Murdinah [Peneliti pada Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan].
ABSTRAK
Dalam upaya meningkatkan nilai tambah rumput laut Eucheuma cottonii telah dilakukan penelitian untuk mendapatkan teknik ekstraksi karaginan dari rumput laut Eucheuma cottonii secara sederhana. Teknik ekstraksi karaginan dilakukan dengan menggunakan bahan pengekstrak soda abu dan NaOH dengan konsentrasi 0,5% dari berat rumput laut kering. Sebagai bahan penjendal adalah KCl dan KOH dengan konsentrasi 3% dari berat rumput laut kering serta bahan pengendap Isopropil Alkohol (IPA). Pengamatan yang dilakukan untuk mengetahui mutu produk karaginan yang diperoleh meliputi: rendemen karaginan, sifat kimia (kadar abu, kadar abu tidak larut asam dan kadar sulfat) serta sifat fisik karaginan (kekuatan gel dan viskositas). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan soda abu sebagai bahan pengekstrak menghasilkan rendemen, kekuatan gel serta viskositas yang lebih baik dibanding dengan NaOH. Penggunaan bahan pengekstrak soda abu tidak mempengaruhi kadar air, kadar abu, kadar abu tidak larut asam serta kadar sulfat yang dihasilkan. Penggunaan bahan pengendap IPA menghasilkan rendemen, kekuatan gel serta viskositas yang paling baik. Namun secara ekonomi, ekstraksi karaginan terbaik diperoleh dengan menggunakan larutan pengekstrak soda abu 0,5% dan bahan penjendal KCl 3%. Karaginan yang dihasilkan dari perlakuan ini menghasilkan rendemen sebesar 28,67%, kekuatan gel 193,3 g/cm2, kadar air 14,42%, kadar abu 19,07%. Kadar abu tidak larut asam 0,12% dan kadar sulfat 16,33%.
Kata Kunci: Eucheuma cottonii, ekstraksi, karaginan
PENDAHULUAN
Rumput laut merupakan salah satu komoditas andalan perikanan yang selama beberapa tahun terakhir ini telah terbukti dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan. Jumlah pembudidaya rumput laut semakin meningkat sehubungan dengan berkurangnya sumberdaya ikan. Adanya kenaikan harga BBM selama beberapa tahun terakhir dimana mencari ikan sudah tidak menguntungkan lagi, maka budidaya rumput laut menjadi alternatif mata pencaharian yang dapat menopang ekonomi rumah tangga mereka. Keunggulan lainnya adalah budidaya rumput laut tidak memerlukan modal yang besar dan dalam waktu 40-45 hari sudah dapat dipanen. Diharapkan produksi rumput laut akan semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya areal budidaya.
Selama ini rumput laut diekspor dalam bentuk raw material untuk industri karaginan di luar negeri. Padahal dalam agribisnis nilai tambah rumput laut secara nyata akan diperoleh apabila diolah lebih lanjut menjadi produk olahan. Nilai tambah rumput laut selama ini dinikmati oleh industri karaginan yang ada di luar negeri. Berdasarkan sifat teknologinya industri rumput laut digolongkan menjadi 3 golongan, yaitu teknologi sederhana, madya dan tinggi. Semakin tinggi teknologi yang diterapkan semakin besar nilai tambah yang diperoleh (Ma’ruf, 2002). Namun dalam industri rumput laut tingkat madya dan tinggi diperlukan modal yang cukup tinggi serta sumberdaya manusia yang mempunyai latar belakang pendidikan yang cukup. Hal ini menyebabkan belum berkembangnya industri rumput laut dalam negeri. Oleh karena itu diperlukan teknologi pengolahan karaginan yang sederhana, yang mudah diadopsi oleh masyarakat.
Penelitian ekstraksi karaginan dari rumput laut telah banyak dilakukan (Suryaningrum et al., 1991, Murdinah et al., 1994., Basmal et al., 1994, Saleh et al., 1994). Namun penelitian ekstraksi karaginan tersebut masih dalam skala laboratorium sehingga belum dapat diadopsi oleh dunia usaha. Dalam penelitian ini dilakukan ekstraksi karaginan dengan skala semi komersial untuk melihat pengaruhnya terhadap mutu karaginan yang dihasilkan. Ekstraksi karaginan dilakukan dengan menggunakan soda abu dan NaOH sebagai bahan pembantu untuk memecahan dinding sel, sehingga membantu proses ekstraksi karaginan. Untuk membantu proses penjendalan digunakan bahan kimia KOH dan KCl serta larutan pengendap Isopropil alkohol. Penggunaan KOH atau KCL sebagai bahan penjendal karena kation logam K+ menyebabkan filtrat karaginan membentuk gel yang kuat (Chapman and Chapman, 1980). Gel yang terbentuk selanjutnya akan dipotong dan dibuat lembaran-lembaran kemudian dipres untuk mengeluarkan airnya. Sedangkan penggunaan isopropil alkohol akan menarik air dari filtrat karaginan sehingga akan diperoleh serat karaginan. Diharapkan dari hasil penelitian ini, akan diperoleh optimasi proses ekstraksi Karaginan yang paling baik serta informasi sifat mutu karaginan yang dihasilkan.
BAHAN DAN METODE
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumput laut jenis Eucheuma cottonii yang diperoleh dari hasil budidaya petani di P. Panjang, Kab Serang, Banten. Sedangkan bahan pembantu yang digunakan adalah KOH, KCL teknis dan Isopropil alkohol serta bahan kimia untuk analisis mutu karaginan
Metode Penelitian
Ekstraksi karaginan dilakukan sebagai berikut: rumput laut kering dicuci dengan air sampai bersih kemudian rumput laut diekstraksi dengan menggunakan panci double unit dengan volume pelarut sebanyak 25 kali berat rumput laut kering. Ekstraksi dilakukan menggunakan perlakuan bahan pengekstrak yaitu Soda Abu dan NaOH dengan konsentrasi masing-masing 0,5% (b/v). Suhu selama ekstraksi berkisar antara 90-95oC dan lama waktu ekstraksi 3 jam. Rumput laut kemudian disaring dengan menggunakan kain penyaring. Filtrat yang diperoleh kemudian dipanaskan kembali dengan menggunakan bahan penjendal KOH 3% dan KCl 3%, serta bahan pengendap organik Isopropil alkohol. Filtrat dibiarkan semalam sehingga menjendal kemudian diiris dengan menggunakan alat pemotong agar-agar sehingga diperoleh gel karaginan yang berupa lembaran dengan ketebalan + 0,8 cm. Lembaran karaginan kemudian dibungkus dengan menggunakan kain blacu, selanjutnya dipress. Pengepresan dilakukan di dalam kotak kayu dan diberi beban berupa batu yang ditambahkan secara bertahap. Pengepresan dilakukan selama semalam, sehingga air keluar dan diperoleh lembaran tipis. Setelah pengepresan selesai karaginan dijemur beserta kainnya sehingga diperoleh karaginan kertas. Karaginan kertas kemudian ditepungkan sehingga diperoleh karaginan tepung
Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah rendemen karaginan yang dihasilkan, sifat kimia karaginan yang meliputi kadar air, kadar abu, dan kadar abu tak larut asam dengan menggunakan metode AOAC (1984), kadar sulfat dengan menggunakan metode pengendapan dengan Barium Sulfat (Anon, 1986) serta sifat fisik karaginan yang meliputi kekuatan gel dan kekentalan dengan menggunakan metode yang dilakukan Marine Colloids Inc (Anon, 1977).
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak faktorial dengan dua kali ulangan.
Hasil dan pembahasan
Rendemen
Ekstraksi karaginan dengan menggunakan berbagai macam perlakuan terhadap rendemen karaginan dapat dilihat pada Gambar 1. Rendemen karaginan yang diperoleh dalam penelitian ini berkisar antara 26,3%-32,6%. Perlakuan yang diberikan berpengaruh terhadap rendemen karaginan yang dihasilkan. Rata-rata rendemen karaginan yang dihasilkan dari rumput laut E. cottonii yang diekstrak dengan soda abu cenderung lebih banyak dibandingkan NaOH. Hal ini menunjukkan bahwa selama proses ekstraksi soda abu lebih efektif dalam memecahkan dinding sel, sehingga masa karaginan yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan dengan NaOH.
Gambar 1. Rendemen Karaginan yang diperoleh dari berbagai perlakuan
Figure 1. Yield of carrageenan from any kind of treatment
Penggunaan IPA sebagai bahan pengendap menghasilkan rendemen yang lebih banyak dibandingkan dengan KOH dan KCl. Hal ini disebabkan karena IPA merupakan pelarut organik yang bersifat non polar. Penambahan IPA dalam filtrat karaginan akan menarik gugus hidroksi dari filtrat karaginan, sehingga menyebabkan karaginan mengendap dalam bentuk serat karaginan. Volume IPA yang digunakan sebagai bahan pengendap harus 2 kali jumlah filtrat karaginan yang akan diendapkan. Bila jumlah IPA yang digunakan kurang, maka karaginan tidak dapat diendapkan karena akan terlarut dalam air sehingga akan menyebabkan berkurangnya rendemen. Sedangkan penggunaan KOH dan KCl sebagai bahan penjendal, rendemen yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh sifat gel karaginan yang dihasilkan. Semakin kuat gel yang dihasilkan semakin besar rendemen yang dihasilkan. Penggunaan KCl sebagai bahan penjendal menghasilkan gel karaginan yang lebih kuat dibandingkan dengan KOH. Kondisi tersebut menyebabkan gel karaginan yang dijendalkan dengan KCl lebih mudah ditangani dan pada saat dipres tidak mudah pecah. Sebaliknya penggunaan KOH menghasilkan gel karaginan yang lebih rapuh, mudah pecah sehingga banyak gel yang terlarut selama pengepresan, yang akan berpengaruh terhadap rendemen yang dihasilkan. Penggunaan KCl selain menghasilkan gel yang lebih kuat juga menghasilkan karaginan yang dihasilkan berwarna lebih putih, transparan dan elastis. Sedangkan penggunaan KOH sebagai bahan penjendal, menghasilkan karaginan yang berwarna agak kekuningan. Dari segi biaya produksi penggunaan soda abu sebagai bahan pembantu proses ekstraksi dan KCl sebagai bahan penjendal lebih ekonomis bila dibandingkan dengan menggunakan NaOH dan KOH, karena harga soda abu dan KCl lebih murah.
Sifat Kimiawi Karaginan
Hasil analisis kimiawi karaginan yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar abu tak larut asam dan kadar sulfat dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Hasil analisis kimiawi tepung Karaginan yang diperoleh pada berbagai perlakuan
Figure 2. Chemical analysis of carrageenan powder from any kind of treatment
Pada Gambar 2 menunjukkan bahwa semua parameter kimiawi yang diamati tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata terhadap perlakuan yang diberikan. Kadar air tepung karaginan yang diperoleh dalam penelitian ini berkisar antara 13,45–14,72 %. Kadar ini masih cukup tinggi bila dibandingkan dengan standar tepung karaginan dipasaran yaitu 12%. Tingginya kadar air ini disebabkan karena pengeringan yang kurang lama. Pengeringan karaginan dilakukan dengan menjemur karaginan didalam kain pembungkusnya selama 3 hari. Pengeringan selama 3 hari ini belum dapat menguapkan air secara maksimum sehingga diperoleh tepung karaginan dengan kadar air memenuhi standar perdagangan yang ditetapkan. Sedangkan kadar abu yang diperoleh dalam penelitian ini berkisar antara 7,66–19,19 % masih berada dalam standar yang ditetapkan oleh FCC yaitu berkisar antara 15–40% (Anon, 1978). Kadar abu tak larut asam dalam penelitian ini berkisar antara 0.12 sampai 0.27 % jauh dibawah standar tepung karaginan yang dikeluarkan oleh FCC yaitu 2%. Hal ini menunjukkan bahwa selama proses ekstraksi rumput laut tidak terjadi kontaminasi. Kadar sulfat dalam penelitian ini berkisar antara 15,24 sampai 18,69%, kadar ini masih di dalam rata-rata kadar sulfat karaginan hasil penelitian sebelumnya (Suryaningrum et al., 2003). Kadar sulfat sangat dipengaruhi oleh cara ekstraksi. Ekstraksi dengan menggunakan alkali akan menurunkan kadar sulfat karaginan yang dihasilkan.
Sifat Fisik Karaginan
Pengamatan sifat fisik karaginan dilakukan terhadap kekuatan gel serta viskositas larutan karaginan.
Kekuatan gel karaginan
Hasil pengukuran kekuatan gel karaginan yang dihasilkan dari berbagai perlakuan dapat dilihat pada Gambar 3. Kekuatan gel yang dihasilkan dalam penelitian ini berkisar antara 135,7–241,9 g/cm2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kekuatan gel karaginan terbaik diperoleh secara berturut-turut adalah karaginan yang diolah dengan menggunakan NaOH dengan menggunakan bahan pengendap IPA, kemudian kombinasi antara soda abu dan KCl. Rata-rata kekuatan gel karaginan yang dihasilkan dengan menggunakan bahan pengekstrak soda abu tidak jauh berbeda dengan yang diekstrak dengan NaOH. Sedangkan penggunaan IPA sebagai bahan pengendap menghasilkan gel yang tertinggi bila dibandingkan dengan KCl dan KOH. Penggunaakan bahan penjendal KCl lebih baik dibandingkan dengan KOH.
Gambar 3. Kekuatan gel Karaginan yang diperoleh dari beberapa perlakuan
Figure 3. Gel strength of carrageenan from any kind of treatment
Hasil pengukuran kekuatan gel dalam penelitian ini masih jauh dibawah standar karaginan yang dibutuhkan untuk industri pangan yaitu sebesar 600 g/cm2. Namun jika dibandingkan dengan hasil pengukuran kekuatan gel agar-agar kertas yang ada dipasaran yang berkisar antara 50 sampai 115 gr/cm2. Rendahnya kekuatan gel dalam penelitian ini kemungkinan disebabkan banyaknya kotoran atau selulosa yang ikut tersaring kedalam filtrat. Menurut Towle (1973) tekstur karaginan dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi karaginan, tipe ion yang ada serta adanya senyawa lain yang tidak dapat membeku. Menurut Guisley et al., (1980) pembentukan gel karaginan dari bentuk cair ke bentuk padat melibatkan penggabungan ikatan polimer sehingga membentuk helik rangkap yang akan membentuk jaringan tiga dimensi. Sedangkan menurut Rees (1969), pembentukan gel karaginan disebabkan terjadinya perubahan susunan molekul, perubahan tersebut dari bentuk koloid karaginan yang lurus menjadi bentuk tiga dimensi. Adanya kotoran akan terperangkap dalam jaringan tiga dimensi, sehingga jaringan tiga dimensi yang terbentuk tidak teratur, yang akan berpengaruh terhadap rendahnya gel karaginan yang dihasilkan. Penyaringan merupakan titik kritis untuk menentukan mutu karaginan yang dihasilkan. Semakin besar mesh kain saring yang digunakan semakin baik mutu karaginan yang dihasilkan. Industri karaginan pada umumnya menggunakan kain saring dengan ukuran mesh diatas 250–400. Biasanya penyaringan menggunakan filter press dan filter aid berupa tanah diatomae sehingga filtrat yang diperoleh lebih jernih. Dalam penelitian ini penyaringan dilakukan dengan menggunakan kain blacu yang meshnya sangat rendah, sehingga banyak kotoran yang berpengaruh terhadap rendahnya gel karaginan yang dihasilkan. Penyebab lainnya adalah umur panen yang belum cukup. Menurut Suryaningrum et al. (1991) rumput laut sebaiknya dipanen setelah berumur 40 hari atau lebih. Panen rumput laut kurang dari yang seharusnya akan menyebabkan rendahnya rendemen dan kekuatan gel karaginan yang dihasilkan. Untuk meningkatkan gel karaginan maka rumput laut harus mendapat perlakuan alkali baik dalam alkali panas atau dingin. Perebusan bahan baku rumput laut dengan alkali 6-8% dapat meningkatkan kekuatan gel karaginan yang dihasilkan sampai lebih dari 1000 gr/cm (Suryaningrum et al., 2003). Mengingat bahwa gel yang dihasilkan masih rendah, maka perlu dicarikan aplikasi produk yang dapat menggunakan karaginan dengan kekuatan gel berkisar 150–240 g/cm2
Viskositas larutan karaginan
Karaginan membentuk larutan yang sangat kental yang kekentalannya tergantung pada konsentrasi larutan, suhu, tipe karaginan dan molekul yang terlarut lainnya. Hasil analisis viskositas karaginan dapat dilihat pada Gambar 4. Rata-rata viskositas karaginan yang diekstrak dengan menggunakan soda abu lebih tinggi bila dibandingkan dengan NaOH. Soda abu merupakan garam yang larut dalam karaginan yang menurut Towle (1973) dapat mempengaruhi viskositas karaginan yang dihasilkan. Sedangkan pengaruh bahan pengendapan IPA menghasilkan karaginan dengan viskositas lebih tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Penggunaan KOH menghasilkan viskositas paling rendah dibandingkan dengan yang lainnya. Kation K+ cenderung mengurangi viskositas secara nyata pada suhu tinggi, namun dapat menyebabkan kenaikan viskositas pada suhu rendah (Furia, 1975).
Viskositas tertinggi diperoleh dari karaginan yang diolah dengan menggunakan bahan pengekstrak NaOH dengan bahan pengendap IPA, sedangkan viskositas terendah diperoleh dari karaginan yang diolah dengan menggunakan NaOH dengan KOH.
Gambar 4. Viskositas larutan karaginan yang diperoleh dari beberapa perlakuan
Figure 4. Viscosity of carrageenan solution from any kind of treatment
Dalam penelitian ini viskositas karaginan yang diukur pada konsentrasi 1,5% karaginan berkisar antara 65,7–155,3 cPs. Sedangkan viskositas untuk karaginan yang disyaratkan dalam perdagangan sebesar 100 cPs. Sehingga karaginan yang dijendalkan dengan KOH tidak memenuhi persyaratan karaginan yang diperdagangkan.
Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan soda abu sebagai bahan pengekstrak menghasilkan rendemen, kekuatan gel serta viskositas yang lebih baik dibandingkan dengan NaOH. Namun secara kimiawi penggunaan bahan pengekstrak soda abu lebih baik dibandingkan dengan NaOH. Penggunaan bahan pengekstrak tersebut tidak mempengaruhi kadar air, abu, abu tak larut asam serta kadar sulfat yang dihasilkan. Penggunaan bahan pengendap IPA menghasilkan rendemen, kekuatan gel serta viskositas paling baik. Namun secara ekonomis ekstraksi karaginan terbaik diperoleh dengan menggunakan kombinasi perlakuan larutan pengekstrak soda abu 0,5 % dan bahan penjendal KCl 3 %. Pada perlakuan ini rendemen yang dihasilkan sebesar 28,67%, dan kekuatan gel 193,3 g/cm2, kadar air 14.42%, kadar abu 19.07%, kadar abu tidak larut asam 0.12%, dan kadar sulfat 16.33%.
DAFTAR PUSTAKA