Peningkatan Produksi dan Kualitas Tanaman Makanan Ternak Melalui Eksopolisakarida (EPS) dalam Pembentukan Biofilm
Nyimas P. Indriani, Harun Djuned, Iin Susilawati, Mansyur, dan Romi Z. Islami.
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.
Abstrak
Pembentukan biofilm ada dimana-mana dan komponen penting dalam ekosistem. Bakteria dalam biofilm memproduksi eksopolisakarida yang melindungi dari pengeringan dan tekanan fisik lainnya. Eksopolisakarida (EPS) juga disebut hidrat tinggi karena berhubungan dengan jumlah air yang banyak dalam struktur oleh ikatan hidrogen. EPS adalah hidropobik meskipun kebanyakan tipe EPS bersifat hidrofilik dan hidropobik. Penembusan yang dalam dari kumpulan bakteri ke dalam eksopolisakarida akan membantu pembentukan daerah yang dilindungi sehingga kerapatan tinggi dan tipis. EPS juga berhubungan dengan ion logam bivalen kation, makro molekul lainnya. Produksi EPS dipengaruhi oleh status nutrisi dan medium pertumbuhan, kelebihan karbon, keterbatasan nitrogen, potasium atau fosfat, mendorong sintesa EPS. Biofilm mungkin juga menambah konsentrasi makanan dan ini dapat menjadi keuntungan besar bakteria selama tanah keseluruhan kekurangan makanan. Ada tiga macam biofilm utama yang dapat terjadi di dalam tanah yaitu bakteria (termasuk Actinomycetes), jamur dan Fungal Bacterial Biofilm (FBBs). Pembentukan biofilm berdasarkan pada inokulasi dengan menggunakan kombinasi mikrobia yang cocok, akan berguna untuk menempatkan mikroorganisme yang diberikan dalam tanaman makanan ternak dan rizosfer dan membantu produktivitas keseluruhan dari ekosistem pertanian. Komunitas mikrobia yang menempel pada permukaan /biofilm dijumpai pada beberapa lingkungan termasuk tanah. Potensi penerapan biofilm dikembangkan sebagai pupuk hayati dalam produksi pertanian. Pembentukan FBBs oleh kolonisasi bakteri pada permukaan jamur biotik, membuat biofilm membantu aktifitas metabolik dibandingkan dengan monokultur. FBBs meningkatkan biomassa pada awal pertumbuhan dibandingkan dengan inokulasi konvensional. Keuntungan FBBs endopita adalah memproduksi lebih asam dan hormon pendorong pertumbuhan dari pada mono atau mix-kultur tanpa biofilm. Ini menunjukkan bahwa pengaruh maksimum dari mikrobia mungkin tidak tercapai oleh tanaman makanan ternak dengan inokulasi konvensional dari mikroba efektif, pengaruh maksimum hanya diperoleh dengan inokulasi biofilm.
Kata kunci : Eksopolisakarida, Inokulasi Biofilm, FBBs, Bakteria, Jamur
Abstract
Biofilm forming is widely known as important part of ecosystem bacteria in biofilm produce exopolysaccharida that cover from dry an other physical stresses. Exopolysaccharida (Extracellular polymeric substance /EPS) also called as high hydrate as water component in structure by hydrogen binding. EPS is hydrophobic although most of EPS type is hydrofilic and hydrophobic. Deep penetration of bacteria into EPS will help in forming covered area and then high density and thin. EPS also collative with cation bivalen metal ion and other micro molecule. EPS produce effected by nutrition status and growth medium, carbon, exesive carbon, nitrogen deficiency potassium or offset that help EPS synthesis. Biofilm increase concentration of nutrition that can be use by bacteria when the soil suffer nutrition deficiency. There are three types of biofilm that can be formed in the soil. ie. Bacteria (Actinomycetes), Fungal and Fungal-Bacteria Biofilms (FBBs). Biofilm forming is based on inoculation using microbe match combination, that use for microorganism placement in the plant (forage crop) and rhizosfer and increase over all productivity of ecosystem microbial community on the biofilm can be found in any environment including soil. The biofilm potential developed for biofertilizer in agriculture. FBBs form by bacteria on biotic fungal surface make biofilm increase more metabolic activities than monoculture. FBBs increase more biomass in the early growth than conventional inoculation. The advantage of FBBs endophyta in the production of more acid and hormones for growth and then mono or mix culture without biofilm. Its shown that maximum effect of microbial cannot be reached in forage crop by conventional inoculation effective microbial. Maximum effect can be reached by biofilm inoculation.
Keywords: exopolysaccharida, inoculation biofilm, FBBs, bacteria, fungal
Pendahuluan
Beberapa mikroba dapat diletakkan pada permukaan biotik maupun abiotik dengan membentuk komunitas komplek dan multiselular yang disebut biofilm. Biofilm terdiri atas sel mikrobia ( alga, jamur, bakteri dan atau mikrobia lain) dengan biopolimer ekstraseluler (diketahui sebagai Ekstraselular Polimerik Substan (EPS) yang diproduksi oleh sel dan merupakan struktur dan perlindungan terhadap komunitas yang dapat ditemukan di medikal, industri dan lingkungan alam. Gen-gen dan jalur yang teratur adalah sangat penting untuk permulaan interaksi antara sel dan permukaan, pendewasaan biotik dan kembali dari mikroorganisme biofilm ke model plankton dari pertumbuhan yang telah diteliti (O’Toole et al. 2000). Biofilm mempunyai pola yang unik dari ekspresi / bentuk gen yang berbeda dari tingkatan mereka yang bukan biofilm (Vilain dan Brozel 2006, disitasi Seneviratne et al., 2008).
Biofilm pada tanaman dapat terjadi pada akar, daun, benih dan jaringan vaskuler yang internal dimana mikroba hidup bersama, mutualistis atau parasitis (Fujishige et al., 2006). Mikroba ini mempengaruhi kesehatan dan produktivitas tanaman (Danhorn dan Fugua, 2007).
Eksopolisakarida dalam pembentukan biofilm
Eksopolisakarida
Pembentukan biofilm ada dimana mana dan komponen penting dalam ekosistem. Bakteria dalam biofilm memproduksi exopolysaccharids (EPS) yang melindungi mereka dari pengeringan dan tekanan fisik lainnya (Omer et al., 2004, disitasi Jayasinghearachchi dan Seneviratne, 2006). Penembusan yang dalam dari kumpulan bakteri ke dalam EPS mungkin membantu pembentukan daerah yang dilindungi. Sehingga, kerapatan tinggi dan tipis dalam biofilm mungkin juga menambah konsentrasi makanan (Costerton et al., 1995, disitasi Jayasinghearachchi dan Seneviratne, 2006) dan ini dapat menjadi keuntungan besar bakteria selama kondisi tanah keseluruhan adalah kekurangan makanan.
Penggunaan organisme lain sebagai vektor seperti mikoriza arbuskula oleh PGPR untuk menguatkan akses pada ruang apoplast pada tanaman inang telah dilaporkan (Isopi et al., 1995; Franke et al., 2000; Vessey, 2003, disitasi Jayasinghearachchi dan Seneviratne, 2006). Maka, jamur dalam biofilm dapat membantu bakteri untuk mendukung distribusi dan penempelan pada tanaman inang, membentuk populasi endopitik yang mencukupi pada tanaman. Sebagai kosekuensinya populasi rizosfir dapat juga membantu melalui kolonisasi miselia diikuti pembentukan biofilm dengan jamur.
Tipe yang berbeda dari senyawa yang mudah menguap dan yang tidak mudah menguap seperti gula telah diisolasi dari P.Ostreatus (Kabbaj et al., 2002; Yang et al., 2001, disitasi Jayasinghearachchi dan Seneviratne, 2006). Selama Pseudomonas aktif bermetabolisme dan kelompok beragam dari bakteria (Misko et al., 2002, disitasi Jayasinghearachchi dan Seneviratne, 2006), senyawa ini dapat menjadi sumber karbon potensial untuk mereka dan ini telah menjadi keunggulan kompetitif untuk adaptasi yang cepat pada tanah yang kekurangan makanan.
Matrix polymers dari biofilm bakteria terutama eksopolisakarida pada umumnya bermuatan negatif. Jumlah lebih kecil dari protein, asam nukleid dan berbagai komponen boleh saja hadir. Polisakarida bervariasi dari satu spesies ke spesies lain sesuai dengan sifat alami gula yang dikandungnya atau substitusi acetyl, pyruvil dan succimyl. Glukosa yang paling banyak monosakarida didalam EP biotik. Sedangkan EP plankonik mengandung mannose, sebagai mannoprotein (Baille dan Druglas, 2000)
Sutherland, (2001) disitasi Donlan, (2002), mencatat dua sifat penting dari EPS yang mempunyai pengaruh pada biofilm, yaitu:
(1) Komposisi dan struktur dari polisakarida, menentukan pembentukan utama. Sebagai contoh beberapa EPS bakteri memiliki struktur tulang punggung yang mengandung 1,3 atau 1,4-Beta-linked hexose residu dan cenderung untuk lebih pejal, tidak lentur dan dalam beberapa kasus kurang dapat larut atau tidak dapat larut. Molekul EPS yang lain mungkin dapat larut dalam air.
(2) Secara umum EPS dari biofilm tidak seragam melainkan bervariasi dan kadang-kadang ada jarak (berjarak). Leriche et al, disitasi Donlan, 2002, menggunakan ikatan (binding) khusus dari lectins pada gula sederhana untuk mengevaluasi perkembangan biofilm bakteri oleh berbagai organisme. Organisme yang berbeda menghasilkan jumlah EPS yang berbeda dan jumlah EPS bertambah sebanding umur biofilm.
EPS mungkin berhubungan dengan ion logam bivalen kation, makromolekul lainnya (protein, DNA, lipid, adanya substrat humik (Flemming, 2000 disitasi Donlan, 2002). Produksi EPS dipengaruhi oleh status nutrisi dan medium pertumbuhan, kelebihan karbon, dan keterbatasan nitrogen, potasium atau Fosfat mendorong sintesa EPS (Sutherland, 2001, disitasi Donlan, 2002). Pertumbuhan lambat bakteri juga mendorong produksi EPS, karena EPS hidrat tinggi, mencegah pengeringan pada biofilm natural/alami. EPS juga berperan dalam sifat resistensi, antimikrobial dari biofilm dengan menghalangi perpindahan masa antibiotik melalui biofilm, mungkin mengikat langsung antimikrobial ini (Donlan, 2002).
EPS meningkatkan fenilalanin ammonialyase, yaitu suatu enzim pertahanan dalam tanaman dan meningkatkan produksi peroksida hidrogen. EPS juga dapat mengubah metabolisme askorbat dan bertindak sebagai sinyal dalam tanaman (DePinto et al, 2003).
Pembentukan Biofilm pada Akar
Pertama-tama bakterium mendekati permukaan. Kemudian bakterium membentuk hubungan transien dengan permukaan atau mikroba yang lain yang sudah menempel. Hubungan transien ini memungkinkan untuk mencari tempat untuk menempel. Ketika hubungan sudah stabil dan menjadi anggota mikrokoloni, tetangga sudah dipilih untuk hidupnya. Akhirnya bangunan biofilm dibentuk. Kadang kadang bakterium terlepas dari matrik biofilm (Watnick dan Roberto, 2000).
Ada tiga macam biofilm utama yang dapat terjadi di dalam tanah yaitu bakteria (termasuk actinomycetes), Jamur dan FBBs. Bakteria dan jamur terbentuk pada permukaan abiotik dari dalam tanah. Bakteri cenderung ke permukaan dan membentuk komunitas dalam matrix polymeric yang disebut biofilm P. Aerogenosa sering ditemukan secara alami terjadi di biofilm (Greenberg, 2000). Dalam FBBs fungi bertindak sebagai permukaan biotik dimana bakteria menempel. Dalam kasus jamur tanpa filamen, bakteria dan jamur dapat sebagai permukaan biotik. Pembentukan FBBs oleh kolonisasi bakteria pada permukaan jamur biotik membuat biofilm mendorong aktivitas metabolik dibandingkan monokultur dan demikian juga pada bakteria multispecies atau biofilm jamur pada permukaan abiotik (Seneviratne et al. 2007,disitasi Seneviratne et al., 2008). Hubungan mikrobia antara bakteri dan jamur mikoriza telah diteliti terjadi secara natural di dalam tanah (Artursson dan Jansson 2003, disitasi Seneviratne et al., 2008), mendorong simbiosis mikoriza (Frey-Klett et al 2007, disitasi Seneviratne et al., 2008).
Kolonisasi akar tanaman secara alami oleh bakteri Paenibacillus polymyxa
|
yang berlabel plasmid-borne gfp gen terjadi pada ujung akar dimana mereka membentuk biofilm dan berhubungan dengan ‘green fluorescent protein’(Timmusk et al, 2005). Biofilm yang menempel pada akar tanaman pada beberapa pertanian, membantu dalam perputaran nutrisi dan juga dikontrol dari penyakit dan serangga, menghasilkan hasil pertanian yang lebih baik (Seneviratne 2003, disitasi Seneviratne et al., 2008). Untuk simbiosis legum dengan rhizobium, dimana gram negatif rhizobia menyediakan nitrogen dan legum menyediakan molekul karbohidrat. Kolonisasi akar adalah salah satu tahap penting dalam simbiosis fiksasi nitrogen, Sinorhizobium meliloti dan penetapan biofilm pada permukaan akar pada tanaman Medicago sativa L, Melilotus alba Desr . Karakterisasi gen rhizobial dilibatkan dalam pengumpulan pada akar, karena membagi bersama dalam formasi biofilm dan masuknya rhizobial pada akar (Fujishige, 2006).
Pembentukan biofilm pada P.fluorescens, P. ostreatus dan B. elkanii akan memfiksasi nitrogen atmosfir sacara efektif. Biofilm campuran species ini mungkin berperan penting sebagai inokulum efektif untuk keduanya tanaman legum dan bukan legum dan juga mungkin penting dalam memproduksi jamur yang kaya protein dalam indusrti jamur. Lebih jauh inokula biofilm ini dapat langsung berkontribusi pada kesuburan tanah. Ini perlu penelitian lebih lanjut untuk membuktikan penomena ini. Pengembangan biofilm dan interaksi dengan tanaman sering memerlukan komunikasi sel-sel membentuk koloni bakteri (Danhorn dan Fugua, 2007).
Peran Cendawan terhadap Biofilm
PGPR terkolonisasi banyak pada miselia dari P. Ostreatus dan membentuk biofilm (Jayasinghearachchi dan Seneviratne,2004a, Lebih jauh inokula biofilm memperbaiki simbiosis fiksasi nitrogen dari legum. (Jayasinghearachchi dan Seneviratne, 2004b, disitasi Jayasinghearchchi dan Seneviratne, 2006 ). Sehingga studi sekarang mempelajari kolonisasi miselia dan pembentukan biofilm dari P fourescens dengan P ostreatus secara invitro. Lebih jauh pengaruh dari biofilm ini pada kolonisasi endofita dari tomat oleh P flourescent diteliti. Populasi endofit dari P.fluorescens dalam daun, batang dan akar dari tanaman lebih tinggi ketika medium pertumbuhan tanaman diperlakukan dengan inokulasi biofilm dari pada inokulasi dengan plankton sel bakteri (berenang bebas) (tanpa cendawan), setelah 21 hari penanaman. Pertumbuhan tanaman tidak dipengaruhi oleh P.ostreatus. Hasil studi ini menyimpulkan bahwa pembentukan biofilm berdasarkan inokulasi dengan menggunakan kombinasi mikrobia yang cocok akan berguna untuk menempatkan mikroorganisme yang diberikan dalam tanaman dan rizosfer dan membantu produktivitas keseluruhan dari ekosistem pertanian. Studi lebih jauh diperlukan untuk mengevaluasi inokulan biofilm ini dalam kondisi lapangan (Jayasinghearchchi dan Seneviratne, 2006).
Populasi bakteria endophitic signifikan tinggi tercatat pada daun, tunas dan akar ketika tanaman ditumbuhkan dengan inokulum biofilm, dibandingkan dengan tanaman dengan inukulum plankton (p≤0.001, Tabel 1). Kolonisasi bakteri endophytic yang lebat teramati pada daerah dinding sel akar. Populasi endophytic akar signifikan tinggi dari P fluorescens teramati dibandingkan yang terdapat pada daun dan tunas (p≤0.001). Tunas memperlihatkan paling sedikit kolonisasi bakteria. Tidak ada pengaruh negatif pada pertumbuhan tanaman yang diamati karena inokulasi P. ostreatus.
Tabel 1. Populasi endophytic dari Pseudomonas fluorescens pada daun, batang dan akar dari tomat umur 21 hari dengan inokulasi biofilm P. fluorescens – Pleurotus ostreatus atau P fluorescens .
Studi ini melaporkan kolonisasi yang sukses dari P. fluorescens pada mycelia dari P ostretus membentuk biofilm. Dalam biofilm, jamur dapat menyediakan kepada bakteri ruangan yang sesuai untuk membangun kerapatan populasi yang cukup dan juga berlaku sebagai vektor untuk bakteri. Sejalan dengan ini, Hurek et al. (1997), disitasi (Jayasinghearachchi dan Seneviratne, 2006 ), melaporkan bahwa ketahanan hidup dari Azoarcus spp. dengan tanpa tanaman berhubungan dengan tahap jamur yang tertinggal pada tanah. Lebih jauh laporan menyatakan bahwa black selerotia dari basidiomycete menampung yang dipelihara turunan A.indigens dan yang berhubungan dengan genera Azovibro spp., Azospira oryzae dan A.fungiphilus. Lebih jauh, Isopi et al. (1995) dan Vessey (2003), disitasi Jayasinghearachchi dan Seneviratne, 2006 melaporkan pengiriman bakteria endophytic Gluconoacetobacter diazotrophicus melalui spora dari jamur MA.
Kesimpulan
Penerapan dari bioteknologi ini masih rendah karena masih dalam studi. Pemilihan dari kombinasi mikroba untuk efisiensi yang tinggi secara simultan pupuk hayati dan aktifitas biokontrol adalah kunci dari penelitian ini. Selanjutnya, dalam bioteknologi ini seharusnya lebih banyak penelitian dan harus banyak dilakukan di lapangan dan laboratorium untuk mengoptimalkan inokulasi biotik untuk berbagai tanaman makanan ternak.
Daftar Pustaka
Kontak 081333052032