Widyaiswara Madya BDK Surabaya
Abstract: The supervision approach model is a kind of the headmaster assignment to help the teachers in order to get a better quality, especially for English teacher. This research describes the headmaster perception to the supervision as a help to be done by using scientific and democratic principle, individual technique, and supervision method. Though the teachers prototype generally is moderate and the supervision approach model which applied by the headmaster is directive, but the response of the teachers to the supervision still have positive thinking so that it can develop the teachers morale getting fine. Finally, it can influence them in conducting better teaching-learning process for English subject.
Kata kunci: model supervisi, guru bahasa Inggris, semangat kerja.
Pembelajaran pendidikan Bahasa Inggris pada siswa Madrasah Aliyah di Indonesia dirasa masih kurang berhasil. Hal ini dapat diindikasikan pada kenyataan bahwa lulusan Madrasah Aliyah masih belum lancer berkomunikasi secara tulis maupun oral dengan utuh dan benar. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keadaan itu yaitu: faktor murid, guru, orang tua dan lingkungan, namun pada akhirnya hasil pembelajaran berpulang pada pundak para guru (Supriyadi, 2000).
Pada tulisan ini akan dikupas salah satu faktor yaitu Guru yang merupakan faktor terpenting dari keberhasilan pembelajaran Bahasa Inggris, terutama bagaimana meningkatkan kualitas guru dalam melaksanakan tugasnya.
Peningkatan kualitas guru Bahasa Inggris dalam melaksanakan tugasnya, Good Carter (dalam Sahertian, 1994) menggunakan istilah professional growth dapat diperoleh melalui usaha sendiri atau orang lain. Adapun, orang lain yang paling diharapkan dapat membantu meningkatkan kualitas guru Bahasa Inggris adalah Kepala Madrasah. Hal ini sesuai dengan fungsi Kepala Madrasah yaitu disamping sebagai pemimpin ia juga sebagai edukator, motivator, administrator, dan supervisor (Depdikbud, 1996). Oleh karena itu supervisi bukan kegiatan Kepala Madrasah untuk memata-matai atau memarahi guru, melainkan diartikan sebagai bantuan yang diberikan untuk memperbaiki situasi belajar mengajar.
Subyek supervisi untuk memperbaiki situasi belajar mengajar tersebut harus diartikan secara luas. Bukan hanya terhadap pembinaan kurikulum tetapi juga terhadap pemeliharaan dan perawatan semangat (morale) kerja (Oliva, 1984). Kimball Wiles (1967) menyatakan sebagai berikut:
Morale is the emotional and mental reaction of a person to his job. Morale is delicate plan that grows slowly in an atmosphere of mutual respect, but it can be severely stunted by one false action. High morale is not obtained easily, but it is the foundation of a good school program.
Dari pendapat diatas dapat dilihat betapa besarnya peranan semangat kerja dalam peningkatan proses belajar mengajar. Semangat kerja dapat diartikan sebagai reaksi kejiwaan berupa perasaan senang atau tidak senang, bergairah atau tidak bergairah, bersemangat atau tidak bersemangat. Mengingat bahwa ada perbedaan individu antara guru yang satu dengan yang lainnya yang dikarenakan oleh perbedaan tingkat komitmen dan daya fikir abstraknya, maka kegiatan supervisi efektif Kepala Madrasah hendaknya dapat mengenali terlebih dahulu prototipe individu setiap gurunya. Model analisis untuk mematron prototipe guru, Glickman (1981) mengemukakan sebuah paradigma kategori guru sebagai pada
Sisi diatas garis komitmen berarti daya abstraknya tinggi (A+) dan sisi dibagian kiri garis abstrak berarti tingkat komitmennya rendah (K-), demikian sebaliknya. Sehingga didapat empat daerah atau kuadran yaitu (K-, A-) kuadran I guru yang acuh tak acuh, (K+, A-) kuadran II guru yang terlalu sibuk, (K-, A+) kuadran III guru yang suka kritik, dan (K+, A+) kuadran IV guru yang profesional.
Setelah mengetahui bagaimana prototipe individu setiap gurunya, selanjutnya kepala madrasah menentukan model pendekatan supervisi mana yang sesuai untuk guru tersebut. Apakah (1) direktif untuk acuh tak acuh, (2) kolaboratif untuk yang terlalu sibuk dan tukang kritik, dan (3) non direktif untuk yang profesional.
Meningkatkan Keberhasilan Pembelajaran Bahasa Inggris di Madrasah Aliyah sehingga hasil penelitian diharapkan dapat menyajikan gagasan-gagasan untuk menambah khasanah pengembangan konsep tentang model pendekatan supervisi dan semangat kerja guru serta menjadi salah satu masukan bagi Kepala Madrasah, Kakanmenag dan Pengawas Rumpun Bahasa dalam melaksanakan pembinanan semangat kerja guru Bahasa Inggris.
METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif agar terungkap data deskriptif dari informan, baik lisan maupun tulisan tentang apa yang mereka lakukan, rasakan , dan mereka alami. Sebagai arah dari pengumpulan data digunakan acuan fenomenologis. Penelitian ini dirancang sebagai studi kasus karena berusaha mendeskripsikan suatu latar dan suatu peristiwa tertentu secara rinci dan mendalam terhadap fenomena yang menyangkut fokus penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu dari 4 (empat) Madrasah Aliyah Negeri di Malang Raya.
Kehadiran peneliti di latar penelitian walaupun tidak setiap hari tetapi relatif sering. Kehadiran tiap hari tidak dilakukan dengan pertimbangan bahwa informan mempunyai jadwal mengajar yang relatif padat dan untuk menghindari perasaan terganggu oleh kehadiran peneliti. Dalam penelitian ini peran peneliti juga berperan sebagai pengamat partisipan. Waktu yang digunakan dalam penelitian selama 2 (dua) bulan.
Penentuan informan dalam kegiatan pengumpulan data, digunakan teknik bola salju (snowball technique), yaitu ketika mengadakan wawancara dengan seorang informan, peneliti sambil menanyakan kemungkinan siapa lagi yang dapat dimintai informasi tentang focus yang akan dicari datanya, demikian seterusnya sampai menumpuk/membesar sehingga dapat terpenuhi data yang dibutuhkan.
Sumber data sebagai informan kunci dalam penelitian ini adalah Kepala Madrasah, seorang Wakamad urusan kurikulum, 2 (dua) orang wali kelas, 3 (tiga) orang guru biasa dan 1 (satu) orang guru BP/BK. Perolehan data tersebut dilakukan dengan tiga teknik, yaitu: (1) wawancara mendalam, dengan merencanakan terlebih dahulu garis besar pertanyaan untuk mendapatkan data dari informan dimaksud, (2) observasi partisipan, merupakan cara kedua dimana tindakan dilakukan untuk mengamati suatu kegiatan tanpa adanya usaha manipulasi, menyela atau mengganggu suatu kegiatan yang sedang berlangsung, dan (3) dokumentasi, digunakan untuk mengumpulkan data dari sumber data non insani yakni dari dokumen dan hasil rekaman. Dokumen yang berhasil diperoleh antara lain program madrasah yang memuat kegiatan supervisi, jumlah siswa, dan jumlah guru.
Untuk memperoleh keabsahan temuan penelitian, digunakan triangulasi sumber. Sedangkan untuk merevisi data digunakan member check yang dilakukan dengan mendatangi setiap informan dan memperlihatkan data atau informasi yang telah diketik. Selanjutnya peneliti akan mengubah sesuai dengan apa yang disarankan informan.
HASIL
Temuan penelitian ini, dikategorikan dalam sub topik yang meliputi: (1) program supervisi, (2) pelaksanaan supervisi, (3) prinsip-prinsip supervisi, (4) teknik supervisi, (5) cara supervisi, (6) sasaran supervisi, (7) prototipe guru Bahasa inggris, (8) perilaku supervisor, dan (9) semangat kerja guru Bahasa Inggris. Adapun proses paparan data dan temuan penelitian sesuai dengan topiktopik di atas, dirangkum dalam bentuk model sebagai Gambar 3.
PEMBAHASAN
Mengingat heterogenitas dan jumlah guru Bahasa Inggris yang relatif cukup banyak, maka agar kegiatan supervisi dapat efektif, Kepala Madrasah membuat program kegiatan supervisi.
Disosialisasikan
Dikembangkan
- Dalam pelak- sanaannya mem- perhatikan teknik dan prinsip-prinsip tertentu
- Diarahkan sebagai kegiatan Pembina- an sehingga guru bertumbuh
Karena program kegiatan supervisi dapat dilaksanakan (workable) maka dapat dikatakan bahwa kegiatan supervisi cukup praktis. Dengan adanya program ini pula menunjukkan bahwa ada planning (perencanaan) yang merupakan tahapan awal dalam prinsip-prinsip manajemen. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa presepsi Kepala Madrasah terhadap manajemen supervisi cukup baik.
Agar pembahasan kegiatan supervisi lebih terarah dan sesuai dengan sasaran pada fokus penelitian, maka pembahasan selanjutnya dirinci lagi menjadi beberapa topik yang meliputi: (a) prinsip-prinsip supervisi, (b) teknik supervisi, (c) cara supervisi, dan (d) sasaran supervisi.
Prinsip-prinsip supervisi
Agar terbentuk sikap yang dapat menciptakan situasi kondusif dimana guru-guru merasa aman dan diterima sebagai subyek yang dapat berkembang sendiri, maka supervisi harus dilaksanakan berdasar data dan fakta yang objektif, kontinyu, sistematis dan sesuai sasaran yang diinginkan. Karena pelaksanaan supervisi Kepala Madrasah mengandung ciri-ciri di atas, maka prinsip supervisi yang digunakan menurut Sahertian (1998) adalah prinsip ilmiah (scientific).
Mengingat servis dan bantuan yang diberikan kepada guru-guru berdasar hubungan kemanusiaan dan kehangatan sehingga guru-guru merasa aman dan tidak takut untuk mengembangkan tugasnya, maka pelaksanaan supervisi mengandung prinsip demokrasi.
Teknik Supervisi
Teknik supervisi, menurut John Minor Gwyn (1963) dibedakan menjadi dua macam, yaitu yang bersifat individual/perorangan dan kelompok. Teknik individu/perorangan yang digunakan Kepala Madrasah dilaksanakan dengan mengadakan observasi kelas. Mengingat secara terjadwal pelaksanaan observasi kelas telah diberitahukan terlebih dahulu (announced visitaion) kepada seluruh guru Bahasa Inggris, maka guru akan mempersiapkan diri dengan harapan akan dapat nilai baik. Untuk memperoleh data yang akurat pada observasi langsung
(direct observation) supervisor menggunakan check list yang hasilnya ditandatangani oleh kedua belah pihak. Sedangkan teknik supervisi kelompok disampaikan oleh Kepala Madrasah pada saat Rapat Dinas/Pembinaan. Supervisi kelompok hanya dilakukan jika permasalahan yang muncul bersifat umum.
Cara Supervisi
Supervisi klinis, merupakan bentuk supervisi yang difokuskan pada peningkatan mengajar dengan melalui siklus yang sistematis, dalam perencanaan, pengamatan serta analisis yang intensif dan cermat tentang penampilan mengajar yang nyata.
Mengingat ada 3 siklus yang dilakukan oleh Kepala Madrasah dalam melaksanakan supervisi, yaitu pertemuan awal (pre conference), observasi kelas dan pertemuan akhir (post conference), maka supervisi dengan ciri-ciri tersebut menggambarkan bahwa cara supervisi yang digunakan adalah supervisi klinis (clinical supervision).
Sasaran Supervisi
Ada 2 (dua) sasaran pokok yang menjadi sasaran supervisi, yaitu administrasi dan edukasi. Kedua sasaran pokok ini pada hakekatnya untuk memperbaiki situasi belajar mengajar dalam arti yang luas. Menurut Oliva (1984) sasaran supervisi pendidikan meliputi (1) memperbaiki pengajaran, (2) pengembangan kurikulum, dan (3) pengembangan staf, termasuk didalamnya peningkatan semangat dan semangat kerja guru. Jadi sasaran supervisi yang dilakukan Kepala Madrasah disamping mencakup sasaran pokok administrasi dan edukasi juga untuk meningkatkan semangat kerja guru.
Tema-tema dalam topik bahasan kegiatan supervisi di atas, jika dirangkum akan didapatkan hal-hal yang positif bagi guru Bahasa Inggris. Adanya prinsip ilmiah akan menjadikan guru merasa aman, prinsip demokrasi menjadikan guru tidak takut mengembangkan tugasnya, martabat dan harkat guru terjunjung tinggi, dan cara supervisi klinis dapat membantu guru memperkecil kesenjangan antara tingkah laku mengajar dengan tingkah laku ideal. Guru-guru Bahasa Inggris-pun akan mendapatkan nilai yang baik karena supervisi dilaksanakan dengan teknik langsung secara individu dengan pemberitahuan terlebih dahulu sehingga guru mempersiapkan diri, baik di bidang administrasi maupun edukasi. Disamping itu karena kegiatan supervisi merupakan kegiatan proses seperti Gambar 7. , maka setelah supervisor melaksanakan dengan positif, akan terjadi interaksi secara positif pula tanggapan dari guru Bahasa Inggris terhadap pelaksanaan supervisi Kepala Madrasah.
Prototipe Guru Bahasa Inggris
Guru Bahasa Inggris dimaksud adalah guru yang mengajar bidang studi Bahasa Inggris di kelas reguler maupun Guru bahasa Inggris untuk program extra kurikuler.
Setelah diadakan pematronan, maka distribusi keadaan 16 orang guru termasuk Kepala Madrasah seperti pada Tabel 1.
Tabel 1.
Prototipe Guru
Prototipe Guru |
G u r u |
Jumlah |
% |
|
L |
P |
|||
Dropout |
1 |
– |
1 |
6,25 |
Unfocused worker | 6 |
3 |
9 |
56,25 |
Analytical observer | 2 |
1 |
3 |
18,75 |
Professional | 2 |
1 |
3 |
18,75 |
Jumlah | 11 |
5 |
16 |
100,00 |
Tabel 1
Prototipe Guru Bahasa Inggris
Dari tabel tampak bahwa hanya ada 1 (satu) orang guru yang berprototipe drop-out dan 3 (tiga) orang prototipe profesional. Dengan demikian secara umum, 12 orang guru ada pada prototipe moderat (75%).
Model Pendekatan Supervisi
Mengi ngat bahwa pendekatan model supervisi tersebut diorientasikan dengan prototipe guru Bahasaa Inggris, maka model pendekatan supervisi pada penelitian ini selanjutnya ditempatkan dalam Bangun Model Pendekatan Supervisi sebagi Suatu Sistem dari teori Glickman. Dengan mengawali dari metode/perilaku pembinaan sebagai ciri-ciri, maka komunikasi dan interaksi yang dij umpai dalam proses supervisi akan dapat mengungkapkan model pendekatan supervisi dan psikologi yang diterapkan.
Walaupun dalam proses supervisi, Kepala Madrasah berprilaku listening dan negotiating, namun perilaku tersebut hanya sesekali saja dilakukan. Sedangkan yang sering dilakukan adalah perilaku clarifying, presenting, standardizing, reinforcing, directing, dan demonstrating. Oleh karena itu, sesuai dengan Gambar 10 dapat disimpulkan bahwa model pendekatan supervisi yang digunakan adalah directif dan psikologi yang digunakan adalah behavioristis.
Semangat Kerja Guru Bahasa Inggris
Di samping kegiatan supervisi, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap semangat kerja guru Bahasa Inggris, telah mendapat perhatian Kepala Madrasah yang langkah-langkahnya seperti Gambar 10.
Seiring dengan terciptanya suasana kondusif, Kepala Madrasah berharap pula dapat tercipta faktor psikologi yang positif. Sebab faktor psikologi yang negatif, seorang guru Bahasa Inggris akan mempunyai persoalan pribadi dan reaksi mental terhadap tugas. Tanda-tanda terhadap reaksi mental terhadap tugas yang menyebabkan semangat kerja tinggi dan rendah adalah sebagai berikut. Semangat kerja tinggi tanda-tandanya adalah: (1) antusiasme, (2) ingin bekerja sama, (3) rasa senasib seperjuangan, (4) penuh kegembiraan, dan (5) tidak mengeluh. Semangat kerja rendah dengan tanda: (1) sering terlambat, (2) suka menganggu, (3) sering meninggalkan tugas, (4) sering melamun, dan (5) selalu mengambil inisiatif (Sahertian, 1998:158).Dari hasil temuan, peneliti melihat bahwa kehadiran guru di madrasah tepat waktu. Dalam melaksanakan tugas sehari-hari guru-guru Bahasa Inggris penuh antusiasme dan gembira serta tidak suka mengganggu pekerjaan guru lain bahkan sebaliknya kerja sama antar guru cukup baik. Demikian juga dengan presensi guru Bahasa Inggris, tidak pernah ada kelas kosong. Kalau toh ada, secara pro-aktif guru piket (khususnya serumpun bahasa) segera mengisi kelas tersebut sehingga nampak adanya perasaan senasib seperjuangan. Guru-guru yang kosong atau yang sedang mengisi jam berikutnya, mereka berada di kantor guru dan sambil menulis atau mengerjakan pekerjaan akademik yang lain dengan kesungguhan hati. Sehingga tidak ada guru yang menganggur apalagi melamun. Fenomena yang ada ini menunjukkan bahwa semangat kerja guru cukup tinggi.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Apa yang menjadi kesimpulan pada penelitian ini tidak menutup kemungkinan akan berlaku pula di tempat/Madrasah lain setelah diadakan penelitian serupa. Kesimpulan dimaksud adalah bahwa persepsi Kepala Madrasah terhadap kegiatan supervisi diartikan sebagai pembinaan guru agar dapat bertumbuh menjadi profesional. Untuk menempuh upaya tersebut, Kepala Madrasah menggunakan model pendekatan supervisi teori Glickman (direktif, kolaboratif, atau nondirektif). Mengingat bahwa supervisi dilaksanakan bersifat ilmiah dengan siklus yang sistematis mencakup pre conference, observasi dan post conference, maka cara supervisi yang digunakan adalah supervisi klinis (clinical supervision).
Kegiatan supervisi Kepala Madrasah dapat diterima secara positif oleh guru-guru Bahasa Inggris sehingga dapat meningkatkan semangat kerjanya. Ada 75% prototipe guru Bahasa Inggris terletak pada kuadran II (unfocused worker) dan III (analitical observer) ditinjau dri paradigma kategori guru maka sebagian besar guru Bahasa Inggris berada dalam kategori moderate. Berdasar pada pembinaan Kepala Madrasah manakala akan, sedang dan setelah melaksanakan supervisi didominasi perilaku Kepala Madrasah dengan menjelaskan (clarifying), menyampaikan ide (presenting), memberi contoh (demonstrating), mengarahkan (directing), menetapkan kriteria (standardizing), dan menguatkan (reinforcing) maka model pendekatan supervisi yang diterapkan adalah direktif. Sedangkan
psikologi yang digunakan adalah behaviorisme. Dengan ditandai antusiasme para guru Bahasa Inggris dan penuh kegembiraan, jarang melamun, tidak sering meninggalkan tugas dan hadir ke Madrasah tepat pada waktunya, dapat disimpulkan bahwa semangat kerja guru-guru Bahasa Inggris cukup tinggi.
Saran
Kualitas guru Bahasa Inggris yang ditunjukkan oleh kualitas kerja, tidak dapat dilepaskan dari manajemen pendidikan. Oleh karena itu, kebijakan Kepala Madrasah dan program peningkatn kualitas guru Bahasa Inggris dalam melaksanakan PBM (proses belajar mengajar), harus menyentuh tiga aspek, yaitu kemampuan, semangat kerja dan dedikasi dan aspek kesejahteraan (Zamroni, 2000:120). Agar ketiga aspek tersebut terutama semangat dan dedikasi atau semangat kerja dapat meningkat, maka model pendekatan supervisi Kepala Madrasah dalam rangka meningkatkan semangat kerja guru Bahasa Inggris hendaknya diorientasikan pada prototipe guru Bahasa Inggris itu sendiri dan dalam melaksanakan supervisi, Kepala Madrasah memperhatikan prinsip -prinsip supervisi, teknik supervisi, cara supervisi, dan sasaran supervisi yang tepat. Sesuai dengan kesimpulan hasil penelitian, maka untuk meningkatkan semangat kerja guru Bahasa Inggris, hendaknya Kepala Madrasah melaksanakan survisi bersifat demokrasi dengan menggunakan banyak teknik individu daripada kelompok, serta menggunakan cara supervisi ilmiah dan klinis. Sedangkan sasaran supervisinya diutamakan mengarah pada bidang edukasi.
Mengingat model pendekatan supervisi diorientasikan dengan prototipe setiap guru Bahasa Inggris yang dipatron dengan paradigma kategori guru teori Glickman, maka hendaknya tidak dianalogikan dengan tingkat kematangan teori Hersey dan Blanchard. Sebab domain komitmen pada teori Glickman tidak sekedar kemauan karena perhatiannya (concern) saja. Glickman (1981:43) menyebutkan commitment is large than concern because it includes time and effort.
Dengan adanya Kepmendikbud Nomor 0296/U/1996 tentang pengangkatan dan kinerj a Kepala Sekolah, ada kecenderungan bahwa pada saat ini profesionalisme Kepala Madrasah di Madrash tingkat pertama (MTs) dan menengah (MA) sudah baik. Di sisi lain peneliti melihat bahwa penggunaan model pendekatan supervisi direktif tidak selamanya kurang tepat. Model pendekatan supervisi direktif dapat digunakan oleh Kepala Madrasah yang telah mencapai ti ngkat profesional. Oleh karena itu, model pendekatan supervisi direktif masih perlu adanya. Apalagi jika dikaitkan dengan budaya bangsa Indonesia, khususnya Jawa yang masih sering menganut “mikul dhuwur P!VJ1!P F!rR’ terhadap pemimpinnya (Kepala Madrasah).
Berkaitan dengan pelaksanaan PBM yang harus menyentuh tiga aspek yaitu kemampuan, semangat dan dedikasi, dan aspek kesejahteraan seperti yang diutarakan di atas, maka masih perlu kiranya mengadakan penelitian lebih lanj ut untuk mengungkap pendekatan model supervisi mana, yang lebih efektif dapat meningkatkan semangat dan dedikasi guru Bahasa Inggris sehingga bermuara pada keberhasilan Pembelajaran Bahasa inggris pada siswa Madrasah Aliyah di Indonesia yang ditandai dengan komunikasi lisan dan tertulis secara utuh dan benar. Hal ini merupakan salah satu sumbangsih dalam memecahkan Problematika pembelajaran Bahasa Inggris pada Siswa Masrasah Aliyah di Indonesia. Disamping itu perlu juga diungkap penelitian tentang model pendekatan supervisi yang disentuhkan dengan aspek lain yaitu peningkatan kesejahteraan guru Bahasa Inggris.
DAFTAR RUJUKAN
Armstrong, T. 2003. Sekolah Para Juara. Bandung: Kaifa.
Dikbud. 1996. Petunjuk Administrasi Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Jakarta: Direktorat Sarana Pendidikan.
Dwiyogo, W. D. 1997. Teaching Thinking and Problem Solving. Jurnal Teknologi Pembelajaran, (online), Vol. 1 (5), (http://www.malang.ac.id./indo/jpss.htm) diakses 26 Mei 2002
Glickman, C. D. 1981. Developmental supervision. Alexandria, virginia, USA: Association for Supervision and Curriculum Development.
Goelman, D. 2000. Working with Emotional Intelligence. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Gwynn, J. M. 1963. Theory and Practice of Supervision. New York. Toronto, USA: Dodd, Mead & Company.
Harris, B. M. 1975. Supervisory Behavior in Education. Englewood Cliff N. J.: Prentice Hall Inc.
Kinoshita, T. 2002. Masyarakat Indonesia Tidak Pernah Berpikir Panjang. Kompas, 24 Mei 2002, Hal. 1.
Kompas. 2000. Menyiasati Kurikulum Pendidikan Diperlukan Metode Pembelajaran Terpadu, (online), (http://www.kompas.com/kompas.cetak/0009/25/dikbud/dipe09.htm) diakses 29 Mei 2004
Lim, B. 2002. Mengubah Kegagalan Menjadi Pemicu Sukses. Kompas, I Juli 2002, hal 12.
Oliva, F. P. 1984. Supervision for Today School. New York. Longman Sahertian, P. A. 1994. Profil Pendidikan Profesional. Yogjakarta: Andi Offset.
Sahertian, P. A. 1998. Kapita Selekta Supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Sumberdaya Manusia Pendidikan Malang. Malang. PPS Universitas negeri malang.
Supriyadi, D. 2000. Agenda Pendidikan Tinggi Indonesia. PPS Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: Pt Rosda Karya.
Wiles, K. & Lovell, J. T. 1967. Supervision for Better Schools. The Forth Edition. Englewood Cliff, N. J.: Prentice Hall Inc.
Zamroni. 2000. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogjakarta: Bigraf Publishing.
Suasana Belajar Ketika Supervisi Dilakukan
Supervisi Kelompok di Luar Kelas