Aturan yang mewajibkan guru mengajar minimal 24 jam dan maksimal 40 jam tatap muka setiap minggu dirasakan memberatkan para guru. Aturan yang tertuang dalam UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) Pasal 35 ini membuat guru lelah dan lupa belajar.
“Aturan ini dikeluhkan para guru karena tugas guru dihitung berdasarkan jam tatap muka.Sementara, tugas guru yang lain, seperti membimbing kegiatan ekstrakulikuler, mejadi wali kelas dan menjadi guru piket tidak dianggap sebagai tugas dan tidak dihitung jamnya,” ujar Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti kepada SH, Rabu (8/10).
Dia menambahkan, dampak dari kewajiban mengajar minimal 24 jam dalam seminggu antara lain, guru kelelahan.
“Kebanyakan guru harus mengajar di lebih dari satu sekolah karena kalau hanya mengajar di satu sekolah, dia akan kekurangan jam mengajar. Guru yang terlalu sibuk mengajar, tidak sempat atau lupa belajar. Akibatnya, guru menjadi tidak berkualitas,” papar Retno.
Sekjen Forum Guru Independen Indonesia (FGII) Iwan Hermawan berpendapat, mestinya kegiatan perencanaan dan evaluasi serta remedial dimasukkan dalam aturan hitungan jam tatap muka. Dengan begitu, idealnya guru mengajar diperhitungkan sebagai 18 jam sekaligus untuk perencanaan dan guru mengevaluasi pembelajaran seharusnya dihitung sebanyak enam jam.
“Mengajar ekstrakurikuler harusnya diakui, termasuk mengajar di Pendidikan Ketrampilan dan Bimbingan Masyarakat,” kata Iwan.
Uji Materi
Retno menyarankan uji materi dilakukan terhadap Pasal 35 UUGD tersebut. Menurut dia, uji materi amat penting dilakukan karena Ayat 2 pada Pasal 35 UUGD tersebut mereduksi tugas guru yang disebutkan Ayat 1 pada pasal yang sama. Ayat 1 Pasal 35 jelas memerinci tugas guru yang bermacam-macam, beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan.
Namun, semua tugas guru tersebut dipersempit pada Ayat 2 pada pasal yang sama. Ayat 2 menyebutkan bahwa beban kerja guru sebagaimana yang dimaksud pada Ayat 1 adalah sekurang-kurangnya 24 jam tatap muka dan sebanyak-banyaknya 40 jam tatap muka dalam satu minggu.
“Ayat 2 justru mereduksi tugas guru pada Ayat 1. Jadi, pasal tersebut harus diuji materi,” kata Retno.
Menurut dia, uji materi UUGD dapat dilakukan ke Mahkamah Agung (MA) atas nama kualitas. Tapi, dia tak yakin para hakim MA akan memaham persoalan beban mengajar tersebut.
“Apalagi, proses uji materi di MA tertutup.Tidak ada dialog seperti uji materi di MK untuk mendengarkan keterangan saksi,” dia melanjutkan.
Meski begitu, dia berharap uji materi dilakukan di MK ketimbang di Mahkamah Agung. Sebab, banyak yang dirugikan oleh ketentuan tersebut. “Termasuk menghambat pendidikan Indonesia tentunya,” kata Retno.
Pengacara dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Jakarta Ahmad Biky mengatakan, uji materi di MK dapat dilakukan atas UUGD. Menurutnya, uji materi terhadap suatu pasal dalam undang-undang (UU) dapat dilakukan asalkan ada kerugian konstitusional yang disebabkan pasal tersebut.
“Yang tidak bisa diuji materi adalah peraturan di bawah UU, seperti peraturan pemerintah atau PP dan peraturan lainnya,” ujar dia.
Sementara, Direktur Yayasan LBH Jakarta, Febionesta, mengatakan perlu mengkaji secara hukum soal rencana uji materi aturan jam mengajar 24 jam tatap muka.
“Saya perlu mengkaji dulu, apakah bisa diuji materi,” kata lelaki yang biasa dipanggil Mayong ini.
Sumber : Sinar Harapan
http://sinarharapan.co/news/read/141008074/24-jam-mengajar-bebani-guru