Oleh Dodi Frianto (Teknisi Balai Penelitian Hutan Penghasil Serat, Balai Penelitian Hutan Penghasil Serat (BPHPS).
ABSTRACT
The aim of this research was to get the best and the most efective composition medium for the Hopea odorata growth between growth medium those are Pogostemon compost charcoal, cocodust and alang-alang compost charcoal. This research was conducted at the nursery of Fiber Producing Forest Research Beaureu- Kuok for 90 days, started in February 2007 and ended in May 2007.
This research was done by using complete randomize design. The treatment consist of: topsoil (A), Pogostemon compost charcoal 200 g (B), Pogostemon compost charcoal 300 g (C), Pogostemon compost charcoal 400 g (D), cocodust and coarse grass compost charcoal 200 g (E), cocodust and coarse grass compost charcoal 300 g (F) and cocodust and coarse grass compost charcoal 400 g (G). Each treatment consist of 3 replicate, and each treatment unit consist of 5 seedling.
Data was evaluated by using analysis ov variance and if the significancy level reach 5%, then it was continued by DNMRT test. The parameter used were: bud length, bud diameter, number of leave, wet weight, dried weight, seedling kekokohan, total dried weight, shoot-root ratio, and seedling quality index.
The research result showed that several compost charcoal in growth medium gave significance effect on bud length, bud diameter, number of leaves, strength of stock and shoot-root ratio. In other side, pogostemon compost charcoal 400 g (D) and 200 gram (B) gave no significance effect on bud length, bud diameter, number of leaves, strength of stock and shoot-root ratio to 30,60 and 90 days old Hopea odorata seedling.
Keyword : Hopea odorata, compost charcoal, growth medium
ABSTRAK
Penelitian dilakukan dengan tujuan mendapatkan komposisi campuran media sapih arang kompos nilam, arang kompos cocodust dan alang-alang yang paling baik dan efektif terhadap pertumbuhan tanaman Hopea odorata. Penelitian ini dilaksanakan di Persemaian Balai Penelitian Hutan Penghasil Serat Kuok. Penelitian dilaksanakan selama 90 (sembilan puluh) hari yang dimulai dari Bulan Pebruari 2007 dan berakhir pada Bulan Mei 2007.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan perlakuan topsoil (A), arang kompos nilam 200 g (B), arang kompos nilam 300 g (C), arang kompos nilam 400 g (D), arang kompos cocodust dan alang-alang 200 g (E), arang kompos cocodust dan alang-alang 300 g (F), dan arang kompos cocodust dan alang-alang 400 g (G). Setiap perlakuan terdiri dari 3 (tiga) ulangan, tiap unit perlakuan terdiri dari 5 Bibit.
Data hasil pengamatan dianalisis sidik ragam, jika berpengaruh nyata pada taraf 5% maka dilanjutkan dengan uji DNMRT. Adapun parameter yang diamati adalah : Panjang tunas, diameter tunas, jumlah daun, berat basah, kekokohan semai, berat kering total, nisbah tunas akar dan indeks mutu bibit.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian beberapa macam arang kompos kedalam media sapih memberikan pengaruh yang nyata terhadap panjang tunas, diameter tunas, jumlah daun, kekokohan semai dan nisbah tunas akar. Pemberian arang kompos nilam 400 g (D) memberikan pengaruh yang tidak nyata dengan perlakuan arang kompos nilam 200 gram (B) terhadap panjang tunas, diameter tunas, jumlah daun, kekokohan semai dan nisbah tunas akar pada umur pada tanaman Hopea odorata umur 30, 60 dan 90 hari.
- I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perbanyakan tanaman Hopea odorata secara generatif mengalami kesulitan karena tanaman tersebut tidak diketahui perioditas pembuahan dan benih yang rekalsitran. Sulitnya melakukan perbanyakan dengan generatif maka dilakukan perbanyakan dengan cara vegetatif yakni dengan stek pucuk. Kendala yang dihadapi pada perbanyakan tanaman secara vegetatif ini adalah pada masa tanaman telah keluar dari green house, aklimatisasi tanaman di persemaian rentan terhadap kematian. Kematian yang terjadi diakibatkan oleh akar yang kurang kompak dengan media sapih, penyapihan yang salah, ketersedian air yang kurang serta kondisi lingkungan yang ekstrim di persemaian dan ketersediaan unsur hara pada media.
Salah satu alternatif pengolahan limbah organik adalah dengan memprosesnya menjadi arang kompos. Dibidang kehutanan banyak terdapat limbah yang dapat dimanfaatkan untuk dijadikan bahan arang kompos, sehingga dapat memperkecil pencemaran lingkungan dan selain itu juga dapat dimanfaatkan sebagai pengganti media tanah dalam persemaian. arang kompos berguna bagi tanaman sebagai pupuk organik.
Pemanfaatan arang kompos merupakan salah satu program bebas bahan kimia, yang digunakan untuk memperbaiki struktur tanah dan meningkatkan bahan organik bagi tanah, serta akan meningkatkan ketersediaan unsur hara bagi tanaman. arang kompos mengandung unsur hara makro dan mikro yang lengkap. Arang kompos merupakan pencampuran antara kompos dengan arang dalam proses pengomposan
Tanah di daerah tropik biasanya mempunyai masalah dengan pH yang rendah sehingga akan bermasalah terhadap unsur hara yang tersedia dalam media tanam. Penggunaan arang kompos akan mengurangi masalah tersebut, terutama arang yang berfungsi sebagai kondisioner tanah yang mampu menetralkan pH tanah. Jika pH tanah netral maka unsur hara akan tersedia.
Arang biasanya digunakan dalam industri rumah tangga berupa bahan bakar, selain itu juga digunakan sebagai campuran media tanam bagi tanaman Anggrek. Arang mempunyai pori yang efektif untuk mengikat dan menyimpan hara dalam tanah. Pemberian arang pada lahan marjinal dapat membangun dan meningkatkan kesuburan tanah. Arang dapat meningkatkan fungsi sirkulasi udara dan air, menetralkan pH tanah, menyerap kelebihan CO2 dalam tanah, hara dalam arang kompos akan dilepaskan secara perlahan sesuai dengan kebutuhan tanaman, hara tidak mudah tercuci sehingga akan selalu ada dalam kondisi siap pakai bagi tanaman (Pari, 2006).
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mendapatkan komposisi campuran media sapih arang kompos yang paling baik dan efektif terhadap pertumbuhan tanaman Hopea odorata.
- II. METODOLOGI
2.1. Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di areal Persemaian Balai Penelitian Hutan Penghasil Serat, Departemen Kehutanan, Desa Kuok, Kec. Bangkinang Barat, Kab. Kampar, Riau. Lokasi Penelitian secara geografis terletak pada 0o19’06” Lintang Utara dan 100o57’53” Bujur timur dengan elevasi 87 meter dari permukaan laut. Penelitian dilaksanakan selama 4 (empat) bulan. Persiapan pembuatan arang kompos selama 1 (satu) bulan, dan penelitian aplikasi arang kompos pada media sapih tanaman Hopea odorata selama 3 (tiga) bulan di persemaian.
2.2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah top soil, Orga Dec, bahan organik (cocodust, ampas nilam dan alang-alang), tanaman Hopea odorata berumur 11 minggu, arang bakau, dan air. Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, garu, ember, bak inkubator, thermometer, plastik hitam, polybag, golok, kaliper, penggaris, buku data, alat tulis, komputer, sekop, kamera digital, oven dan timbangan digital.
2.3. Metode Penelitian
Rancangan penelitian yang akan digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan yang digunakan adalah :
A : Top soil
B : Arang kompos nilam (200 gram)
C : Arang kompos nilam (300 gram)
D : Arang kompos nilam (400 gram)
E : Arang kompos cocodust dan alang-alang (200 gram)
F : Arang kompos cocodust dan alang-alang (300 gram)
G : Arang kompos cocodust dan alang-alang (400 gram)
Setiap perlakuan terdiri dari 3 (tiga) ulangan, tiap unit perlakuan terdiri dari 5 Bibit
2.4. Analisis statistik
Data yang didapatkan dari pengamatan dianalisis secara statistik dengan Analisis ragam dan apabila perlakuan berpengaruh nyata terhadap parameter yang diamati maka dilakukan uji lanjutan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf 5%. Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut
Yij = µ + ti + eij
i = 1, 2, 3, 4
j = 1, 2, 3,
dimana :
Yij = Hasil pertumbuhan dari tanaman Hopea odorata ke-j yang memperoleh perlakuan ke-i
µ = Nilai tengah umum dari hasil pertumbuhan tanaman
ti = Pengaruh perlakuan ke-i
eij = Pengaruh galat percobaan pada tanaman ke-j memperoleh perlakuan ke-i
2.5. Parameter yang diamati
- Panjang tunas (cm)
Panjang tunas diukur dari 1 cm bagian atas tumbuhnya tunas sampai dengan ujung daun. Pengamatan dilakukan pada saat tanaman Hopea odorata berumur 30, 60 dan 90 hari setelah sapih
- Diameter tunas (cm)
Diameter tunas diukur 1 cm dari pangkal tunas dengan menggunakan kaliper. Pengamatan dilakukan pada saat tanaman Hopea odorata berumur 30, 60 dan 90 hari setelah sapih.
- Jumlah daun (helai)
Daun yang diamati adalah daun yang telah membuka dengan sempurna pada waktu pengamatan berumur 30, 60 dan 90 hari setelah sapih.
- Berat Basah (gram)
Berat Basah tanaman diukur pada saat tanaman Hopea odorata berumur 30, 60 dan 90 hari setelah sapih. Jumlah sampel yang digunakan 1 batang setiap ulangan, yang diambil secara acak. Penimbangan berat basah dilakukan dengan cara mencabut tanaman dari poly bag, lalu tanaman dibersihkan dengan menggunakan air dan dikering anginkan selama 1 (satu) jam.
- Kekokohan semai
Pengamatan dilakukan pada saat tanaman Hopea odorata berumur 30, 60 dan 90 hari. Nilai kekokohan semai diperoleh dari perbandingan tinggi dan diameter batang.
Kekokohan semai |
= |
Panjang akhir semai (cm) |
Diameter Batang Akhir (cm) |
- Berat kering total (gram)
Penimbangan berat kering total pada saat tanaman Hopea odorata berumur 30, 60 dan 90 hari setelah sapih. Jumlah sampel yang digunakan 1 batang setiap ulangan, yang diambil secara acak. Penimbangan berat kering total dilakukan setelah tanaman dikeringkan dengan menggunakan oven selama 24 jam pada suhu 105oC.
- Nisbah tunas akar
Pengamatan nisbah tunas akar (NTA) dilakukan pada saat tanaman Hopea odorata berumur 30, 60 dan 90 hari setelah sapih. Tanaman Hopea odorata dipotong menjadi dua bagian yaitu bagian akar dan tunas, kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven selama 24 jam pada suhu 105oC sehingga didapatkan berat kering pucuk dan berat kering akar.
Nisbah tunas akar |
= |
Berat Kering Tunas (gr) |
Berat Kering Akar (gr) |
- Indeks mutu bibit
Indeks mutu bibit (IMB) diperoleh dari hasil perhitungan yang dikemukakan Roller (1960) dalam Yulianto (2002), yaitu:
Indeks mutu bibit |
= |
Berat Kering Akar (gr) + Berat Kering Pucuk (gr) |
||
Tinggi (cm) |
+ |
Berat Kering Pucuk (gr) |
||
Diameter (mm) |
Berat Kering Akar (gr) |
|||
|
|
|
|
Penghitungan IMB dilakukan pada umur 30, 60 dan 90 hari.
- III. HASIL DAN PEMBAHASAN
- 1. Panjang tunas (cm)
Data hasil uji lanjut DNMRT pengamatan panjang tunas Hopea odorata pada taraf 5% disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Rata-rata panjang tunas Hopea odoarata dengan berbagai perlakuan pada umur 30, 60 dan 90 hari.
Perlakuan |
Panjang tunas (cm) |
|||||
30 |
60 |
90 |
||||
A (topsoil) |
3,361 |
a |
6,940 |
a |
13,508 |
A |
B (arang kompos nilam 200 gr) |
6,189 |
de |
16,093 |
c |
24,867 |
Bc |
C (arang kompos nilam 300 gr) |
5,606 |
cd |
15,313 |
bc |
25,075 |
Bc |
D (arang kompos nilam 400 gr) |
7,789 |
e |
18,793 |
c |
29,000 |
C |
E (arang kompos cocodust dan alang-alang 200 gr) |
4,517 |
bc |
14,793 |
bc |
21,875 |
B |
F (arang kompos cocodust dan alang-alang 300 gr) |
4,100 |
ab |
11,953 |
b |
20,750 |
B |
G (arang kompos cocodust dan alang-alang 400 gr) |
6,539 |
de |
15,572 |
bc |
25,336 |
Bc |
Angka-angka pada lajur yang sama yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata pada uji lanjut DNMRT pada taraf 5%
Tabel 1 menunjukan bahwa perlakuan arang kompos nilam 400 g (D) pada umur pengamatan 30 hari memperlihatkan panjang tunas yang terpanjang, perlakuan tersebut berbeda tidak nyata dengan perlakuan arang kompos nilam 200 g (B) dan arang kompos cocodust dan alang-alang 400 g (G), namun berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Pada umur 60 hari perlakuan arang kompos nilam 400 g (D) juga menunjukan panjang tunas yang terpanjang, perlakuan arang kompos nilam 400 g (D) berbeda nyata dengan perlakuan topsoil (A) dan arang kompos cocodust dan alang-alang 300 g (F), namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Pada umur 90 hari perlakuan arang kompos nilam 400 g (D) menunjukan panjang tunas yang terpanjang yang berbeda nyata dengan perlakuan topsoil (A), arang kompos cocodust dan alang-alang 200 g (E) dan arang kompos cocodust dan alang-alang 300 g (F), namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
Menurut Primantoro (1996) unsur hara N (nitrogen) berfungsi untuk merangsang pertumbuhan tanaman terutama batang, cabang dan daun. Pupuk nitrogen berfungsi merangsang pertunasan dan menambah tinggi tanaman (Jumin, 2002). Hal ini sesuai dengan hasil analisis laboratorium menunjukan bahwa unsur hara nitrogen (N) pada arang kompos nilam (1,44%) lebih tinggi jika dibandingkan dengan arang kompos cocodust dan alang-alang (1,05%) (Lampiran 13). Selain nitrogen unsur hara P (phospor) juga lebih tinggi pada arang kompos nilam (1,53%) jika dibandingkan dengan arang kompos cocodust dan alang-alang (0,69%), phospor mempunyai peranan dalam pembentukan akar kalus dan akar rambut sehingga memudahkan tanaman dalam penyerapan unsur hara. Peningkatan pertumbuhan panjang tunas Hopea odorata terhadap perlakuan yang diberikan dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Grafik trend rata-rata panjang tunas Hopea odorata pada berbagai perlakuan umur 30, 60 dan 90 hari
Gambar 1 memperlihatkan trend rata-rata panjang tunas pada umur pengamatan 30, 60 dan 90 hari. Perlakuan arang kompos nilam 400 g (D) memperlihatkan peningkatan yang tertinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya.
- 2. Diameter tunas (cm)
Hasil sidik ragam dapat terlihat jenis media sapih yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan diameter tunas Hopea odorata. Data hasil uji lanjut DNMRT pada taraf 5% disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata diameter tunas Hopea odoarata pada berbagai perlakuan umur 30, 60 dan 90 hari.
Perlakuan |
diameter tunas (cm) |
|||||
30 |
60 |
90 |
||||
A (top soil) |
0,109 |
a |
0,127 |
a |
0,168 |
a |
B (arang kompos nilam 200 gr) |
0,134 |
b |
0,196 |
cb |
0,269 |
c |
C (arang kompos nilam 300 gr) |
0,132 |
b |
0,185 |
cd |
0,285 |
cd |
D (arang kompos nilam 400 gr) |
0,137 |
b |
0,207 |
d |
0,310 |
d |
E (arang kompos cocodust dan alang 200 gr) |
0,131 |
b |
0,178 |
c |
0,228 |
b |
F (arang kompos cocodust dan alang 300 gr) |
0,110 |
a |
0,150 |
b |
0,223 |
b |
G (arang kompos cocodust dan alang 400 gr) |
0,131 |
b |
0,187 |
cd |
0,268 |
c |
Angka-angka pada lajur yang sama yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata pada uji lanjut DNMRT pada taraf 5%
Tabel 2 menunjukkan bahwa pemberian arang kompos nilam 400 g (D) pada umur pengamatan 30 hari memperlihatkan diameter tunas terbesar yang berbeda nyata dengan perlakuan topsoil (A) dan perlakuan arang kompos cocodust dan alang-alang 300 g (F), namun berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya. Pada saat tanaman berumur 60 hari pemberian arang kompos nilam 400 g (D) berbeda nyata dengan perlakuan topsoil, arang kompos cocodust dan alang-alang 200 g (E) dan arang kompos cocodust dan alang-alang 300 g (F) , namun berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya, pemberian arang kompos cocodust dan alang-alang 200 dan 400 g (E dan G). Pada saat tanaman berumur 90 hari perlakuan arang kompos nilam 400 g (D) berbeda tidak nyata dengan perlakuan arang kompos nilam 300 g (C) namun berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
Peningkatan pertumbuhan diameter tunas ini akibat perbedaan unsur hara yang dikandung oleh arang kompos nilam 400 g lebih tinggi jika dibandingkan dengan arang kompos yang lain. Hal ini sesuai dengan hasil analisa laboratorium (lampiran 13). Arang kompos nilam telah memberikan kontribusi yang cukup sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan diameter tunas yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Menurut Primantoro (1996) unsur hara N (nitrogen) berfungsi untuk merangsang pertumbuhan tanaman terutama batang, cabang dan daun. Pupuk nitrogen berfungsi merangsang pertunasan dan menambah tinggi tanaman (Jumin, 2002).
Peningkatan pertumbuhan diameter tunas Hopea odorata selama 90 hari dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Grafik trend rata-rata diameter tunas Hopea odorata pada berbagai media sapih umur 30, 60 dan 90 hari
Gambar 2 diatas menunjukan bahwa trend rata-rata diameter tunas perlakuan arang kompos nilam 400 g (D) memperlihatkan peningkatan yang tertinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya pada umur pengamatan 30, 60 dan 90 hari.
- Jumlah daun (helai)
Hasil sidik ragam dapat terlihat jenis media sapih yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan diameter tunas Hopea odorata. Data hasil uji lanjut DNMRT pada taraf 5% disajikan pada tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata jumlah daun Hopea odoarata pada berbagai perlakuan umur 30, 60 dan 90 hari
Perlakuan |
Jumlah daun (helai) |
|||||
30 |
60 |
90 |
||||
A (top soil) |
1,61 |
a |
2,93 |
a |
7,69 |
a |
B (arang kompos nilam 200 gr) |
3,67 |
b |
10,73 |
cd |
21,92 |
c |
C (arang kompos nilam 300 gr) |
3,78 |
b |
11,53 |
cd |
22,5 |
c |
D (arang kompos nilam 400 gr) |
4,67 |
b |
12,60 |
d |
24,92 |
c |
E (arang kompos cocodust dan alang 200 gr) |
2,11 |
a |
6,60 |
b |
13,00 |
b |
F (arang kompos cocodust dan alang 300 gr) |
1,94 |
a |
6,20 |
b |
13,30 |
b |
G (arang kompos cocodust dan alang 400 gr) |
3,50 |
b |
10,10 |
c |
22,47 |
c |
Angka-angka pada lajur yang sama yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata pada uji lanjut DNMRT pada taraf 5%
Tabel 3 menunjukan bahwa perlakuan arang kompos nilam 400 g (D) pada saat berumur 30 hari memberikan rata-rata jumlah daun terbanyak jika dibandingkan perlakuan yang lain. Perlakuan D berbeda nyata dengan perlakuan topsoil (A), arang kompos cocodust dan alang-alang 200 g (E) dan arang kompos cocodust dan alang-alang 300 g (F), namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan yang lainnya. Pada saat tanaman berumur 60 hari perlakuan arang kompos 400 g (D) memiliki rata-rata jumlah daun yang terbanyak jika dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Perlakuan D tidak berbeda nyata dengan perlakuan arang kompos nilam 300 g (C) dan arang kompos nilam 200 g (B), namun berbeda nyata dengan perlakuan yang lainnya. Pada saat tanaman berumur 90 hari perlakuan arang kompos nilam 400 g (D) memiliki rata-rata jumlah daun terbanyak jika dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Perlakuan D tidak berbeda nyata dengan perlakuan arang kompos nilam 200 g (B), arang kompos nilam 300 g (C) dan arang kompos cocodust dan alang-alang 400 g (G), namun berbeda nyata dengan perlakuan lainnya..
Tingginya pertumbuhan jumlah daun Hopea odorata pada pemberian arang kompos nilam 400 g diakibatkan oleh kandungan hara nitrogen (N) dan phospor (P) pada arang kompos nilam lebih tinggi jika dibandingkan dengan arang kompos cocodust dan alang-alang. Menurut Jumin (2002) manfaat nitrogen (N) yakni mempertinggi pertumbuhan vegetatif terutama daun dan posphor berguna untuk mempercepat pertumbuhan tanaman muda. Grafik rata-rata trend pertumbuhan jumlah daun dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. Grafik rata-rata trend pertumbuhan jumlah daun Hopea odorata pada berbagai perlakuan umur 30, 60 dan 90 hari
Gambar 3 diatas menunjukan bahwa trend rata-rata jumlah daun perlakuan arang kompos nilam 400 g (D) memperlihatkan peningkatan yang tertinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya pada umur pengamatan 30, 60 dan 90 hari.
- Berat basah (g)
Hasil sidik ragam pengamatan berat basah memperlihatkan pengaruh yang tidak nyata untuk semua umur pengamatan (30, 60 dan 90 hari). Grafik rata-rata berat basah selama pengamatan dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 4. Grafik rata-rata berat basah Hopea odorata pada berbagai perlakuan umur 30, 60 dan 90 hari
Grafik diatas menunjukkan bahwa perlakuan dengan pemberian arang kompos cocodust dan alang-alang (E, F dan G) relatif lebih tinggi pengaruhnya terhadap berat basah tanaman jika dibandingkan dengan pemberian arang kompos nilam (B, C dan D) dan topsoil (A). Semakin meningkat pemberian arang kompos cocodust dan alang-alang maka akan semakin meningkat rata-rata berat basah tanaman pada saat berumur 90 hari.
Berat basah tanaman dipengaruhi oleh kandungan unsur hara kalium (K), kalium mampu meningkatkan kadar air pada tanaman sehingga meningkatkan ketahanan dan kemampuan tanaman terhadap stres kekeringan, cuaca dingin dan tingginya salinitas (Harianto, 2007). Hal ini didukung oleh hasil analisis dari laboratorium BPTP yang menyatakan bahwa kandungan K pada arang kompos cocodust dan alang-alang lebih tinggi jika dibandingkan dengan arang kompos nilam dan topsoil.
- Kekokohan semai
Hasil sidik ragam dapat terlihat jenis media sapih yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap kekokohan semai Hopea odorata. Data hasil uji lanjut DNMRT pada taraf 5% disajikan pada tabel 4.
Tabel 4. Rata-rata Kekokohan Semai Hopea odorata pada berbagai perlakuan umur 60 hari.
Perlakuan |
Kekokohan Semai |
|
A (top soil) |
55,782 |
a |
B (arang kompos nilam 200 gr) |
84,187 |
b |
C (arang kompos nilam 300 gr) |
82,260 |
b |
D (arang kompos nilam 400 gr) |
90,892 |
b |
E (arang kompos cocodust dan alang 200 gr) |
83,537 |
b |
F (arang kompos cocodust dan alang 300 gr) |
79,036 |
b |
G (arang kompos cocodust dan alang 400 gr) |
83,832 |
b |
Angka-angka pada lajur yang sama yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata pada uji lanjut DNMRT pada taraf 5%
Tabel 4 menunjukkan bahwa pemberian arang kompos nilam 400 g (D) pada umur pengamatan 60 hari memperlihatkan kekokohan semai yang terbaik, perlakuan D berbeda nyata dengan perlakuan tosoil (A), namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan yang lain. Pada saat berumur 30 dan 90 hari perlakuan tidak berbeda nyata antara satu perlakuan dengan perlakuan lainnya.
Nilai kekokohan semai diasumsikan sebagai ketahanan bibit dalam dalam menerima tekanan angin dan kemampuan bibit dalam menopang bagian pucuknya. Bibit yang baik mempunyai nilai kekokohan semai 60-100 dengan asumsi jika tinggi 30 cm maka diameter 0,5 cm. (Hendromono, 2002). Grafik rata-rata kekokohan semai dapat dilihat pada gambar 5.
Gambar 5. Grafik rata-rata trend pertumbuhan kekokohan semai Hopea odorata pada berbagai perlakuan umur 30, 60 dan 90 hari
Gambar diatas menunjukan bahwa perlakuan Arang kompos cocodust dan alang-alang 200 g (E) cenderung terus meningkat hal ini diakibatkan oleh tidak seimbangnya antara pertambahan panjang tunas dan diameter tunas, sedangkan pemberian arang kompos nilam 400 g (D) cenderung relatif stabil setelah berumur 60 hari.
- Berat kering total (g)
Hasil sidik ragam pengamatan berat kering total (Lampiran 10) memperlihatkan pengaruh yang tidak nyata untuk semua umur pengamatan (30, 60 dan 90 hari). Nilai berat kering total tertinggi pada umur 30 hari terdapat pada perlakuan arang kompos cocodust dan alang-alang 200 g (E) dengan nilai 1,126 g, pada umur 60 dan 90 hari berat kering tertinggi didapat pada perlakuan arang kompos Nilam 200 g (B) dengan nilai 1,180 g dan 1,512 g. Pemberian perlakuan apapun memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap berat kering total tanaman. Perlakuan mempunyai pengaruh yang tidak nyata terhadap berat kering total sehingga untuk lebih efektif dalam penggunaan arang kompos sebaiknya menggunakan perlakuan arang kompos nilam 200 g (B) dan perlakuan arang kompos campuran 200 g (E). Rata-rata berat kering total selama pengamatan pada gambar 6.
Gambar 6. Grafik rata-rata Berat kering total Hopea odorata pada berbagai perlakuan umur 30, 60 dan 90 hari
Gambar diatas menunjukan bahwa pemberian arang kompos nilam 200 g (B) memberikan pengaruh yang lebih tinggi terhadap berat kering total tanaman jika dibandingkan dengan pemberian arang kompos cocodust dan alang-alang pada saat berumur 90 hari. Berat kering total merupakan akumulasi dari penyerapan unsur hara yang tersedia dari media untuk tanaman.
- Nisbah tunas akar
Data hasil uji lanjut DNMRT pengamatan nisbah tunas akar pada taraf 5% disajikan pada tabel 5.
Tabel 5. Rata-rata nisbah tunas akar Hopea odoarata pada berbagai perlakuan umur 90 hari
Perlakuan |
rerata nisbah tunas akar |
|
A (top soil) |
1,179 |
a |
B (arang kompos nilam 200 gr) |
4,567 |
bc |
C (arang kompos nilam 300 gr) |
4,168 |
bc |
D (arang kompos nilam 400 gr) |
5,217 |
c |
E (arang kompos cocodust dan alang 200 gr) |
1,414 |
a |
F (arang kompos cocodust dan alang 300 gr) |
2,507 |
ab |
G (arang kompos cocodust dan alang 400 gr) |
2,874 |
abc |
Angka-angka pada lajur yang sama yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata pada uji lanjut DNMRT pada taraf 5%
Tabel 5 menunjukan bahwa pemberian arang kompos nilam 400 g (D) pada saat berumur 90 hari memberikan nisbah tunas akar tertinggi diantara perlakuan lainnya. Perlakuan D berbeda nyata dengan perlakuan topsoil (A), perlakuan arang kompos cocodust dan alang-alang 200 dan 300 gram (E dan F), namun berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hasil sidik ragam (Lampiran 11) memperlihatkan pengaruh yang tidak nyata pada umur pengamatan (30, dan 60 hari).
Bibit dengan nisbah tunas akar yang tinggi relatif menunjukan bahwa pertumbuhan tunas lebih tinggi jika dibandingkan dengan pertumbuhan akar. Namun akar cukup mampu mendukung pertumbuhan tunas. Selain itu nisbah tunas akar yang tinggi merupakan salah satu indikator untuk menentukan media yang digunakan relatif subur dan tersedia air yang cukup. nisbah tunas akar yang kecil lebih banyak pembentukan akar jika dibandingkan dengan tunas, hal ini menunjukan bahwa kondisi media yang kurang mengandung unsur hara sehingga pembentukan akar relatif lebih banyak jika dibandingkan dangan tunas, untuk mendukung tanaman tersebut meningkatkan serapan yang menghasilkan nisbah pucuk akar yang rendah.
Nilai nisbah tunas yang kecil sebenarnya membuat bibit lebih tahan untuk ditahan dilapangan karena memiliki perakaran yang kuat, namun perlu diperhatikan keseimbangan antara kemampuan akar dalam menyerap unsur hara dengan kemampuan tunas dalam melakukan transpirasi dan photosintesis. Menurut Duryea dan Brown dalam Yulianto (2002) Nilai nisbah tunas akar yang baik adalah 1-3, namun yang terbaik adalah yang mendekati nilai minimum yakni 1. Hal ini menunjukan bahwa perlakuan topsoil (A) paling siap untuk ditanam dilapangan karena memiliki nisbah tunas akar yang paling kecil yakni sebesar 1,179.
Nilai nisbah tunas akar yang tinggi menjadi indikator bahwa media yang digunakan lebih subur dan tersedia air yang cukup, semakin tinggi nilai nisbah tunas akar maka semakin subur media yang digunakan.Nilai nisbah tunas akar yang tertinggi pada saat umur 90 hari adalah perlakuan arang kompos nilam 400 g (D). Hal ini membuktikan arang kompos nilam 400 gram lebih subur jika dibandingkan perlakuan yang lain, pernyataan ini sesuai dengan hasil analisa lab (Lampiran 13). Rata-rata nisbah tunas akar pada umur 30, 60 dan 90 hari dapat dilihat pada gambar 6.
Gambar 7. Grafik rata-rata nisbah tunas akar Hopea odorata pada berbagai perlakuan umur 30, 60 dan 90 hari
Grafik diatas menunjukan bahwa perlakuan arang kompos nilam 400 g (D) memperlihatkan rata-rata nisbah tunas akar tertinggi jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya pada saat berumur 30, 60 dan 90 hari.
- Indeks mutu bibit
Indeks mutu bibit (IMB) ditujukan untuk mengetahui tentang tingkat ketahanan bibit ditanam dilapangan. Jika IMB yang didapatkan > 0,09 maka tanaman tersebut mempunyai tingkat ketahanan yang tinggi jika ditanam dilapangan. Hasil sidik ragam pengamatan indeks mutu bibit (Lampiran 12) memperlihatkan pengaruh yang tidak nyata untuk semua umur pengamatan (30, 60 dan 90 hari). Dari hasil sidik ragam tidak terdapat perbedaan yang nyata dari perlakuan yang diberikan terhadap indeks mutu bibit. Pengamatan pada saat berumur 30 hari nilai indeks mutu bibit tertinggi diperoleh dari perlakuan arang kompos cocodust dan alang-alang 200 g (E) dengan nilai indeks mutu bibit 0,00123.. Pada pengamatan umur 60 dan 90 hari menunjukan bahwa perlakuan yang memiliki indeks mutu bibit tertinggi adalah perlakuan arang kompos nilam 200 g (B) dengan Nilai 0,102 dan 0,194 dengan indeks mutu bibit tersebut, tanaman siap di pindah dilapangan karena nilai indeks mutu bibit > 0,9. Grafik indeks mutu bibit pada pengamatan umur 30, 60 dan 90 hari dapat dilihat pada gambar 8.
Menurut Hendromono (2003) makin besar angka indeks mutu bibit menandakan makin tinggi mutu bibit. Lackey dan Alm (1982) mencatat pendapat Roller tahun 1977 yang menyatakan bahwa bibit yang dalam wadah yang mempunyai angka indeks mutu bibit lebih kecil dari 0,09 tidak akan berdaya tahan hidup yang tinggi jika ditanam dilapangan.
Gambar 8. Grafik rata-rata indeks mutu bibit Hopea odorata pada berbagai perlakuan umur 30, 60 dan 90 hari
Grafik diatas menujukkan bahwa pada saat tanaman berumur 90 hari perlakuan arang kompos nilam 200 g (B) mempunyai nilai indeks mutu bibit tertinggi jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya dengan nilai indeks mutu bibit 0.194.
DAFTAR PUSTAKA
Kontak 081333052032