Oleh Tri Weda Raharjo (Peneliti Komunikasi Pembangunan pada Badan Litbang Propinsi Jawa Timur, Balai Pengkajian dan Pengembangan Informasi Wilayah V Surabaya).
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah Mengetahui pendapat peserta didik terhadap pelaksanaan proses belajar dan mengajar pada SMK Negeri di Kota Kediri.
Pendekatan yang digunakan dalam peneltian ini adalah kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk menghitung besarnya efektifitas komunikasi, sedangkan pendekatan kualitatif diguna-kan sebagai upaya mengidentifikasi, memahami, menggambarkan, dan menginterprestasikan informasi secara komprehensif tentang efektifitas komunikasi dalam pelaksanaan proses belajar mengajar. Penelitian ini dilakukan pada SMK Negeri yang berada di wilayah Kota Kediri, yang berjumlah tiga sekolah yaitu: SMK Negeri I, II, dan III. Sampel penelitian 30 orang siswa (peserta didik) untuk setiap sekolah. Data dan informasi yang dibutuhkan dalam studi ini berupa data primer maupun data skunder. Data primer diperoleh melalui kuesioner yang disampaikan dan diisi oleh peserta didik (siswa). Sedangkan data skunder dapat diperoleh dari instansi terkait misalnya Pemkot, Dinas Pendidikan, dan Sekolah bersangkutan.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa (1) pelaksanaan kegiatan proses belajar mengajar (PBM) pada masing-masing SMK Negeri di Kota Kediri adalah ”efektif” untuk SMK Negeri I dan III, dan ”cukup efektif”, untuk SMK Negeri II; (2) Urutan Nilai Total penilaian siswa terhadap proses belajar mengajar adalah SMK Negeri 3, disusul SMK negeri 1, dan terakhir adalah SMK Negeri 2; (3) Ada beberapa unsur-unsur yang perlu diperhatikan dari komunikasi pada pelaksanaan proses belajar mengajar pada SMKN Kota Kediri ini, misalnya: pada SMKN 3 meskipun ranking pertama, namun terdapat unsur yang nilai sebutannya ” tidak baik” yaitu: unsur keadaan kelas tertib sebelum belajar dan perpindahan tempat duduk siswa secara bergilir. Hal ini juga terdapat pada SMKN 2 yaitu unsur penggunaan alat peraga untuk menjelaskan pelajaran, sedangkan pada SMKN 1 relatif seimbang untuk semua unsur.
Kata kunci: Efektifitas komunikasi, kompetensi guru
- PENDAHULUAN
Peningkatan kualitas guru yang merupakan bagian dari kualitas pendidikan secara keseluruhan merupakan salah satu masalah “serius” yang dihadapi oleh pemerintah. Berbagai upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu guru telah banyak dilakukan, seperti perbaikan berbagai regulasi, sarana-prasarana termasuk di dalamnya keperluan bahan pengajaran, perbaikan terhadap manajamen sekolah. Oleh karena itu program peningkatan kualitas SDM guru menjadi tema penting yang merupakan kebijakan pemerintah. Namun realitasnya kualitas guru sejak dulu tidak henti-hentinya selalu saja menjadi perbincangan dari berbagai kalangan.
Ada beberapa tantangan untuk peningkatan mutu dan tenaga kependidikan di Indonesia menurut Bank Dunia antara lain: Kekurangan guru, distribusi guru yang tidak merata, rendahnya kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan, ketidaksesuaian latar belakang pendidikan guru, rendahnya kesejahteraan, manajemen pendidik dan tenaga kependidikan yang belum tertata, kompleksitas implementasi UU Guru (Chan, 2005:53). Rendahnya mutu pendidikan kita antara lain disebabkan oleh pembiayaan anggaran kita yang masih rendah.
Sebagai gambaran betapa rendahnya pembiayaan pendidikan yang berakibat terhadap rendahnya kesejahteraan guru dapat dilihat pada perbandingan pembiayaan pendidikan dalam anggaran pembiayaan nasional tahun 2003 di 6 negara Asean yaitu Malaysia (25,5%), Timor-Leste (24,2%), Thailand (24,2%), Cambodia (18,3%), Philippines (16,2%) dan Indonesia menempati posisi yang paling kecil (8,5%)(Sources: ADB, Human Development Report, EFA Reports). |
Pengelolaan sekolah memang sangat rumit, bahkan Toffler dalam Tirtarahardja dan Sula (2000) menganalogikan sekolah dengan sebuah pabrik, dimana pendidikan sebagai suatu system yang merupakan proses mekanisme bahan mentah (raw input) berupa peserta didik dan setelah melalui tahapan “proses” menghasilkan keluaran (output) berupa tamatan/lulusan, dimana dalam proses dibutuhkan masukan lainnya berupa sarana penunjang serta tenaga kependidikan (instrumental input) dan kondisi lingkungan (environmental input) yang mendukung bagi terjaminnya proses pendidikan (belajar-mengajar). Lebih lanjut, Tirtahardja dan Sula (2000) membagi instrumental input meliputi: tenaga guru dan non guru, kurikulum, anggaran, adminsitrasi, dan prasarana/sarana. Sedangkan environmental input meliputi: sosial-budaya, kependudukan, keamanan, politik, ekonomi, dan lain-lain.
Sejalan dengan upaya-upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan, mengingat guru merupakan pemeran utama dalam proses belajar mengajar, dan guru dipandang sebagai gudang ilmu dan sekaligus tempat bertanya bagi siswa, maka kemampuan guru untuk mengajar mendesak untuk dikaji lebih mendalam. Hal ini dikarenakan guru sebagai “agen” yang mengubah kognitif, afektif, maupun psikomotorik peserta didik. Soedijarto (1993) mengemukakan bahwa peranan guru sebagai pengelola proses belajar-mengajar sangat menentukan kualitas proses belajar, yang pada akhirnya akan bermuara pada kualitas proses belajar, yang pada akhirnya akan bermuatan pada kualitas hasil belajar/mutu pendidikan, dalam hal ini adalah output pendidikan.
Pada era otonomi daerah yang termasuk di dalamnya otonomi pendidikan yang berorientasi pada manajemen berbasis sekolah, menuntut guru tidak sekedar melakukan transfer of knowledge saja, namun akan tetapi guru juga harus mampu menciptakan kondisi pembelajaran yang bermakna (learnig how to learn), efektif dan tepat sasaran. Guru harus memenuhi standar kompetensi sebagai seorang pendidik dan mengajar. Oleh karenanya kemampuan guru mengajar, dalam hal ini penguasaan materi maupun metode mengajar menjadi suatu persyaratan yang mutlak harus dipenuhi. Ujung tombak dari setiap kebijakan atau yang berkaitan dengan pendidikan, akhirnya berpulang pada makhluk yang bernama guru. Gurulah yang akan melaksanakan secara operasional segala bentuk pola, gerak (Sam M. Chan et. all, 2005: 54).
Pemerintah tidak henti-hentinya telah mengeluarkan berbagai regulasi dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan antara lain UUNo. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, PP 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan dan UU No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, yang didalamnya antara lain mengharuskan sertifikasi guru dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi guru. Kesemua regulasi tersebut tidak lain bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia yang selama ini masih dianggap masih ketinggalan dengan negara-negara lain. Setelah lahirnya Undang-Undang Guru dan dosen melalui UU Nomor 14 Tahun 2005, secara formal guru dan dosen menjadi profesi yang sangat diharapkan dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Kualitas pendidikan tentu bermuara pada kualifikasi sumber daya manusia, baik secara fisikal (kesehatan), psikologikal (mental), inteletual, afektif (sikap dan etik), termasuk spiritual (nilai-nilai relegius. Tugas guru sebagai penjaga moral atau kekuatan moral (moral force) harus disadari sepenuhnya oleh guru. Sebab, tuntutan tiga dari empat kompetensi yang harus dimimiliki guru bermuara pada tuntutan nilai-nilai kemanusiaan dan nilai moral, baik kompetensi pedagogik, kepribadian, maupun sosial. Oleh karena itu, kompetensi profesional menyangkut bidang keahliannya harus dibungkus oleh wilayah moral.
Sebagai “agen” yang mengubah kognitif, afektif, maupun psikomotorik peserta didik (siswa), maka interaksi antara guru dan peserta didik yang diwujudkan dengan komunikasi guru – peserta didik yang efektif menjadi sesuatu keharusan agar pelaksanaan ”transfer of knowledge” dapat berjalan dengan baik.
Menurut Wilbur Schram (dalam Senjaya, 1996), suatu proses atau kegiatan komunikasi akan berjalan baik apabila terdapat overlaping of interest (pertautan minat dan kepentingan) di antara sumber dan penerima, yang dalam proses pendidikan tentu sumber dan penerima ini adalah guru dan peserta didik. Sehingga agar pelaksanaan pembelajaran dapat berjalan dengan baik guru harus memahami kerangka referensi (frame of reference) yang dimiliki oleh peserta didik. Dimana kerangka referensi ini menunjukkan pengetahuan, kepentingan, orientasi yang dimiliki oleh peserta didik.
Untuk mengukur efektifitas komunikasi dalam pelaksanaan proses belajar oleh guru terhadap peserta didik, dapat dilakukan melalui survei terhadap pendapat peserta didik
- Permasalahan.
Permasalahan yang hendak dikaji adalah Bagaimana pendapat peserta didik terhadap pelaksanaan proses belajar dan mengajar pada SMK Negeri di Kota Kediri?
- Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah Mengetahui pendapat peserta didik terhadap pelaksanaan proses belajar dan mengajar pada SMK Negeri di Kota Kediri.
- Hasil Yang Diharapkan.
Hasil penelitian ini diharapkan untuk mendapatkan informasi tentang kualitas proses belajar dan mengajar pada SMK Negeri di Kota Kediri yang selanjutnya dapat dijadikan bahan kebijakan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan di Kota Kediri.
- Ruang Lingkup Studi.
Ruang lingkup penelitian ini adalah efektifitas komunikasi guru – peserta didik dalam pelaksanaan proses belajar pada SMK Negeri di Kota Kediri yang difokuskan pada penilaian peserta didik atas kegiatan dimaksud.
B. KERANGKA DASAR TEORI
- Kompetensi Guru
Secara garis besar kompetensi guru dapat dipengaruhi oleh faktor karakteristik guru itu sendiri, misalnya pengalaman, pendidikan terakhir yang ditempuh oleh guru itu sendiri, motivasi mengajar, selain dipengaruhi oleh karakteristik guru itu sendiri juga dapat dipengaruhi oleh sistem rekruitmen calon guru, sistem penempatan, dan sistem pembinaan tergadap guru. Tinggi rendahnya kompetensi guru dapat (patut) diduga berimplikasi pada hasil pendidikan yang salah satunya tercermin dari pencapaian hasil belajar siswa. Sedangkan menurut Notonegoro (Kompas, 2 Mei 2005) ada tiga peran yang dilakukan oleh pelaku pendidikan dengan segala perangkatnya. Pertama, memproses obyek didik untuk menjadi manusia yang berpikir (logis, kritis, dan obyektif) berlandaskan kekuatan kognitifnya. Kedua, melatih dan mengembangkan keterampilan obyek didik agar mampu menyesuaikan diri dalam corak kehidupan yang kian beragam. Karena itu kekuatan psikomotorik merupakan aspek pertama yang harus disentuh oleh obyek didik. Ketiga, menyosialisasikan nilai-nilai moral yang mampu menghargai dan meletakkan kehidupan pada tempat yang ideal.
Sebelum lahir UU No.14 tahun 2005 persoalan regulasi yang mengatur kompetensi guru telah banyak dihasilkan seperti rumusan kode etik jabatan guru (PGRI, 1989), rumusan sepuluh kompetensi guru (Ditjen Dikdasmen dan Ditjen Dikti, 1979/1980), UURI-SPN NO. 20 tahun 2003, PP No. 38 tahun 1992 (tentang Tenaga Kependidikan), serta Surat Edaran Bersama (Mendikbud dan Kepala BAKN No. 57686/MPK/1989 dan No. 381 SE/1989). Berdasarkan acuan tersebut kompetensi guru dapat soroti menjadi tiga lingkup, yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional. Pengelompokan kompetensi ini senada dengan pendapat Hamalik, 2002,” … kompetensi yang harus dimiliki seorang guru dalam jenjang apapun adalah kompetensi kepribadian, kompetensi kemasyarakatan, dan kompetensi professional”.
Ketiga jenis kompetensi itu saling berhubungan secara terpadu dalam diri dan karakteristik prilaku guru. Dalam banyak analisis tentang kompetensi guru, kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial umumnya dipandang sebagai satu kesatuan (Lardizabel,1977). Hal ini wajar karena tingkat sosialitas manusia (guru) dapat dipandang sebagai pengejawantahan pribadinya. Guru yang terampil mengajar harus pula memiliki pribadi yang baik dan mampu melakukan penyesuaian sosial dalam masyarakat.
Dalam substansi yang sama berkenaan dengan kompetensi guru, Direktorat Tenaga Kependidikan, Ditjen Dikdasmen telah mengembangkan standar kompetensi guru yang sejalan dengan tiga lingkup kompetensi yang disebutkan sebelumnya, yaitu kompetensi pengelolaan pembelajaran, pengembangan potensi dan penguasaan akademik. Pengembangan standar kompetensi guru tersebut diarahkan pada peningkatan mutu guru dan pola pembinaan guru yang terstruktur dan sistematis. Masing-masing lingkup kompetensi dimaksud mencakup seperangkat kemampuan yang digunakan mengkaji sampai sejauhmana lingkup kompetensi itu mempengaruhi mutu guru. Guru dinilai kompeten dan professional apabila ia telah memiliki ketiga lingkup kompetensi (Hamalik, 2002). Adapun rumusan ketiga lingkup kompetensi menurut Ditjen Dikdasmen adalah sebagai berikut: 1. Kompetensi Pengelolan Pembelajaran. Dalam hal ini meliputi: (a) penyusunan rencana pembelajaran; (b pelaksanaan interaksi belajar mengajar; (c) penilaian prestasi belajar peserta didik; (d) pelaksanaan tindak lanjut hasil penilaian prestasi belajar peserta didik; (e) pelaksanaan bimbingan belajar peserta didik. 2. Kompetensi Penguasaan Akademik Hal ini terdiri dari : (a) pemahaman wawasan kependidikan; (b) pengusaan bahan kajian akademik 3. Kompetensi pengembangan potensi. Sedangkan kompetensi pengembangan potensi meliputi : (a) pengembangan diri dan (b) pengembangan profesi. Sedangkan menurut Djiwandono (2002) kompetensi guru yang efektif dalam mencapai hasil belajar yang diharapkan harus dapat memiliki empat bidang kompetensi. Adapun empat bidang kompetensi itu adalah 1) memiliki pengetahuan tenteng teori belajar dan tingkah laku manusia; 2) menunjukkan sikap dalam membantu siswa belajar dan memupuk hubungan dengan manusia lain secara tulus; 3) menguasai mata pelajaran yang diajarkan; 4) mengontrol ketrampilan teknik mengajar sehingga memudahkan siswa belajar.
Proses pembelajaran di kelas perlu diperhatikan sedimikian rupa agar pendidikan dan pengajaran dapat berhasil. Kompetensi dalam hal pengelolaan proses belajar mengajar (PBM) sering diabaikan dibanding lainnya. Padahal tidak mustahil kegagalan siswa disebabkan lemahnya PBM. Di sisi lain, kompetensi dalam hal pendidikan dan pengajaran dikatakan berhasil, bila PBM dikelola secara baik dan hasilnya tampak dari perubahan positif pada diri anak didik.
Adapun dimensi pengelolaan PBM berkenaan dengan lingkup-lingkup yang membentuknya meliputi hal-hal berikut ini (Sudjana, 2001). 1. Tujuan pengajaran. 2. Bahan pengajaran. 3. Kondisi siswa dan kegiatan belajarnya. 4. Kondisi guru dan kegaitan mengajarnya. 5. Alat dan sumber belajar yang digunakannya. 6. Tehnik dan cara pelaksanaan penilaian.
Sedangkan menurut Sudjana (2001) lingkup belajar mengajar dapat disoroti berdasarkan hal-hal berikut: 1. Penguasaan mata pelajaran, 2. Ketrampilan mengajar, 3. Cara mengajar dan menilai, 4. Pengalaman mengajar dan keterampilan berkomunikasi, 5. Kemauan dan kemampuan memberikan bantuan serta bimbingan kepada siswa, 6. Hubungan guru dengan para siswa.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pada pasal 28 ayat (3) menyebutkan bahwa kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: a. Kompetensi pedagogik; b. Kompetensi kepribadian; c. Kompetensi profesional; d. Kompetensi sosial.
- Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki( (penjelasan pasal 28 ayat 3 butir a PP 19 tahun 2005). Kompetensi paedagogik mengharuskan guru memiliki jiwa pendidik mendarah daging. Artinya, nilai-nilai pendidikan tidak sekedar dihafal secara teoritis, tetapi telah menjadi bagian dari perilaku dirinya[1]. Kompetensi pedagogik, sub-komponen pengelolaan pembelajarannya berupa penyusunan rencana pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, penilaian prestasi anak didik dan tindak lanjut hasilnya[2]. Kompetensi paedagogik meliputi pemahaman wawasan/landasan terhadap kependidikan, peserta didik, kurikulum, perancangan pembelajaran yang dialogis dan mendidik, pelaksanaan pembelajaran, sampai kepada pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya[3].
- Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan beraklak mulia (penjelasan pasal 28 ayat 3 butir b PP 19 tahun 2005). Kompetensi kepribadian, mengisyaratkan adanya kepemilikan pribadi yang paripurna (insan kamil). Dengan demikian, diharapkan pribadi guru menjadi personifikasi nilai-nilai, bukan sekedar kamuflase, sehingga menjadi contoh nyata yang dapat diteladani siswa[4]. Selain guru harus memiliki landasan pedagogis yang sangat kuat, guru harus memiliki kepribadian sebagai insan kamil yang secara konkret dapat dijadikan acuan oleh siswa dalam menemukan contoh pribadi yang memiliki relegiusitas, moral, dan etik.
Lebih lanjut kompetensi kepribadian menurut Saiful Adi diantaranya: (1) kemampuan yang berhubunngan dengan pengalaman ajaran agama sesuai dengan keyakinan agama yang dianutnya; (2) kemampuan untuk menghormati dan menghargai antarumat beragama; (3) kemampuan untuk berperilaku sesuai dengan norma, aturan, dan sistem nilai yang berlaku di masyarakat;(4) mengembangkan sifat-sifat terpuji sebagai seorang guru misalnya sopan santun dan tata krama dan; (5) bersikap demokratis dan terbuka terhadap pembaharuan dan kritik[5].
- Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan (penjelasan pasal 28 ayat 3 butir c PP 19 tahun 2005). Istilah profesionalisme berasal dari profesion, mengandung arti yang sama dengan occupation atau pekerjaan yang memerlukan keahlian dan diperoleh melalui pendidikan atau pelatihan khusus.
Dengan kata lain, profesi dapat diartikan sebagai suatu bidang keahlian untuk menangani lapangan kerja tertentu yang dibutuhkan. Profesional mengandung makna yang lebih luas dari hanya berkualitas tinggi dalam hal teknis. Dalam hal ini, profesional juga bisa dimaknai sebagai ahli (expert), tanggungjawab (responsibility), baik inteketual maupun moral, dan memiliki rasa kesejawatan[6]. Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang RI No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah tentang standar Nasional Pendidikan (SNP) menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional. Untuk itu mereka dipersyaratkan memiliki kualifikasi akademik minimal sarjana atau diploma IV (S1 /D4) yang relevan dang menguasai kompetensi sebagai agen pembelajaran. Pemenuhan persyaratan kualifikasi akademik minimal S1 atau D 4 dibuktikan dengan ijazah dan persyaratan relevansi mengacu pada jenjang pendidikan yang dimiliki dan mata pelajaran yang dibina. Misalnya guru SD dipersyaratkan lulusan S1/D4 jurusan program studi PGSD/Psikologi/ Pendidikan lainnya, sedangkan guru matematika SMP, MTs, SMA/MA, dan SMK dipersyarakatkan lulusan S-1/D4 jurusan atau program studi matematika atau pendidikan matematika. Pemenuhan persyaratan penguasaan kompetensi sebagai agen pembelajaran yang meliputi kompetensi keperibadian, kompetensi pedagogik, kompetensi profesional dan kompetensi sosial dibuktikan dengan sertifikasi pendidik.
- Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar (penjelasan pasal 28 ayat 3 butir d PP 19 tahun 2005). Kompetensi sosial bermakna guru dituntut mampu berperan maksimal dan ideal dalam berbagai tatanan pergaulan dengan berbagai kalangan dan variasi pandangan[7]. Kompetensi sosial, yaitu berpartisipasi dalam kegiatan kelembagaan dan kemasyarakatan.[8] Kompetensi sosial menurut Herkulanus Agus[9] (hakekatnya hampir sama dengan penjelasan pasal 28 ayat 3 butir d PP 19 tahun 2005) merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, tenaga kependidikan, orang tua atau wali dan masyarakat sekitar.
Sedangkan menurut Saiful Adi kompetensi sosial adalah berhubungan dengan kemampuan guru sebagai anggota masyarakat dan sebagai makhluk sosial, meliputi: (1) kemampuan untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan teman sejawat untuk meningkatkan kemampuan profesional; (2) kemampuan untuk mengenal dan memahami fungsi-fungsi setiap lembaga kemasyarakatan dan;(3) kemampuan untuk menjalin kerjasama baik secara individual maupun secara kelompok[10].
- Efektifitas Komunikasi
Menurut Lasswell persoalan komunikasi menyangkut lima pertanyaan sederhana (Senjaya, 1996) sebagai berikut :
WHO (Siapa) ………………………………………………Analisis Sumber
SAY WHAT (mengatakan apa)…………………..Analisis Isi Pesan
IN WHICH CHANNEL (melalui saluran apa)………Analisis Media
TO WHOM (kepada siapa)………………………Analisis Khalayak
WITH WHAT EFFECT (dengan akibat apa)……Analisis Dampak
Dalam proses belajar mengajar (PBM) Sumber komunikasi adalah guru, walaupun ketika proses berjalan bisa terjadi komunikasi interaktif (bolak-balik) antara guru dan peserta didik, namun sumber komunikasi yang dominan adalah guru.
Isi pesan dalam kegiatan PBM tentu saja materi belajar yang diampu oleh masing-masing guru, dengan berbagai bentuk dan model dibuat oleh guru agar ketika menerangkan materi tersebut menarik sehingga mudah dipahami.
Media yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan PBM dengan majunya tehnologi informasi saat ini semakin beragam. Dapat menggunakan overhead projector, memanfaatkan internet (e-mail), ataupun cara konvensional, memanfaatkan alam dan lain sebagainya.
Khalayak atau penerima adalah peserta didik yang tentunya memiliki latar belakang kondisi yang tidak selalu sama, baik tingkat kecerdasan, latar belakang keluarga, maupun motivasinya.
Dampak yang diharapkan dari pelaksanaan PBM adalah difahaminya materi ajar oleh peserta didik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, sebagaimana telah disusun dalam rencana pembelajaran.
Lebih lanjut Wilbur Schram (Senjaya,1996), menyatakan bahwa suatu proses atau kegiatan komunikasi akan berjalan baik apabila terdapat overlapping of interest (pertautan minat dan kepentingan) di antara sumber dan penerima pesan. Untuk terjadinya overlapping of interest dituntut adanya persamaan tingkatan relatif dalam hal kerangka referensi (frame of reference) dari kedua pelaku komunikasi (sumber dan penerima pesan).
Kerangka referensi antara lain adalah tingkat pendidikan, pengetahuan, latar belakang budaya, kepentingan dan orientasi. Sehingga dalam hal ini guru harus memahami benar tentang kondisi peserta didiknya agar pelaksanaan PBM dapat berjalan efektif.
Gambar 1. Overlaping of Interest
A B
Frame of reference M Frame of reference
Keterangan :
A dan B : para pelaku komunikasi (Guru dan Peserta didik)
M : Message (pesan)
Semakin besar tingkat persamaan dalam hal kerangka referensi, semakin besar pula overlapping of interest, dan ini berarti akan semakin mudah proses komunikasi berlangsung. Sehingga apabila kita ingin berkomunikasi dengan baik dengan seseorang, maka kita harus mengolah dan menyampaikan pesan dalam bahasa dan cara sesuai dengan tingkat pengetahuan, pengalaman, orientasi dan latar belakang budayanya. Dengan kata lain pihak sumber perlu mengenali karakteristik individual, sosial dan budaya dari pihak yang menerima.
Dalam praktek komunikasi yang terjadi antara sumber dan penerima ini sering tidak berjalan dengan baik karena ada gangguan (noise). Gangguan ini antara lain bisa menimbulkan tidak dapat diterimanya pesan secara baik, dan adanya salah interpretasi. Gangguan yang dimaksud disini umumnya menunjuk pada faktor-faktor fisik ataupun psikologis yang dapat mempengaruhi penyampaian pesan.
Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar (PBM) pun demikian pula adanya, pengaruh-pengaruh suara gaduh atau bising, gema suara yang timbul karena konstruksi ruangan, suhu udara yang panas, tingkat kepadatan siswa yang tinggi sehingga mempengaruhi tingkat konsentrasi, adalah contoh-contoh faktor fisik yang dapat menggangu proses komunikasi. (belajar mengajar). Sementara faktor-faktor psikologis yang dapat menggangu proses komunikasi misalnya rasa takut, grogi atau emosi. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan ketanggapan manajemen sekolah, maupun kompetensi yang holistik dari guru yang mengajar.
- Kerangka Pikir Penelitian
Berdasarkan kajian pustaka tersebut, maka dapat disajikan alur kerangka pikir penelitian sebagai berikut:
Gambar 2 Kerangka Pikir Penelitian
Agar komunikasi dalam proses belajar mengajar (PBM) berjalan secara efektif, secara khusus diperlukan kompetensi pedagogik, walaupun kompetensi yang lain secara keseluruhan juga diperlukan. Dengan demikian semakin bagus kompetensi guru, dan secara khusus kompetensi paedagogiknya, maka komunikasi PBMnya pun semakin efektif.
C. METODE PENELITIAN
- Jenis dan Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam peneltian ini adalah kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk menghitung besarnya efektifitas komunikasi, sedangkan pendekatan kualitatif digunakan sebagai upaya mengidentifikasi, memahami, menggambarkan, dan menginterprestasikan informasi secara komprehensif tentang efektifitas komunikasi dalam pelaksanaan proses belajar mengajar.
- Lokasi, Populasi dan Sampel penelitian
Penelitian ini dilakukan pada SMK Negeri yang berada di wilayah Kota Kediri, yang berjumlah tiga sekolah yaitu: SMK Negeri I, II, dan III. Sedangkan Populasi penelitian adalah seluruh siswa pada ketiga SMK Negeri tersebut, dengan sampel penelitian 30 orang siswa (peserta didik) untuk setiap sekolah.
- Jenis Data dan Teknik pengumpulan data
Data dan informasi yang dibutuhkan dalam studi ini berupa data primer maupun data skunder. Data primer diperoleh melalui kuesioner yang disampaikan dan diisi oleh peserta didik (siswa). Sedangkan data skunder dapat diperoleh dari instansi terkait misalnya Pemkot, Dinas Pendidikan, dan Sekolah bersangkutan.
- Definisi Operasional
Untuk memperjelas penelitian ini, maka perlu diberikan definisi operasional dan disertakan pula berbagai indikator-indikator. Adapun definisi operasional dan indikator adalah sebagai berikut:
Efektifitas Komunikasi, adalah seberapa efektif komunikasi yang dibangun oleh guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar yang diukur melalui jawaban siswa terhadap pelaksanaan kegiatan ini. Adapun jawaban siswa bersifat multiple choice, dengan nilai 1 untuk jawaban yang paling rendah, 2 untuk jawaban berikutnya, dan 3 untuk jawaban paling tinggi (bagus).
Adapun indikator yang di ”break down” langsung ke pertanyaan kepada siswa adalah sebagai berikut:
- Cara guru menerangkan pelajaran, dengan pilihan jawaban: tidak menarik (1), kurang menarik (2) dan menarik (3);
- Keadaan kelas sudah tertib sebelum guru mengajar, dengan pilihan jawaban: tidak tertib (1), tertib (2) dan selalu tertib (3);
- Perpindahan tempat duduk siswa secara bergilir, dengan pilihan jawaban: tidak pernah (1), kadang-kadang (2) dan selalu (3);
- Sewaktu memulai pelajaran, guru mengulang pelajaran yang lalu, dengan pilihan jawaban: tidak pernah (1), kadang-kadang (2) dan selalu (3);
- Setelah menerangkan pelajaran, guru memberi tugas (soal-soal) di kelas kepada siswa, dengan pilihan jawaban: tidak pernah (1), kadang-kadang (2) dan selalu (3);
- Setelah siswa menyelesaikan tugas, guru memeriksa tugas siswa, dengan pilihan jawaban: tidak pernah (1), kadang-kadang (2) dan selalu (3);
- Setelah guru memeriksa hasil pekerjaan siswa, maka guru akan memberikan nilai, dengan pilihan jawaban: tidak pernah (1), kadang-kadang (2) dan selalu (3);
- Guru mengembalikan hasil pekerjaan siswa, dengan pilihan jawaban: tidak pernah (1), kadang-kadang (2) dan selalu (3);
- Guru menjelaskan kembali hasil pekerjaan siswa yang salah, dengan pilihan jawaban: tidak pernah (1), kadang-kadang (2) dan selalu (3);
- Guru memberikan pekerjaan rumah, setelah pelajaran selesai, dengan pilihan jawaban: tidak pernah (1), kadang-kadang (2) dan selalu (3);
- Pada umumnya siswa paham terhadap penjelasan guru berkaitan dengan mata pelajaran yang disampaikan, dengan pilihan jawaban: tidak pernah (1), kadang-kadang (2) dan selalu (3);
- Guru memeriksa pekerjaan rumah yang telah dibuat siswa, dengan pilihan jawaban: tidak pernah (1), kadang-kadang (2) dan selalu (3);
- Yang sering dilakukan guru ketika siswa mengerjakan tugas di kelas, dengan pilihan jawaban: Meningggalkan kelas (1), Diam saja (2) dan Membimbing siswa dan memperhatikan siswa (3);
- Guru memulai pelajaran tepat waktu, dengan pilihan jawaban: tidak pernah (1), kadang-kadang (2) dan selalu (3);
- Guru mengakhiri pelajaran tepat waktu, dengan pilihan jawaban: tidak pernah (1), kadang-kadang (2) dan selalu (3);
- Bila siswa tidak memperhatikan pelajaran, tindakan yang sering dilakukan guru, dengan pilihan jawaban: Guru tidak meduli (1), Guru menyuruh siswa ke depan kelas (2) dan Guru menegur/ memberikan pertanyaan (3);
- Apresiasi terhadap siswa yang menjawab pertanyaan guru dengan benar, dengan pilihan jawaban siswa adalah: guru tidak melakukan apa-apa (1), guru tersenyum (2) dan guru memberi pujian dan menepuk pundak murid (3);
- Sewaktu mengajar, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya, dengan pilihan jawaban: tidak pernah (1), kadang-kadang (2) dan selalu (3);
- Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi dalam kelompok, dengan pilihan jawaban: tidak pernah (1), kadang-kadang (2) dan selalu (3);
- Kejelasan suara guru sewaktu guru mengajar, dengan pilihan jawaban: tidak jelas (1), kurang jelas (2) dan jelas (3);
- Kemudahan mengerti bahasa yang dipergunakan oleh guru dalam mengajar, dengan pilihan jawaban: sulit (1), kurang mudah (2) dan Mudah (3);
- Penggunaan contoh-contoh sewaktu mengajar oleh guru, dengan pilihan jawaban: tidak pernah (1), kadang-kadang (2) dan selalu (3);
- Penggunaan alat peraga sewaktu menjelaskan pelajaran oleh guru, dengan pilihan jawaban: tidak pernah (1), kadang-kadang (2) dan selalu (3).
- D. Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif, baik kuantifikasi data maupun penjelasan deskriptif hasil penilaian peserta didik (siswa) terhadap efektifitas pelaksanaan komunikasi dalam proses belajar mengajar pada tiga SMK Negeri di Kota Kediri.
Langkah-langkah dalam analisis kualitatif deskriptif dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
- Data yang terkumpul disusun dalam bentuk tabulasi dengan menghitung frekuensi dalam nilai mutlak dan persentase;
- Dilakukan analisis deskriptif untuk mengetahui gambaran tentang efektifitas komunikasi dalam pelaksanaan proses belajar mengajar pada tiga SMK Negeri Kota Kediri, dengan menggunakan beberapa pendekatan seperti metode grafis dan analisis tabulasi silang (crostabulation).
- Menghitung nilai masing-masing nilai indikator, maupun nilai total penilai siswa atas efektifitas komunikasi proses belajar mengajr baik tiap-tiap sekolah maupun terhadap seluruh sekolah yang diteliti secara komparasi.
Adapun rumus untuk masing-masing indeks maupun keseluruhan adalah sebagai berikut:
- Nilai Unsur = ((1*f)+(2*f)+(3*f))
∑f
dimana f adalah frekuensi jawaban responden untuk yang bernilai persepsi 1 maupun 2, dan 3, sedangkan ∑f adalah jumlah responden.
- Nilai Total = ∑ Nilai Indikator
∑Indikator
- Diberikan penjelasan secara deskriptif terutama terhadap upaya menggambarkan keadaan yang terungkap berdasarkan nilai-nilai yang terdapat dalam perhitungan Nilai indikator, dan Nilai Total terhadap masing-masing sekolah.
Interpretasi/ sebutan terhadap nilai indikator, maupun nilai total nampak pada tabel sebagai berikut:
Tabel 1. Interpretasi Nilai Indikator dan Nilai Total
Nilai Persepsi |
Nilai Unsur, dan Nilai Total |
Konversi Nilai Unsur dan Nilai Total |
Interpretasi/ Sebutan |
1 |
1,00 – 1,68 |
33,30 – 55,90 |
Tidak baik/Efektif |
2 |
1,69– 2,23 |
56,00 – 77,30 |
Cukup baik/ Efektif |
3 |
2,24 – 3,00 |
77,31 – 100,00 |
Baik/ Efektif |
- E. Temuan dan Pembahasan
Untuk menjelaskan bagian ini, diuraikan temuan pada masing-masing sekolah dan diberikan uraian pembahasan pada hasil temuan tersebut, masing-masing mulai SMK Negeri I, II, dan III Kota Kediri.
- SMK Negeri I Kediri
Nilai skor total terhadap jawaban atas seluruh pertanyaan (dua puluh tiga pertanyaan) adalah 2,35 atau nilai konversi sebesar 78,45 yang berarti komunikasi proses belajar mengajar berjalan secara “Efektif”, dengan rincian untuk masing-masing indikator/ pertanyaan sebagai berikut:
- Cara guru menerangkan pelajaran, nilai skor 2,43 atau nilai konversi sebesar 81,11 yang berarti “baik”, dengan rincian 17 orang siswa menjawab kurang menarik dan 13 orang menjawab menarik;
- Keadaan kelas sudah tertib sebelum guru mengajar, nilai skor 2,50 atau nilai konversi sebesar 83,33 yang berarti “baik”, dengan rincian 15 orang siswa menjawab tertib dan 15 orang menjawab selalu tertib;
- Perpindahan tempat duduk siswa secara bergilir, nilai skor 2,20 atau nilai konversi sebesar 73,33 yang berarti “cukup baik”, dengan rincian 8 orang siswa menjawab tidak pernah, 8 orang menjawab kadang-kadang dan 14 orang siswa menjawab selalu;
- Sewaktu memulai pelajaran, guru mengulang pelajaran yang lalu, nilai skor 2,13 atau nilai konversi sebesar 71,11 yang berarti “cukup baik”, dengan rincian 3 orang siswa menjawab tidak pernah, 20 orang menjawab kadang-kadang dan 7 orang siswa menjawab selalu;
- Setelah menerangkan pelajaran, guru memberi tugas (soal-soal) di kelas kepada siswa, nilai skor 2,33 atau nilai konversi sebesar 77,78 yang berarti “baik”, dengan rincian: 20 orang menjawab kadang-kadang dan 10 orang siswa menjawab selalu;
- Setelah siswa menyelesaikan tugas, guru memeriksa tugas siswa, nilai skor 2,30 atau nilai konversi sebesar 76,67 yang berarti “cukup baik”, dengan rincian 1 orang siswa menjawab tidak pernah, 18 orang menjawab kadang-kadang dan 11 orang siswa menjawab selalu;
- Setelah guru memeriksa hasil pekerjaan siswa, maka guru akan memberikan nilai, nilai skor 2,33 atau nilai konversi sebesar 77,78 yang berarti “baik”, dengan rincian 1 orang siswa menjawab tidak pernah, 18 orang menjawab kadang-kadang dan 11 orang siswa menjawab selalu;
- Guru mengembalikan hasil pekerjaan siswa, nilai skor 2,40 atau nilai konversi sebesar 80,00 yang berarti “baik”, dengan rincian 2 orang siswa menjawab tidak pernah, 14 orang menjawab kadang-kadang dan 14 orang siswa menjawab selalu;
- Guru menjelaskan kembali hasil pekerjaan siswa yang salah, nilai skor 2,33 atau nilai konversi sebesar 77,78 yang berarti “baik”, dengan rincian 2 orang siswa menjawab tidak pernah, 16 orang menjawab kadang-kadang dan 12 orang siswa menjawab selalu;
- Guru memberikan pekerjaan rumah, setelah pelajaran selesai, nilai skor 2,20 atau nilai konversi sebesar 73,33 yang berarti “cukup baik”, dengan rincian: 24 orang menjawab kadang-kadang dan 6 orang siswa menjawab selalu;
- Pada umumnya siswa paham terhadap penjelasan guru berkaitan dengan mata pelajaran yang disampaikan, nilai skor 2,07 atau nilai konversi sebesar 68,89 yang berarti “cukup baik”, dengan rincian 1 orang siswa menjawab tidak pernah, 26 orang menjawab kadang-kadang dan 3 orang siswa menjawab selalu;
- Guru memeriksa pekerjaan rumah yang telah dibuat siswa, nilai skor 2,30 atau nilai konversi sebesar 76,67 yang berarti “cukup baik”, dengan rincian 1 orang siswa menjawab tidak pernah, 19 orang menjawab kadang-kadang dan 10 orang siswa menjawab selalu;
- Yang sering dilakukan guru ketika siswa mengerjakan tugas di kelas, nilai skor 2,03 atau nilai konversi sebesar 67,78 yang berarti “cukup baik”, dengan rincian 9 orang siswa menjawab meningggalkan kelas, 11 orang menjawab diam saja dan 10 orang siswa menjawab membimbing siswa dan memperhatikan siswa;
- Guru memulai pelajaran tepat waktu, nilai skor 2,20 atau nilai konversi sebesar 73,33 yang berarti “cukup baik”, dengan rincian 4 orang siswa menjawab tidak pernah, 16 orang menjawab kadang-kadang dan 10 orang siswa menjawab selalu;
- Guru mengakhiri pelajaran tepat waktu, nilai skor 2,50 atau nilai konversi sebesar 83,33 yang berarti “baik”, dengan rincian 4 orang siswa menjawab tidak pernah, 2 orang menjawab kadang-kadang dan 24 orang siswa menjawab selalu;
- Bila siswa tidak memperhatikan pelajaran, tindakan yang sering dilakukan guru, nilai skor 2,67 atau nilai konversi sebesar 88,89 yang berarti “baik”, dengan rincian 4 orang siswa menjawab Guru tidak meduli, 2 orang menjawab Guru menyuruh siswa ke depan kelas dan 24 orang siswa menjawab Guru menegur/ memberikan pertanyaan;
- Apresiasi terhadap siswa yang menjawab pertanyaan guru dengan benar, nilai skor 1,83 atau nilai konversi sebesar 61,11 yang berarti “cukup baik”, dengan rincian 17 orang siswa menjawab tidak pernah, 1 orang menjawab kadang-kadang dan 12 orang siswa menjawab selalu;
- Sewaktu mengajar, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya, nilai skor 2,87 atau nilai konversi sebesar 95,56 yang berarti ”baik”, dengan rincian: 4 orang menjawab kadang-kadang dan 26 orang siswa menjawab selalu;
- Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi dalam kelompok, nilai skor 2,10 atau nilai konversi sebesar 70,00 yang berarti “cukup baik”, dengan rincian 2 orang siswa menjawab tidak pernah, 23 orang menjawab kadang-kadang dan 5 orang siswa menjawab selalu;
- Kejelasan suara guru sewaktu guru mengajar, nilai skor 2,77 atau nilai konversi sebesar 92,22 yang berarti “baik”, dengan rincian: 7 orang menjawab kurang jelas dan 23 orang siswa menjawab jelas;
- Kemudahan mengerti bahasa yang dipergunakan oleh guru dalam mengajar, nilai skor 2,30 atau nilai konversi sebesar 76,67 yang berarti “cukup baik”, dengan rincian: 21 orang menjawab kurang mudah dan 9 orang siswa menjawab mudah;
- Penggunaan contoh-contoh sewaktu mengajar oleh guru, nilai skor 2,70 atau nilai konversi sebesar 90,00 yang berarti ”baik”, dengan rincian: 9 orang menjawab kadang-kadang dan 21 orang siswa menjawab selalu;
- Penggunaan alat peraga sewaktu menjelaskan pelajaran oleh guru, nilai skor 2,63 atau nilai konversi sebesar 87,78 yang berarti “baik”, dengan rincian: 11 orang menjawab kadang-kadang dan 19 orang siswa menjawab selalu.
- SMK Negeri II Kediri
Nilai skor total terhadap jawaban atas seluruh pertanyaan (dua puluh tiga pertanyaan) adalah 2,30 atau nilai konversi sebesar 76,52 yang berarti komunikasi proses belajar mengajar berjalan secara “Cukup efektif”, dengan rincian untuk masing-masing unsur sebagai berikut:
- Cara guru menerangkan pelajaran, nilai skor 2,63 atau nilai konversi sebesar 87,78 yang berarti “baik”, dengan rincian 1 orang siswa menjawab tidak menarik, 9 orang siswa menjawab kurang menarik dan 20 orang menjawab menarik.
- Keadaan kelas sudah tertib sebelum guru mengajar, nilai skor 1,87 atau nilai konversi sebesar 62,22 yang berarti “cukup baik”, dengan rincian 7 orang siswa menjawab tidak tertib, 20 orang siswa menjawab tertib dan 3 orang menjawab selalu tertib.
- Perpindahan tempat duduk siswa secara bergilir, nilai skor 1,90 atau nilai konversi sebesar 63,33 yang berarti “cukup baik”, dengan rincian 16 orang siswa menjawab tidak pernah, 1 orang menjawab kadang-kadang dan 13 orang siswa menjawab selalu.
- Sewaktu memulai pelajaran, guru mengulang pelajaran yang lalu, nilai skor 2,03 atau nilai konversi sebesar 67,78 yang berarti “cukup baik”, dengan rincian 5 orang siswa menjawab tidak pernah, 19 orang menjawab kadang-kadang dan 6 orang siswa menjawab selalu.
- Setelah menerangkan pelajaran, guru memberi tugas (soal-soal) di kelas kepada siswa, nilai skor 2,47 atau nilai konversi sebesar 82,22 yang berarti “baik”, dengan rincian: 16 orang menjawab kadang-kadang dan 14 orang siswa menjawab selalu.
- Setelah siswa menyelesaikan tugas, guru memeriksa tugas siswa, nilai skor 2,37 atau nilai konversi sebesar 78,89 yang berarti “baik”, dengan rincian 2 orang siswa menjawab tidak pernah, 15 orang menjawab kadang-kadang dan 13 orang siswa menjawab selalu.
- Setelah guru memeriksa hasil pekerjaan siswa, maka guru akan memberikan nilai, nilai skor 2,37 atau nilai konversi sebesar 78,89 yang berarti “baik”, dengan rincian 5 orang siswa menjawab tidak pernah, 9 orang menjawab kadang-kadang dan 16 orang siswa menjawab selalu.
- Guru mengembalikan hasil pekerjaan siswa, nilai skor 2,30 atau nilai konversi sebesar 76,67 yang berarti “cukup baik”, dengan rincian 6 orang siswa menjawab tidak pernah, 9 orang menjawab kadang-kadang dan 15 orang siswa menjawab selalu.
- Guru menjelaskan kembali hasil pekerjaan siswa yang salah, nilai skor 2,20 atau nilai konversi sebesar 73,33 yang berarti “cukup baik”, dengan rincian 6 orang siswa menjawab tidak pernah, 12 orang menjawab kadang-kadang dan 12 orang siswa menjawab selalu.
- Guru memberikan pekerjaan rumah, setelah pelajaran selesai, nilai skor 2,13 atau nilai konversi sebesar 71,11 yang berarti “cukup baik”, dengan rincian: 1 orang siswa menjawab tidak pernah, 24 orang menjawab kadang-kadang dan 5 orang siswa menjawab selalu.
- Pada umumnya siswa paham terhadap penjelasan guru berkaitan dengan mata pelajaran yang disampaikan, nilai skor 2,23 atau nilai konversi sebesar 74,44 yang berarti “cukup baik”, dengan rincian 3 orang siswa menjawab tidak pernah, 17 orang menjawab kadang-kadang dan 10 orang siswa menjawab selalu.
- Guru memeriksa pekerjaan rumah yang telah dibuat siswa, nilai skor 2,37 atau nilai konversi sebesar 78,89 yang berarti “baik”, dengan rincian 2 orang siswa menjawab tidak pernah, 15 orang menjawab kadang-kadang dan 13 orang siswa menjawab selalu.
- Yang sering dilakukan guru ketika siswa mengerjakan tugas di kelas, nilai skor 2,13 atau nilai konversi sebesar 71,11 yang berarti “cukup baik”, dengan rincian 6 orang siswa menjawab meninggalkan kelas, 14 orang menjawab diam saja dan 10 orang siswa menjawab membimbing siswa dan memperhatikan siswa.
- Guru memulai pelajaran tepat waktu, nilai skor 2,50 atau nilai konversi sebesar 83,33 yang berarti “baik”, dengan rincian 3 orang siswa menjawab tidak pernah, 9 orang menjawab kadang-kadang dan 18 orang siswa menjawab selalu.
- Guru mengakhiri pelajaran tepat waktu, nilai skor 2,27 atau nilai konversi sebesar 75,56 yang berarti “cukup baik”, dengan rincian 22 orang menjawab kadang-kadang dan 8 orang siswa menjawab selalu.
- Bila siswa tidak memperhatikan pelajaran, tindakan yang sering dilakukan guru, nilai skor 2,83 atau nilai konversi sebesar 94,44 yang berarti “baik”, dengan rincian 2 orang menjawab Guru tidak peduli, 1 orang menjawab Guru menyuruh siswa ke depan kelas dan 27 orang siswa menjawab Guru menegur/ memberikan pertanyaan.
- Apresiasi terhadap siswa yang menjawab pertanyaan guru dengan benar, nilai skor 1,90 atau nilai konversi sebesar 63,33 yang berarti “cukup baik”, dengan rincian 15 orang siswa menjawab tidak pernah, 3 orang menjawab kadang-kadang dan 12 orang siswa menjawab selalu.
- Sewaktu mengajar, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya, nilai skor 2,87 atau nilai konversi sebesar 95,56 yang berarti ”baik”, dengan rincian 1 orang siswa menjawab tidak pernah, 2orang menjawab kadang-kadang dan 27 orang siswa menjawab selalu.
- Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi dalam kelompok, nilai skor 2,20 atau nilai konversi sebesar 73,33 yang berarti “cukup baik”, dengan rincian 2 orang siswa menjawab tidak pernah, 20 orang menjawab kadang-kadang dan 8 orang siswa menjawab selalu.
- Kejelasan suara guru sewaktu mengajar, nilai skor 2,80 atau nilai konversi sebesar 93,33 yang berarti “baik”, dengan rincian: 6 orang menjawab kurang jelas dan 24 orang siswa menjawab jelas.
- Kemudahan mengerti bahasa yang dipergunakan oleh guru dalam mengajar, nilai skor 2,37 atau nilai konversi sebesar 78,89 yang berarti “baik”, dengan rincian: 2 orang menjawab sulit, 15 orang menjawab kurang mudah dan 13 orang siswa menjawab mudah.
- Penggunaan contoh-contoh sewaktu mengajar oleh guru, nilai skor 2,43 atau nilai konversi sebesar 81,11 yang berarti ”baik”, dengan rincian: 1 orang menjawab tidak pernah, 15 orang menjawab kadang-kadang dan 14 orang siswa menjawab selalu.
- Penggunaan alat peraga sewaktu menjelaskan pelajaran oleh guru, nilai skor 1,63 atau nilai konversi sebesar 54,44 yang berarti “tidak baik”, dengan rincian: 12 orang menjawab tidak pernah, 17 orang menjawab kadang-kadang dan 1 orang siswa menjawab selalu.
- SMK Negeri III Kediri
Nilai skor total terhadap jawaban atas seluruh pertanyaan (dua puluh tiga pertanyaan) adalah 2,40 atau nilai konversi sebesar 80,00 yang berarti komunikasi proses belajar mengajar berjalan secara “Efektif”, dengan rincian untuk masing-masing unsur sebagai berikut:
- Cara guru menerangkan pelajaran, nilai skor 2,60 atau nilai konversi sebesar 86,67 yang berarti “baik”, dengan rincian 3 orang siswa menjawab tidak menarik, 6 orang siswa menjawab kurang menarik dan 21 orang menjawab menarik.
- Keadaan kelas sudah tertib sebelum guru mengajar, nilai skor 1,70 atau nilai konversi sebesar 56,67 yang berarti “cukup baik”, dengan rincian 11 orang siswa menjawab tidak tertib, 17 orang siswa menjawab tertib dan 2 orang menjawab selalu tertib.
- Perpindahan tempat duduk siswa secara bergilir, nilai skor 1,67 atau nilai konversi sebesar 55,56 yang berarti “tidak baik”, dengan rincian 17 orang siswa menjawab tidak pernah, 6 orang menjawab kadang-kadang dan 7 orang siswa menjawab selalu.
- Sewaktu memulai pelajaran, guru mengulang pelajaran yang lalu, nilai skor 1,93 atau nilai konversi sebesar 64,44 yang berarti “cukup baik”, dengan rincian 3 orang siswa menjawab tidak pernah, 26 orang menjawab kadang-kadang dan 1 orang siswa menjawab selalu.
- Setelah menerangkan pelajaran, guru memberi tugas (soal-soal) di kelas kepada siswa, nilai skor 2,63 atau nilai konversi sebesar 87,78 yang berarti “baik”, dengan rincian: 11 orang menjawab kadang-kadang dan 19 orang siswa menjawab selalu.
- Setelah siswa menyelesaikan tugas, guru memeriksa tugas siswa, nilai skor 2,47 atau nilai konversi sebesar 82,22 yang berarti “baik”, dengan rincian 3 orang siswa menjawab tidak pernah, 10 orang menjawab kadang-kadang dan 17 orang siswa menjawab selalu.
- Setelah guru memeriksa hasil pekerjaan siswa, maka guru akan memberikan nilai, nilai skor 2,43 atau nilai konversi sebesar 81,11 yang berarti “baik”, dengan rincian 6 orang siswa menjawab tidak pernah, 5 orang menjawab kadang-kadang dan 19 orang siswa menjawab selalu.
- Guru mengembalikan hasil pekerjaan siswa, nilai skor 2,83 atau nilai konversi sebesar 94,44 yang berarti “baik”, dengan rincian 1 orang siswa menjawab tidak pernah, 3 orang menjawab kadang-kadang dan 26 orang siswa menjawab selalu.
- Guru menjelaskan kembali hasil pekerjaan siswa yang salah, nilai skor 2,67 atau nilai konversi sebesar 88,89 yang berarti “baik”, dengan rincian 2 orang siswa menjawab tidak pernah, 6 orang menjawab kadang-kadang dan 22 orang siswa menjawab selalu.
- Guru memberikan pekerjaan rumah, setelah pelajaran selesai, nilai skor 2,20 atau nilai konversi sebesar 73,33 yang berarti “cukup baik”, dengan rincian: 2 orang menjawab tidak pernah, 20 orang menjawab kadang-kadang dan 8 orang siswa menjawab selalu.
- Pada umumnya siswa paham terhadap penjelasan guru berkaitan dengan mata pelajaran yang disampaikan, nilai skor 2,30 atau nilai konversi sebesar 76,67 yang berarti “cukup baik”, dengan rincian 1 orang siswa menjawab tidak pernah, 19 orang menjawab kadang-kadang dan 10 orang siswa menjawab selalu.
- Guru memeriksa pekerjaan rumah yang telah dibuat siswa, nilai skor 2,37 atau nilai konversi sebesar 78,89 yang berarti “baik”, dengan rincian 4 orang siswa menjawab tidak pernah, 11 orang menjawab kadang-kadang dan 15 orang siswa menjawab selalu.
- Yang sering dilakukan guru ketika siswa mengerjakan tugas di kelas, nilai skor 2,37 atau nilai konversi sebesar 78,89 yang berarti “baik”, dengan rincian 5 orang siswa menjawab meningggalkan kelas, 9 orang menjawab diam saja dan 16 orang siswa menjawab membimbing siswa dan memperhatikan siswa.
- Guru memulai pelajaran tepat waktu, nilai skor 2,47 atau nilai konversi sebesar 82,22 yang berarti “baik”, dengan rincian 1 orang siswa menjawab tidak pernah, 14 orang menjawab kadang-kadang dan 15 orang siswa menjawab selalu.
- Guru mengakhiri pelajaran tepat waktu, nilai skor 2,63 atau nilai konversi sebesar 87,78 yang berarti “baik”, dengan rincian 1 orang siswa menjawab tidak pernah, 9 orang menjawab kadang-kadang dan 20 orang siswa menjawab selalu.
- Bila siswa tidak memperhatikan pelajaran, tindakan yang sering dilakukan guru, nilai skor 2,83 atau nilai konversi sebesar 94,44 yang berarti “baik”, dengan rincian 2 orang siswa menjawab Guru tidak peduli, 1 orang menjawab Guru menyuruh siswa ke depan kelas dan 27 orang siswa menjawab Guru menegur/ memberikan pertanyaan.
- Apresiasi terhadap siswa yang menjawab pertanyaan guru dengan benar, nilai skor 1,97 atau nilai konversi sebesar 65,56 yang berarti “cukup baik”, dengan rincian 9 orang siswa menjawab tidak pernah, 13 orang menjawab kadang-kadang dan 8 orang siswa menjawab selalu.
- Sewaktu mengajar, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya, nilai skor 2,77 atau nilai konversi sebesar 92,22 yang berarti ”baik”, dengan rincian: 1 orang menjawab tidak pernah, 5 orang menjawab kadang-kadang dan 24 orang siswa menjawab selalu.
- Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi dalam kelompok, nilai skor 2,23 atau nilai konversi sebesar 74,44 yang berarti “cukup baik”, dengan rincian 5 orang siswa menjawab tidak pernah, 13 orang menjawab kadang-kadang dan 12 orang siswa menjawab selalu.
- Kejelasan suara guru sewaktu guru mengajar, nilai skor 2,70 atau nilai konversi sebesar 90,00 yang berarti “baik”, dengan rincian: 1 orang menjawab tidak jelas, 7 orang menjawab kurang jelas dan 22 orang siswa menjawab jelas.
- Kemudahan mengerti bahasa yang dipergunakan oleh guru dalam mengajar, nilai skor 2,70 atau nilai konversi sebesar 90,00 yang berarti “baik”, dengan rincian: 9 orang menjawab kurang mudah dan 21 orang siswa menjawab mudah.
- Penggunaan contoh-contoh sewaktu mengajar oleh guru, nilai skor 1,93 atau nilai konversi sebesar 64,44 yang berarti ”cukup baik”, dengan rincian: 7 orang menjawab tidak pernah, 18 orang menjawab kadang-kadang dan 5 orang siswa menjawab selalu.
- Penggunaan alat peraga sewaktu menjelaskan pelajaran oleh guru, nilai skor 2,80 atau nilai konversi sebesar 93,33 yang berarti “baik”, dengan rincian: 6 orang menjawab kadang-kadang dan 24 orang siswa menjawab selalu.
Dari uraian terdahulu jika dibandingkan, indeks penilaian siswa terhadap proses belajar mengajar pada SMK Negeri di Kota Kediri, nampak sebagaimana pada grafik 1, bahwa indeks yang tertinggi adalah SMK Negeri 3 dengan nilai 2,40 atau nilai konversi 80 dengan sebutan ”baik”, disusul SMK negeri 2 dengan nilai 2,35 atau nilai konversi 78,45 dengan sebutan ”baik”, dan terakhir SMK Negeri 2 dengan nilai 2,30 atau nilai konversi 76,52 dengan sebutan ”cukup baik”.
Walaupun memperoleh ranking pertama Indeks penilaian terhadap pelaksanaan komunikasi dalam proses belajar mengajar, namun terdapat nilai yang rendah pada unsur-unsur: 1) keadaan kelas tertib sebelum belajar dan 2)perpindahan tempat duduk siswa secara bergilir dengan nilai sebutan ”tidak baik”, sedangkan kontribusi tertinggi dalam mendukung proses belajar dengan baik di SMKN 3 adalah: 1) guru mengembalikan pekerjaan siswa, 2) tindakan yang dilakukan guru jika siswa tidak memperhatikan pelajaran dan 3) penggunaan alat peraga dalam menjelaskan pelajaran. Sedangkan pada SMKN 2 nilai Indeks yang rendah hanya pada penggunaan alat peraga, dan pada SMKN 1 nilainya rata-rata relatif sama, tidak ada indeks unsur yang terlalu menonjol.
- F. Penutup
- Kesimpulan
Dari uraian terdahulu, maka kesimpulan yang dapat digambarkan sebagai berikut:
- Pelaksanaan kegiatan proses belajar mengajar (PBM) pada masing-masing SMK Negeri di Kediri adalah sebagai berikut:
- SMK Negeri I berjalan secara ”efektif”;
- sedangkan pada SMK Negeri II berjalan ”cukup efektif”
- dan pada SMK Negeri III berjalan “efektif”.
- Urutan Nilai Total penilaian siswa terhadap proses belajar mengajar pada SMK Negeri di Kota Kediri yang tertinggi adalah SMK Negeri 3, disusul SMK negeri 1, dan terakhir adalah SMK Negeri 2.
- Ada beberapa unsur-unsur yang perlu diperhatikan dari komunikasi pada pelaksanaan proses belajar mengajar pada SMKN Kota Kediri ini, misalnya: pada SMKN 3 meskipun ranking pertama, namun terdapat unsur yang nilai sebutannya ” tidak baik” yaitu: unsur keadaan kelas tertib sebelum belajar dan perpindahan tempat duduk siswa secara bergilir. Hal ini juga terdapat pada SMKN 2 yaitu unsur penggunaan alat peraga untuk menjelaskan pelajaran, sedangkan pada SMKN 1 relatif seimbang untuk semua unsur.
- Saran
Perbaikan pada unsur-unsur yang memperoleh penilaian kurang baik perlu dilakukan oleh guru, dan pemahaman terhadap frame of reference (pengetahuan, latar belakang budaya, motivasi dan yang terkaitan dengan hal tersebut) perlu dilakukan sehingga komunikasi yang dibangun pada proses belajar mengajar dapat berjalan secara efisien dan efektif.
Perlunya secara terus menerus meningkatkan profesionalisme guru melalui peningkatan kompetensi paedagogik, sosial, profesional dan kepribadian, sehingga dapat menciptakan model-model baru pelaksanaan proses belajar mengajar yang mampu membangun komunikasi yang sinergis antara guru dan peserta didik (siswa).
DAFTAR PUSTAKA
Kontak 081333052032