Oleh Herlin Ernawati.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (2005), salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh guru sebagai agen pembelajaran adalah Kompetensi Pedagogis. Kompetensi ini mengandung makna bahwa guru sebagai agen pembelajaran tidak hanya memiliki tugas dan mentransfer pengetahuan kepada siswanya melainkan harus mampu mendidik untuk mengembangkan keseluruhan potensi yang dimiliki siswa sehingga menjadi anak yang cerdas dan berbudi luhur.
Agar dapat mengemban tugas dan tanggung jawabnya sebagai perwujudan dari kompetensi pedagogis ini, guru harus memiliki pemahaman yang memadai tentang perkembangan psikologis dan fisiologis siswanya. Perkembangan kemampuan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran tidak dapat dilepaskan dari perkembangan psikologis dan fisiologis yang ada pada diri mereka. Dinamika perkembangan psikilogis dan fisiologis yang normal dan baik akan sangat mendukung proses pembelajaran pencapaian hasilnya. Sebaliknya, hambatan dalam perkembangan psikologis dan fisiologis juga akan menghambat proses pembelajaran dan pencapaian hasilnya.
Pemahaman yang memadai terhadap perkembangan siswa sangat penting bagi guru agar dapat menyelenggarakan proses pembelajaran dengan baik. Sebab, proses pembelajaran merupakan suatu proses yang komplek karena melibatkan berbagai faktor yang harus terbangun dengan selaras dalam sistem pembelajaran sehingga tercipta proses pembelajaran yang menyenangkan, membuat siswa betah dan mampu mengekspresikan potensinya, serta tercapainaya tujuan pembelajaran yang diinginkan. Oleh sebab itu kegiatan pembelajaran sering kali dipandang sebagai perpaduan dua kemampuan yaitu ilmu dan kiat (seni). Maksudnya dengan berbekal ilmu yang memadai kemudian dikombinasikan dengan kiat-kiat yang tepat akan menghasilkan proses pembelajaran yang baik.
Untuk menciptakan seni mengajar yang baik seorang guru harus memiliki kiat-kiat pembelajaran dan bekal pemahaman yang mendalam tentang siswanya. Hal ini penting karena siswa merupakan manusia yang ditinjau dari sudut pandang filsafat, psikologi maupun sosiologi merupakan makhluk yang komplek dan misteri.
1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.2.1 Apakah hakikat manusia itu ?
1.2.2 Apakah pengertian psikologi pembelajaran ?
1.2.3 Apakah peranan psikologi pembelajaran dalam proses pembelajaran siswa ?
1.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.3.1 Untuk mengetahui hakikat manusia.
1.3.2 Untuk mengetahui maksud atau pengertian psikologi pembelajaran.
1.3.3 Untuk mengetahui peranan psikologi pembelajaran dalam proses pembelajaran siswa.
BAB II
PEMBAHASAN
Pemeran utama proses pembelajaran adalah manusia. Dalam setiap proses pembelajaran tentu akan terjadi interaksi antara guru dan siswa. Guru sebagai individu adalah manusia yang merupakan satu kesatuan antara psikis dan fisik. Demikian juga siswa, masing-masing memiliki psikis, perilaku, dan keinginan masing-masing. Oleh karena itu perlu dipahami terlebih dahulu siapakah manusia ? Apakah yang memengaruhi dan mengendalikannya ?
2. 1 Hakikat Manusia
Manusia adalah makhluk yang sangat unik. Manusia memandang dirinya berbeda-beda. Beragam pandanganan manusia dalam memandang manusia . Pandangan-pandangan tersebut antara lain :
2.1.1 Manusia Menurut Aliran Behaviorisme
Behaviorisme menganalisis manusia hanya dari sisi perilakunya yang tampak. Sebab, hanya perilaku yang tampaklah yang dapat diukur, dilukiskan, dan dijelaskan. Menurut behaviorisme, psikologi adalah sains, sedangkan sains hanya berhubungan dengan apa saja yang dapat diamati secara kasat mata.
Teori yang paling menonjol dalam aliran behaviorisme mengenai manusia adalah teori belajar. Menurutnya, seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar, kecuali instingnya. Aliran ini hanya menganalisis bagaimana perilaku manusia dikendalikan oleh lingkungannya. Behaviorisme merupakan aliran psikologi yang berinduk pada empirisme.
Empirisme menyatakan bahwa pada saat lahir, manusia tidak memiliki warna mental. Warna mental yang dimiliki manusia dalam hidupnya merupakan hasil pengalaman. Pengalaman adalah satu-satunya jalan memiliki pengetahuan. Secara psikologis, pengalaman indrawi menentukan perilaku manusia, kepribadiannya, dan temperamennya. Pikiran dan perasaan manusia bukan penyebab perilaku.. Makhluk berpengetahuan sebagai akibat pengalaman yang berulang-ulang.
2.1.2 Manusia Menurut Aliran Psikoanalisis
Freud dalam Mahmud (2009) Psikoanalisis dikenal juga dengan depth psychology, yaitu aliran psikologi yang mencari sebab-sebab perilaku manusia pada alam tak sadarnya. Aliran psikologi psikoanalisis ini didirikan oleh Sigmund Freud. Psikoanalisis memerhatikan struktur jiwa manusia.
Freud menjelaskan bahwa perilaku manusia adalah hasil interaksi tiga subsistem struktur mental manusia, yaitu id, ego, dan superego. Id adalah bagian kepribadian manusia yang menyimpan dorongan-dorongan biologis. Ia berupa reservoir energy psikis yang hanya memikirkan kesenangan. Dalam psikologi Islam reservoir psikis ini disebut nafsu, sedangkan dalam psikologi umum disebut insting.
Menurut Freud ada dua insting yang dominan dalam diri manusia. Pertama libido; libido berupa insting reproduksi dalam diri manusia yang menyediakan energi dasar untuk kegiatan-kegiatan mereka yang konstruktif. Kedua; thanatos; merupakan insting dekstruktif dan agresif. Insting dekstruktif merupakan insting kehidupan sedangkan insting agresif adalah insting kematian.
Id, menurut Frued, bergerak berdasarkan prinsip kesenangan dan ingin segera memenuhi kebutuhannya. Id bersifat egois, tidak bermoral, dan tidak mau tahu kenyataan. Ia adalah tabiat hewani manusia.
Ego merupakan pengawas realitas. Ego berfungsi menjembatani tuntutan id dengan realitas dunia luar. Ego adalah mediator hasrat-hasrat hewani dengan tuntutan rasional dan realistis. Ego-lah yang mampu menundukkan hasrat hewaninya dan hidup sebagai wujud yang rasional.
Superego merupakan reservoir kaidah moral dan nilai-nilai sosial yang diserap oleh individu dari lingkungannya. Superego adalah pengendali kepribadian. Ia merupakan hati nurani yang menyatu dari norma-norma sosial dan kultural masyarakat. Superego memaksa ego menekan hasrat-hasrat yang didesakkan oleh Id. Jadi menurut psikoanalisis, seluruh perilaku manusia merupakan hasil interaksi antara id sebagai komponen biologisnya, ego sebagai komponen psikologosnya, dan superego seabagai komponen sosialnya.
2.1.3 Manusia Menurut Aliran Kognitif
Psikologi kognitif memandang manusia bukan sekadar makhluk pasif yang tunduk sepenuhnya pada lingkungannya. Manusia tidak lagi seperti mesin. Ia adalah pengolah informasi dan pemecah masalah. Secara saktif, ia dapat memerhatikan, menafsirkan, mengolah, dan menggunakan informasi tersebut. Manusia tidak lagi dipandang sebagai makhluk yang bereaksi secara pasif pada lingkungan. Manusia adalah makhluk yang berusaha memahami lingkungan.
2.1.4 Manusia Menurut Aliran Humanistik
Psikologi humanistik tidak melihat manusia sebagai seonggok daging yang tidak memiliki makna. Manusia bukan pelakon dalam panggung sandiwara masyarakat dan pencari identitas. Manusia adalah makhluk pencari makna. Pada tahap berikutnya psikologi humanistik menganggap bahwa dimensi spiritual merupakan bagian dari sifat khas manusia. Psikologi ini juga berupaya mengkaji secara khusus tentang berbagai keunikan manusia seperti self (diri), aktualisasi diri, kesehatan, harapan, cinta, kreativitas, hakikat, individualitas, dan sejenisnya.
Ahli psikologi humanistik berikutnya James Bugental (1964) mengemukakan lima dalil utama psikologi humanistik. Pertama; keberadaan manusia tidak dapat direduksi ke dalam komponen-komponen. Kedua; manusia memiliki keunikan tersendiri dalam berhubungan dengan manusia lainnya. Ketiga; manusia memiliki kesadaran akan dirinya dalam mengadakan hubungan dengan orang lain. Keempat; manusia memiliki pilihan-pilihan dan dapat bertanggung jawab atas pilihan-pilihannya. Kelima; manusia memiliki kesadaran dan sengaja untuk mencari makna, nilai, dan kreativitas.
2.1.5 Manusia Menurut Psikologi Islam
Psikologi Islam memandang, memandang bahwa manusia adalah makhluk bermakna yang memiliki potensi fisik dan metafisik. Secara asli, manusia adalah makhluk yang dimuliakan oleh Penciptanya. Ia bukan sekaqdar kumpulan tulang dan daging yang dibungkus oleh kulit. Ia adalah kesatuan jiwa dan raga. Jiwa adalah bagian dalam manusia yang termulia, sedangkan, raga adalah sisi hewani yang digerakkan oleh jiwa tersebut. Jiwa yang terdapat dalam diri manusia bersifat suci. Ia adalah titipan Illahi yang suatu saat akan diambil . Jiwa inilah yang dapat menangkap pengetahuan. Jiwa inilah yang dapat mendistorsi, memilah, dan menempatkan seluruh informasi. Ia adalah pengelola informasi yang diterimanya.
Karakter manusia menurut psikologi Islam bersifat fleksibel. Dengan kehendak manusiawinya, yang merupakan bagian dari kehendak Allah, ia dapat memperbarui , mengubah, memperbaiki, mendidik, dan mengembangkan dirinya kepada keadaan yang lebih baik dan luhur, berapa pun usianya. Sehingga tidak mustahil apabila ada manusia yang berubah menjadi baik karakternya saat usianya tua. Sebaliknya juga ada manusia yang berubah menjadi jahat karakternya saat menjelang kematiannya.
Ibnu Sina menyebutkan bahwa pada diri manusia terdapat tiga unsur jiwa, yaitu jiwa tumbuh-tumbuhan, jiwa hewani, dan jiwa rasional. Jiwa tumbuhan manusia merupakan kesempurnaan awal bagi tubuh yang bersifat alamiah dan mekanistik. Jiwa tumbuh-tumbuhan manusia memiliki tiga daya. Pertama; daya nutrisi yaitu daya yang mengubah makanan menjadi bentuk tubuh. Kedua; daya penumbuh, yaitu daya yang menambah kesesuaian seluruh bagian tubuh yang diubah karena makanan, baik dari sisi panjang, lebar, maupun volume. Ketiga; daya generatif’ yaitu daya yang mengolah potensi-potensi reproduksi yang telah tersedia secara lengkap dalam manusia.
Jiwa hewani adalah potensi kesempurnaan bagi manusia yang bersifat mekanik. Jiwa ini dapat menangkap berbagai parsialitas dan bergerak karena keinginan. Jiwa ini memiliki dua daya, yaitu daya motoric dan daya sensorik.
Jiwa rasional adalah daya yang mengartikulasikan berbagai objek dan pesan. Ia merupakan potensi alamiah yang dapat memersepsi potret-potret universal nonmaterial (termasuk pengetahuan). Ibnu Sina membagi jiwa rasional ini pada dua daya. Pertama; daya akal, yaitu daya yang cenderung mendorong manusia memuaskan perbuatan yang panyas dilakukan atau ditinggalkan. Istilah lain untuk menyebut daya ini adalah daya moral. Kedua; daya teoritis, yaitu daya yang memotret perkara-perkara universal yang nonindriawi.
2.2 Pengertian Psikologi Pembelajaran
Menurut Asrori (2007) Psikologi pembelajaran sebagai subbab ilmu psikologi berasal dari dua kata yaitu psikologi dan pembelajaran. Oleh sebab itu untuk mendefinisikan psikologi pembelajaran akan didefinisikan masing-masing terlebih dulu.
Psikologi adalah kajian saintifik tentang tingkah laku dan proses mental organisme. Saintifik bermakna kajian yang dilakukan dan data yang dikumpulkan mengikuti prosedur yang sistematik dengan langkah-lanhkag berikut :
- Nyatakan masalah dan tentukan hipotesis yang hendak dikaji
- Reka bentuk kajian dan tentukan teknik pengumpulan data
- Pengumpulan data dan melakukan analisis data
- Melaporkan penemuan untuk memastikan apakah hipotesis yang telah dirumuskan dapat dibuktikan.
Tingkah laku ialah aktivitas apa saja yang dapat diperhatikan, dicatat, dan diukur. Tingkah laku juga dapat diperhatikan apabila individu menyebut atau menulis sesuatu.
Proses mental mencakup segala proses yang terlibat dengan pemikiran, ingatan, pembelajaran, sikap, emosi, dan sejenisnya. Namun perlu ditegaskan bahwa proses-proses itu tidak mudah dilihat sehingga tidak mudah pula mencatat dan mengukurnya secara tepat.
Pembelajaran berlangsung melalui lima alat indra kita, yaitu Penglihatan; melihat kejadian suatu peristiwa. Pendengaran; mendengar sesuatu bunyi. Pembauan; bau makanan membuat kita merasa lapar. Rasa atau pengecap; lidah kita merasa dan dapat membedakan antara asin dan masam. Sentuhan; kulit kita merasa sentuhan dan dapat membedakan antara permukaan licin dan permukaan kasar.
Dalam proses pembelajaran tidak hanya melibatkan penguasaan fakta atau konsep sesuatu bidang ilmu saja, tetapi juga melibatkan perasaan-perasaan yang berkaitan dengan emosi, kasih saying, benci, hasrat dengki dan kerohanian. Pembelajaran tidak terbatas pada apa yang kita rancangkan, tetapi juga melibatkan pengalaman yang di luar kesadaran penuh kita, seperti peristiwa kemalangan atau seorang yang jatuh cinta.
Secara umum pembelajaran merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang diperoleh melaqlui pengalaman individu yang bersangkutan. Tumpuan perhatian ahli Psikologi Pembelajaran adalah mengkaji mengapa, kapan, dan bagaimana proses pembelajaran berlaku.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan Psikologi Pembelajaran adalah sebagai ilmu yang mengkaji mengapa, kapan, dan bagaimana proses pembelajaran berlangsung sebagai suatu organisme (makhluk hidup). Semua organisme mempunyai kapasitas untuk belajar selagi organisme tersebut mempunyai otak.
2.3 Peranan Psikologi Dalam Proses Pembelajaran Siswa
Siswa (subjek didik) sebagai individu merupakan kesatuan dari berbagai karakteristik yang terpadu di dalam dirinya. Untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran guru harus mengetahui dan memahami berbagai karakter yang dimiliki siswanya. Hal ini sangat penting karena aktivitas siswa dalam proses pembelajaran sesungguhnya melibatkan keseluruhan karakteristik yang mereka miliki. Mengabaikan salah satu atau beberapa karakteristik siswa dalam proses pembelajaran akan berakibat timbulnya ketimpangan proses belajar yang mereka lakukan. Pemahaman terhadap berbagai karakteristik siswa oleh guru akan sangat bermanfaat bagi keberhasilan proses belajar. Oleh karena itu psikologi pembelajaran akan sangat bermanfaat bagi guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditargetkan. Adapun manfaat tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
2.3.1 Membantu Pertumbuhan Fisik Siswa
Proses pembelajaran dapat diselenggarakan sedemikian rupa sehingga dapat membantu percepatan pertumbuhan fisik siswa. Dalam proses pembelajaran itu dapat diupayakan berbagai stimulasi secara sistematis antara lain;
- Menjaga kesehatan badan
Kebiasaan hidup sehat, bersih, dan olah raga secara teratur akan dapat membantu menjaga kesehatan tubuh. Namun bila ternyata masih sakit, haruslah segera diupayakan agar lekas sembuh. Sebab kesehatan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan fisik.
- Memakan makanan yang baik (bergizi)
Makanan yang baik adalah makanan yang banyak mengandung gizi, segar, sehat, dan tidak tercemar oleh kotoran atau penyakit. Baik buruknya makanan yang dikonsumsi siswa akan menentukan pula kecepatan pertumbuhan fisik.
- Menyediakan sarana dan prasarana yang sehat
Faktor sarana dan prasarana jangan sampai menimbulkan gangguan kesehatan pada anak. Misalnya; tempat duduk yang sesuai, ruangan yang gelap dan sempit akan menimbulkan gangguan kesehatan.
- Waktu istirahat yang cukup
Untuk menghilangkan ras lelah dan mengumpulkan tenaga baru, istirahat yang cukup sangat diperlukan. Bekerja atau belajar secara terus menerus tanpa ada waktu istirahat dpat menimbulkan kelelahan. Oleh karena itu dalam belajar pun memerlukan waktu istirahat bagi anak-anak karena dalam belajar dikenal adanya istilah yang disebut dengan “biorama” yang berarti kemampuan anak berkonsentrasi akan sangat dipengaruhi oleh irama stamina fisik pada seorang anak itu sendiri.
- Diadakannya jam-jam olah raga bagi siswa.
Pelajaran olah raga sangat penting bagi pertumbuhan fisik anak karena dengan olah raga yang dijadwalkan secara teratur oleh sekolah berarti pertumbuhan fisik anak akan memperoleh stimulasi secara teratur.
2.3.2 Membantu Perkembangan Kognitif Siswa
Kemampuan intelektual setiap peserta didik harus dipupuk dan dikembangkan agar potensi yang dimiliki setiap individu terwujud sesuai dengan keberbedaan masing-masing. Menurut Conny Semiawan (1984) dalam Asrori (2007) penciptaan kondisi lingkungan yang kondusif bagi pengembangan kemampuan intelektual anak yang di dalamnya menyangkut keamanan psikologis dan kebebasan psikologis merupakan faktor yang amat penting.
Kondisi psikologis yang perlu diciptakan agar siswa merasa aman secara psikologis sehingga mampu mengembangkan kemampuan kognitifnya adalah :
- Pendidik menerima siswa secara positif sebagaimana adanya tanpa syarat
- Pendidik menciptakan suasana agar siswa tidak merasa terlelu dinilai orang lain. Artinya penilaian tidak bersifat mencemaskan siswa melainkan menjadi sarana yang dapat mengembangkan sikap kompetitif siswa.
- Pendidik harus bias berempati. Artinya dapat memahami pemikiran, perasaan, dan perilaku siswa, dapat menempatkan diri dalam situasi siswa, serta melihat sesuatu dari sudut pandang mereka.
- Penting bagi pendidik mengetahui isi dan ciri-ciri dari setiap tahap perkembangan kognitif siswanya sehingga dapat mengambil keputusan tindakan edukatif yang tepat sehingga dapat menghasilkan peserta didik yang memahami benar pengalaman belajar yang diterimanya. Menyesuaikan sistem pembelajaran dengan kebutuhan siswa merupakan cara yang bagus untuk pengembangan intelektual siswa.
- Model pembelajaran yang aktif adalah tidak menunggu sampai siswa siap sendiri, tetapi guru harus menciptakan lingkungan belajar dengan baik sehingga dapat memberi kemungkinan maksimal pada siswa untuk berinteraksi edukatif sehingga mendorong percepatan perkembangan kognitifnya.
2.3.3 Membantu Perkembangan Kreativitas Siswa
Potensi kretif siswa sangat memerlukan perhatian khusus dari guru untuk mengembangkan dirinya. Artinya mereka harus mendapatkan bimbingan sesuai dengan potensi kreatifnya. Menurut Gowan (1981) Kelemahan pendidikan selama ini dalam konteknya dengan pengembangan potensi kreatif anak adalah kurangnya perhatian terhadap pengembangan fungsi belahan otak kanan. Akibatnya tidak sedikit anak-anak yang sebenarnya memiliki potensi kreatif mengalami “creativity drop” (penurunan kreativitas). Selanjutnya, Gowan (1981) secara tegas mengatakan bahwa sistem pendidikan hendaknya memperhatikan kurikulum yang akan diolah menjadi materi dalam proses pendidikan itu yang dapat dikembalikan fungsi-fungsi pengembangan yang berbeda dari kedua belahan otak manusia tersebut. Terlalu menekankan pada fungsi satu belahan otak saja menyebabkan fungsi belahan otak yang lain tidak berkembang secara maksimal.
Bantuan untuk membimbing siswa kretaif sebenarnya sama dengan untuk siswa pada umumnya. Hanya saja, idealnya para guru dan pembimbing mengetahui mekanisme proses kreatif dan manifestasi perilaku kreatif. Pemahaman ini memberikan peluang kepada para guru dan pembimbing untuk berhasil dalam membantu perkembangan siswa-siswa kreatif. Sehubungan konteks ini Torrance (1977) Menamakan relasi bantuan itu dengan istilah “creative relationship” yang memiliki karakteristik sebagai berikut :
- Pembimbing berusaha memahami pikiran dan perasaan anak.
- Pembimbing mendorong siswa untuk mengungkapkan gagasannya tanpa mengalami hambatan
- Pembimbing lebih menekannkan proses daripada hasil
- Pembimbing berusaha menciptakan lingkungan yang bersahabat.
- Pembimbing tidak memaksakan pendapat, pandangan, atau nilai-nilai tertentu kepada anak.
- Pembimbing berusaha mengekplorasi segi-segi positif yang dimiliki anak
- Pembimbing berusaha menempatkan aspek berpikir dan perasaan secara seimbang dalam proses bimbingan.
Selanjutnya masih dalam konteks proses pendidikan atau pembimbingan untuk membantu perkembangan anak-anak kreatif, Supriyadi (1994) mengemukakan sejumlah bantuan yang dapat digunakan untuk membimbing perkembangan anak-anak kreatif, yaitu sebagai berikut :
- Menciptakan rasa aman kepada anak untuk mengekspresikan kreativitasnya.
- Mengakui dan menghargai gagasan-gagasan anak.
- Menjadi pendorong bagi anak untuk mengkomunikasikan dan mewujudkan gasan-gagasannya.
- Membantu anak memahami divergensinya dalam berpikir dan bersikap, bukan justru menghukumnya.
- Memberikan peluang untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasannya.
- Memberikan informasi mengenai peluang-peluang yang tersedia.
2.3.4 Membantu Perkembangan Emosi Siswa
Proses kematangan perkembangan emosi mempunyai hubungan yang erat dengan pertumbuhan dan perkembangan. Penerimaan lingkungan sangat menentukan bagi perkembangan hidup. Kepercayaan yang diperoleh dari penerimaan lingkungan ini dapat menjadi dasar bagi kepercayaan terhadap diri sendiri dan kesehatan perkembangan emosionalnya.
Disiplin yang tegas dan disertai kasih sayang akan membantu siswa dalam perkembangan emosinya. Sebaliknya jika disiplin dilakukan dengan kaku dan tanpa kasih sayang akan menimbulkan sikap keragu-raguan pada diri siswa dan bahkan akan kehilangan kepercayaan pada dirinya. Apabila ini terjadi pada dua anak dalam satu keluarga (seayah/seibu) secara individual perkembangan emosinya akan jelas dapat dibedakan.
Intervensi pendidikan untuk mengembangkan emosi agar dapat berkembang kea rah memiliki kecerdasan emosional, salah satu di antaranya menggunakan intervensi yang dikemukakan W.T. Grant Consortium, yaitu sebagai berikut :
- Pengembangan keterampilan emosional
- Pengembangan keterampilan kognitif
- Pengembangan keterampilan perilaku.
2.3.5 Membantu Perkembangan Bakat Khusus Siswa
Dari jumlah siswa, jika dituangkan dalam kurva normal, maka kemampuan individualnya akan membentuk distribusi normal. Artinya, sebagaian besar berada pada kemampuan rata-rata, sebagian kecil berada kemampuan di bawah rata-rata, dan sebagian kecil lain berada di atas rata-rata. Dilihat dari perspektif ini siswa yang memiliki bakat khusus berada dalam kelompok di natas rata-rata.
Agar dapat mewujudkan bakat khusus siswa secara optimal, mereka sangat memerlukan program pendidikan khususnya yang sesuai dengan keberbakatannya. Salah satu program pendidikan untuk mencapai prestasi unggul dikenal dengan istilah program pendidikan berdiferensiasi. Program pendidikan ini merupakan pelayanan di luar jangkauan program pendidikan konvensional agar dapat merealisasikan bakat-bakat dan kemampuannya secara optimal.
Selain pengembangan melalui program pendidikan berdiferensiasi, individu yang memiliki bakat khusus juga sangat memerlukan dukungan maksimal dari lingkungannya dengan cara memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan bakatnya. Berikut adalah langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengembangkan bakat khusus individu, yaitu
- Mengembangkan situasi dan kondisi yang memberikan kesempatan bagi anak-anak dan remaja untuk mengembangkan bakat khususnya dengan mengusahakan dukungan baik psikologis maupun fisik.
- Berupaya menumbuhkembangkan minat dan motif berprestasi yang tinggi di kalangan anak dan remaja baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
- Meningkatkan kegigihan dan daya juang pada diri anak dan remaja dalam menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan.
- Mengembangkan program pendidikan berdiferensi di sekolah dengan kurikulum berdiferensi pula guna memberikan pelayanan secara lebih efektif kepada anak dan remaja yang memiliki bakat khusus.
2.3.6 Membantu Perkembangan Hubungan Sosial Siswa
Masa remaja merupakan fase yang sangat potensial bagi tumbuh kembang aspek fisik maupun psikis, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Pada fase ini remaja menganggap dirinya sudah bukan anak-anak lagi, sebaliknya orang-orang di sekelilingnya menganggap dia belum dewasa. Mereka sering ingin bertindak seperti orang dewasa, tetapi perilaku mereka seringkali masih bersifat dorongan hati dan belum menunjukkan kedewasaan. Karena dorongan yang kuat ingin menemukan dan menunjukkan jati dirinya, remaja seringkali berusaha ingin melepaskan diri dari orang tuanya dan mengarahkan perhatiannya kepada lingkungan di luar keluarganya.
Melihat masa remaja yang potensial untuk dapat berkembang positif maupun negative, maka sudah pasti diperlukan intervensi edukatif dalam bentuk pendidikan, bimbingan, maupun pendampingan agar mereka dapat tumbuh dan berkembang ke arah positif dan produktif. Intervensi edukatif ini harus sejalan, seimbang, dan terus menerus baik dari pihak keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
Melakukan intervensi pendidikan terhadap remaja di zaman modern lebih sulit dibandingkan dengan zaman dulu. Hal ini disebabkan situasi kehidupan dewasa ini sudah semakin kompleks. Kecenderungan yang muncul sekarang ini dan ditunjang noleh laju perkembangan teknologi dan arus gelombang globalisasi yang sulit untuk dibendung, mengisyaratkan bahwa kehidupan yang akan datang menjadi penuh pilihan yang rumit. Artinya manusia akan semakin di desak kea rah kehidupan yang amat kompetitif.
Dalam konteks proses belajar, gejala yang tampak adalah kurang mandiri dalam belajar yang berakibat pada gangguan mental, misalnya mau belajar kalau akan ada ulangan, bergantung pada guru les, atau lebih percaya kepada jawaban teman daripada jawaban sendiri. Problem tersebut merupaka perilaku-perilaku reaktif, semakin meresahkan jika dikaitkan dengan situasi masa depan remaja yang jika diprediksikan akan semakin komplek dan penuh tantangan.
Menurut Tilaar (1987:2) tantangan kompleksitas masa depan itu memberikan dua alternatif; yaitu pasrah kepada nasib atau mempersiapkan diri sebaik mungkin. Misi pendidikan tentunya menjatuhkan pada pilihan kedua. Artinya pendidikan mengemban tugas untuk mempersiapkan remaja bagi peranannya di masa depan agar menjadi manusia berkualitas dan memiliki kemampuan hubungan sosial yang baik sehingga tidak menjadi manusia yang meresahkan kondisi sosial masyarakat.
Sebenarnya remaja memiliki kemampuan untuk mengontrol dan menguasai diri serta mendisiplinkan dirinya. Namun kemampuan ini sangat bergantung pada berhasil tidaknya kerjasama remaja tersebut dengan orang tuanya. Dalam konteks pembimbingan orang tua terhadap remaja Asrori (2007) mengatakan ada tiga pola asuh yang dapat diterapkan oleh orang tuanya, yaitu
- Pola asuh “bina kasih” (induction); yaitu perlakuan yang diterapkan orang tua dalam mendidik anakinya dengan senantiansa memberikan penjelasan yang masuk akal terhadap setiap keputusan dan perlakuan yang diambil bagi anaknya.
- Pola asuh “unjuk kuasa” (power assertion); yaitu perlakuan yang ditunjukkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan senantiasa memaksakan kehendaknya untuk dipatuhi oleh anak.
- Pola asuh “lepas kasih” (love withdrawal); yaitu perlakuan yang diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan cara menarik sementara cinta kasihnya ketika anak tidak menjalankan apa yang dikehendaki orang tua.
Lingkungan pendidikan berikutnya adalah sekolah. Sekolah sebagai lembaga formal yang diserahi tugas untuk menyelenggarakan pendidikan tentunya memiliki peran yan gbesar dalam membantu perkembangan hubungan sosial siswa. Dalam konteks ini guru harus mampu mengembangkan proses pendidikan yang bersifat demokratis.
Untuk dapat membantu perkembangan siswa secara maksimal, termasuk di dalamnya perkembangan sosial Standar Nasional Pendidikan (SNP 2005) menuntut empat kompetensi yang harus dipenuhi oleh seorang guru yaitu;
- Kompetensi kepribadian (termasuk moral dan religious)
- Kompetensi pedagogis
- Kompetensi sosial
- Kompetensi professional
Lingkungan ketiga yang sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan hubungan sosial remaja adalah lingkungan masyarakat. Tugas utama masyarakat adalah menekan seminimal mungkin tingkah laku atau sikap negatif para remaja dan mengembangkan tingkah laku positif; termasuk di dalamnya pengembangan hubungan sosial remaja. Para pemimpin dan tokoh masyarakat memikil tugas dan tanggung jawab dalam upaya pengembangan sosial remaja agar tidak mengarah kepada hubungan sosial yang bersifat negative dan destruktif.
2.3.7 Membantu Perkembangan Kemandirian Siswa
Kemadirian sebagai aspek psikologis itu berkembang tidak statis atau diturunkan oleh orang tuanya, maka intervensi-intervensi positif melalui usaha pengembangan atau pendidikan sangat diperlukan bagi kelancara perkembangan kemandirian siswa. Sejumlah intervensi dapat dilakukan sebagai ikhtisar pengembangan kemandirian remaja, antara lain sebagai berikut :
- Penciptaan partisipasi dan keterlibatan siswa dalam keluarga.
- Penciptaan keterbukaan.
- Penciptaan kebebasan untuk mengeksplorasi lingkungan.
- Penerimaan positif tanpa syarat.
- Empati terhadap siswa.
- Penciptaan kehangatan hubungan dengan siswa.
2.1.3.8 Membantu Perkembangan Bahasa Siswa
Jika perkembangan kemampuan berbahasa merupakan perpaduan dari faktor bawaan dan proses belajar dari lingkungannya, maka intervensi pendidikan yang dilakukan secara terencana dan sistematis menjadi sangat penting. Intervensi pendidikan melalui proses belajar dalam lingkungannya dapat diupayakan dengan memberikan kesempatan bagi berkembangnya bahasa siswa secara optimal. Lingkungan yang dapat memberikan kesempatan bagi anak untuk belajar dan berlatih mengembangkan kemampuan bahasa perlu dikembangkan secara maksimal baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
Kemampuan berbahasa siswa dapat berkembang secara optimal apabila sejak dini siswa sudah diperkenalkan dengan lingkungan yang memiliki kekayaan variasi dalam kemampuan berbahasa. Dengan demikian keluarga, sekolah, dan masyarakat sangat berperan dalam menciptakan suasana yang dapat mendorong siswa untuk berani mengkomunikasikan pikiran-pikirannya tanpa dihantui rasa cemas dan takut.
2.3.9 Membantu Perkembangan Nilai, Moral, dan Sikap Siswa
Sistem sosial yang paling awal berusaha menumbuhkembangkan sistem nilai, moral, dan sikap kepada siswa adalah keluarga. Hali ini didorong oleh keinginan dan harapan orang tua agar anaknya tumbuh dan berkembang menjadi individu yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang luhur, dapat membedakan yang baik dan buruk, benar dan salah, yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan, serta memiliki sikap yang terpuji sesuai harapan orang tua, masyarakat, dan agama. Melalui proses pendidikan dan intervensi pendidikanlah para orang tua menanamkan nilai-nilai luhur, moral, dan sikap yang baik bagi anak-anaknya agar dapat berkembang menjadi generasi penerus yang diharapkan. Untuk dapat mencapai harapan tersebut ada beberapa faktor yang dikembangkan oleh para orang tua, antara lain:
- Keluarga harus memiliki standar moral yang jelas.
- Setiap anggota keluarga harus konsisten menaati standar moral yang telah disepakati oleh keluarga.
- Orang tua dan orang yang lebih dewasa harus menunjukkan teladan moral yang baik.
Upaya pengembangan nilai, moral, dan sikap juga diharapkan dapat dikembangkan secara efektif di lingkungan sekolah. Misalnya pertama; kurikulum pendidikan moral dipusatkan pada suatu rangkaian dolema moraql yang didiskusikan bersama-sama antara siswa dan guru. Kedua; memunculkan permasalahan yang dapat didiskusikan antarsiswa.
Implikasi pengembangan nilai, moral, dan sikap adalah guru harus secara serius membantu para siswa untuk mempertimbangkan berbagai konflik moral sesungguhnya, memikirkan cara pertimbangan yang digunakan dalam menyelesaikan konflik moral, melihat ketidakkonsistenan dalam berpikirnya, dan menemukan jalan untuk mengatasinya. Ungtuk dapa melaksanakannya guru harus memahami tingkatan berpikir siswa, mencocokkan tingkat berpikir siswa dengan melakukan komunikasi denagn tingkat di atasnya, memusatkan perhatiannya pada proses bernalar siswa yang dapat mengantarkannya kepada kesadaran bahwa tahap berikutnya akan lebih memadai.
Selanjutnya Kohlberg (1995) dalam Asrori (2007) menyatakan bahwa selain diskusi ruang kelas tentant dilemma-dilema moral alangkah baiknya jika diskusi diperluas kepada kehidupan nyata. Sebab masalah-masalah kehidupan nyata akan dapat membawa proses pendidikan moral kepada apa yang seharusnya dan mungkin akan dihadapi siswa di kemudian hari.
2.3.10 Membantu Pemenuhan Kebutuhan Siswa
Kondisi lingkungan sekitar, baik keluarga, sekolah, maupun masyarakat berkaitan erat dengan motivasi seseorang. Ada sejumlah kondisi yang merupakan prasyarat dan sekaligus menjadi intervensi pendidikan dalam rangka pemuasan kebutuhan ndasar manusia termasuk siswa, yaitu;
- Kemerdekaan untuk berbicara
- Kemerdekaan melakukan apa yang diinginkan sepanjang tidak merugikan dirinya dan orang lain.
- Kemerdekaan untuk mengeksplorasi lingkungan.
- Kemerdekaan untuk mempertahankan atau membela diri.
- Adanya keadilan.
- Adanya kejujuran.
- Adanya Kewajaran.
- Adanya ketertiban.
Ancaman terhadap faktor-faktor tersebut di atas akan menyebabkan individu memberikan reaksi dengan cara sama dengan ketika mereka bereaksi terhadap berbagai ancaman terhadap kebutuhan-kebutuhan dasarnya
2.3.11 Mengembangkan Motivasi Belajar Siswa
Untuk mengembangkan motivasi belajar siswa tidak dapat dilakukan oleh satu hal saja. Namun harus ada sinergi beberapa faktor agar motivasi siswa dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Faktor-faktor tersebut adalah :
- Tataran di luar kelas; menekankan kepada siswa arti pentingnya persiapan dalam menghadapi kehidupan masa depan, memberikan contoh-contoh orang sukses dan rahasia kesuksesannya.
- Tataran di dalam kelas; memberikan ganjaran kepada siswa untuk pekerjaan yang telah dilakukan, target pencapaian harus jelas, merespon pertanyaan siswa secara positif.
2.3.12 Membantu Proses Penyesuaian Diri Siswa
Perkembangan penyesuaian diri yang ditandai dengan dinamika yang sangat tinggi, membawa implikasi imperatif prntingnya intervensi pendidikan yang dilakukan secara sistematis, serius, dan terprogram untuk membantu proses perkembangannya kea rah yang lebih baik. Intervensi pendidikan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
- Diciptakannya interaksi pendidikan yang memberikan rasa aman.
- Orang tua harus mampu menimbulkan stimulus yang dapat mengembangkan identifikasi positif.
- Hindarkan perkembangan identifikasi menyilang.
- Ciptakan kegiatan-kegiatan yang bersifat edukatif.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.1.1 Ada lima aliran yang memandang hakikat manusia; yaitu aliran behaviorisme, aliran psikoanalisis, aliran kognitif, aliran humanistik, dan aliran psikologi Islam.
3.1.2 Psikologi pembelajaran adalah ilmu yang mengkaji mengapa, bilamana, dan bagaimana proses pembelajaran berlangsung pada setiap makhluk hidup.
3.1.3 Psikologi pembelajaran sangat berperan dalam proses pembelajaran untuk membantu perkembangan siswa kea rah yang positif.
3.2 Saran
3.2.1 Orang tua hendaknya memahami psikologi agar dapat mendidik anak-anaknya dengan baik.
3.2.2 Guru sebagai teman belajar siswa; hendaknya memahami psikologi agar dapat mengantarkan siswa kepada perkembangan mental secara positif dan dapat berperan dalam lingkungannya.
DAFTAR RUJUKAN