Oleh I Nyoman Seloka Sudiara
(Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah
Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, IKIP Negeri Singaraja).
ABSTRAK
Penelitian yang dilaksanakan di kelas II.5 SMU Laboratorium IKIP Negeri Singaraja ini bertujuan mengetahui apakah aktivitas menganalisis kesalahan dalam pembelajaran menulis dapat meminimalkan kesalahan bahasa tulis siswa dan bagaimanakah langkah-langkah yang tepat dalam melaksanakan aktivitas tersebut. Dengan menempuh prosedur penelitian tindakan kelas, melalui dua siklus, dapat diketahui bahwa aktivitas menganalisis kesalahan dalam pembelajaran mehulis, dengan cara yang tepat, dapat meminimalkan kesalahan bahasa tulis siswa dan meningkatkan kegairahan siswa dalam pembelajaran menulis.
Kata-kata kunci: analisis kesalahan bahasa, pembelajaran menulis
ABSTRACT
The study, which was carried out in class II.5 of SMU Laboratorium IKIP Negeri Singaraja, was aimed at knowing whether the activities of analyzing errors in writing can minimize the student errors in writing, as well as knowing what appropriate steps are applicable for such activities. By utilizing the procedures of classroom action research, consisting of two cycles, it is found out that the activities of analyzing linguistic errors in writing can minimize the students errors in written language, and that such activities can also motivate students to learn to writing.
Key words: analyzing linguistic errors, writing class
1. Pendahuluan
Bahasa yang efektif dikenal dalam hubungan dengan fungsinya sebagai sarana komunikasi. Sebagai sarana komunikasi, bahasa terlibat dalam proses penyampaian dan penerimaan. Hal yang disampaikan dan yang diterima bisa saja berupa ide, gagasan, pesan, pengertian, perasaan, pendapat, dan informasi. Bahasa dikatakan efektif jika ia mampu membuat proses penyampaian dan penerimaan itu berlangsung secara sempurna. Bahasa yang efektif bisa membuat maksud yang diwadahinya tergambar lengkap dalam pikiran pembaca (atau pendengar), persis seperti yang disampaikannya. Jadi, dengan penggunaan bahasa Indonesia yang efektif, pembaca lebih mudah dapat memahami maksud yang disampaikan penulis dalam karyanya.
Berbahasa Indonesia baku atau berbahasa Indonesia yang baik dan benar secara taat asas dalam menulis bukan semata-mata dimaksudkan untuk menciptakan keefektifan dan keefisienan komunikasi antara penulis dan pembaca, melainkan juga sebagai upaya membangun citra diri si penulis. Dengan bahasa Indonesia yang taat asas, yang sesuai dengan norma-norma atau kaidah-kaidah kebakuannya, penulis terkesan tampil lebih ilmiah, lebih profesional, dan lebih berwibawa. Keadaan ini sejalan dengan fungsi bahasa baku pada umumnya, yakni sebagai penanda prestise atau pembawa kewibawaan (Moeliono, 1988).
Pada satu pihak, memang disadari betapa pentingnya penggunaan bahasa Indonesia baku dalam upaya menciptakan keefektifan komunikasi antara penulis dan pembaca. Akan tetapi, pada pihak lain, tidak dapat dimungkiri adanya banyak temuan yang menunjukkan betapa tidak efektifnya penggunaan bahasa Indonesia dalam tulisan siswa. Sekadar contoh, dalam artikelnya, Soenardji (1999) mengemukakan keprihatinannya. Dari 797 karangan siswa yang ditelitinya (di dalamnya terdapat 3.656 buah kalimat), ditemukan hanya satu karangan yang tidak mengandung kegalatan. Dari 3.656 buah kalimat yang ada, yang sahih tanpa kegalatan sebanyak 1.496 buah. Hal senada juga dikemukakan oleh Maksun (1991). Bahkan, dinyatakan bahwa siswa belum dapat dikatakan mampu berbahasa dengan baik dan benar (baik lisan maupun tertulis) pada setiap jenjang sekolah, mulai sekolah dasar sampai dengan sekolah menengah tingkat atas. Begitu pula halnya dengan kualitas bahasa Indonesia siswa SMU Laboratorium IKIP Negeri Singaraja.
Dalam karangan siswa kelas I SMU Lab IKIP Negeri Singraja tahun ajaran 2001/2002, tampak berbagai kesalahan penggunaan bahasa yang menyangkut kalimat, diksi, dan ejaan. Berkaitan dengan kesalahan kalimat, banyak ditemukan kalimat tanpa satuan pikiran yang jelas (kontaminasi atau rancu), kalimat yang tidak menunjukkan keberadaan fungsi subjek dan atau predikat secara eksplisit, kalimat tidak lengkap (fragmentaris), kalimat bermakna ganda (ambigu), kalimat tidak logis (salah nalar), dan kalimat dengan kata-kata yang tidak efisien (pleonastis). Dalam hal diksi, ditemukan penggunaan unsur leksikal bahasa sehari-hari (dialek dan bahasa daerah) yang tidak baku dan kata depan yang tidak tepat. Terkait dengan ejaan, banyak siswa yang tidak mampu menuliskan kata depan di dan ke secara tepat, penyimpangan penggunaan huruf, singkatan, dan tanda baca. Sehubungan dengan hal tersebut, yang diangkat sebagai masalah dalam penelitian ini adalah rendahnya kualitas bahasa tulis siswa kelas I yang pada tahun ajaran 2002/2003 ini menjadi kelas II pada SMU Lab IKIP Negeri Singaraja. Mengacu kepada tujuan pembelajaran bahasa Indonesia (sebagaimana diamanatkan GBPP-nya), sudah tentu masalah ini perlu dicarikan upaya pemecahannya.
Berkenaan dengan masalah dan upaya pemecahannya, telah dilakukan diskusi refleksi antara guru dan peneliti. Dari situ dapat diketahui bahwa guru sudah berupaya mengatasi persoalan dengan menunjukkan kesalahan-kesalahan pemakaian bahasa dalam karangan siswa dan secara langsung memberikan perbaikannya. Sayangnya, guru tidak pernah memberikan penjelasan terhadap perbagai kesalahan. Sebelum memberikan perbaikan, guru tidak pernah melakukan langkah-langkah seperti mengidentifikasi kesalahan dan menjelaskan alasan kesalahan menurut kaidah-kaidah bahasa Indonesia baku. Singkatnya, guru belum pernah melakukan prosedur analisis kesalahan dalam mengoreksi pemakaian bahasa siswanya. Tampaknya, keadaan inilah yang menyebabkan timbulnya masalah tersebut.
Alternatif pemecahannya pun disepakati, yaitu berupa aktivitas menganalisis kesalahan bahasa dalam pembelajaran menulis. Pilihan ini dilandasi oleh teori dan logika yang menyatakan bahwa pengajaran bahasa berhubungan erat dengan analisis kesalahan, bahkan kesalahan bahasa tidak bisa dilepaskan dari proses belajar bahasa. Para pakar linguistik, pakar pengajaran bahasa, dan guru bahasa sepakat menyikapi kesalahan berbahasa sebagai sesuatu yang mengganggu pencapaian tujuan pengajaran bahasa. Sebab itu, keadaan ini harus dikurangi dan, kalau bisa, dihilangkan. Hal itu akan tercapai jika seluk-beluk kesalahan bahasa dikaji secara mendalam (Tarigan, 1988).
Dalam pengajaran menulis, pendekatan proses terbukti memberi kemudahan bagi siswa (Sutama, 1997, 1998). Pendekatan proses itu berasumsi bahwa tulisan tidak dihasilkan dalam satu kali langsung jadi, namun melalui proses kognitif yang kompleks (Scardamalia dan Breiter, 1986; Hul, 1989; Glover dan Bruning, 1990), yang meliputi penentuan topik, penggalian materi, penyeleksian materi, penataan materi, penulisan draf awal, revisi draf awal, dan penulisan draf akhir tulisan. Dalam hierarki itu, aktivitas menganalisis kesalahan dilakukan pada tahap revisi draf awal. Revisi dilakukan atas berbagai aspek tulisan yang tahapannya meliputi (1) identifikasi ketidaksesuaian antara maksud dan pengungkapan, (2) penetapan aspek yang perlu diubah, (3) penetapan perubahan, dan (4) pelaksanaan perubahannya (Fitzgerald, 1987). Revisi tidak hanya dilakukan atas isi dan organisasi tulisan, tetapi juga atas bahasanya, baik menyangkut kalimat, diksi, maupun ejaan. Dalam revisi atas aspek kebahasan inilah, guru melakukan langkah-langkah analisis kesalahan bahasa.
Pada hakikatnya, analisis kesalahan bahasa merupakan kajian tentang kesalahan bahasa oleh pebelajar yang bertujuan membantu pebelajar agar lebih berhasil dalam belajar bahasa kedua (Sumarsono, 1985), dan diharapkan dapat memperbaiki sekaligus menghindari pemakaian bahasa yang salah (Supriyadi, 1986). Analisis kesalahan bahasa merupakan suatu proses yang memiliki prosedur yang harus dipedomani. Ellis dan Sridhar (dalam Tarigan, 1988) mengemukakan enam langkah dalam hal ini, yaitu (1) mengumpulkan data kesalahan, (2) mengidentifikasi dan mengklasifikasi kesalahan, (3) memeringkatkan kesalahan, (4) menjelaskan kesalahan, (5) memprediksi daerah atau butir kebahasaan yang rawan kesalahan, dan (6) memperbaiki kesalahan. Dengan menempuh prosdur tersebut, pebelajar diharapkan memiliki wawasan yang memadai tentang ragam kesalahan dalam bahasa Indonesia, khususnya dalam tulisan, sekaligus memahami faktor-faktor penyebabnya ditinjau dari kaidah bahasa Indonesia baku sebagai tolok ukur atau acuan benar-salah.
Dari paparan tersebut, secara umum, penelitian ini bertujuan meningkatkan kualitas bahasa Indonesia dalam tulisan siswa, yang secara teknis dan operasionalnya dirumuskan atas (1) untuk mengetahui apakah aktivitas menganalisis kesalahan dalam pembelajaran menulis dapat meminimalkan kesalahan bahasa tulis siswa dan (2) guna mengetahui langkah-langkah pembelajaran menulis yang tepat berdasarkan aktivitas menganalisis kesalahan dalam upaya meminimalkan kesalahan bahasa tulis siswa.
2. Metode Penelitian
Penelitian yang bersubjek siswa kelas II.5 SMU Laboratorium IKIP Negeri Singaraja tahun ajaran 2002/2003 ini termasuk penelitian kaji tindak; artinya, ada tindakan yang direncanakan dan dilaksanakan dalam upaya mengatasi masalah yang secara faktual muncul di lapangan. Tindakan yang dimaksud berupa aktivitas menganalisis kesalahan bahasa dalam pembelajaran menulis. Pelaksanaannya berlangsung dalam dua siklus, melibatkan guru pengajar (bersifat tim dan kolaboratif). Setiap siklus meliputi kegiatan refleksi awal, perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi dan evaluasi, serta refleksi akhir guna merencanakan tindakan berikutnya (Nunan, 1972; Kemmis dan Mc Taggart, 1988).
Setelah permasalahan dan upaya pemecahannya disepakati, langkah persiapan dimulai. Tim peneliti mencermati tujuan dan tema pembelajaran guna dipilih bagi kepentingan penelitian, menyusun skenario aktivitas menganalisis kesalahan bahasa dalam pembelajaran menulis, dan menyusun instrumen penelitian (pedoman observasi, wawancara, dan alat evaluasi). Dengan acuan teoretis seperti yang dikemukakan Ellis dan Sridhar, pada implementasi tindakan, guru menerapkan skenario tindakan dengan prosedur sebagai berikut. (1) Pada pertemuan pertama (dua jam pelajaran), guru meminta siswa mengembangkan topik tertentu menjadi sebuah paragraf (draf awal) dengan pendekatan proses. (2) Paragraf siswa dikumpulkan untuk dianalisis kesalahan bahasanya oleh peneliti. Analisis (terhadap salinan) pekerjaan siswa dan pemeringkatan kesalahannya dilakukan peneliti di luar jam pelajaran. Hasilnya dikomunikasikan kepada guru. (3) Pada pertemuan kedua (tiga jam perlajaran), bersama siswa, guru membahas kesalahan bahasa siswa di kelas. (4) Draf awal (asli) paragraf siswa diidentifikasi secara silang kesalahan bahasanya. (5) Hasil identifikasi siswa dikembalikan kepada pemiliknya masing-masing. (6) Siswa merevisi draf awal paragrafnya masing-masing menjadi draf akhir. Guna memperoleh gambaran hasil implementasi siklus tersebut, peneliti mengevaluasi draf akhir paragraf siswa.
Selama implementasi tindakan, peneliti melakukan pemantauan. Fokusnya adalah penerapan skenario dan suasana kelas. Data mengenai perilaku guru dan siswa dalam proses belajar-mengajar dikumpulkan dengan metode observasi, data tentang tanggapan siswa terhadap pelaksanaan tindakan dikumpulkan dengan metode wawancara, sedangkan data tentang kualitas bahasa tulis siswa diperoleh melalui tes menulis atau mengarang.
Setelah tindakan untuk suatu siklus diterapkan secara tuntas, evaluasi dilakukan, terutama terhadap ketepatan penerapan skenario, daya tarik penerapan skenario, dan kualitas bahasa tulis siswa. Data hasil observasi dan wawancara diolah dengan metode analisis kualitatif, sedangkan data hasil tes siswa diolah dengan metode analisis kuantitatif. Dalam menjawab permasalahan penelitian, ada dua indikator yang dijadikan pegangan sebagai kriteria keberhasilan tindakan, yaitu (1) menurunnya jumlah kesalahan bahasa tulis siswa dari draf awal ke draf akhir sehingga mencapai jumlah kalimat yang benar sebesar 80% dan (2) adanya kegairahan siswa dalam mengikuti pembelajaran menulis yang didasari oleh aktivitas menganalisis kesalahan.
3. Hasil dan Pembahasan
Oleh karena pembelajaran menulis memerlukan waktu yang cukup lama, implementasi tindakan pada setiap siklus dilakukan dalam dua tahapan pada hari yang berbeda. Pada tahap pertama, kegiatan difokuskan pada penulisan draf awal berdasarkan pendekatan proses. Didahului dengan penjelasan guru mengenai prosedur pendekatan proses dalam menulis, siswa mengembangkan topik pilihannya menjadi sebuah paragraf (draf awal). Tulisan siswa dikumpulkan untuk diidentifikasi kesalahannya oleh peneliti. Pada tahap kedua, kegiatan difokuskan pada analisis kesalahan yang dilanjutkan dengan revisi draf awal menjadi draf akhir. Didahului penjelasan guru berkenaan dengan berbagai kesalahan (dan cara meralatnya) yang dijumpai peneliti dalam draf awal tulisan, siswa menganalisis kesalahan bahasa dalam tulisan temannya. Setelah karangan dengan identifikasi kesalahan oleh teman dikembalikan kepada pemiliknya, siswa merevisi tulisannya menjadi draf akhir. Draf akhir tulisan siswa kembali dianalisis oleh peneliti untuk dibandingkan kualitas bahasanya dengan yang ada dalam draf awal.
Hasil tindakan siklus I cukup memuaskan. Hasil pengamatan pada tahapan pertama menunjukkan bahwa siswa cukup bergairah mengikuti pelajaran menyusun paragraf berdasarkan pendekatan proses. Demikian pula pada tahapan kedua, ketika diajak menganalisis kesalahan bahasa tulisan temannya dan ketika memperbaiki karangannya sendiri, siswa sangat serius mengerjakannya. Dari hasil wawancara, dapat dinyatakan bahwa para siswa tertarik terhadap cara atau model pembelajaran menulis berdasarkan aktivitas menganalisis kesalahan yang telah dilaksanakan. Hasil tes pun menunjukkan kemajuan. Artinya, aktivitas yang dilaksanakan berhasil meminimalkan jumlah kesalahan dari draf awal ke draf akhir. Peminimalan kesalahan diksi dan ejaan cukup berarti, walaupun masih bisa ditingkatkan.. Hanya saja, target 80% kalimat yang benar belum bisa dicapai.
Hasil evaluasi dan refleksi siklus I mengisyaratkan bahwa keadaan tersebut disebabkab oleh faktor yang menyangkut sistem koreksi dan banyaknya butir yang mesti dikoreksi. Disadari bahwa mengoreksi kesalahan bahasa tulis siswa tidak cukup hanya dengan penjelasan tentang beberapa ragam kesalahan dari guru, apalagi kualitas dan kelengkapannya kurang memadai. Oleh karena itu, guna menambah pengetahuan siswa dalam rangka mengoreksi sekaligus memperbaiki karangan sendiri, disepakati perlunya disiapkan panduan perbaikan dan lembar identifikasi kesalahan bahasa sebagai kelengkapan aktivitas pada siklus II. Di samping itu, sesuai dengan hasil observasi dan wawancara, saat aktivitas menganalisis draf awal berlangsung, siswa diizinkan berdiskusi dengan teman terdekat. Selebihnya, secara prinsip, tindakan pada siklus II sama dengan tindakan pada siklus I.
Tindakan siklus II memberikan hasil yang lebih memadai daripada hasil siklus I. Sesuai dengan yang diharapkan, panduan perbaikan kesalahan dan lembaran identifikasi kesalahan memang berpengaruh positif dalam proses pembelajaran menulis berdasarkan aktivitas menganalisis kesalahan. Begitu pula halnya dengan teknik diskusi. Teknik ini ternyata sangat membantu kinerja siswa saat melaksanakan aktivitas menganalisis kesalahan. Hasil penilaian terhadap draf akhir karangan siswa menunjukkan adanya penurunan yang cukup mencolok dalam hal jumlah kesalahan, baik dalam tataran kalimat, diksi, maupun ejaan. Khusus dalam tataran kalimat, dari 9,68% (25 buah) kesalahan yang dijumpai dalam draf awal, yang tersisa dalam draf akhir hanya 0,83% (2 buah). Hal itu menunjukkan, dalam tataran ini, telah terlampaui target 80% kalimat tanpa kegalatan sebagai indikator keberhasilan.
Dari paparan mengenai hasil penelitian, dapat diketahui beberapa hal, baik yang berkenaan dengan hal utama (fokus penelitian) maupun yang bersifat tambahan. Yang bersifat utama adalah bahwa dengan aktivitas menganalisis kesalahan dalam pembelajaran menulis, (1) dapat diminimalkan kesalahan bahasa tulis siswa berkat meningkatnya penguasaan mereka terhadap aspek-aspek kebahasaan berkaitan dengan tataran kalimat, diksi, dan ejaan; dan (2) dapat ditingkatkan kegairahan belajar siswa dalam bidang menulis. Hal-hal yang bersifat tambahan adalah bahwa (1) pengoreksian draf awal tulisan siswa secara silang sambil berdiskusi antarteman ternyata lebih disenangi oleh siswa dibandingkan dengan pengoreksian tanpa diskusi dan (2) penggunaan panduan dalam pengoreksian tulisan dirasakan sangat membantu kinerja siswa.
Meningkatnya kegairahan belajar siswa dengan dilaksanakannya aktivitas menganalisis kesalahan dalam pembelajaran menulis dapat disebabkan oleh keadaan bahwa mereka tidak belajar tentang kaidah-kaidah bahasa, tetapi belajar menulis. Keadaan ini memberi keuntungan karena, pada umumnya, siswa kurang suka belajar mengenai kaidah-kaidah bahasa yang biasanya dipenuhi istilah-istilah teknis linguistik yang sulit dipahami. Terminologi tata bahasa sering menciptakan suatu tingkat abstraksi yang menyebabkan proses pemahaman kaidah bahasa menjadi lebih sulit. Hal ini justru menjadi beban bagi siswa dalam belajar bahasa. Dengan perasaan belajar menulis, pembahasan dalam upaya melakukan perbaikan atas kesalahan bahasa yang terjadi memiliki orientasi yang jelas, yakni meningkatnya keefektifan komunikasi bahasa tulis yang mereka lakukan.
Penguasaan siswa yang meningkat terhadap sejumlah aspek kebahasaan dengan diterapkannya aktivitas menganalisis kesalahan dalam pembelajaran menulis tampaknya berhubungan dengan pandangan mengenai menulis sebagai suatu proses. Salah satu tahapan dalam proses tersebut adalah menulis draf akhir setelah revisi atas berbagai aspek karangan dilakukan. Pada tahapan tersebut, dalam diri siswa terjadi proses internalisasi kaidah-kaidah bahasa yang secara otomatis akan meningkatkan penguasaan mereka terhadap kaidah-kaidah tersebut.
Pengoreksian secara silang draf awal karangan sambil berdiskusi tentang aspek-aspek kebahasaan yang ditengarai salah terapan ternyata disenangi siswa. Keadaan ini tampaknya berkaitan dengan kecenderungan banyak orang yang suka mencari kesalahan orang lain. Mengoreksi karangan teman dapat dijadikan ajang pelatihan yang menarik bagi siswa. Akan tetapi, yang lebih menarik lagi adalah manakala mereka berhasil menemukan kesalahan temannya. Selain itu, tidak dapat dimungkiri bahwa pemberian balikan dari guru atau siswa lain dapat menyebabkan seorang siswa tidak hanya menemukan ide-ide baru, tetapi juga kalimat-kalimat dan kata-kata baru yang dapat dijadikan bahan guna memperbaiki draf awal karangannya sendiri.
Penggunaan panduan dalam pengidentifikasian dan pengoreksian kesalahan draf awal juga ditanggapi positif oleh para siswa. Tanggapan positif tersebut tentulah karena panduan itu, antara lain, dapat dijadikan analogi atau barometer, baik dalam menemukan kesalahan pada draf awal karangan teman maupun dalam memperbaiki karangan sendiri. Selain itu, dengan panduan yang memuat berbagai model kesalahan bahasa dan contoh-contoh perbaikannya, siswa terbantu dalam hal menginternalisasikan kaidah-kaidah kebahasaan.
4. Penutup
Akhirnya, ada beberapa hal yang dapat ditarik sebagai simpulan penelitian ini. Pertama, aktivitas menganalisis kesalahan dalam pembelajaran menulis dapat meminimalkan kesalahan bahasa tulis siswa. Sehubungan dengan aktivitas tersebut, kegairahan siswa dalam pembelajaran menulis juga bisa ditingkatkan. Kedua, peningkatan kegairahan dan peminimalan kesalahan bahasa tulis siswa melalui aktivitas menganalisis kesalahan dalam pembelajaran menulis bisa dicapai dengan penyelenggaraan pengajaran melalui langkah-langkah (1) pengembangan paragraf (draf awal) berdasarkan pemahaman mengenai menulis sebagai suatu proses; (2) penganalisisan dan pemeringkatan kesalahan, serta pemprediksian butir kesalahan yang rawan (oleh guru); (3) pembahasan kesalahan di depan kelas (oleh guru bersama siswa); (4) pengidentifikasian kesalahan oleh siswa yang lain (koreksi silang) dengan panduan lembar identifikasi dan koreksi kesalahan; (5) perevisian draf awal menjadi draf akhir (oleh penulisnya sendiri); dan (6) pengevaluasian draf akhir (oleh guru).
Atas dasar simpulan tersebut, beberapa hal perlu dimintakan perhatian dari pihak-pihak terkait. Pertama, guru bahasa Indonesia hendaknya menerapkan aktivitas menganalisis kesalahan sebagai satu alternatif dalam pembelajaran menulis, tanpa menutup kemungkinan penyesuaiannya dengan karakteristik kelas dan siswa yang dihadapi. Kedua, penyusun buku teks perlu mempertimbangkan penerapan aktivitas menganalisis kesalahan dalam model pembelajaran menulis. Ketiga, guna menguji keefektifan pembelajaran menulis berdasarkan aktivitas menganalisis kesalahan, penelitian-penelitian sejenis, pada sekolah dan jenjang pendidikan yang berbeda, perlu dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA
Kontak 081 333 052 032