangan motivasi dalam pembelajaran hanya diberikan kepada siswa yang motivasi belajarnya rendah saja. Kepada siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi pun harus tetap dilakukan pembinaan karena ada kemungkinan motivasi belajar mereka itu mengalami grafik yang naik turun. Asrori dalam Lumsden (1994) serta Anderman dan Midgley (1998) menegaskan: “To be sure, effort to promote student motivation need not be directed solely at student who have low levels of motivation. All students would benefit from higher level of engagement and motivation to succeed”.
Untuk membangun profesinal pembelajaran hedaknya guru menggunakan berbagai macam metode atau model dalam memfasilitasi peserta didik supaya tidak mengalami irama yang rendah, serta siswa tetap krasan di dalam kelas.
Peran guru sebagai fasilitator membawa konsekuensi terhadap perubahan pola hubungan guru-siswa, yang semula lebih bersifat “top-down” ke hubungan kemitraan. Dalam hubungan yang bersifat “top-down”, guru seringkali diposisikan sebagai “atasan” yang cenderung bersifat otoriter, sarat komando, instruksi bergaya birokrat, bahkan pawang, sebagaimana disinyalir oleh Y.B. Mangunwijaya (Sindhunata, 2001). Sementara, siswa lebih diposisikan sebagai “bawahan” yang harus selalu patuh mengikuti instruksi dan segala sesuatu yang dikehendaki oleh guru.
Berbeda dengan pola hubungan “top-down”, hubungan kemitraan antara guru dengan siswa, guru bertindak sebagai pendamping belajar para siswanya dengan suasana belajar yang demokratis dan menyenangkan. Oleh karena itu, agar guru dapat menjalankan perannya sebagai fasilitator seyogyanya guru dapat memenuhi prinsip-prinsip belajar yang dikembangkan dalam pendidikan kemitraan, yaitu bahwa siswa akan belajar dengan baik, apabila: (1) Siswa secara penuh dapat mengambil bagian dalam setiap aktivitas pembelajaran. (2) Apa yang dipelajari bermanfaat dan praktis (usable). (3) Siswa mempunyai kesempatan untuk memanfaatkan secara penuh pengetahuan dan keterampilannya dalam waktu yang cukup. (4) Pembelajaran dapat mempertimbangkan dan disesuaikan dengan pengalaman-pengalaman sebelumnya dan daya pikir siswa. (5) Terbina saling pengertian, baik antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa.
Di samping itu, guru seyogyanya dapat memperhatikan karakteristik-karakteristik siswa yang akan menentukan keberhasilan belajar siswa, diantaranya: (a) Setiap siswa memiliki pengalaman dan potensi belajar yang berbeda-beda. (b) Setiap siswa memiliki tendensi untuk menentukan kehidupannnya sendiri. (c) Siswa lebih memberikan perhatian pada hal-hal menarik bagi dia dan menjadi kebutuhannnya. (d) Apabila diminta menilai kemampuan diri sendiri, biasanya cenderung akan menilai lebih rendah dari kemampuan sebenarnya. (e) Siswa lebih menyenangi hal-hal yang bersifat kongkrit dan praktis. (f) Siswa lebih suka menerima saran-saran daripada diceramahi. (g) Siswa lebih menyukai pemberian penghargaan (reward) dari pada hukuman (punishment).
Bagaimana guru yang professional sebagai fasilitator bagi pembelajar? Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator yang berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas sifasilitator. Ini merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa petunjuk (guidenes): (i) Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas. (ii) Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum. (iii) Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi. (iv) Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka. (v) Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok. (vi) Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok. (vii) Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-angsur dapat berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain. (viii) Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa. (ix) Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar. (x) Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.
Keberhasilan seorang siswa dapat ditentukan oleh keprofesional seorang guru dalam mengelola atau mengolah kelas dalam situasi pembelajaran yang menantang serta menyenangkan bagi pembelajar. Hal ini sesuai dengan teori yang beraliran konstruktivistik dimana sipebelajar disajikan hal-hal yang bersifat menantang dan menyenangkan. Hanya kita bagaimana cara kita membangun sebuah pendidikan terhadap sipembelajar dapat berhasil guna demi masa depan anak bangsa kita ini. Oleh karena itu, meskipun guru bukan satu-satunya sumber belajar, tetapi sebagai figur yang mengendalikan pengalaman belajar siswa bahwa peranan guru sangatlah penting dalam proses pembelajaran di sekolah.
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Kegiatan pembelajaran di sekolah adalah kegiatan pendidikan pada umumnya, yang menjadikan siswa menuju keadaan yang lebih baik. Pendidikan dalam hal ini sekolah tidak dapat lepas dari peran guru sebagai fasilitator dalam penyampaian materi. Profesionalisme seorang guru sangatlah dibutuhkan guna terciptanya suasana proses belajar mengajar yang efisien dan efektif dalam pengembangan siswa yang memiliki kemampuan beragam. Pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilakau kearah yang lebih baik.
Guru perlu memberi kemudahan fasilitator dalam menyampaikan informasi. Sebaliknya pebelajar (siswa) yang memperoleh kemudahan dalam menerima informasi akan belajar bergairah dan termotivasi. Dengan kata lain siswa belajar dengan aktif dengan sendirinya tanpa mengantungkan perintah dari guru. Kegiatan pembelajaran aktif antara lain, tanya jawab, diskusi, inkuiri, dan lain-lain.
Pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran yang artinya sebelum siswa belajar harus melalui sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan sehari hari yang masalahnya bersifat tertutup dan terbuka.Oleh karena itu pada proses pembelajaran guru perlu meningkatkan kemampuan menjadi guru professional dan kreatif dalam mengembangkan kemampuan mengajar sehingga siswa dapat maksimal walaupun dalam kenyataannya guru-guru di Indonesia sebagian besar masih mempertahankan metode-metode pembelajaran lama. Kemampuan guru sebagai salah satu usaha meningkatkan mutu pendidikan di sekolah dimana guru merupakan elemen di sekolah yang secara langsung dan aktif bersinggungan dengan siswa, kemampuan yang dimaksudkan adalah kemampuan mengajar dengan menerapkan model pembelajarn yang tepat, efisien dan efektif.
Pembelajaran yang tidak tergantung pada guru saja tetapi lebih banyak memusatkan proses pembelajaran terjadi pada diri siswa sendiri. Maka pentingya penggunaan media sebagai penciptaan suasana kelas menjadi aktif. Dengan media tepat pembelajaran yang berlangsung tanpa menuntut kehadiran guru dapat dilakukan, guru hanya diperlukan sebagai fasilitator saja.
- Saran
Untuk mencapai tujuan diatas dibutuhkan metode atau media pengajaran yang sesuai, salah satunya adalah metode pembelajaran Based Learning. Based Learning adalah suatu metode pembelajaran kooperatif berdasarkan pada prinsip penggunaan permasalahan sebagai titik awal untuk penggadaan pengetahuan baru. Pendekatan pemecahan masalah ini menempatkan guru sebagai fasilitator dimana kegiatan belajar mengajar akan dititik beratkan pada keaktifan siswa, kegiatan belajar ini dapat mengasah kemampuan siswa dalam memahami konsep, menggunakan penalaran, memecahkan masalah, mengemukakan gagasan atau ide dan mampu bekerjasama. Proses pembelajaran yang mengikut sertakan siswa secara aktif secara individu maupun kelompok, akan lebih bermakna karena dalam proses pembelajaran siswa mempunyai lebih banyak pengalaman. Dengan pembelajaran dengan metode pembelajaran Based Learning siswa akan lebih kreatif, lebih-lebih menggunkan media yang sesuai dengan materi pelajaran.
Daftar Rujukan