Oleh T. Kuswinanti, A. Kayatu, dan Baharuddin
(Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Universitas Hasanuddin).
ABSTRACT
This research was aimed to find several kinds of potato diseases and their intensity attack in common farming system and in system using healthy seed. This research was hold in potato plantation, in Dusun Bullubalea, Desa Bulutana, Kecamatan Tinggi Moncong, kabupaten Gowa, from June to July 2005. Direct observation of specific plant symptom was use to identify the diseases. The research was arranged in two plot, plot of common farming system (P1) and plot which use healthy potato seed (P0). The result showed that intensity attack of fungal, bacterial and viral disease was higher in common farming sytem. Intensity attack of leaf blight disease (Phythopthora infestans) in P0 was 25,71% and 48,69% in P1, bacterial wilt (Ralstonia solanacearum) on P0 was 0,77% and 9,82% on P1, Potato Leaf Roll Virus (PLRV) in P0 was 1,5% and 12,2% in P1. Leaf spott (Alternaria solani) was only found in P1 (1,2%).
Key words : Phytophthora infestans, Alternaria solani, Ralstonia solanacearum, Potato Leaf Roll Virus (PLRV).
PENDAHULUAN
Tanaman kentang memiliki prospek yang cukup menjanjikan untuk dikembangkan karena produksi kentang di Indonesia masih tergolong rendah bila dibandingkan dengan negara-negara produsen lainnya.
Kendala utama produksi kentang di negara tropis termasuk Indonesia adanya penyakit-penyakit berbahaya yang diketahui berakibat terhadap penurunan hasil yang nyata dan penggunaan benih secara turun temurun. Beberapa penelitian di luar negeri menunjukkan bahwa kehilangan hasil akibat Potato Leaf Roll Virus (PLRV) sekitar 20 – 30%. Potato virus Y antara 30 – 40% dan penyakit busuk daun rata-rata menghabiskan 13,5 % biaya produksi penggunaan fungisida dan tenaga kerja. Selain itu pula terdapat pula penyakit penting lainnya seperti layu bakteri dan penyakit puru akar akibat serangan nematode.
Penggunaan benih secara turun temurun merupakan salah satu sebab merosotnya produksi dan tingginya intensitas serangan penyakit tertentu, terutama jenis penyakit yang terbawa benih. Selain keadaan iklim suatu daerah dan sistem budidaya yang tidak optimal mempengaruhi perkembangan dan penyebaran suatu penyakit.
Benih sehat merupakan benih yang dihasilkan melalui teknik kultur jaringan yang telah disertifikasi oleh Balai Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura. Toleransi tentang adanya serangan pada benih kentang oleh badan ini adalah: a) benih generasi 0 (G0) toleransi penyakit virus adalah 0% dan penyakit layu bakteri 0%, b) benih generasi satu (G1) toleransi virus 0,01% dan penyakit bakteri/nematoda 0%, c) benih generasi dua (G2) toleransi virus 0,1% dan penyakit bakteri/nematoda 0,5%, d) benih generasi tiga (G3) toleransi virus 0,5% dan penyakit bakteri/nematoda 0,5%, e) benih generasi empat (G4) toleransi virus 2% dan penyakit bakteri 1%.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui jenis-jenis penyakit penting dan intensitas serangannya pada tanaman kentang pada sistem pertanaman benih unggul dan sistem pertanaman petani setempat.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di lahan pertanaman kentang, Dusun Bulubalea, Desa Bulutana, Kecamatan Tinggi Moncong, Kabupaten Gowa dengan ketinggian tempat ± 1400m. dpl yang dilaksanakan pada Juni hingga Juli 2005.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengamatan gejala serangan penyakit secara langsung dengan dua petak pengamatan yaitu lahan pertanaman petani dan lahan pertanaman dengan menggunakan benih sehat. Jarak antara kedua lahan tersebut ± 500 m.
Pada sistem pertanaman petani, sistem penanaman mengikuti cara yang biasa dilakukan oleh petani. Sedangkan pada pertanaman benih sehat (benih hasil perbanyakan secara kultur jaringan), sebelum penanaman, benih terlebih dahulu direndam pada suspensi mikroba antagonis (Gliocladium sp. dan Trichoderma sp.). Mikroba antagonis yang digunakan diperbanyak dalam media dedak. Konsentrasi yang digunakan adalah 300 gram Trichoderma sp. dan 300 gram Gliocladium sp. dicampur dengan air sebanyak 30 liter. Selanjutnya dilakukan perendaman bibit selama 30 menit. Setelah itu, bibit diangkat dan langsung ditanam.
Pelaksanaan penelitian mengguna-kan petak sampel sebanyak 5 petak pada setiap perlakuan, yang berukuran 1 x 6 m2, dengan jarak antar petak 1m. Pada setiap petak diambil secara acak 5 sampel tanaman (untuk pengamatan penyakit dengan gejala lokal). Sedangkan untuk penyakit dengan gejala sistemik, penga-matan dilakukan dengan menghitung jumlah tanaman terserang pada setiap petak sampel. Pengamatan dilakukan setelah tanaman berumur 30 hari, selanjutnya pengamatan dilakukan setiap minggu, hingga minggu ke 5.
Perhitungan intesitas serangan penyakit untuk tingkat serangan yang bervariasi menggunakan rumus yaitu :
Σ (ni x vi)
I = ———— x 100%
Z x N
Dimana :
I = Intensitas serangan
vi = Nilai skala pada tiap tanaman ke-i
ni = Tanaman ke-i yang menunjukkan gejala pada perlakuan tertentu
N = Jumlah tanaman yang diamati
Z = Nilai skala tertinggi yang digunakan
Nilai skala yang digunakan adalah :
0 = Tidak ada serangan
1 = 1 – 2 daun terserang
2 = 3 – 10 daun terserang
3 = Lebih dari 10 daun terserang
4 = Tanaman mati
Untuk menghitung tingkat serangan mutlak (penyakit layu dan serangan virus) digunakan rumus :
a
I = —– x 100%
b
Dimana :
I = Intensitas serangan (%)
a = Jumlah tanaman terserang
b = Jumlah tanaman yang diamati
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Penyakit Hawar Daun (Phythopthora infestans)
Penyakit hawar daun mulai ditemukan pada tanaman kentang ketika berumur 4 minggu setelah tanam (MST). Intensitas serengan meningkat sejalan dengan bertambahnya umur tanaman, namun peningkatan intensitas serangan antara tanaman dari benih sehat dengan benih yang ditanam oleh petani masing-masing berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rata-rata intensitas penyakit hawar daun (Phythopthora infestans) pada petak
benih sehat (P0) dan petak pertanaman petani (P1) selama 5 minggu
pengamatan.
Pengamatan Ke- |
Umur Tanaman (HST) |
Intensitas Serangan (%) |
|
P0 |
P1 |
||
1 2 3 4 5 |
30 37 44 51 58 |
1,96 2,58 2,81 8,42* 25,71* |
11,50* 17,81* 21,60* 27,23* 48,69* |
Angka-angka yang diikuti dengan tanda (*) menunjukkan berbeda nyata pada uji T.
Rata-rata intensitas serangan P. infestans lebih rendah pada petak benih sehat dibanding dengan petak pertanaman petani. Hal ini disebabkan pada perlakuan P0 merupakan perlakuan dengan menggunakan benih sehat dan dilakukan pemeliharaan secara teratur. Selain dilakukan pengendalian dengan cara kimiawi juga digunakan pengendalian penyakit dengan mikroba antagonis yang dapat menekan pertumbuhan pathogen. Sedangkan pada petak pertanaman petani diduga menggunakan benih yang rentan terhadap penyakit serta tidak melakukan pengendalian dengan menggunakan mikroba antagonis, petani hanya melakukan pengendalian kimiawi pada saat pathogen telah menginfeksi tanaman.
Salah satu upaya pengendalian penyakit tanaman khususnya pathogen yang dapat menginfeksi secara cepat seperti cendawan Phythopthora sp. dan Fusarium sp. adalah dengan menggunakan benih sehat dan resisten (Suryaningsih, 1993).
2. Penyakit layu bakeri (Ralstonia
solanacearum)
Penyakit layu bakteri ditemukan pada tanaman ketika tanaman berumur 4 MST. Meskipun gejala yang ditemukan sangat kurang terutama pada perlakuan P0 (benih sehat), sedangkan pada perlakuan P1 (benih petani) intensitas serangan rata-rata pada masing-masing petak dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata intensitas serangan penyakit layu bakteri (R. solanacearum)
pada benih sehat (P0) dan petak pertanaman petani (P1) selama
pengamatan.
Pengamatan Ke- |
Umur Tanaman (HST) |
Intensitas Serangan (%) |
|
P0 |
P1 |
||
1 2 3 4 5 |
30 37 44 51 58 |
0,25 0,44 0,56 0,76 0,77 |
2,82* 6,90* 7,31* 8,35* 9,82* |
Angka-angka yang diikuti dengan tanda (*) menunjukkan berbeda nyata pada uji T.
Rata-rata intensitas serangan R.solanacearum pada tanaman kentang pada petak benih sehat jauh lebih rendah dari pada petak pertanaman petani. Perbedaan ini diduga akibat pada petak benih sehat menggunakan benih bebas pathogen yang telah mengalami pengujian serologi (ELISA) dan teknik PCR kemudian dipropagasi melalui teknik kultur jaringan. Sedangkan benih yang digunakan oleh petani diduga berasal dari benih yang telah terinfeksi bakteri dari tanaman sebelumnya, karena petani setempat menggunakan benih secara turun temurun. Selain itu juga rendahnya intensitas serangan R.solanacearum pada benih sehat akibat perendaman benih ke dalam suspensi mikroba antagonis yang dapat melindungi daerah perakaran tanaman. Hal ini disebabkan mikroba antagonis memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan pathogen melalui produksi antibiotic, sehingga kemampuan pathogen untuk berkembang didaerah perakaran dapat ditekan.
3. Penyakit Virus Daun Menggulung
(PLRV)
Penyakit Virus Daun menggulung ditemukan pada tanaman kentang ketika berumur 4 MST dengan intensitas serangan yang sangat rendah. Intensitas serangan pada petak P0 (benih sehat) lebih rendah dibandingkan P1 (benih petani). Rata-rata intensitas serangan masing-masing petak perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata intensitas serangan penyakit Virus Daun Menggulung(PLRV) pada
petak benih sehat (P0) dan petak pertanaman petani(P1) selama pengamatan.
Pengamatan Ke- |
Umur Tanaman (HST) |
Intensitas Serangan (%) |
|
P0 |
P1 |
||
1 2 3 4 5 |
30 37 44 51 58 |
0,47 1,08 1,23 1,34 1,50 |
4,56* 6,68* 8,02* 9,54* 12,20* |
Angka-angka yang diikuti dengan tanda (*) menunjukkan berbeda nyata pada uji T.
Perbedaan intensitas serangan pada perlakuan benih sehat jauh lebih rendah dibanding dengan benih yang digunakan petani, hal ini disebabkan benih yang digunakan pada P0 adalah benih bebas pathogen sedangkan pada lahan pertanaman petani adalah benih yang telah terinfeksi oleh virus, karena virus merupakakan pathogen yang dapat terbawa benih (Semangun, (1989).
Serangan virus pada lahan dengan menggunakan benih sehat dimungkinkan akibat adanya vector yaitu Aphis sp. yang berpindah dari tanaman terserang (tanaman petani), karena pada perlakukan, tidak ada barier.
4. Penyakit Bercak Daun (Alternaria
solani)
Penyakit bercak daun jarang ditemukan pada areal pertanaman. Bahkan pada perlakuan P0 (benih sehat) penyakit ini tidak ditemukan. Penyakit ini hanmya ditemukan pada perlakuan P1 (benih petani). Intensitas serangan penyakit ini dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rata-rata intensitas serangan penyakit Bercak Daun (Alternaria solani)
pada kentang (S. tuberosum) pada petak benih sehat (P0) dan petak
pertanaman petani (P1) selama pengamatan.
Pengamatan Ke- |
Umur Tanaman (HST) |
Intensitas Serangan (%) |
|
P0 |
P1 |
||
1 2 3 4 5 |
30 37 44 51 58 |
0 0 0 0 0 |
0 0 0,35 0,75 1,2 |
Angka-angka yang diikuti dengan tanda (*) menunjukkan berbeda nyata pada uji T.
KESIMPULAN
Pada pertanaman benih sehat ditemukan penyakit hawar daun (Phythopthora infestans), layu bakteri (Ralstonia solanacearum), virus daun menggulung (PLRV), sedangkan pada pertanaman
- petani selain ketiga jenis penyakit, juga
- ditemukan penyakit bercak daun (Alternaria solani).
- Intensitas serangan tertinggi adalah hawar daun (P. infestans) sebesar 48, 69% pada petak pertanaman petani, sedangkan terendah adalah penyakit bercak daun (A. solani) sebesar 1,2% yang hanya ditemukan pada lahan petani.
DAFTAR PUSTAKA DAN BACAAN
Kontak 081333052031