Oleh: Hartono
Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling
FKIP Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
Abstract
Character education is an important tool in the formation of student character. In practical guidance and counseling services in the schooling setting, character education is implemented through two ways, first directly through the services of guidance and counseling provided to students/counselees, which are grouped into four components: (1) the component of basic service, (2) the component of responsive service, (3) the component of individual planning service, and (4) the components of the system support service. Loads of character education materials written in guidance and counseling services that include the areas of personal guidance, social guidance, learning guidance, career guidance, and character development. Second, indirectly, by example attitude and behavior of guidance and counseling teachers/counselors along with the cultivation of creative cultural, innovative, productive, collaborative, discipline, sense of belonging, and responsibility.
Keywords: character education, guidance and counseling services.
PENDAHULUAN
Pendidikan karakter bangsa sangat urgen dalam proses pembentukan dan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Karakter bangsa Indonesia yang hendak diwujudkan tersurat pada tujuan pendidikan nasional sebagaimana diatur dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan pasal 6 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yaitu insan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan di dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pendidikan di lingkungan keluarga disebut pendidikan informal, pendidikan di lingkungan sekolah disebut pendidikan formal, sedangkan pendidikan di lingkungan masyarakat disebut pendidikan nonformal. Ketiga lingkungan pendidikan tersebut oleh Ki Hajar Dewantara disebut sebagai Tri Pusat Pendidikan.
Sekolah sebagai lingkungan pendidikan formal menyelenggarakan program pendidikan yang dikemas ke dalam program managemen dan supervisi, pembelajaran bidang studi, dan bimbingan dan konseling. Program bimbingan dan konseling sebagai bagian integral dalam keseluruhan praksis pendidikan pada setting persekolahan menyelenggarakan pelayananpelayanan bimbingan dan konseling yang dikelompokkan ke dalam empat komponen, yaitu (1) komponen pelayanan dasar, (2) komponen pelayanan responsif, (3) komponen pelayanan perencanaan individual, dan (4) komponen pelayanan dukungan sistem (Depdiknas, 2007). Dengan demikian implementasi pendidikan karakter pada sistem pendidikan di sekolah juga harus tercermin pada pelayanan bimbingan dan konseling yang diberikan kepada para siswa/peserta didik sebagai konseli.
Ilustrasi implementasi pendidikan karakter pada pelayanan bimbingan dan konseling diuraikan pada gambar 1. Pada gambar 1 tersebut, nampak tiga aspek program pendidikan di sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan yaitu perkembangan optimal potensi peserta didik yang terwujud pada penguasaan standar kompetensi lulusan (SKL) yang memiliki karakter beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Hakikat Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah suatu usaha sadar dalam membentuk dan mengembangkan karakter individu melalui proses belajar, pembelajaran, pelatihan dan bimbingan baik yang dilaksanakan secara individual atau pun kelompok. Hasil yang diperoleh dalam pendidikan karakter adalah terwujudkan insan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Insan yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa diwujudkan ke dalam perilaku beribadah sesuai dengan agama dan keyakinannya masing-masing. Berakhlak mulia terwujud pada perilaku yang mengindahkan norma-norma agama, sosial, budaya dan menunjukkan sikap, ucapan dan berbuatan yang bermartabat, sehingga mampu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dalam kehidupannya. Sehat berarti dalam keadaan baik yang mencakup sehat jasmani, rokhani dan sosial. Berilmu artinya menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (hard skills) dalam bidang yang dipelajarinya, misalnya kedokteran, hukum, psikologi, sosiologi, antropologi, kependidikan, humaniora, dan sebagainya. Cakap adalah mampu/mahir/pandai melakukan. Kreatif adalah kemampuan untuk menemukan dan menggunakan cara/teknik/metoda/strategi yang baru yang sebelumnya belum ada dalam memecahkan masalah. Mandiri adalah melakukan sendiri tanpa bantuan orang lain. Individu yang mandiri memiliki ciri-ciri; (1) menunjukkan rasa percayah diri, (2) memiliki tanggung jawab, (3) mampu mengarahkan dan mengembangkan diri, (4) berperilaku tekun, inisiatif dan kreatif, dan (5) ingin mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain (Guay, Senecal, Gauthier & Fernet; Harre dan Lamb; Knights & Willmott; Smith dalam Hartono, 2010). Demokratis ditunjukkan dalam perilaku bermusyawarah dalam mengambil keputusan/tidak otoriter dalam mengambil keputusan. Bertanggung jawab adalah berani/mampu menanggung akibat dari tindakan/perbuatan yang telah dilakukannya.
Pendidikan karakter diselenggarakan sepanjang hayat yang terintegrasi ke dalam pendidikan informal yang berlangsung di dalam keluarga, pendidikan formal yang berlangsung di sekolah, dan pendidikan nonformal yang berlangsung di masyarakat. Di dalam keluarga, orang-tua telah menanamkan nilai-nilai agama dan budaya kepada anak (putra-putrinya) yang selanjutnya membentuk sikap dan perbuatan. Di sekolah, guru membelajarkan siswa/peserta didik untuk menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS). Di masyarakat telah berlangsung berbagai jenis pelatihan, kursus yang diikuti oleh individu dalam upaya meningkatkan/mengembangkan keterampilannya dalam bidang tertentu yang dibutuhkan untuk menunjang berbagai aktivitas. Keseluruhan kegiatan pendidikan tersebut yang diikuti oleh siswa/peserta didik akan membentuk karakternya sebagaimana yang tersurat di dalam tujuan pendidikan nasional yang telah diuraikan di atas.
PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING
Program bimbingan dan konseling berisi pelayanan-pelayanan bimbingan dan konseling yang telah dirumuskan oleh para ahli bimbingan dan konseling di tanah air, yang terakhir hasil kajian Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) yang dipublikasikan pada naskah penataan profesi konselor khususnya pada buku rambu-rambu penyelenggaraan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2007.
Program bimbingan dan konseling mengandung empat komponen pelayanan, yaitu: (1) pelayanan dasar; (2) pelayanan responsif, (3) pelayanan perencanaan individual, dan (4) pelayanan dukungan sistem. Keempat komponen program tersebut diuraikan pada gambar 2 sebagai berikut.
Komponen pelayanan dasar
Pelayanan dasar didefinisikan sebagai proses bantuan yang diberikan guru bimbingan dan konseling/konselor kepada para siswa/peserta didik sebagai konseli dengan menggunakan pendekatan klasikal atau kelompok. Pelayanan ini lebih dimaksudkan untuk membantu para siswa/peserta didik sebagai konseli agar mereka mampu melaksanakan tugas-tugas perkembangan dalam tahapan perkembangannya, yang diperlukan untuk mencapai kemandirian dalam pengambilan keputusan. Untuk mendukung pelayanan ini, guru bimbingan dan konseling/konselor perlu mengembangkan dan mengaplikasikan berbagai instrumen asesmen untuk memahami para siswa/peserta didik sebagai konseli yang dibinanya.
Pelayanan dasar diselenggarakan untuk mencapai tujuan sebagai berikut. Agar konseli mampu: (1) memperoleh tingkat perkembangan normal, yang ditunjukkan memiliki mental yang sehat dan terampil dalam hidupnya; (2) memahami dirinya yang mencakup keunggulan dan kelemahannya; (3) memahami kondisi lingkungannya yang mencakup; pendidikan, keluarga, masyarakat dan kondisi sosial budaya; (4) memadukan antara kemampuan diri dengan peluang yang tersedia di lingkungannya dalam upaya mengembangkan potensinya; dan (5) mengambil keputusan secara cerdas yang bertanggung jawab.
Untuk mencapai tujuan tersebut, fokus perilaku konseli yang menjadi sasaran pelayanan bimbingan dan konseling adalah berkembangnya potensi konseli, yang mencakup aspek pribadi, sosial, belajar, dan karier. Pengembangan aspek pribadi diwujudkan dalam kemampuan konseli untuk mengelola dirinya menjadi individu yang mandiri dan bertanggung jawab. Pengembangan aspek sosial diwujudkan dalam kemampuan konseli untuk mengelola lingkungan sosialnya yang mencakup keterampilan dalam melakukan komunikasi sosial. Pengembangan aspek belajar diwujudkan dalam kemampuan konseli untuk mencapai kemandirian belajar. Pengembangan aspek karier diwujudkan dalam kemampuan konseli untuk mencapai kemandirian dalam pengambilan keputusan karier.
Pelayanan Responsif
Pelayanan responsif merupakan proses bantuan yang diberikan guru bimbingan dan konseling/konselor kepada para siswa/peserta didik sebagai konseli yang sedang menghadapi masalah. Pelayanan responsif bersifat kuratif/pengentasan masalah konseli, yang mencakup konseling individual dan konseling kelompok. Pelayanan ini bertujuan untuk membantu konseli agar mereka mampu memecahkan masalah-masalah emosi yang sedang dihadapinya.
Secara rinci, tujuan pelayanan responsif adalah sebagai berikut. Agar konseli mampu: (1) memahami masalah-masalah emosi yang sedang dihadapi serta berbagai faktor penyebabnya; (2) memecahkan masalahmasalah emosinya; dan (3) mencapai tingkat perkembangan secara maksimal, sehingga dapat diperoleh kebahagiaan hidup.
Untuk mencapai tujuan tersebut, fokus perilaku konseli yang menjadi sasaran pelayanan responsif adalah terbentuknya kemampuan konseli dalam memecahkan masalah-masalah emosi yang menjadi sumber timbulnya masalah-masalah skunder, seperti; kesulitan dalam belajar (gangguan konsentrasi, dan gangguan mengelola/menyimpan informasi ke dalam memori/ingatan); kesulitan dalam berkomunikasi, maupun berbagai kesulitan dalam bekerja sama, yang dapat mengganggu aktualisasi diri (self-actualization).
Berbagai masalah emosi konseli yang urgen untuk segera mendapatkan pelayanan responsif berupa konseling individual maupun konseling kelompok, adalah; (1) masalah kecewa; (2) masalah frustrasi; (3) masalah kecemasan; (4) masalah stres; (5) masalah depresi; (6) masalah konflik, dan (7) masalah ketergantungan (Hartono, 2008). Untuk memahami kebutuhan dan masalah konseli, guru bimbingan dan konseling/konselor dapat melakukan asesmen dan analisis perkembangan konseli, dengan menggunakan berbagai teknik, misalnya inventori tugas-tugas perkembangan (ITP), angket konseli, wawancara, observasi, sosiometri, daftar hadir konseli, leger, psikotes dan daftar masalah konseli atau alat ungkap masalah (AUM).
Perencanaan Individual
Perencanaan individual merupakan pelayanan bimbingan dan konseling yang sangat penting untuk memfasilitasi konseli, agar ia mampu menyusun program yang berkaitan dengan masa depannya. Pelayanan perencanaan individual adalah proses bantuan yang diberikan guru bimbingan dan konseling/konselor kepada konseli agar konseli mampu merumuskan dan melakukan berbagai aktivitas yang berkaitan dengan masa depannya, berdasarkan pemahaman atas kelebihan dan kekurangan dirinya, serta pemahaman atas peluang/ kesempatan yang tersedia di lingkungannya. Pemahaman konseli secara mendalam mencakup segala keunikannya (inteligensi, bakat, minat, dan kepribadian), serta berbagai peluang yang tersedia di lingkungannya (ragam pendidikan di SMA/MA atau sederajat, perguruan tinggi, serta berbagai pendidikan dan pelatihan) yang sesuai dengan kebutuhan konseli, sangat diperlukan sebagai dasar dalam mengembangkan perencanaan individual konseli.
Pelayanan perencanaan individual diselenggarakan untuk mencapai tujuan yaitu agar konseli mampu: (1) melakukan pemahaman tentang diri dan lingkungannya, (2) melakukan pengelolaan terhadap perkembangan dirinya, baik yang terkait aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karier, dan (3) mengembangkan rencana/program masa depannya, serta melakukan berbagai kegiatan yang realistis untuk mewujudkan potensi dirinya.
Untuk mencapai tujuan tersebut, fokus perilaku konseli yang menjadi sasaran pelayanan perencanaan individual adalah pengembangan aspek akademik, karier, dan sosial-pribadi konseli. Secara rinci cakupan fokus tersebut mencakup pengembangan aspek: (1) akademik yang meliputi memanfaatkan keterampilan belajar, melakukan pemilihan pendidikan lanjutan atau pilihan jurusan, memilih kursus atau pelajaran tambahan yang tepat, dan memahami nilai belajar sepanjang hayat; (2) karier yang meliputi mengeksplorasi peluang-peluang karier, mengeksplorasi latihanlatihan pekerjaan, memahami kebutuhan untuk kebiasaan bekerja yang positif; dan (3) sosialpribadi yang meliputi pengembangan konsep diri yang positif, dan pengembangan keterampilan sosial yang efektif (Depdiknas, 2007; Hartono, 2009).
Dukungan Sistem
Dukungan sistem (Depdiknas, 2007) merupakan komponen pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah berupa kegiatan manajemen, tata kerja, infra struktur (misalnya Teknologi Informasi dan Komunikasi), dan pengembangan kemampuan profesional guru bimbingan dan konseling/konselor secara berkelanjutan, yang secara tidak langsung memberikan bantuan kepada konseli atau memfasilitasi kelancaran perkembangan konseli. Program ini memberikan dukungan kepada guru bimbingan dan konseling/konselor dalam memperlancar penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling bagi para siswa/peserta didik sebagai konseli. Di samping itu, dukungan sistem juga bermanfaat bagi personel pendidik lainnya (guru mata pelajaran) untuk mendukung penyelenggaraan program pendidikan di Sekolah/Madrasah.
Dukungan sistem ini meliputi berbagai aspek, yaitu: (a) pengembangan jejaring (networking), (b) pengembangan profesionalitas, (c) pemberian konsultasi dan berkolaborasi, dan (d) manajemen program.
Pengembangan jejaring (networking)
Pengembangan jejaring menyangkut kegiatan guru bimbingan dan konseling/konselor yang meliputi (1) konsultasi dengan guru-guru, (2) menyelenggarakan program kerja sama dengan orang-tua atau masyarakat, (3) berpartisipasi dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatankegiatan Sekolah/Madrasah, (4) bekerja sama dengan personel Sekolah/Madrasah lainnya dalam rangka menciptakan lingkungan Sekolah/Madrasah yang kondusif bagi perkembangan konseli, (5) melakukan penelitian tentang masalah-masalah yang berkaitan erat dengan bimbingan dan konseling, dan (6) melakukan kerja sama atau kolaborasi dengan ahli lain yang terkait dengan pelayanan bimbingan dan konseling.
Pengembangan Profesionalitas
Guru bimbingan dan konseling/konselor secara terus menerus berusaha untuk memutakhirkan pengetahuan dan keterampilannya melalui (a) in-service training, (b) aktif dalam organisasi profesi, (c) aktif dalam kegiatan-kegiatan ilmiah; seperti seminar dan workshop (lokakarya), atau (d) melanjutkan studi ke program yang lebih tinggi (Pascasarjana).
Pemberian konsultasi dan berkolaborasi
Guru bimbingan dan konseling/Konselor perlu melakukan konsultasi dan kolaborasi dengan guru, orang-tua, staf Sekolah/Madrasah lainnya, dan pihak institusi di luar Sekolah/Madrasah (pemerintah, dan swasta) untuk memperoleh informasi, dan umpan balik tentang pelayanan bantuan yang telah diberikannya kepada para konseli, menciptakan lingkungan Sekolah/Madrasah yang kondusif bagi perkembangan konseli, melakukan referal, serta meningkatkan kualitas program bimbingan dan konseling. Dengan kata lain strategi ini berkaitan dengan upaya Sekolah/ Madrasah untuk menjalin kerja sama dengan unsur-unsur masyarakat yang dipandang relevan dengan peningkatan mutu pelayanan bimbingan. Jalinan kerja sama ini seperti dengan pihak-pihak (1) instansi pemerintah, (2) instansi swasta, (3) organisasi profesi, seperti ABKIN (Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia), (4) para ahli dalam bidang tertentu yang terkait, seperti psikolog, psikiater, dokter, dan orang-tua konseli, (5) MGBK (Musyawarah Guru Pembimbing Bimbingan dan Konseling), dan (6) Depnaker (dalam rangka analisis bursa kerja/lapangan pekerjaan).
Manajemen Program
Suatu program pelayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin akan terselenggara dan tercapai bila tidak memiliki suatu sistem pengelolaan (manajemen) yang bermutu, dalam arti dilakukan secara jelas, sistematis, dan terarah. Manajemen program sangat diperlukan untuk mengelola pelayanan bimbingan dan konseling yang bermutu dan bermartabat sesuai dengan tujuan, fungsi, prinsip, dan asas bimbingan dan konseling. Kegiatan penataan infrastruktur, penyiapan SDM yang ahli dalam bidangnya, dan pengelolaan dana operasional pelayanan bimbingan dan konseling merupakan contoh konkrit adanya manajemen program yang baik.
PENDIDIKAN KARAKTER PADA PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING
Di atas telah dipaparkan kaitan antar program yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Program bimbingan dan konseling yang dijabarkan ke dalam empat komponen pelayanan yaitu komponen pelayanan dasar, komponen pelayanan responsif, komponen pelayanan perencanaan individual, dan komponen pelayanan dukungan sistem, merupakan bagian terpadu dalam keseluruhan program pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, implementasi pendidikan karakter harus tercermin di dalam program pendidikan tersebut.
Program pelayanan bimbingan dan konseling yang mencerminkan pendidikan karakter merupakan kesatuan utuh dari bidang bimbingan sosial, bimbingan pribadi, bimbingan belajar, bimbingan karier, dan bimbingan pengembangan budi pekerti. Di samping itu, pemberian keteladanan dalam sikap dan perilaku konselor sekolah/guru bimbingan dan konseling (guru BK) juga turut berperan dalam membentuk karakter siswa/peserta didik. Guru BK harus mampu menunjukkan sikap dan perilaku yang layak ditiru siswa/peserta didik dalam keseluruhan pergaulan di sekolah dan di masyarakat. Dengan demikian, perilaku guru BK dalam tutur kata dan tindakan di lingkungan sekolah dan masyarakat sebagai model perilaku yang baik/perilaku yang terpuji.
Cerminan pendidikan karakter pada pelayanan bimbingan dan konseling nampak pada materi bimbingan dan konseling sebagai berikut.
Tabel 1
Cerminan Pendidikan Karakter pada Pelayanan Bimbingan dan Konseling
No. | Komponen Program BK | Jenis Pelayanan BK | Pengembangan Materi Pelayanan BK |
1. | Komponen Pelayanan Dasar | Layanan informasi, layanan orientasi,
layanan penempatan dan penyaluran, dan layanan bimbingan kelompok |
a. Bimbingan pribadi:
1) Norma-norma agama dan sosial budaya; 2). Nilai-nilai kedisiplinan; 3). Nilai-nilai kejujuran; 4). Nilai-nilai kemandirian; 5). Nilai-nilai kebersihan; 6). Nilai-nilai kesehatan;dan 7). Rasa tanggung jawab. b. Bimbingan sosial: 1). Nilai-nilai kemanusiaan; 2). Nilai-nilai kerja sama; 3). Nilai-nilai gotong-royong; 4). Nilai-nilai kesantunan; 5). Nilai-nilai empatik; dan 6). Nilai-nilai kepedulian/respek. c. Bimbingan Belajar: 1). Nilai-nilai kedisiplinan; 2). Nilai-nilai kejujuran; |
3). Nilai-nilai kemandirian;
4). Rasa tanggung jawab belajar: 5). Nilai-nilai kreativitas; 6). Kerja keras dalam belajar; dan 7). Nilai-nilai masa depan/membangun harapan. d. Bimbingan Karier: 1). Nilai-nilai pemahaman diri; 2). Nilai-nilai pemahaman |
karier/dunia kerja;
3). Pentingnya perencanaan karier; 4). Nilai-nilai kemandirian dalam Memilih karier; 5). Nilai-nilai kerja keras dalam mengikuti pendidikan karier; 6). Motivasi kerja; 7). Etos kerja; dan 8). Nilai-nilai kedisiplinan kerja; e. Pengembangan budi pekerti: 1). Nilai-nilai kesantunan; 2). Nilai-nilai tanggung jawab; 3). Nilai-nilai gotong-royong; 4). Nilai-nilai kolaborasi; 5). Nilai-nilai kerja keras; dan 6). Nilai-nilai kejujuran; |
|||
2. | Komponen Pelayanan Responsif | a. Konseling individual dan kelompok, yang mencakup:
1). Konseling religius; 2). Konseling spiritual; 3). Konseling krisis; 4). Konseling traumatik; dan 5). Konseling pendidikan. b. Referal/alih-tangan. |
Menanamkan nilai-nilai:
a. Kesadaran tentang masalah yang dialami; b. Kesadaran untuk memecahkan masalah yang dialami; c. Kesadaran bahwa masalah dapat mengganggu belajar/aktivitas yang harus dilakukan; dan d. Kemandirian dalam memecahkan masalah. |
3. | Komponen Pelayanan Perencanaan
Individual |
Pelayanan individual dalam bidang pribadi, sosial, belajar, dan karier, misalnya layanan:
a. Instrumentasi BK; b. Informasi; c. Konsultasi; d. Kunjungan rumah; dan e. Kolaborasi dengan orang-tua. |
Menanamkan nilai-nilai:
a. Pentingnya merencanakan masa depan; b. Membangun etos kerja; c. Kedisiplinan belajar; d. Pentingnya memiliki keterampilan dalam mengelola diri (self- management); e. Pentingnya memiliki keterampilan kerja sama (kolaborasi) dan komunikasi; f. Pentingnya pemahaman diri (kekuatan dan kelemahan); g. Pentingnya pemahaman karier (pekerjaan/profesi, kondisi kerja, |
peluang kerja, gaji, dan
pendidikan karier/jurusan atau program studi pada perguruan tinggi). h. Pentingnya memilih karier (pekerjaan/profesi); i. Membangun budaya kerja keras dalam menempuh pendidikan karier/profesi; dan j. Mempertahankan dan memelihara karier/profesi. |
|||
4. | Komponen Pelayanan Dukungan Sistem | a. Sebagai pelayanan yang bersifat tidak langsung karena sasarannya tidak | Menanamkan nilai-nilai yang bersifat positif kepada guru BK (untuk meningkatkan kualitas pelayanan BK), melalui berbagai kegiatan |
langsung kepada | seperti: konsultasi, kolaborasi, rapat | ||
siswa/peserta didik/konseli, melainkan bersifat menunjang
pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling kepada konseli. b. Kegiatannya berupa: |
staf, melakukan koordinasi, memperbaiki pencitraan BK, dan pengembangan profesionalitas. | ||
1). Pengembangan | |||
Jejaring (networking); | |||
2). Manajemen (pengembangan program, pengem- bangan staf, piñata- an sumber daya dan kebijakan); | |||
3). Pengembangan profesionalitas; | |||
4). Kolaborasi; dan | |||
5). Manajemen | |||
Program BK. |
PENUTUP
Program bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dalam keseluruhan program pendidikan pada setting persekolahan. Dalam implementasi pendidikan karakter, pelayanan bimbingan dan konseling merupakan aspek penting, karena pelayanan ini sarat dengan penanaman nilai-nilai dan norma-norma kepada siswa/peserta didik/konseli yang sangat berperan dalam proses pembentukan karakter mereka.
Dalam tatanan negara demokrasi, pembentukkan karakter bangsa memegang peran penting. Hanya suatu bangsa yang berkarakter baik yang memiliki peluang untuk membawa negaranya ke arah kemajuan, kesejahteraan dan keadilan. Untuk mewujudkan harapan itu, diperlukan usaha keras di antaranya peningkatan kualitas pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah-sekolah.
Implementasi pendidikan karakter pada pelayanan bimbingan dan konseling di sekolahsekolah dilakukan melalui dua arah, pertama disebut secara langsung yaitu melalui pelayanan-pelayanan bimbingan dan konseling yang diberikan kepada peserta didik/konseli, yang dikelompokkan ke dalam empat komponen yaitu: (1) komponen pelayanan dasar, (2) komponen pelayanan responsif, (3) komponen pelayanan perencanaan individual, dan (4) komponen dukungan sistem. Muatan pendidikan karakter tersurat pada materi pelayanannya yang mencakup bidang bimbingan pribadi, sosial, belajar, karier, dan pengembangan budi pekerti.
Kedua, disebut secara tidak langsung, karena tidak langsung diberikan kepada peserta didik/konseli, yang berupa keteladanan sikap dan perilaku guru BK/konselor seiring dengan seiring dengan penanaman budaya kreatif, inovatif, produktif, kolaboratif, kedisiplinan, rasa memiliki, dan bertanggung jawab.
Komponen dukungan sistem perannya mendukung pelayanan bimbingan dan konseling yang diberikan kepada peserta didik/konseli, yang mencakup: (1) pengembangan jejaring, (2) penerapan manajemen yang efektif, (3) pengembangan kolaborasi, dan (4) pengembangan profesionalitas guru BK/konselor secara berkelanjutan melalui pengembangan keprofesian berkelanjutan (Kemendiknas, 2010), yang mencakup kegiatan pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan karya inovatif. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui keikursertaan guru bimbingan dan konseling/konselor pada kegiatan pelatihan/diklat, workshop, seminar, diskusi panel, dan studi lanjut serta kegiatan lain yang sejenis. Publikasi ilmiah dapat dilakukan guru bimbingan dan konseling/konselor dalam perannya sebagai pembicara/narasumber seminar, menulis artikel hasil penelitian atau hasil pemikiran/kajian pada majalah/jurnal berISSN, sedangkan karya inovatif dapat diwujudkan melalui karya-karya guru bimbingan dan konseling/konselor dalam bentuk penciptaan dan pengembangan media/alat-alat teknologi pelayanan bimbingan dan konseling. Melalui pelayanan bimbingan dan konseling yang bermutu dan bermartabat, kita mampu membangun pencitraan bimbingan dan konseling di tengah masyarakat. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta: Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan.
Hartono (Ed.). 2010. Pendidikan dan Latihan Profesi Guru Rayon 42 Kuota 2010: Materi BK. Surabaya: University Press UNIPA.
Hartono. 2010. Bimbingan Karier Berbantuan Komputer untuk Siswa SMA. Surabaya: University Press UNIPA.
Hartono. 2009. Penajaman Pelayanan Bimbingan dan Konseling pada Jalur Pendidikan Formal. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Bimbingan FIP UNESA, 10, 2, 88-94.
Hartono dan Boy Soedarmadji. 2008. Psikologi Konseling (Edisi Pertama). Surabaya: University Press UNIPA Surabaya.
Johnson, C.D. & Johnson, S.K. (Eds.). 2002. Building Stronger School Counseling Programs: Bringing Futuristic Approaches into the Present. New York: CAPS Publications.
Kementerian Pendidikan Nasional. 2010. Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Guru (Buku 2). Jakarta: Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Catatan
Artikel ini diterbitkan di:
WAHANA, Volume 57, Nomor 2, Desember 2011